Anda di halaman 1dari 39

PANDANGAN NINIAK MAMAK TERHADAP

PERNIKAHAN IDEAL DI JORONG ARO


KANDIKIA NAGARI GADUIK
Siva Rahmadani Syafitri
SYARIAH, Hukum Keluarga (Ahwal Syakhsiyyah)
UIN SJECH DJAMIL DJAMBEK BUKITTINGGI
ABSTRAK
Pernikahan merupakan salah satu ibadah dalam
upaya mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga
upaya dalam menjalankan sunnah dari Rasulullah SAW.
Dalam pernikahan ada beberapa rukun dan juga syarat
yang harus dipenuhi. Yaitu ada rukun pernikahan yang
harus dipenuhi, jika tidak maka pernikahan tersebut
tidaklah sah. Selain rukun pernikahan ada juga syarat-
syarat dari pernikahan yang harus dipenuhi juga. Selain
dari syarat dan rukun yang telah diterapkan oleh agama
Islam, di dalam kehidupan bermasyarakat, ada juga
beberapa aturan yang harus dipenuhi jika ingin
melangsungkan pernikahan. Terutama bagi masyarakat
di Minangkabau. Maka dari itu, adanya istilah
pernikahan ideal dan tidak ideal yang ada di masyarakat
Minangkabau. Jika tidak dilaksanakan aturan tersebut,
maka pasangan yang melakukan pernikahan tersebut
akan dipandang sebelah mata, tidak diikut sertakan
dalam segala kegiatan masyarakat, bahkan lebih
parahnya lagi di usir dari lingkungan masyarakat
tersebut. Biasanya pernikahan ideal dan tidak ideal
tersebut berdasarkan atas persetujuan dari niniak mamak
mengenai pernikahan yang akan dilangsungkan. Apakah
telah memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh niniak
mamak atau tidak. Niniak mamak adalah orang yang
disegani dalam masyarakat, sehingga perintah dan
larangan yang telah diucapkan harus dilakukan oleh
masyarakat tersebut.
Kata Kunci: pernikahan ideal, niniak mamak,
Minangkabau
PENDAHULUAN
Allah SWT telah menjadikan pernikahan sebagai
ajang untuk meningkatkan sarana kasih sayang. Hal itu
diungkapkan dalam Al-Qur’an. Selain itu juga,
pernikahan merupakan sunnah dari baginda Muhammad
SAW dan para Rasul lainnya. Hal itu dicantumkan oleh
Allah dalam Al-Qur’an. Selain itu, Rasul juga
menekankan bawa bagi siapa saja yang tidak menyukai
sunnah beliau yang satu itu maka dia tidak termasuk
bagian dari umat Rasullah.
Pernikahan juga merupakan jalan untuk
mewujudkan salah satu tujuan asasi dari syariat Islam
yaitu menjaga nasab, karena dengan itu terbentuk juga
sarana penting yaitu memelihara manusia agar tidak
jatuh kedalam perbuatan yang diharamkan Allah.
(Firman, 2018)
Islam juga menganjurkan umatnya untuk
menikah karena terdapat banyak hikmah yang dapat
dirasakan oleh yang bersangkutan, masyarakat luas, dan
juga bagi kehidupan manusia. Diantara hikmah dari
pernikahan yaitu sebagai arahan agar tidak terjerumus
dalam pergaulan yang salah, sarana untuk mendapatkan
keturunan dan melanjutkan nasab, menumbuhkan
semangat bekerja untuk menghidupi keluarga,
menyatukan kekeluargaan, dan banyak hikmah lainnya.
(Al-Albani, 2008)
Jika dilihat, untuk dapat mengetahui kebaikan
dan kejelekan seseorang, maka dapat dilihat dari sifat,
karakter dan perilaku dapat diketahui dengan cara saling
memberitahu, mencari tahu dengan siapa dia bergaul,
atau dengan bertanya kepada orang yang dekatnya dan
seseorang yang dipercaya. Hakikat pernikahan adalah
merupakan sikap ridha diantara kedua belah pihak dan
kesepakatan bersama dalam satu ikatan. Kesepakatan
diantara kedua belah pihak merupakan hal yang bersifat
tidak kasat mata. Karena itu butuh untuk diungkapkan
dalam menunjukkan keridhaan dan kesepakatan
bersama.(Al-Albani, 2008)
Selain dengan memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan oleh syariat Islam, ada pula syarat adat yang
harus diterapkan dan juga dijalankan. Apabila tidak
dijalankan, maka akan mendapatkan cemooh dari
masyarakat sekitar, selain mendapatkan cemooh,
terkadang pasangan itu juga harus membayar denda yang
telah ditetapkan sejak turun menurun, yang mana jumlah
denda nya tidaklah sedikit. Selain itu juga, jika terkena
masalah dia tidak akan dibantu untuk menyelesaikannya.
Bahkan lebih parahnya lagi pasangan tersebut akan
diusir dari lingkungan masyarakat tersebut walaupun
sudah membayar denda. Hal itu juga berlaku dalam
kehidupan masyarakat di Minangkabau khususnya di
Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik. Dimana ada
beberapa syarat tertentu yang harus dipenuhi agar
pernikahan tersebut dapat dijalankan.
Di masyarakat Minangkabau, ada pernikahan
ideal dan juga yang tidak ideal, selain dimasukkan syarat
dan rukun yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Hal
itu haruslah dilaksanakan dan dipatuhi oleh masyarakat
