KANDIKIA NAGARI GADUIK Siva Rahmadani Syafitri SYARIAH, Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah) UIN SJECH DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI ABSTRAK Pernikahan merupakan salah satu ibadah dalam upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga upaya dalam menjalankan sunnah dari Rasulullah SAW. Dalam pernikahan ada beberapa rukun dan juga syarat yang harus dipenuhi. Yaitu ada rukun pernikahan yang harus dipenuhi, jika tidak maka pernikahan tersebut tidaklah sah. Selain rukun pernikahan ada juga syarat- syarat dari pernikahan yang harus dipenuhi juga. Selain dari syarat dan rukun yang telah diterapkan oleh agama Islam, di dalam kehidupan bermasyarakat, ada juga beberapa aturan yang harus dipenuhi jika ingin melangsungkan pernikahan. Terutama bagi masyarakat di Minangkabau. Maka dari itu, adanya istilah pernikahan ideal dan tidak ideal yang ada di masyarakat Minangkabau. Jika tidak dilaksanakan aturan tersebut, maka pasangan yang melakukan pernikahan tersebut akan dipandang sebelah mata, tidak diikut sertakan dalam segala kegiatan masyarakat, bahkan lebih parahnya lagi di usir dari lingkungan masyarakat tersebut. Biasanya pernikahan ideal dan tidak ideal tersebut berdasarkan atas persetujuan dari niniak mamak mengenai pernikahan yang akan dilangsungkan. Apakah telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh niniak mamak atau tidak. Niniak mamak adalah orang yang disegani dalam masyarakat, sehingga perintah dan larangan yang telah diucapkan harus dilakukan oleh masyarakat tersebut. Kata Kunci: pernikahan ideal, niniak mamak, Minangkabau PENDAHULUAN Allah SWT telah menjadikan pernikahan sebagai ajang untuk meningkatkan sarana kasih sayang. Hal itu diungkapkan dalam Al-Qur’an. Selain itu juga, pernikahan merupakan sunnah dari baginda Muhammad SAW dan para Rasul lainnya. Hal itu dicantumkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Selain itu, Rasul juga menekankan bawa bagi siapa saja yang tidak menyukai sunnah beliau yang satu itu maka dia tidak termasuk bagian dari umat Rasullah. Pernikahan juga merupakan jalan untuk mewujudkan salah satu tujuan asasi dari syariat Islam yaitu menjaga nasab, karena dengan itu terbentuk juga sarana penting yaitu memelihara manusia agar tidak jatuh kedalam perbuatan yang diharamkan Allah. (Firman, 2018) Islam juga menganjurkan umatnya untuk menikah karena terdapat banyak hikmah yang dapat dirasakan oleh yang bersangkutan, masyarakat luas, dan juga bagi kehidupan manusia. Diantara hikmah dari pernikahan yaitu sebagai arahan agar tidak terjerumus dalam pergaulan yang salah, sarana untuk mendapatkan keturunan dan melanjutkan nasab, menumbuhkan semangat bekerja untuk menghidupi keluarga, menyatukan kekeluargaan, dan banyak hikmah lainnya. (Al-Albani, 2008) Jika dilihat, untuk dapat mengetahui kebaikan dan kejelekan seseorang, maka dapat dilihat dari sifat, karakter dan perilaku dapat diketahui dengan cara saling memberitahu, mencari tahu dengan siapa dia bergaul, atau dengan bertanya kepada orang yang dekatnya dan seseorang yang dipercaya. Hakikat pernikahan adalah merupakan sikap ridha diantara kedua belah pihak dan kesepakatan bersama dalam satu ikatan. Kesepakatan diantara kedua belah pihak merupakan hal yang bersifat tidak kasat mata. Karena itu butuh untuk diungkapkan dalam menunjukkan keridhaan dan kesepakatan bersama.(Al-Albani, 2008) Selain dengan memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh syariat Islam, ada pula syarat adat yang harus diterapkan dan juga dijalankan. Apabila tidak dijalankan, maka akan mendapatkan cemooh dari masyarakat sekitar, selain mendapatkan cemooh, terkadang pasangan itu juga harus membayar denda yang telah ditetapkan sejak turun menurun, yang mana jumlah denda nya tidaklah sedikit. Selain itu juga, jika terkena masalah dia tidak akan dibantu untuk menyelesaikannya. Bahkan lebih parahnya lagi pasangan tersebut akan diusir dari lingkungan masyarakat tersebut walaupun sudah membayar denda. Hal itu juga berlaku dalam kehidupan masyarakat di Minangkabau khususnya di Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik. Dimana ada beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi agar pernikahan tersebut dapat dijalankan. Di masyarakat Minangkabau, ada pernikahan ideal dan juga yang tidak ideal, selain dimasukkan syarat dan rukun yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Hal itu haruslah dilaksanakan dan dipatuhi oleh masyarakat Minangkabau. Jika tidak tidak dilaksanakan maka harus membayar denda dan juga bahkan bisa sampai di usir dari lingkungan masyarakat tersebut. Hal itulah yang