Minangkabau. Jika tidak tidak dilaksanakan maka harus
membayar denda dan juga bahkan bisa sampai di usir
dari lingkungan masyarakat tersebut. Hal itulah yang
menyebabkan adanya pernikahan yang ideal dan
pernikahan tidak ideal yang telah ditetapkan dan harus
diterapkan dalam aturan kehidupan masyarakat
Minangkabau.
Maka dari itu, rumusan masalah yang akan
diteliti dalam artikel ini adalah bagaimana pandangan
niniak mamak di Jorong Aro Kandikia Nagari Gaduik
mengenai pernikahan yang ideal dan juga pernikahan
yang tidak ideal yang ada dimasyarakat Jorong Aro
Kandikia Nagari Gaduik.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan agar untuk mengetahui
bagaimana pandangan dari tokoh masyarakat mengenai
pernikahan yang ideal dan dapat diterima oleh
masyarakat dan bagaimana pula pernikahan yang tidak
disukai oleh masyarakat sehingga dapat menyebabkan
suatu peristiwa atau akibat bagi yang tetap melaksanakan
pernikahan yang tidak disukai atau tidak sesuai dengan
aturan yang berlaku dimasyarakat tersebut.
Untuk mendapatkan jawaban atas permasalahan ini
maka dilakukanlah penelitian secara kualitatif. Hal itu
dikarenakan penelitian ini bersifat studi lapangan dan
dari itu akan mendapatkan sumber data dari hasil
wawancara kepada tokoh masyarakat.
Jenis penelitian yang akan penulis gunakan dalam
penelitian ini yaitu penelitian yang bersifat kualitatif.
Yaitu dimana jenis penelitian ini penulis akan
berinteraksi langsung dengan narasumber utama untuk
mendapatkan data mengenai permasalahan yang
dipertanyakan. Selain itu juga, dalam jenis penelitian ini
peneliti dapat dapat juga merasakan secara langsung
mengenai apa saja kegiatan yang telah dilakukan oleh
masyarakat.
Selain itu juga, tujuan dari penelitian jenis kualitatif
ini adalah untuk mengetahui mengenai kondisi dari
konteks yang akan diteliti dengan cara mengarahkan dan
juga mendeskripsikan mengenai kehidupan dari
masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi.
Penelitian jenis ini akan menghasilkan produk
berupa kata-kata dan juga gambar dari objek yang telah
diamati. Dengan demikian, penelitian ini akan berisi
laporan mengenai dari gambaran penyajian. Dengan
metode penelitian ini akan didapat data berupa
wawancara, dan juga kegiatan yang berlangsung selama
penelitian berlangsung.
Untuk lokasi penelitian, penelitian ini akan
dilakukan di Jorong Aro Kandikia, Nagari Gadut,
Kecamatan Tilatang Kamang, Kabupaten Agam. Dan
juga dalam penelitian ini, peneliti akan langsung datang
ke tempat lokasi untuk melakukan penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat dua sumber data yaitu
sumber data primer dan juga sumber data sekunder.
Sumber data primer adalah sumber data yang
diperoleh secara langsung dari informan yang didapatkan
melalui wawancara secara langsung. Informan yang akan
diwawancarai dalam penelitian ini adalah niniak mamak
yang ada di Jorong Aro Kandikia, Nagari Gaduik,
dengan alat bantu yaitu berupa daftar pertanyaan yang
sebelumnya telah disiapkan.
Merupakan data penunjang yang akan mendukung
hasil dari penelitian yang akan dilakukan. Hal itu dapat
berupa informasi yang ada didalam buku-buku yang
memuat masalah mengenai pernikahan.
Pengumpulan data merupakan suatu kegiatan yang
mana untuk menguji suatu permasalahan yang telah
dirumuskan. Teknik pengumpulan data yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu:
Wawancara Langsung, yaitu proses tanya jawab yang
dilakukan secara langsung kepada narasumber yang telah
ditentukan guna untuk mendapatkan jawaban mengenai
permasalahan yang ditanyakan. Hal yang ditanyakan
yaitu mengenai pernikahan yang ideal menurut
pandangan niniak mamak di Jorong Aro Kandikia
Nagari Gaduik.
Observasi, Yaitu pengamatan mengenai
permasalahan yang telah ditetapkan. Dimana peneliti
akan mengamati keadaan dari masyarakat mengenai
pernikahan dari masyarakat yang dapat diterima dan juga
pernikahan yang tidak dapat diterima oleh masyarakat
sekitar.
Terakhir yaitu dokumentasi, dokumentasi yang
dimaksud adalah mengenai bukti akan terjadinya suatu
peristiwa yang sedang menjadi pokok permasalahan
dalam penelitian ini.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pernikahan
Pernikahan secara bahasa artinya menghimpun,
bersetubuh dan juga akad. Menurut ahli bahasa
bersetubuh merupakan makna hakiki dari nikah,
sementara akad merupakan makna majazi. Menurut ahli
fikih nikah berarti akad, dan makna majazinya adalah
bersetubuh, hal karena merupakan makna yang masyhur
dalam al-Qur’an dan hadis.(Muzammil, 2019)