menyebabkan adanya pernikahan yang ideal dan pernikahan tidak ideal yang telah ditetapkan dan harus diterapkan dalam aturan kehidupan masyarakat Minangkabau. Maka dari itu, rumusan masalah yang akan diteliti dalam artikel ini adalah bagaimana pandangan niniak mamak di Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik mengenai pernikahan yang ideal dan juga pernikahan yang tidak ideal yang ada dimasyarakat Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan agar untuk mengetahui bagaimana pandangan dari tokoh masyarakat mengenai pernikahan yang ideal dan dapat diterima oleh masyarakat dan bagaimana pula pernikahan yang tidak disukai oleh masyarakat sehingga dapat menyebabkan suatu peristiwa atau akibat bagi yang tetap melaksanakan pernikahan yang tidak disukai atau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku dimasyarakat tersebut. Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan ini maka dilakukanlah penelitian secara kualitatif. Hal itu dikarenakan penelitian ini bersifat studi lapangan dan dari itu akan mendapatkan sumber data dari hasil wawancara kepada tokoh masyarakat. Jenis penelitian yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian yang bersifat kualitatif. Yaitu dimana jenis penelitian ini penulis akan berinteraksi langsung dengan narasumber utama untuk mendapatkan data mengenai permasalahan yang dipertanyakan. Selain itu juga, dalam jenis penelitian ini peneliti dapat dapat juga merasakan secara langsung mengenai apa saja kegiatan yang telah dilakukan oleh masyarakat. Selain itu juga, tujuan dari penelitian jenis kualitatif ini adalah untuk mengetahui mengenai kondisi dari konteks yang akan diteliti dengan cara mengarahkan dan juga mendeskripsikan mengenai kehidupan dari masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi. Penelitian jenis ini akan menghasilkan produk berupa kata-kata dan juga gambar dari objek yang telah diamati. Dengan demikian, penelitian ini akan berisi laporan mengenai dari gambaran penyajian. Dengan metode penelitian ini akan didapat data berupa wawancara, dan juga kegiatan yang berlangsung selama penelitian berlangsung. Untuk lokasi penelitian, penelitian ini akan dilakukan di Jorong Aro Kandikia, Nagari Gadut, Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam. Dan juga dalam penelitian ini, peneliti akan langsung datang ke tempat lokasi untuk melakukan penelitian Dalam penelitian ini, terdapat dua sumber data yaitu sumber data primer dan juga sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh secara langsung dari informan yang didapatkan melalui wawancara secara langsung. Informan yang akan diwawancarai dalam penelitian ini adalah niniak mamak yang ada di Jorong Aro Kandikia, Nagari Gaduik, dengan alat bantu yaitu berupa daftar pertanyaan yang sebelumnya telah disiapkan. Merupakan data penunjang yang akan mendukung hasil dari penelitian yang akan dilakukan. Hal itu dapat berupa informasi yang ada didalam buku-buku yang memuat masalah mengenai pernikahan. Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan yang mana untuk menguji suatu permasalahan yang telah dirumuskan. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: Wawancara Langsung, yaitu proses tanya jawab yang dilakukan secara langsung kepada narasumber yang telah ditentukan guna untuk mendapatkan jawaban mengenai permasalahan yang ditanyakan. Hal yang ditanyakan yaitu mengenai pernikahan yang ideal menurut pandangan niniak mamak di Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik. Observasi, Yaitu pengamatan mengenai permasalahan yang telah ditetapkan. Dimana peneliti akan mengamati keadaan dari masyarakat mengenai pernikahan dari masyarakat yang dapat diterima dan juga pernikahan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat sekitar. Terakhir yaitu dokumentasi, dokumentasi yang dimaksud adalah mengenai bukti akan terjadinya suatu peristiwa yang sedang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini. PEMBAHASAN A. Pengertian Pernikahan Pernikahan secara bahasa artinya menghimpun, bersetubuh dan juga akad. Menurut ahli bahasa bersetubuh merupakan makna hakiki dari nikah, sementara akad merupakan makna majazi. Menurut ahli fikih nikah berarti akad, dan makna majazinya adalah bersetubuh, hal karena merupakan makna yang masyhur dalam al-Qur’an dan hadis.(Muzammil, 2019)
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab yaitu ()النكاح,
selain itu ada juga disebut dengan zawaj. Sedangkan dalam istilah Indonesia pernikahan adalah perkawinan. (Mukhtar, 1974) Dalam maksud majaz, nikah di istilahkan dengan akad, yaitu dimana akad merupakan sebagai alasan diperbolehkannya untuk bersetubuh. Karena nikah merupakan akad, maka pernikahan adalah suatu akad yang sangat kuat untuk memenuhi perintah Allah dan melaksanakannya adalah ibadah.(Kumedi, 2021) Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan ulama fiqih, tetapi seluruh definisi tersebut memiliki maksud yang sama meskipun redaksionalnya berbeda. Ulama mazhab Syafi’i mendefinisikan pernikahan sebagai akad yang mengandung kebolehan melakukan hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin atau yang semakna dengan itu. Sedangkan ulama mazhab Hanafi mendefinisikannya dengan akad yang membolehkan halalnya hubungan suami istri antara seorang laki-laki dengan perempuan dan tidak ada alasan syara’ yang menghalangi.(Nurhayati, 2011) B. Rukun dan Syarat Nikah 1. Rukun Nikah Rukun merupakan sesuatu yang harus ada, dan hal tersebut dapat menentukan sah atau tidaknya suatu ibadah yang akan dilakukan. Dalam pernikahan, ada beberapa pendapat mengenai rukunnnya yaitu: (Kumedi, 2021) a. Menurut Jumhur Ulama, rukun perkawinan ada 4, yaitu adanya ijab qabul (sighat), calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan, dan yang terakhir adanya wali. b. Menurut Az-Zuhaili, yang termasuk dalam rukun nikah yaitu hanyalah ijab dan qabul saja, sedangkan yang lainnya termasuk kedalam syarat nikah. c. Menurut al-Girmati al-Maliki, rukun pernikahan hanyalah ijab dan qabul (sighat). d. Menurut An-Nawawi, rukun pernikahan ada empat, yaitu, ijab dan qabul (sighat), calon mempelai laki-laki dan perempuan, wali, dan dua orang saksi. e. Menurut al-Shirazi, dalam perkawinan yang diharuskan untuk ada yaitu wali, saksi, calon mempelai dan akad. f. Menurut Zainuddin bin Abd al-Aziz rukun perkawinan ada lima yaitu, ada istri, suami, wali, dua orang saksi, dan akad. 2. Syarat Nikah Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi sahnya suatu perkawinan. Apabila syarat terpenuhi, maka perkawinan itu sah.(Ghazaly, 2003) Syarat perkawinan yaitu: (Nasiri, 2010) a. Calon mempelai laki-laki Syaratnya yaitu: beragama Islam, laki-laki, jelas orangnya, dapat persetujuan, dan tidak terhalang melakukan perkawinan. b. Calon mempelai perempuan Syaratnya yaitu: beragama atau islam, perempuan, jelas orangnya, dapat persetujuannya, tidak terhalang melakukan perkawinan (alasan syar’i), tidak terikat pernikahan dengan laki-laki lain. c. Wali Nikah Syaratnya yaitu: laki-laki, dewasa, ada hak perwalian, cakap hukum, merdeka, seagama antara wali dan mempelai yang diakadkan, adil. d. Saksi Nikah Syaratnya yaitu: minimal dua orang, hadir dalam ijab qabul, dapat mengerti maksud akad, Islam, adil, dewasa, merdeka, cakap hukum, e. Ijab qabul Syaratnya yaitu: dilakukan dengan bahasa yang mudah dimengerti, menunjukkan waktu, lafaz yang diucapkan bersifat pasti, tidak meragukan, bersifat tuntas, diucapkan dalam satu tempat dan waktu. C. Hukum Menikah dalam Islam Dalam Islam ada beberapa keadaan yang mempengaruhi hukum dari menikah itu sendiri. Oleh karena itu, hukum menikah tergantung dengan alasan dan keadaan dari seseorang melakukan pernikahan. (Firman, 2018) Hukum pernikahan yaitu: 1. Wajib Hukum menikah akan wajib bagi seseorang jika dia tidak mampu untuk menahan hawa nafsu dan dia takut akan masuk dan terjerumus dalam perzinaan jika dia tidak segera menikah. Dan juga selain itu, dia juga telah mampu secara finansial untuk menikah dan membangun rumah tangga. Dengan melangsungkan pernikahan, maka akan terjaga pula kehormatannya. 2. Sunnah Pernikahan akan dianjurkan ketika dia memiliki hawa nafsu, tetapi dia tidak takut terjerumus kedalam perzinaan karena mampu untuk menahan dirinya. Akan tetapi, baginya lebih utama untuk menikah daripada melaksanakan ibadah lainnya. 3. Mubah Pernikahan mubah hukumnya jika faktor yang mengharuskan untuk menikah maupun yang menghalangi terlaksananya pernikahan tidak ada pada diri seseorang. 4. Makruh Menikah akan menjadi makruh hukumnya jika dilaksanakan oleh seseorang yang belum ada keinginan untuk menikah dan juga seseorang tersebut belum mampu untuk menikahi serta memberi nafkah orang yang akan dinikahi tersebut. Maka dari itu dia dianjurkan untuk mempersiapkan diri terlebih dahulu dan dia makhruh untuk menikah. 