Istilah nikah berasal dari bahasa Arab yaitu (‫)النكاح‬,


selain itu ada juga disebut dengan zawaj. Sedangkan
dalam istilah Indonesia pernikahan adalah perkawinan.
(Mukhtar, 1974)
Dalam maksud majaz, nikah di istilahkan dengan
akad, yaitu dimana akad merupakan sebagai alasan
diperbolehkannya untuk bersetubuh. Karena nikah
merupakan akad, maka pernikahan adalah suatu akad
yang sangat kuat untuk memenuhi perintah Allah dan
melaksanakannya adalah ibadah.(Kumedi, 2021)
Ada beberapa definisi nikah yang dikemukakan
ulama fiqih, tetapi seluruh definisi tersebut memiliki
maksud yang sama meskipun redaksionalnya berbeda.
Ulama mazhab Syafi’i mendefinisikan pernikahan
sebagai akad yang mengandung kebolehan melakukan
hubungan suami istri dengan lafal nikah/kawin atau yang
semakna dengan itu. Sedangkan ulama mazhab Hanafi
mendefinisikannya dengan akad yang membolehkan
halalnya hubungan suami istri antara seorang laki-laki
dengan perempuan dan tidak ada alasan syara’ yang
menghalangi.(Nurhayati, 2011)
B. Rukun dan Syarat Nikah
1. Rukun Nikah
Rukun merupakan sesuatu yang harus ada, dan hal
tersebut dapat menentukan sah atau tidaknya suatu
ibadah yang akan dilakukan. Dalam pernikahan, ada
beberapa pendapat mengenai rukunnnya yaitu: (Kumedi,
2021)
a. Menurut Jumhur Ulama, rukun perkawinan ada
4, yaitu adanya ijab qabul (sighat), calon
mempelai laki-laki, calon mempelai perempuan,
dan yang terakhir adanya wali.
b. Menurut Az-Zuhaili, yang termasuk dalam
rukun nikah yaitu hanyalah ijab dan qabul saja,
sedangkan yang lainnya termasuk kedalam
syarat nikah.
c. Menurut al-Girmati al-Maliki, rukun pernikahan
hanyalah ijab dan qabul (sighat).
d. Menurut An-Nawawi, rukun pernikahan ada
empat, yaitu, ijab dan qabul (sighat), calon
mempelai laki-laki dan perempuan, wali, dan
dua orang saksi.
e. Menurut al-Shirazi, dalam perkawinan yang
diharuskan untuk ada yaitu wali, saksi, calon
mempelai dan akad.
f. Menurut Zainuddin bin Abd al-Aziz rukun
perkawinan ada lima yaitu, ada istri, suami,
wali, dua orang saksi, dan akad.
2. Syarat Nikah
Syarat-syarat perkawinan merupakan dasar bagi
sahnya suatu perkawinan. Apabila syarat terpenuhi,
maka perkawinan itu sah.(Ghazaly, 2003)
Syarat perkawinan yaitu: (Nasiri, 2010)
a. Calon mempelai laki-laki
Syaratnya yaitu: beragama Islam, laki-laki, jelas
orangnya, dapat persetujuan, dan tidak terhalang
melakukan perkawinan.
b. Calon mempelai perempuan
Syaratnya yaitu: beragama atau islam,
perempuan, jelas orangnya, dapat
persetujuannya, tidak terhalang melakukan
perkawinan (alasan syar’i), tidak terikat
pernikahan dengan laki-laki lain.
c. Wali Nikah
Syaratnya yaitu: laki-laki, dewasa, ada hak
perwalian, cakap hukum, merdeka, seagama
antara wali dan mempelai yang diakadkan, adil.
d. Saksi Nikah
Syaratnya yaitu: minimal dua orang, hadir
dalam ijab qabul, dapat mengerti maksud akad,
Islam, adil, dewasa, merdeka, cakap hukum,
e. Ijab qabul
Syaratnya yaitu: dilakukan dengan bahasa yang
mudah dimengerti, menunjukkan waktu, lafaz
yang diucapkan bersifat pasti, tidak meragukan,
bersifat tuntas, diucapkan dalam satu tempat
dan waktu.
C. Hukum Menikah dalam Islam
Dalam Islam ada beberapa keadaan yang
mempengaruhi hukum dari menikah itu sendiri. Oleh
karena itu, hukum menikah tergantung dengan alasan
dan keadaan dari seseorang melakukan pernikahan.
(Firman, 2018)
Hukum pernikahan yaitu:
1. Wajib
Hukum menikah akan wajib bagi seseorang jika
dia tidak mampu untuk menahan hawa nafsu dan
dia takut akan masuk dan terjerumus dalam
perzinaan jika dia tidak segera menikah. Dan juga
selain itu, dia juga telah mampu secara finansial
untuk menikah dan membangun rumah tangga.
Dengan melangsungkan pernikahan, maka akan
terjaga pula kehormatannya.
2. Sunnah
Pernikahan akan dianjurkan ketika dia memiliki
hawa nafsu, tetapi dia tidak takut terjerumus
kedalam perzinaan karena mampu untuk
menahan dirinya. Akan tetapi, baginya lebih
utama untuk menikah daripada melaksanakan
ibadah lainnya.
3. Mubah
Pernikahan mubah hukumnya jika faktor yang
mengharuskan untuk menikah maupun yang
menghalangi terlaksananya pernikahan tidak ada
pada diri seseorang.
4. Makruh
Menikah akan menjadi makruh hukumnya jika
dilaksanakan oleh seseorang yang belum ada
keinginan untuk menikah dan juga seseorang
tersebut belum mampu untuk menikahi serta
memberi nafkah orang yang akan dinikahi
tersebut. Maka dari itu dia dianjurkan untuk
mempersiapkan diri terlebih dahulu dan dia
makhruh untuk menikah.
5. Haram
Suatu pernikahan haram hukumnya jika dalam
pernikahan tersebut seorang suami lalai dalam
menjalankan kewajibannya serta tugasnya dan
tidak juga memberi nafkah istri baik lahir
maupun bathin.
Pernikahan juga menjadi haram jika rukun dan
syarat menikah tidak terpenuhi dan di langgar
serta jika dia tetap melaksaanakan pernikahan
hanya akan menyiksa perempuan yang akan
dinikahi.
D. Pernikahan yang Dilarang dalam Islam
Di Islam, juga terdapat beberapa pernikahan yang
dilarang untuk dilaksanakan, diantaranya yaitu:
1. Nikah mut’ah
Nikah mut’ah adalah pernikahan yang
dilakukan oleh laki-laki dan perempuan dalam
jangka waktu tertentu dan juga ada imbalan atas
pernikahan tersebut. Pernikahan ini disebut juga
nikah kontrak, dan dilarang secara tegas.
Sebelumnya nikah mut’ah diperbolehkan oleh
Rasullah ketika dalam perang. Akan tetapi hal
tersebut hanya berlaku selama tiga hari saja,
setelahnya Rasulullah mengharamkan nikah