5. Haram Suatu pernikahan haram hukumnya jika dalam pernikahan tersebut seorang suami lalai dalam menjalankan kewajibannya serta tugasnya dan tidak juga memberi nafkah istri baik lahir maupun bathin. Pernikahan juga menjadi haram jika rukun dan syarat menikah tidak terpenuhi dan di langgar serta jika dia tetap melaksaanakan pernikahan hanya akan menyiksa perempuan yang akan dinikahi. D. Pernikahan yang Dilarang dalam Islam Di Islam, juga terdapat beberapa pernikahan yang dilarang untuk dilaksanakan, diantaranya yaitu: 1. Nikah mut’ah Nikah mut’ah adalah pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam jangka waktu tertentu dan juga ada imbalan atas pernikahan tersebut. Pernikahan ini disebut juga nikah kontrak, dan dilarang secara tegas. Sebelumnya nikah mut’ah diperbolehkan oleh Rasullah ketika dalam perang. Akan tetapi hal tersebut hanya berlaku selama tiga hari saja, setelahnya Rasulullah mengharamkan nikah tersebut untuk dilaksanakan selamanya. Maka dari itulah makanya nikah mut’ah diharamkan untuk dilaksanakan. 2. Nikah Syighar Nikah syighar adalah pernikahan yang dilakukan tukar menukar. Bahkan boleh juga tanpa adanya mahar. Maksud dari tukar menukar tersebut adalah, dimana seorang laki- laki ingin ingin menikahi seorang perempuan, maka dia harus menikahkan wali atau saudara laki-laki dari perempuan yang akan dinikahinya dengan saudara perempuannya. Maka dari itu nikah ini dilarang hal itu disebabkan karena tidak menghargai akan keberadaan seorang perempuan dan menganggap perempuan adalah barang yang dapat ditukarkan tanpa ada bayaran. Selain itu juga pernikahan tersebut merendahkan harkat dan juga martabat dari seorang perempuan. 3. Nikah Tahlil Nikah tahlil adalah pernikahan yang dilakukan oleh laki-laki terhadap perempuan yang sudah ditalak tiga oleh mantan suami nya dengan tujuan agar mantan suaminya tersebut dapat rujuk dengan mantan istrinya kembali. Biasanya laki-laki yang akan dinikahkan dengan mantan istrinya merupakan suruhan dari mantan suami dan dibayar atau diberi upah. Nikah tahlil haram hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa besar. Bahkan Rasulullah sendiri melaknat orang yang melakukan pernikahan tersebut. 4. Nikah dalam Masa Iddah Nikah dalam masa iddah telah dilarang oleh Allah SWT. hal tersebut terdapat dalam Q.S Al- baqarah ayat 235. E. Mahram Mahram adalah perempuan yang haram untuk dinikahi. Untuk menikahi seorang perempuan, perempuan tersebut haruslah seseorang yang bukan mahramnya. Mahram terbagi dua golongan yaitu: 1. Mahram Muabbad Mahram muabbad adalah mahram yang mana perempuan tersebut haram dinikahi untuk selama-lamanya dan tidak ada batasan waktu. Mahram muabbad terbagi tiga yaitu: a. Mahram disebabkan hubungan nasab Para ulama telah sepakat bahwa yang termasuk kedalam mahram karena hubungan nasab yaitu ibu dan garis keturunan lurus keatas, anak perempuan dan garis keturunan terus kebawah, saudara perempuan dari semua arah, bibi dari pihak ayah dan terus keatasnya, bibi dari pihak ibu dan terus keatasnya, anak perempuan dari saudara laki-laki dan garis keturunan terus kebawahnya, anak perempuan saudara perempuan dan garis keturunan terus kebawahnya. Dengan rincian yang telah disebutkan, maka seluruh kerabat seseorang dari nasab adalah haram untuk dinikahinya, kecuali sepupu. Yaitu anak perempuan dari paman pihak ayah, anak perempuan dari pihak ibu, anak perempuan bibi dari pihak ayah, anak perempuan bibi dari pihak ibu. Itulah perempuan yang halal dinikahi. b. Karena hubungan pernikahan Perempuan menjadi haram untuk dinikahi karena alasan pernikahan ada empat, yaitu, istri dari ayah (ibu tiri) dan garis keturunan terus keatas, istri dari anak (menantu) dan garis keturunan terus kebawah, ibu dari istri (mertua) dari garis keturunan terus keatas, anak istri dari suami sebelumnya (anak tiri) dan garis keturunan terus kebawah. c. Karena sepersusuan (radha’ah) Ada syarat yang harus dipenuhi agar seseorang tersebut menjadi mahram melalui jalur sepersusuan (radha’ah). Syaratnya yaitu, minimah harus disusui sebanyak lima (5) kali susuan yang mengenyangkan, penyususan terjadi pada dua tahun pertama dari usia anak. Oleh karena itu, perempuan yang menjadi mahram melalui jalur sepersusuan (radha’ah) adalah, wanita yang menyusui (ibu susuan) dan garis keturunan terus keatas, anak perempuan wanita yang menyusui (saudara susuan) dan garis keturunan terus kebawah, saudara perempuan sepersusuan, saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi susuan dari pihak ibu susuan), saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi susuan dari pihak bapak susuan), anak perempuan dari anak perempuan ibu susuan (keponakan susuan), istri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan), istri dari anak susuan (menantu dari anak susuan), ibu susuan dari istri (mertua susuan), anak susuan dari istri (anak istri susuan). 