tersebut untuk dilaksanakan selamanya. Maka
dari itulah makanya nikah mut’ah diharamkan
untuk dilaksanakan.
2. Nikah Syighar
Nikah syighar adalah pernikahan yang
dilakukan tukar menukar. Bahkan boleh juga
tanpa adanya mahar. Maksud dari tukar
menukar tersebut adalah, dimana seorang laki-
laki ingin ingin menikahi seorang perempuan,
maka dia harus menikahkan wali atau saudara
laki-laki dari perempuan yang akan dinikahinya
dengan saudara perempuannya.
Maka dari itu nikah ini dilarang hal itu
disebabkan karena tidak menghargai akan
keberadaan seorang perempuan dan
menganggap perempuan adalah barang yang
dapat ditukarkan tanpa ada bayaran. Selain itu
juga pernikahan tersebut merendahkan harkat
dan juga martabat dari seorang perempuan.
3. Nikah Tahlil
Nikah tahlil adalah pernikahan yang dilakukan
oleh laki-laki terhadap perempuan yang sudah
ditalak tiga oleh mantan suami nya dengan
tujuan agar mantan suaminya tersebut dapat
rujuk dengan mantan istrinya kembali. Biasanya
laki-laki yang akan dinikahkan dengan mantan
istrinya merupakan suruhan dari mantan suami
dan dibayar atau diberi upah. Nikah tahlil haram
hukumnya dan termasuk dalam perbuatan dosa
besar. Bahkan Rasulullah sendiri melaknat
orang yang melakukan pernikahan tersebut.
4. Nikah dalam Masa Iddah
Nikah dalam masa iddah telah dilarang oleh
Allah SWT. hal tersebut terdapat dalam Q.S Al-
baqarah ayat 235.
E. Mahram
Mahram adalah perempuan yang haram untuk
dinikahi. Untuk menikahi seorang perempuan,
perempuan tersebut haruslah seseorang yang bukan
mahramnya. Mahram terbagi dua golongan yaitu:
1. Mahram Muabbad
Mahram muabbad adalah mahram yang mana
perempuan tersebut haram dinikahi untuk
selama-lamanya dan tidak ada batasan waktu.
Mahram muabbad terbagi tiga yaitu:
a. Mahram disebabkan hubungan nasab
Para ulama telah sepakat bahwa yang
termasuk kedalam mahram karena hubungan
nasab yaitu ibu dan garis keturunan lurus
keatas, anak perempuan dan garis keturunan
terus kebawah, saudara perempuan dari semua
arah, bibi dari pihak ayah dan terus keatasnya,
bibi dari pihak ibu dan terus keatasnya, anak
perempuan dari saudara laki-laki dan garis
keturunan terus kebawahnya, anak perempuan
saudara perempuan dan garis keturunan terus
kebawahnya.
Dengan rincian yang telah disebutkan, maka
seluruh kerabat seseorang dari nasab adalah
haram untuk dinikahinya, kecuali sepupu. Yaitu
anak perempuan dari paman pihak ayah, anak
perempuan dari pihak ibu, anak perempuan bibi
dari pihak ayah, anak perempuan bibi dari pihak
ibu. Itulah perempuan yang halal dinikahi.
b. Karena hubungan pernikahan
Perempuan menjadi haram untuk dinikahi
karena alasan pernikahan ada empat, yaitu, istri
dari ayah (ibu tiri) dan garis keturunan terus
keatas, istri dari anak (menantu) dan garis
keturunan terus kebawah, ibu dari istri (mertua)
dari garis keturunan terus keatas, anak istri dari
suami sebelumnya (anak tiri) dan garis
keturunan terus kebawah.
c. Karena sepersusuan (radha’ah)
Ada syarat yang harus dipenuhi agar
seseorang tersebut menjadi mahram melalui
jalur sepersusuan (radha’ah). Syaratnya yaitu,
minimah harus disusui sebanyak lima (5) kali
susuan yang mengenyangkan, penyususan
terjadi pada dua tahun pertama dari usia anak.
Oleh karena itu, perempuan yang menjadi
mahram melalui jalur sepersusuan (radha’ah)
adalah, wanita yang menyusui (ibu susuan) dan
garis keturunan terus keatas, anak perempuan
wanita yang menyusui (saudara susuan) dan
garis keturunan terus kebawah, saudara
perempuan sepersusuan, saudara perempuan
wanita yang menyusui (bibi susuan dari pihak
ibu susuan), saudara perempuan suami dari ibu
susuan (bibi susuan dari pihak bapak susuan),
anak perempuan dari anak perempuan ibu
susuan (keponakan susuan), istri lain dari bapak
susuan (ibu tiri susuan), istri dari anak susuan
(menantu dari anak susuan), ibu susuan dari istri
(mertua susuan), anak susuan dari istri (anak
istri susuan).
2. Mahram Muaqqat
Mahram muaqqat adalah perempuan yang
haram dinikahi dalam jangka waktu tertentu
atau hanya untuk sementara waktu. Yang
termasuk mahram muaqqat yaitu,
mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara
dalam satu ikatan pernikahan, mengumpulkan
perempuan dengan bibinya dalam satu ikatan
pernikahan, mengumpulkan lebih dari empat
perempuan dalam satu masa yang sama,
perempuan yang telah bersuami sehingga dia
ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya dan
telah habis masa iddah nya, perempuan dalam
masa iddah sampai habis masa iddahnya,
perempuan dalam masa ihram (baik haji atau
umrah) hingga dia bertahallul, istri yang telah
ditalak tiga, sehingga dia dinikahi oleh orang
lain dan diceraikan oleh suami baru tersebut,
perempuan musyrik hingga ia masuk Islam,
perempuan pezina hingga ia bertaubat dan
berisitibra’ (kosongnya rahim).
F. Ketentuan Islam dalam Memilih Calon Pasangan
Islam tidak tinggal diam dalam memilih orang yang
akan menjadi pasangan kita. Hal biasa dalam memilih
calon suami atau istri biasanya lebih cenderung kepada
unsur dzahiriah. Dan kriteria tersebut tidak dinafikan
dari syariat Islam, bahkan juga memperbolehkan hal
tersebut. Akan tetapi ada hal yang lebih patut untuk
diutamakan yaitu, dalam hal beragama. Bagaimana
kesungguhan dan konsistensi seseorang tersebut dalam
menjalan agama.
Hal tersebut juga terdapat dalam Hadist yang di
riwayatkan oleh Bukhari Muslim, yaitu yang artinya:

‫َألربَ ٍع لِ َماهِلَ ا َوحِلَ َس بِ َها‬


ْ ُ‫َع ْن َأيِب ُهَر ْي َرة َع ِن النَّيِب ِّ قَ َال ُتْن َك ُح اَلْ َم ْرَأة‬
)‫(مَّت َف ٌق َعلَْي ِه‬ ِ ِ ِِ ِ
ْ َ‫َوجِلَ َمل َها َولدين َها فَاظْ َف ْر بِ َذات اَلدِّي ِن تَ ِرب‬
ُ ‫ت يَ َد َاك‬
“Dari Abi Hurairah r.a berkata bahw Rasulullah
SAW bersabda, ‘Wanita itu dinikahi karena empat hal
yaitu: karena hartanya, nasabnya (keturunannya),
kecantikannya, dan juga agamanya. Maka perhatikanlah
agamanya agar kamu selamat’”(Muttafaqun ‘Alaih).
(Firman, 2018)
1. Cara memilih Istri
Diantara kelebihan yang ada dalam diri
perempuan yang akan dinikahi, yaitu:
a. perempuan tersebut berasal dari
lingkungan keluarga yang baik, mampu
mengendalikan diri, tidak tempramental
dan juga tidak berprilaku aneh sehingga
layak dalam menjalankan perannya
sebagai seorang istri dan juga ibu,
b. perempuan tersebut tidak mandul (dapat
memberikan keturunan)
c. memiliki paras yang menawan
d. mendahulukan yang perawan
e. hendaknya mencari yang sepadan
2. Cara memilih suami
Seorang wali hendaknya memilihkan calon
suami bagi anaknya perempuannya
hendaknya dengan laki-laki yang paham akan
agama, berprilaku baik dan memiliki
kemuliaaan baik memuliakannya ketika
menikahinya, memperlakukannya sebagai
istri, dan juga ketika diceraikan atau ditalak.
(Al-Albani, 2008)
G. Hikmah Pernikahan
Pernikahan merupakan sunnah dari Rasulullah dan
juga ibadah yang dianjurkan oleh Allah serta pelengkap
agama. Maka dari itu, adalah hikmah disyariatkan
pernikahan , yaitu diantaranya: (Al-Albani, 2008)
1. Sebagai sarana yang halal dan diridhoi oleh
Allah untuk menyalurkan hawa nafsu.
2. Sarana terbaik untuk mendapatkan keturunan,
menjaga kelangsungan hidup dan menghindari
terputusnya nasab.
3. Menyempurnakan sifat manusia khususnya rasa
sifat kasih sayang dan naluri keibuan dan
kebapakan.
4. Menumbuhkan semangat untuk bekerja dan
mengayomi anak.
5. Pembagian tugas kerja yang baik, serta adanya
rasa tanggungjawab.
6. Menyatukan keluarga, menumbuhkan rasa kasih
sayang antara keluarga dan memperkuat ikatan
sosial di masyarakat.
H. Pernikahan Ideal dan Tidak Ideal di Jorong
Aro Kandikia Nagari Gaduik
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan
terhadap salah satu niniak mamak yang ada di Jorong
Aro Kandikia Nagari Gaduik mengenai pernikahan ideal
dan juga tidak ideal, maka didapatkan informasi sebagai
berikut:(Zulbahardi, wawancara pribadi, 2022)
Di Minangkabau juga terdapat beberapa
persyaratan tertentu dalam melakukan pernikahan yang
harus dilengkapi selain dari syarat yang telah ditetapkan
oleh syariat dan juga oleh negara. Jika persyaratan
tersebut tidak dipenuhi, maka pasangan tersebut harus
menerima resiko akibat melanggar persyaratan yang
telah ditetapkan oleh petinggi masyarakat di daerah
tersebut yaitu niniak mamak. Diantaranya akibat yang
didapatkan jika tidak mengindahkan aturan yang telah
dibuat yaitu dikucilkan, harus membayar denda yang
tidak sedikit jumlahnya, tidak diikutkan dalam kegiatan
kemasyarakatan, tidak dibantu jika ada terkena masalah,
dan bahkan harus diusir dengan tidak hormat dari
lingkungan masyarakat tersebut.
Hal tersebut disebabkan karena dalam
Minangkabau, pernikahan tidak hanya melibatkan antara
dua orang saja, tetapi juga melibatkan antara dua
keluarga, dan juga masyarakat dari kedua belah pihak
serta bagaimana sistem masyarakat itu mengatur
bagaimana pernikahan itu dilaksanakan.
Di Minangkabau, sistem yang dianut adalah
sistem kekerabatan matrileneal. Maka dari itu, yang
banyak mengatur dan juga mengurus mengenai
permasalahan kemasyarakatan adalah niniak mamak. Hal
itu berlaku pula dalam hal pernikahan. Niniak mamak
adalah seseorang yang dituakan dan dihormati dalam
suatu lingkungan masyarakat Minangkabau.
Jika dalam suatu kegiatan, niniak mamak tersebut
tidak menyetujui dilaksanakannya kegiatan tersebut,
maka kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan. Bahkan
jika tetap dipaksakan untuk dilaksanakan, maka niniak
mamak tersebut tidak akan mau ikut menghadiri
kegiatan yang dilaksanakan tersebut.
Apabila jika hal tersebut terjadi, maka kegiatan
tersebut akan berjalan dengan tidak lancar dan juga akan
mendapatkan cemooh dari masyarakat sekitar karena
dianggap tidak mendapatkan restu dari niniak mamak.
Karena didalam kehidupan masyarakat Minangkabau,
selain restu orangtua, restu niniak mamak juga penting.