2. Mahram Muaqqat Mahram muaqqat adalah perempuan yang haram dinikahi dalam jangka waktu tertentu atau hanya untuk sementara waktu. Yang termasuk mahram muaqqat yaitu, mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara dalam satu ikatan pernikahan, mengumpulkan perempuan dengan bibinya dalam satu ikatan pernikahan, mengumpulkan lebih dari empat perempuan dalam satu masa yang sama, perempuan yang telah bersuami sehingga dia ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya dan telah habis masa iddah nya, perempuan dalam masa iddah sampai habis masa iddahnya, perempuan dalam masa ihram (baik haji atau umrah) hingga dia bertahallul, istri yang telah ditalak tiga, sehingga dia dinikahi oleh orang lain dan diceraikan oleh suami baru tersebut, perempuan musyrik hingga ia masuk Islam, perempuan pezina hingga ia bertaubat dan berisitibra’ (kosongnya rahim). F. Ketentuan Islam dalam Memilih Calon Pasangan Islam tidak tinggal diam dalam memilih orang yang akan menjadi pasangan kita. Hal biasa dalam memilih calon suami atau istri biasanya lebih cenderung kepada unsur dzahiriah. Dan kriteria tersebut tidak dinafikan dari syariat Islam, bahkan juga memperbolehkan hal tersebut. Akan tetapi ada hal yang lebih patut untuk diutamakan yaitu, dalam hal beragama. Bagaimana kesungguhan dan konsistensi seseorang tersebut dalam menjalan agama. Hal tersebut juga terdapat dalam Hadist yang di riwayatkan oleh Bukhari Muslim, yaitu yang artinya:
َألربَ ٍع لِ َماهِلَ ا َوحِلَ َس بِ َها
ْ َُع ْن َأيِب ُهَر ْي َرة َع ِن النَّيِب ِّ قَ َال ُتْن َك ُح اَلْ َم ْرَأة )(مَّت َف ٌق َعلَْي ِه ِ ِ ِِ ِ ْ ََوجِلَ َمل َها َولدين َها فَاظْ َف ْر بِ َذات اَلدِّي ِن تَ ِرب ُ ت يَ َد َاك “Dari Abi Hurairah r.a berkata bahw Rasulullah SAW bersabda, ‘Wanita itu dinikahi karena empat hal yaitu: karena hartanya, nasabnya (keturunannya), kecantikannya, dan juga agamanya. Maka perhatikanlah agamanya agar kamu selamat’”(Muttafaqun ‘Alaih). (Firman, 2018) 1. Cara memilih Istri Diantara kelebihan yang ada dalam diri perempuan yang akan dinikahi, yaitu: a. perempuan tersebut berasal dari lingkungan keluarga yang baik, mampu mengendalikan diri, tidak tempramental dan juga tidak berprilaku aneh sehingga layak dalam menjalankan perannya sebagai seorang istri dan juga ibu, b. perempuan tersebut tidak mandul (dapat memberikan keturunan) c. memiliki paras yang menawan d. mendahulukan yang perawan e. hendaknya mencari yang sepadan 2. Cara memilih suami Seorang wali hendaknya memilihkan calon suami bagi anaknya perempuannya hendaknya dengan laki-laki yang paham akan agama, berprilaku baik dan memiliki kemuliaaan baik memuliakannya ketika menikahinya, memperlakukannya sebagai istri, dan juga ketika diceraikan atau ditalak. (Al-Albani, 2008) G. Hikmah Pernikahan Pernikahan merupakan sunnah dari Rasulullah dan juga ibadah yang dianjurkan oleh Allah serta pelengkap agama. Maka dari itu, adalah hikmah disyariatkan pernikahan , yaitu diantaranya: (Al-Albani, 2008) 1. Sebagai sarana yang halal dan diridhoi oleh Allah untuk menyalurkan hawa nafsu. 2. Sarana terbaik untuk mendapatkan keturunan, menjaga kelangsungan hidup dan menghindari terputusnya nasab. 3. Menyempurnakan sifat manusia khususnya rasa sifat kasih sayang dan naluri keibuan dan kebapakan. 4. Menumbuhkan semangat untuk bekerja dan mengayomi anak. 5. Pembagian tugas kerja yang baik, serta adanya rasa tanggungjawab. 6. Menyatukan keluarga, menumbuhkan rasa kasih sayang antara keluarga dan memperkuat ikatan sosial di masyarakat. H. Pernikahan Ideal dan Tidak Ideal di Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan terhadap salah satu niniak mamak yang ada di Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik mengenai pernikahan ideal dan juga tidak ideal, maka didapatkan informasi sebagai berikut:(Zulbahardi, wawancara pribadi, 2022) Di Minangkabau juga terdapat beberapa persyaratan tertentu dalam melakukan pernikahan yang harus dilengkapi selain dari syarat yang telah ditetapkan oleh syariat dan juga oleh negara. Jika persyaratan tersebut tidak dipenuhi, maka pasangan tersebut harus menerima resiko akibat melanggar persyaratan yang telah ditetapkan oleh petinggi masyarakat di daerah tersebut yaitu niniak mamak. Diantaranya akibat yang didapatkan jika tidak mengindahkan aturan yang telah dibuat yaitu dikucilkan, harus membayar denda yang tidak sedikit jumlahnya, tidak diikutkan dalam kegiatan kemasyarakatan, tidak dibantu jika ada terkena masalah, dan bahkan harus diusir dengan tidak hormat dari lingkungan masyarakat tersebut. Hal tersebut disebabkan karena dalam Minangkabau, pernikahan tidak hanya melibatkan antara dua orang saja, tetapi juga melibatkan antara dua keluarga, dan juga masyarakat dari kedua belah pihak serta bagaimana sistem masyarakat itu mengatur bagaimana pernikahan itu dilaksanakan. Di