Hal itu sesuai dengan istilah di Mingkabau, kalau awak
nikah ndak tau niniak, bararti awak kalua dari lingkup
antaro mamak jo kamanakan.
Efek yang diakibatkan cukup besar yaitu jika
terjadi perselisihan antara kedua pasangan itu, yaitu
diantaranya niniak mamak dan keluarga besar lainnya
akan lepas tangan dan tidak mau tau akan masalah
tersebut, serta tidak ingin ikut serta dalam
menyelesaikan masalah tersebut.
Didalam pernikahan di Minangkabau, ada
pernikahan yang ideal yang disukai oleh niniak mamak
dan juga masyarakat sekitar. Dan juga ada pernikahan
yang tidak ideal yang tidak disetujui oleh niniak mamak
sehingga menyebabkan pasangan yang tetap ingin
melaksanakannya harus membayar denda, dikucilkan
masyarakat, tidak akan dibantu jika ada kemalangan dan
bahkan lebih parah lagi harus keluar dari lingkungan
masyarakat tersebut.
Pernikahan yang ideal menurut niniak mamak di
Minangkabau terkhusus di daerah Jorong Aro Kandikia
Nagari Gaduik, Kabupaten Agam adalah pernikahan
yang dilakukan antara pasangan yang berlainan suku.
Hal itu dikarenakan di Jorong Aro Kandikia terdapat
beberapa kaum suku, yang mana setiap kaum tersebut
merupakan sanak saudara yang memiliki hubungan
darah walaupun hubungan saudara jauh.
Padahal dalam Islam hal tersebut dibolehkan
karena orang yang sasuku tersebut belumlah tentu
termasuk mahram dari orang yang ingin menikahinya.
Akan tetapi, di Jorong Aro Kandikia, hal tersebut
dilarang, bahkan ditentang keras. Jika tetap bersikeras
ingin melakukannya maka akan dikumpulkan pasangan
terebut dengan niniak mamak dan juga Datuak dari
kaum suku tersebut. Dimana kegiatan tersebut adalah
untuk menjelaskan bahwa pernikahan itu tidak dapat
dilaksanakan. Jika tetap dilaksanakan akan dijelaskan
dampak buruk yang akan diterima oleh pasangan
tersebut dimasyarakat. Diantaranya tidak akan dibantu
untuk menyelesaikan masalah jika terkena masalah,
dibuang dari kelompok kaum suku tersebut, dikucilkan,
tidak di ikutkan dalam kegiatan masyarakat, dan bahkan
anak-anak hasil dari pernikahan tersebut akan diasingkan
oleh masyarakat juga. Tidak hanya pasangan yang
diasingkan, tetapi juga anak dari hasil pernikahan
tersebut.
Pernikahan kedua yang ideal menurut niniak
mamak di Jorong Aro Kandikia adalah pulang ka anak
bako. Bako adalah sebutan bagi saudara perempuan dari
ayah. Pernikahan pulang ka anak bako dilakukan dengan
maksud dan juga tujuan. Pulang ka anak bako tujuannya
yaitu salah satunya adalah untuk menjaga harato pusako.
Dimana, bako adalah orang yang menyimpan harato
pusako, jadi dengan menikahi anak bako maka akan
menjaga harato pusako tidak jatuh ketangan orang jauh.
Selain dari pulang ka anak bako juga ada
pernikahan pulang ka anak mamak. Mamak adalah
sebutan bagi saudara laki-laki dari ibu. Hal dan tujuan
pulang ka anak mamak yaitu sama dengan pulang ka
anak bako yaitu sama-sama untuk menjaga harato
pusako.
Pernikahan ideal lainnya yang ada di Jorong Aro
Kandikia adalah pernikahan mangganti lapiak. Yaitu
dimana pernikahan tersebut adalah pernikahan yang
dilakukan oleh seorang laki-laki dengan menikahi adik
perempuan dari almarhum istrinya. Hal itu dilakukan
demi menjaga keturunan atau anak-anak dari
pernikahannya sebelumnya. Walaupun pernikahan-
pernikahan tersebut tidak dipaksakan, akan tetapi niniak
mamak dan juga masyarakat sekitar lebih menyukai akan
pernikahan dengan cara yang tersebut.
Selain pernikahan ideal. Tentunya juga ada
pernikahan yang tidak ideal di Minangkabau.
Diantaranya yaitu pernikahan sasuku. Seperti yang telah
dijelaskan tadi, bahwa pernikahan sasuku tersebut
dilarang dan juga tidak disukai oleh niniak mamak dan
juga masyarakat. Syarat jika tetap ingin melakukan
pernikahan sasuku adalah bahwa antara kedua orang
tersebut tidak satu Datuak, tidak sapandam, tidak satu
penghulu. Tetapi jika tidak memenuhi syarat tersebut,
maka harus terima denda dan juga akibatnya, yaitu di
usir dari kampung sendiri. Hal itu dikarenakan dalam
sasuku, biasanya orang tersebut merupakan saudara se-
ibu, jadinya mereka tidak dapat melangsungkan
pernikahan.
Di jorong Aro Kandikia kalau menikah sasuku
ada yang melaksanakan tetapi dengan catatan merupakan
salah satu datuak dan salah satu suku tetapi memiliki
hubungan yang jauh atau berbeda daerah. Dan juga ada
yang sama sekali tidak memperbolehkan untuk