Minangkabau, sistem yang dianut adalah sistem kekerabatan matrileneal. Maka dari itu, yang banyak mengatur dan juga mengurus mengenai permasalahan kemasyarakatan adalah niniak mamak. Hal itu berlaku pula dalam hal pernikahan. Niniak mamak adalah seseorang yang dituakan dan dihormati dalam suatu lingkungan masyarakat Minangkabau. Jika dalam suatu kegiatan, niniak mamak tersebut tidak menyetujui dilaksanakannya kegiatan tersebut, maka kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Bahkan jika tetap dipaksakan untuk dilaksanakan, maka niniak mamak tersebut tidak akan mau ikut menghadiri kegiatan yang dilaksanakan tersebut. Apabila jika hal tersebut terjadi, maka kegiatan tersebut akan berjalan dengan tidak lancar dan juga akan mendapatkan cemooh dari masyarakat sekitar karena dianggap tidak mendapatkan restu dari niniak mamak. Karena didalam kehidupan masyarakat Minangkabau, selain restu orangtua, restu niniak mamak juga penting. Hal itu sesuai dengan istilah di Mingkabau, kalau awak nikah ndak tau niniak, bararti awak kalua dari lingkup antaro mamak jo kamanakan. Efek yang diakibatkan cukup besar yaitu jika terjadi perselisihan antara kedua pasangan itu, yaitu diantaranya niniak mamak dan keluarga besar lainnya akan lepas tangan dan tidak mau tau akan masalah tersebut, serta tidak ingin ikut serta dalam menyelesaikan masalah tersebut. Didalam pernikahan di Minangkabau, ada pernikahan yang ideal yang disukai oleh niniak mamak dan juga masyarakat sekitar. Dan juga ada pernikahan yang tidak ideal yang tidak disetujui oleh niniak mamak sehingga menyebabkan pasangan yang tetap ingin melaksanakannya harus membayar denda, dikucilkan masyarakat, tidak akan dibantu jika ada kemalangan dan bahkan lebih parah lagi harus keluar dari lingkungan masyarakat tersebut. Pernikahan yang ideal menurut niniak mamak di Minangkabau terkhusus di daerah Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik, Kabupaten Agam adalah pernikahan yang dilakukan antara pasangan yang berlainan suku. Hal itu dikarenakan di Jorong Aro Kandikia terdapat beberapa kaum suku, yang mana setiap kaum tersebut merupakan sanak saudara yang memiliki hubungan darah walaupun hubungan saudara jauh. Padahal dalam Islam hal tersebut dibolehkan karena orang yang sasuku tersebut belumlah tentu termasuk mahram dari orang yang ingin menikahinya. Akan tetapi, di Jorong Aro Kandikia, hal tersebut dilarang, bahkan ditentang keras. Jika tetap bersikeras ingin melakukannya maka akan dikumpulkan pasangan terebut dengan niniak mamak dan juga Datuak dari kaum suku tersebut. Dimana kegiatan tersebut adalah untuk menjelaskan bahwa pernikahan itu tidak dapat dilaksanakan. Jika tetap dilaksanakan akan dijelaskan dampak buruk yang akan diterima oleh pasangan tersebut dimasyarakat. Diantaranya tidak akan dibantu untuk menyelesaikan masalah jika terkena masalah, dibuang dari kelompok kaum suku tersebut, dikucilkan, tidak di ikutkan dalam kegiatan masyarakat, dan bahkan anak-anak hasil dari pernikahan tersebut akan diasingkan oleh masyarakat juga. Tidak hanya pasangan yang diasingkan, tetapi juga anak dari hasil pernikahan tersebut. Pernikahan kedua yang ideal menurut niniak mamak di Jorong Aro Kandikia adalah pulang ka anak bako. Bako adalah sebutan bagi saudara perempuan dari ayah. Pernikahan pulang ka anak bako dilakukan dengan maksud dan juga tujuan. Pulang ka anak bako tujuannya yaitu salah satunya adalah untuk menjaga harato pusako. Dimana, bako adalah orang yang menyimpan harato pusako, jadi dengan menikahi anak bako maka akan menjaga harato pusako tidak jatuh ketangan orang jauh. Selain dari pulang ka anak bako juga ada pernikahan pulang ka anak mamak. Mamak adalah sebutan bagi saudara laki-laki dari ibu. Hal dan tujuan pulang ka anak mamak yaitu sama dengan pulang ka anak bako yaitu sama-sama untuk menjaga harato pusako. Pernikahan ideal lainnya yang ada di Jorong Aro Kandikia adalah pernikahan mangganti lapiak. Yaitu dimana pernikahan tersebut adalah pernikahan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan menikahi adik perempuan dari almarhum istrinya. Hal itu dilakukan demi menjaga keturunan atau anak-anak dari pernikahannya sebelumnya. Walaupun pernikahan- pernikahan tersebut tidak dipaksakan, akan tetapi niniak mamak dan juga masyarakat sekitar lebih menyukai akan pernikahan dengan cara yang tersebut. Selain pernikahan ideal. Tentunya juga ada pernikahan yang tidak ideal di Minangkabau. Diantaranya yaitu pernikahan sasuku. Seperti yang telah dijelaskan tadi, bahwa pernikahan sasuku tersebut dilarang dan juga tidak disukai oleh niniak mamak dan juga masyarakat. Syarat