melangsungkan pernikahan sasuku oleh Datuaknya
walaupun dengan daerah yang berbeda. Denda yang
akan dikenakan dinamakan dengan bahukum sapanjang
adaik. Dan orang yang melangsungkan pernikahan
tersebut diusir dari kampung halaman.(Rori, wawancara
pribadi, 2022)
Selain pernikahan sasuku, pernikahan yang
kurang ideal yang jika dilakukan adalah pernikahan
antara orang Minangkabau dengan orang selain
Minangkabau. Seperti orang minang menikah dengan
selain dari suku Minangkabau. Hal itu dikarenakan jika
menikah dengan selain orang minang, anak dari hasil
pernikahan tersebut tidak akan mendapatkan suku. Di
Minangkabau dia akan terbuang dan begitu juga di suku
yang satunya.
Hal itu dikarenakan adanya perbedaan dalam
sistem kekerabatan yang dianut. Di masyarakat
Minangkabau, sistem kekerabatan yang dianut adalah
sistem kekerabatan matrilineal. Yaitu garis keturunan
berdasarkan Ibu. Berbeda dengan suku lain yang
menganut sistem kekerabatan patrilineal, yaitu sistem
kekerabatan dari garis keturunan ayah.
Selain alasan tersebut juga, kenapa pernikahan ini
tidak begitu disukai yaitu karena dengan dilaksanakan
pernikahan ini, maka harato pusako tidak ada yang akan
menjaga dan juga meneruskannya. Karena disebabkan
adanya perbedaan dari suku anak tersebut. Jadi dia tidak
dapat menerima, meneruskan dan juga memelihara
harato pusako yang seharusnya itu merupakan bagian
dari dia.
Pernikahan lain yang juga tidak disukai adalah
menikah antara mamak dengan anak kemenakan. Hal
tersebut tidak hanya dilarang oleh adat tetapi juga oleh
agama. Karena anak kemenakan merupakan wanita
mahram yang tidak boleh untuk dinikahi. Maka dari itu
pernikahan tersebut tidak boleh dilaksanakan.
Jika tetap dilaksanakan maka dia dan
pasangannya akan diusir dari kampung tersebut dan
tidak akan dianggap lagi sebagai keluarga. Karena selain
di buang di masyarakat dia juga di buang di keluarga
besarnya karena dianggap telah mencoreng nama
keluarga dan membuat malu keluarga.
Maka dari itulah jika ingin melangsungkan
pernikahan dengan adanya adat Minangkabau, haruslah
ditelusuri terlebih dahulu apakah pasangan yang akan
dinikahi tersebut sasuku atau tidak memiliki hubungan
keluarga, dan juga haruslah mendapatkan restu dari
keluarga kedua belah pihak. Selain restu keluarga restu
dari niniak mamak juga sangat diperlukan. Hal itu
karena dalam mengurus administrasi pernikahan juga
diperlukan adanya tandatangan dari niniak mamak
sebagai bentuk tanda sudah meyetujui bahwa pernikahan
tersebut akan dilangsungkan.
Walaupun sebenarnya dalam agama Islam hal
tersebut tidak dipermasalahkan dan tentu saja
diperbolehkan, tetapi kita juga haruslah tetap menaati
peraturan yang berlaku di suatu masyarakat. Hal itu
karena kita hidup dalam lingkungan masyarakat. Jadilah
kita harus menaati peraturan yang ada. Seperti pepatah
yang mengatakan Dima bumi di pijak disitu langik
dijunjuang. Jadi janganlah menentang dari aturan yang
telah ditetapkan selama hal tersebut tidak bertentangan
dengan ajaran agama Islam.
Kesimpulan
Pernikahan adalah salah satu ibadah yang
mendekatkan diri kepada Allah SWT dan juga untuk
menyempurnakan agama dan juga salah satu upaya
dalam menjalankan sunnah Rasullah SAW. Didalam
pernikahan ada beberapa rukun dan syarat yang harus
dipenuhi.
Rukun pernikahan menurut jumhur ulama adalah
adanya ijab qabut (sighat), calon mempelai laki-laki,
calon mempelai perempuan, wali nikah, dan juga saksi.
Jika rukun nikah tidak dipenuhi maka pernikahan yang
dilakukan tidak sah. didalam rukun pernikahan juga
terdapat syarat dari pernikahan yang harus dipenuhi. Jika
syarat tersebut tidak terpenuhi maka rukun dan syarat
pernikahan tersebut menjadi batal. Sehingga pernikahan
yang dilaksanakan juga batal dan tidak sah.
Di dalam Islam ada wanita yang haram untuk
dinikahi yang biasa disebut dengan mahram. Wanita
yang haram dinikahi tergantung dari waktunya. Ada
yang haram untuk dinikahi selamanya yaitu karena
berdasarkan dari nasab, dan juga dari sepersusuan.
Sedangakan ada perempuan yang haram untuk dinikahi
untuk sementara waktu yaitu disebabkan karena
pernikahan.
Selain itu, Islam juga mengatur mengenai
bagaimana tipe dari calon penganti yang baik untuk
dinikahi, yaitu seseorang tersebut dinilai dari hartanya,
nasabnya (keturunannya), kecantikan, dan juga
agamanya. Jika ingin selamat dalam mencari pasangan,
maka pilihlah yang agamanya baik.
Dalam Islam juga terdapat beberapa hukum
menikah, yaitu, wajib jika tidak bisa menahan hawa
nafsu dan takut jatuh kedalam perzinaan serta memiliki
kemampuan untuk berumah tangga. Sunnah jika bisa
menahan hawa nafsu dan tidak takut untuk jatuh
kedalam perzinahan. Mubah jika tidak ada yang
mendesak untuk menikah. Makruh jika belum ada
keinginan untuk menikah dan tidak ada biaya untuk
berumah tangga. Haram jika lalai dalam menjalankan
hak dan juga kewajiban dan tidak memberi nafkah istri
dan juga keluarga.
Pernikahan yang haram di Islam yaitu pernikahan
mut’ah, atau lebih dikenal dengan kawin kontrak. Hal itu
dilarang dalam Islam. Selanjutnya yaitu nikah syighar,
yaitu pernikahan tukar menukar. Selanjutnya yaitu nikah
tahlil, yaitu pernikahan untuk menghalalkan mantan istri
agar bisa dinikahi. Selanjutnya yaitu nikah dalam masa
iddah.
Karena pernikahan merupakan salah satu ibadah
yang dianjurkan oleh Allah dan juga merupakan sunnah
Rasul, maka tentunya ada hikmah dari diadakannya
pernikahan tersebut. Diantaranya yaitu sebagai bentuk
penyempurna agama, sebagai bentuk ibadah, saran untuk
meneruskan keturunan yang diridhai oleh Allah, sebagai
bentuk upaya menumbuhkan rasa tanggungjawab
terhadapat diri sendiri dan juga keluarga, menumbuhkan
rasa kasihsayang dan juga untuk menimbulkan rasa
keibuan dan juga kebapakkan, menumbuhkan rasa
semangat untuk bekerja, dan juga yang lainnya.
Selain adanya persyaratan dari agama dan juga
negara , ada juga syarat dan bentuk pernikahan tertentu
yang disukai oleh masyarakat. Yang mana ada tambahan
syarat tertentu yang harus dipenuhi agar pernikahan
tersbut dapat dilaksanakan.
Pernikahan ideal di Minangkabau yaitu
pernikahan yang direstui oleh niniak mamak, dan juga
masyarakat sekitarnya. Diantaranya yaitu pernikahan
beda suku, pernikahan pulang ka anak bako, pernikahan
pulang ka anak mamak, kawin ganti lapiak.
Selain pernikahan ideal juga ada pernikahan yang
tidak ideal, yaitu pernikahan yang tidak direstui oleh
niniak mamak dan juga tidak atau kurang disukai oleh
masyarakat. Diantaranya yaitu pernikahan sasuku,
menikah dengan orang yang bersuku dengan selain
Minangkabau, mamak menikahi anak kamanakan.
Jika tetap melaksanakan pernikahan yang tidak
ideal di Minangkabau, ada beberapa akibat yang
ditimbulkan, yaitu harus membayar denda, tidak diikut
sertakan dalam kegiatan masyarakat, dan juga niniak
mamak serta masyarakat sekitar tidak akan ikut serta
membantu jika ada terjadi permasalahan yang timbul
dikeluarga tersebut.
Walaupun pada dasarnya tidak semua pernikahan
yang tidak ideal di Minangkabau tersebut dilarang dalam
agama Islam, akan tetapi kita haruslah mentaati
peraturan yang telah ditetapkan sejak lama oleh
masyarakat tersebut. Janganlah seenaknya untuk
merubah dan juga mengganti peraturan tersebut.
Begitu juga dengan pernikahan yang ideal yang
ada di Minangkabau. Tidaklah harus dilaksanakan dan
juga tidak ada agama mengatur mengenai hal itu. Akan
tetapi tidak ada salahnya juga untuk mengikuti peraturan
yang telah berlaku. Karena hal tersebut akan berdampak
dalam kehidupan bermasyarakat, karena dalam
pernikahan itu tidak hanya melibatkan dua keluarga
tetapi juga melibatkan antara masyarakat dari kedua
belah pihak. Maka dari itu hendaklah kita untuk menaati
peraturan yang telah berlaku dikedua belah pihak
masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Kumedi Ja’far, S.Ag., M.H. (2021). Hukum
Perkawinan Islam Di Indonesia. Bandar Lampung.
Arjasa Pratama.

Firman Arifandi, LL,B., LL.M. (2018). Serial Hadist


Nikah 1: Anjuran Menikah & Mencari Pasangan.
Jakarta. Rumah Fiqih Publishing.

Kamal Mukhtar. (1974). Asas-asas Umum Islam Tentang


Perkawinan. Jakarta. Bulan Bintang.

Muhammad Nasiruddin Al-Albani. (2008). Fikih Sunnah


3. Jakarta. Cakrawala Publishing.

Muzammil, Dr. Hj. I. (2019). Fiqh Munakahat (Hukum


Pernikahan dalam Islam). Tangerang. Tira Smart.

Nasiri. (2010). Praktik Prostitusi GIgolo Ala Yusuf Al-


Qardawi. Surabaya. Khalista.

Nurhayati, A. (2011). Pernikahan Dalam Perspektif Al-


Qur’an. ASAS, 3.

Prof. Dr. H. Abdul Rahman Ghazaly, M.A. (2003). Fikih


Munakahat. Jakarta. Prenadamedia Group.

Rori. (2022). Wawancara [Komunikasi pribadi].

Zulbahardi. (2022). Wawancara [Komunikasi pribadi].

Anda mungkin juga menyukai