jika tetap ingin melakukan pernikahan sasuku adalah bahwa antara kedua orang tersebut tidak satu Datuak, tidak sapandam, tidak satu penghulu. Tetapi jika tidak memenuhi syarat tersebut, maka harus terima denda dan juga akibatnya, yaitu di usir dari kampung sendiri. Hal itu dikarenakan dalam sasuku, biasanya orang tersebut merupakan saudara se- ibu, jadinya mereka tidak dapat melangsungkan pernikahan. Di jorong Aro Kandikia kalau menikah sasuku ada yang melaksanakan tetapi dengan catatan merupakan salah satu datuak dan salah satu suku tetapi memiliki hubungan yang jauh atau berbeda daerah. Dan juga ada yang sama sekali tidak memperbolehkan untuk melangsungkan pernikahan sasuku oleh Datuaknya walaupun dengan daerah yang berbeda. Denda yang akan dikenakan dinamakan dengan bahukum sapanjang adaik. Dan orang yang melangsungkan pernikahan tersebut diusir dari kampung halaman.(Rori, wawancara pribadi, 2022) Selain pernikahan sasuku, pernikahan yang kurang ideal yang jika dilakukan adalah pernikahan antara orang Minangkabau dengan orang selain Minangkabau. Seperti orang minang menikah dengan selain dari suku Minangkabau. Hal itu dikarenakan jika menikah dengan selain orang minang, anak dari hasil pernikahan tersebut tidak akan mendapatkan suku. Di Minangkabau dia akan terbuang dan begitu juga di suku yang satunya. Hal itu dikarenakan adanya perbedaan dalam sistem kekerabatan yang dianut. Di masyarakat Minangkabau, sistem kekerabatan yang dianut adalah sistem kekerabatan matrilineal. Yaitu garis keturunan berdasarkan Ibu. Berbeda dengan suku lain yang menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu sistem kekerabatan dari garis keturunan ayah. Selain alasan tersebut juga, kenapa pernikahan ini tidak begitu disukai yaitu karena dengan dilaksanakan pernikahan ini, maka harato pusako tidak ada yang akan menjaga dan juga meneruskannya. Karena disebabkan adanya perbedaan dari suku anak tersebut. Jadi dia tidak dapat menerima, meneruskan dan juga memelihara harato pusako yang seharusnya itu merupakan bagian dari dia. Pernikahan lain yang juga tidak disukai adalah menikah antara mamak dengan anak kemenakan. Hal tersebut tidak hanya dilarang oleh adat tetapi juga oleh agama. Karena anak kemenakan merupakan wanita mahram yang tidak boleh untuk dinikahi. Maka dari itu pernikahan tersebut tidak boleh dilaksanakan. Jika tetap dilaksanakan maka dia dan pasangannya akan diusir dari kampung tersebut dan tidak akan dianggap lagi sebagai keluarga. Karena selain di buang di masyarakat dia juga di buang di keluarga besarnya karena dianggap telah mencoreng nama keluarga dan membuat malu keluarga. Maka dari itulah jika ingin melangsungkan pernikahan dengan adanya adat Minangkabau, haruslah ditelusuri terlebih dahulu apakah pasangan yang akan dinikahi tersebut sasuku atau tidak memiliki hubungan keluarga, dan juga haruslah mendapatkan restu dari keluarga kedua belah pihak. Selain restu keluarga restu dari niniak mamak juga sangat diperlukan. Hal itu karena dalam mengurus administrasi pernikahan juga diperlukan adanya tandatangan dari niniak mamak sebagai bentuk tanda sudah meyetujui bahwa pernikahan tersebut akan dilangsungkan. Walaupun sebenarnya dalam agama Islam hal tersebut tidak dipermasalahkan dan tentu saja diperbolehkan, tetapi kita juga haruslah tetap menaati peraturan yang berlaku di suatu masyarakat. Hal itu karena kita hidup dalam lingkungan masyarakat. Jadilah kita harus menaati peraturan yang ada. Seperti pepatah yang mengatakan Dima bumi di pijak disitu langik dijunjuang. Jadi janganlah menentang dari aturan yang telah ditetapkan selama hal tersebut tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam. Kesimpulan Pernikahan adalah salah satu ibadah yang mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga untuk menyempurnakan agama dan juga salah satu upaya dalam menjalankan sunnah Rasullah SAW. Didalam pernikahan ada beberapa rukun dan syarat yang harus dipenuhi. Rukun pernikahan menurut jumhur ulama adalah adanya ijab qabut (sighat), calon mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan, wali nikah, dan juga saksi. Jika rukun nikah tidak dipenuhi maka pernikahan yang dilakukan tidak sah. didalam rukun pernikahan juga terdapat syarat dari pernikahan yang harus dipenuhi. Jika syarat tersebut tidak terpenuhi maka rukun dan syarat pernikahan tersebut menjadi batal. Sehingga pernikahan yang dilaksanakan juga batal dan tidak sah. Di dalam Islam ada wanita yang haram untuk dinikahi yang biasa disebut dengan mahram. Wanita yang haram dinikahi tergantung dari waktunya. Ada yang haram untuk dinikahi selamanya yaitu karena berdasarkan dari nasab, dan juga dari sepersusuan. Sedangakan ada perempuan yang haram untuk dinikahi untuk sementara waktu yaitu disebabkan karena pernikahan. Selain itu, Islam juga mengatur mengenai bagaimana tipe dari calon penganti yang baik untuk dinikahi, yaitu seseorang tersebut dinilai dari hartanya, nasabnya (keturunannya), kecantikan, dan juga agamanya. Jika ingin selamat dalam mencari pasangan, maka pilihlah yang agamanya baik. Dalam Islam juga terdapat beberapa hukum menikah, yaitu, wajib jika tidak bisa menahan hawa nafsu dan takut jatuh kedalam perzinaan serta memiliki kemampuan untuk berumah tangga. Sunnah jika bisa menahan hawa nafsu dan tidak takut untuk jatuh kedalam perzinahan. Mubah jika tidak ada yang mendesak untuk menikah. Makruh jika belum ada keinginan untuk menikah dan tidak ada biaya untuk berumah tangga. Haram jika lalai dalam menjalankan hak dan juga kewajiban dan tidak memberi nafkah istri dan juga keluarga. Pernikahan yang haram di Islam yaitu pernikahan mut’ah, atau lebih dikenal dengan kawin kontrak. Hal itu dilarang dalam Islam. Selanjutnya yaitu nikah syighar, yaitu pernikahan tukar menukar. Selanjutnya yaitu nikah tahlil, yaitu pernikahan untuk menghalalkan mantan istri agar bisa dinikahi. Selanjutnya yaitu nikah dalam masa iddah. Karena pernikahan merupakan salah satu ibadah yang dianjurkan oleh Allah dan juga merupakan sunnah Rasul, maka tentunya ada hikmah dari diadakannya pernikahan tersebut. Diantaranya yaitu sebagai bentuk penyempurna agama, sebagai bentuk ibadah, saran untuk meneruskan keturunan yang diridhai oleh Allah, sebagai bentuk upaya menumbuhkan rasa tanggungjawab terhadapat diri sendiri dan juga keluarga, menumbuhkan rasa kasihsayang dan juga untuk menimbulkan rasa keibuan dan juga kebapakkan, menumbuhkan rasa semangat untuk bekerja, dan juga yang lainnya. Selain adanya persyaratan dari agama dan juga negara , ada juga syarat dan bentuk pernikahan tertentu yang disukai oleh masyarakat. Yang mana ada tambahan syarat tertentu yang harus dipenuhi agar pernikahan tersbut dapat dilaksanakan. Pernikahan ideal di Minangkabau yaitu pernikahan yang direstui oleh niniak mamak, dan juga masyarakat sekitarnya. Diantaranya yaitu pernikahan beda suku, pernikahan pulang ka anak bako, pernikahan pulang ka anak mamak, kawin ganti lapiak. Selain pernikahan ideal juga ada pernikahan yang tidak ideal, yaitu pernikahan yang tidak direstui oleh niniak mamak dan juga tidak atau kurang disukai oleh masyarakat. Diantaranya yaitu pernikahan sasuku, menikah dengan orang yang bersuku dengan selain Minangkabau, mamak menikahi anak kamanakan. Jika tetap melaksanakan pernikahan yang tidak ideal di Minangkabau, ada beberapa akibat yang ditimbulkan, yaitu harus membayar denda, tidak diikut sertakan dalam kegiatan masyarakat, dan juga niniak mamak serta masyarakat sekitar tidak akan ikut serta membantu jika ada terjadi permasalahan yang timbul dikeluarga tersebut. Walaupun pada dasarnya tidak semua pernikahan yang tidak ideal di Minangkabau tersebut dilarang dalam agama Islam, akan tetapi kita haruslah mentaati peraturan yang telah ditetapkan sejak lama oleh masyarakat tersebut. Janganlah seenaknya untuk merubah dan juga mengganti peraturan tersebut. Begitu juga dengan pernikahan yang ideal yang ada di Minangkabau. Tidaklah harus dilaksanakan dan juga tidak ada agama mengatur mengenai hal itu. Akan tetapi tidak ada salahnya juga untuk mengikuti peraturan yang telah berlaku. Karena hal tersebut akan berdampak dalam kehidupan bermasyarakat, karena dalam pernikahan itu tidak hanya melibatkan dua keluarga tetapi juga melibatkan antara masyarakat dari kedua belah pihak. Maka dari itu hendaklah kita untuk menaati peraturan yang telah berlaku dikedua belah pihak masyarakat. DAFTAR PUSTAKA Dr. H. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H. (2021). Hukum Perkawinan Islam Di Indonesia. Bandar Lampung. Arjasa Pratama.
Firman Arifandi, LL,B., LL.M. (2018). Serial Hadist
Nikah 1: Anjuran Menikah & Mencari Pasangan. Jakarta. Rumah Fiqih Publishing.
Kamal Mukhtar. (1974). Asas-asas Umum Islam Tentang
Perkawinan. Jakarta. Bulan Bintang.
Muhammad Nasiruddin Al-Albani. (2008). Fikih Sunnah
3. Jakarta. Cakrawala Publishing.
Muzammil, Dr. Hj. I. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum
Pernikahan dalam Islam). Tangerang. Tira Smart.
Nasiri. (2010). Praktik Prostitusi GIgolo Ala Yusuf Al-
Qardawi. Surabaya. Khalista.
Nurhayati, A. (2011). Pernikahan Dalam Perspektif Al-
Qur’an. ASAS, 3.
Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A. (2003). Fikih
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu