Anda di halaman 1dari 7

PROPOSAL NIKAH MASSAL

“MENIKAH ITU MUDAH DAN INDAH”

PENDAHULUAN

Nikah adalah salah satu ajaran Nabi Adam as. yang diteruskan di dalam ajaran Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam. dan sangat ditegaskan bagi seluruh ummatnya dengan berbagai ungkapan. Salah satunya
adalah ungkapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya : “Dari Anas ra, bahwa beberapa orang
sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya secara diam-diam kepada istri-istri Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang amal ibadah beliau. Lalu di antara mereka ada yang mengatakan : Aku tidak akan menikah
dengan wanita. Yang lain berkata : Aku tidak akan memakan daging. Dan yang lain lagi mengatakan : Aku
tidak akan tidur dengan alas. Mendengar itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memuji Allah dan bersabda :
Apa yang diinginkan orang-orang yang berkata begini, begini ! Padahal aku sendiri shalat dan tidur, berpuasa
dan berbuka serta menikahi wanita ! Barang siapa yang tidak menyukai sunahku, maka ia bukan termasuk
golonganku.” [HR. Muslim]

Hadits ini menunjukkan bahwa perkawinan merupakan sunah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Adapun perkawinan diisyaratkan agar manusia mempunyai keterununan dan keluarga yang sah
menuju kehidupan bahagia di dunia dan akhirat, di bawah naungan cinta kasih dan ridha Allah subhanahu wa
ta’ala. Oleh karena begitu pentingnya masalah perkawinan ini, maka dianggap perlu untuk membuat suatu
aturan tentang hal tersebut agar dapat menghadirkan kemaslahatan bagi pasangan tersebut dan orang-orang
di samping mereka.

Adapun mengenai hukum keluarga di Indonesia, telah terjadi pembaharuan yang begitu brilliant dengan
disahkannya Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan dikeluarkannya Intruksi Presiden RI
No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI). Sebelum UU ini disahkan, hukum Islam hanya berada
di tataran hukum yang tidak tertulis, ia tidak memilki kekuatan hukum tetap, dan hanya merupakan bagian
dari adat masyarakat Indonesia. Ia merupakan kumpulan norma-norma yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat yang berasal dari unsur-unsur hukum Islam, hukum adat, dan hukum Barat.
Menurut undang-undang No. 1 Tahun 1974, mengenai sahnya perkawinan dan pencatatan perkawinan
terdapat pada pasal 2 UU Perkawinan, yang berbunyi :

1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya
itu
2) Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Dengan berdasarkan isi undang-undang ini, maka aspek hukum dari pencatatan nikah adalah, untuk
memperoleh suatu kepastian hukum dalam hal perkawinan dan nasab anak. Akan tetapi yang terjadi di
lapangan adalah, adanya benturan pemikiran antara pemerintah dan ulama, terlebih lagi setelah di
keluarkannya fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengesahkan pernikahan di bawah tangan.
Pengesahan ini dihasilkan dari Forum Ijtima’ yang dihadiri lebih dari 1000 ulama dari berbagai unsur di
Indonesia. Acara tersebut digelar di kompleks Pondok Modern Darussalam Gontor, Pacitan, Jawa Timur pada
tahun 2007. Dalam hal ini, peserta ijtima’ sepakat bahwa pernikahan di bawah tangan hukumnya sah, karena
telah terpenuhinya syarat dan rukun nikah. Namun, nikah tersebut menjadi haram apabila di kemudian hari
terjadi kemudharatan, seperti istri dan anak-anaknya telantar.

Fatwa ini sesungguhnya telah menjadi kerikil tajam dalam perjalanan pemerintah (khususnya Kementrian
Agama) dalam mensosialisasikan masalah pencatatan nikah, apalagi dengan cost yang tidak sedikit.
LATAR BELAKANG

Seiring dengan perkembangan hidup berbangsa dan bernegara di bangsa yang tercinta ini kita melihat
berbagai upaya pemerintah dalam meningkatkan kemakmuran rakyat, mulai dari program-program
perekonomian seperti Kridit Usaha Rakyat (KUR), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) dan banyak lagi yang lainnya termasuk salah satunya adalah upaya
penertiban dibidang administrasi, hal ini merupakan upaya pemerintah untuk mengajarkan rakyat hidup
disiplin.

Salah satu contoh di dunia pendidikan, instansi-instansi sekolah sudah mulai mewajibkan calon siswa-siswinya
untuk menjadikan akte kelahiran sebagai syarat wajib masuk sekolah, hal ini merupakan upaya pemerintah
untuk memberikan pembelajaran kepada masyarakat luas akan pentingnya administrasi, namun yang menjadi
kendala bagi masyarakat kita adalah masih banyaknya yang belum memiliki akta nikah atau buku nikah karena
yang menjadi sarat untuk di terbitkannya akte kelahiran adalah orang tua pemohon akte kelahiran harus
mempunyai akte nikah atau buku nikah.

Hal ini merupakan fenomena yang terjadi secara nasional terutama di wilayah-wilayah pelosok, ternyata masih
banyak masyarakat kita yang belum memiliki akte nikah atau buku nikah sehingga solusi yang cukup efektif
saat-saat ini adalah nikah massal dan acara-acara seperti ini sering difasilitasi oleh Kementrian Agama,
Pemerintah Daerah maupun Instansi-instansi terkait lainnya. Dan yang sangat menarik disini adalah, bahwa
peserta yang mengikuti nikah massal ini tidak hanya pasangan yang telah menikah sebelum di keluarkannya
undang-undang tentang perkawinan namun banyak juga peserta yang menikah setelah di keluarkannya
undang-undang tentang perkawinan.

Sebagai contoh adalah, acara nikah massal yang dilakukan di Depok dan difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Begitu juga dengan di Lampung, di mana acara nikah massal ini dilakukan besar-besaran dalam acara Festival
Krakatau, bahkan pemerintah daerah (dalam hal ini pemeritah provinsi) mendapatkan penghargaan dari
Musium Rekor Indonesia (MURI) dengan predikat acara nikah masal terbesar di Indonesia, dan baru-baru ini
acara nikah masal yang di selenggarakan di Toraja Utara yang di fasilitasi oleh Dinas Catatan Sipil Toraja Utara
dengan jumlah peserta mencapai 1.500 pasangan yang di lakukan secara bertahap selama bulan September
2011 lalu, Dan tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas peserta nikahnya adalah pasangan yang telah menikah
sebelum undang-undang perkawinan keluar. Sehingga nikah masal telah menjadi realita sosial yang tidak dapat
dipungkiri dan bahkan menjadi alternatif baru yang sangat solutif bagi masyarakat.

Maka, untuk menegaskan betapa pentingnya hal tersebut, kami dalam hal ini memberikan tiga pendekatan
sebagai solusi memecahkan masalah nikah massal di Indonesia. Ketiga pendekatan itu adalah pendekatan
historis, pendekatan kaidah fiqh dan pendekatan mashlahat.

Pendekatan Historis

Dalam formulasi yang sederhana dapat dinyatakan bahwa pada hakikatnya hukum Islam di Indonesia adalah
norma-norma hukum yang bersumber dari syari’at Islam yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan
masyarakat sepanjang bentangan sejarah Indonesia. Ia terlahir dari hasil perkawinan antara hukum Islam
normatif (syari’ah) dengan muatan-muatan lokal Indonesia. Oleh karenanya, untuk melihat hukum Islam di
Indonesia secara utuh, penggunaan perspektif historis sangatlah penting.

Adapun nikah massal dalam hal ini, diartikan sebagai tajdid al-nikah (pembaharuan nikah) atau nikah ulang, di
mana hal tersebut dilakukan layaknya perkawinan menurut agama Islam. Namun, harus disertai dengan
pencatatan perkawinan oleh pejabat yang berwenang pencatat perkawinan (KUA). Dalam penjelasan tentang
pencatatan perkawinan, tidak dituliskan di dalam kitab-kitab fiqh klasik tentang pencatatan nikah adalah
karena boleh jadi ketika kitab-kitab fiqh itu ditulis, tingkat amanah kaum muslimin relatif tinggi, sehingga
kemungkinan menyalahgunakan lembaga perkawinan untuk tujuan sesaat atau sementara, yang tidak sejalan
dengan tujuan ideal perkawinan dan merugikan pihak lain, relatif kecil.

Pendekatan Kaidah Fiqh


Urgensi dari adanya kaidah fiqh adalah, sebagai dasar untuk menentukan hukum bagi persoalan-persoalan
yang belum diketahui hukumnya. Dan agar ulama’, hakim, dan mufti memperoleh kemudahan dalam
menyelesaikan suatu sengketa atau kasus-kasus di masyarakat. Dan jika dilihat dari kegunaannya secara
general, maka dapat diketahui bahwa al-qawa’id al-fiqhiyah berguna sebagai ringkasan terhadap beberapa
persoalan fiqh. Menguasai satu kaidah berarti telah menguasai sebagian bab fiqh. Oleh karena itu,
mempelajari al-qawa’id dapat memudahkan orang yang berbakat fiqh dalam menguasai persoalan-persoalan
yang menjadi cakupan fiqh.

Dalam hal ini kami juga menggunakan kaidah fiqh untuk menjawab permasalahan-permasalahan di atas,
adapun kaidah yang dipakai adalah yang artinya :

“tidak sempurna suatu kewajiban kecuali dengan sesuatu, maka adanya sesuatu itu menjadi wajib hukumnya.”
Berkaitan dengan penggunaan kaidah ini, kami beranggapan bahwa nikah massal merupakan suatu kebijakan
yang sengaja dibuat dan diterapkan dalam rangka menyempurnakan kualitas perkawinan, yakni dengan
mendapatkan legalisasi nikah berupa buku nikah melalui nikah massal. Penyempurnaan kualitas ini berkaitan
erat dengan status perkawinan yang merupakan bagian dari perintah Allah dalam rangka beribadah kepada-
Nya. Karena tujuan yang luhur tersebut, maka segala peraturan yang dapat memberikan kelapangan terhadap
orang yang tidak mampu adalah merupakan sesuatu yang harus.

Nikah massal dalam hal ini, merupakan sarana untuk membantu seseorang memperoleh legalisasi perkawinan.
Dengan demikian, maka berlakulah kaidah di atas, dengan artian bahwa, menolong seseorang merupakan
sesuatu yang wajib dan memberikan kelapangan atau sarana pertolongan kepada seseorang tersebut juga
menjadi wajib. Lebih tegasnya lagi adalah, tidaklah sempurna menolong seseorang tanpa memberikan sarana
(keleluasaan dan kelapangan) pertolongan kepadanya.

Pendekatan Mashlahat

Pesan yang dibawa oleh agama Islam adalah untuk semua makhluk hidup (universal) di bawah prinsip umum
yang tertera di dalam al-Qur’an yakni, rahmatan li al-‘alamin (membawa rahmat bagi semesta alam). Artinya,
segala tindakan manusia hanya dapat dibenarkan menggunakan justifikasi agama yang sejauh ini selalu
mendatangkan manfaat bagi kepentingan umum, bukan kemashlahatan yang bersifat perseorangan dan
kasuistis. Oleh karenanya, kemashlahatan manusia merupakan tujuan penting dari pelaksanaan syari’ah.

Secara etimologi, mashlahat berarti manfaat dan secara terminologi diartikan dengan mengambil manfaat dan
menolak kemudharatan dalam rangka memelihara tujuan syara’. Berdasarkan pengertian ini, didapatkan
bahwa kemashlahatan dihubungkan dengan tujuan-tujuan yang ingin dicapai manusia dan jika sesuatu ini
bertentangan dengan syara’, maka tidak bisa hal tersebut dapat disebut sebagai mashlahat. Kriteria
dari mashlahat yang merupakan tujuan dari syari’ah itu adalah, tegaknya kehidupan di dunia dan akhirat.

DASAR HUKUM

Yang menjadi dasar hukum utama kita dalam melaksanakan perkawinan yang sah menurut Pemerintah, agama
dan kepercayaan kita adalah :

1. Alqur’an dan Hadits (Bagi agama islam)


2. Pancasila dan UUD 1945
3. UU No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
4. Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 Tentang Kompilasi Hukum Islam (KHI)

MAKSUD DAN TUJUAN


Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan positif dalam upaya membantu pemerintah dalam menertibkan
administrasi pernikahan sesuai dengan yang di amanatkan oleh UU sehingga akan memudahkan pihak
pemerintah untuk melakukan pencatatan pernikahan.

Salah satu tujuan dari program nikah massal ini adalah memberikan rasa aman kepada keluarga yang menjalin
ikatan pernikahan karena sebuah pernikahan yang tidak terdaftar oleh Pegawai Pencatat Nikah di nyatakan
tidak memiliki kekuatan hukum walaupun ada fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang mengesahkan
pernikahan di bawah tangan. Pengesahan ini dihasilkan dari Forum Ijtima’ yang dihadiri lebih dari 1000 ulama
dari berbagai unsur di Indonesia.

Acara tersebut digelar di kompleks Pondok Modern Darussalam Gontor, Pacitan, Jawa Timur pada tahun 2007.
Dalam hal ini, peserta ijtima’ sepakat bahwa pernikahan di bawah tangan hukumnya sah, karena telah
terpenuhinya syarat dan rukun nikah, sementara didalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 6 ayat (2) bahwa
sebuah perkawinan diluar pengawasan pegawai PPN tidak mempunyai kekuatan hukum.

Hal ini merupakan sebuah fenomena yang cukup membingungkan khususnya bagi masyarakat islam yang
menjalankan perkawinan, karena di satu sisi ada yang membolehkan perkawinan di bawah tangan sementara
di sisi UU tidak membolehkan perkawinan tanpa sepengetahuan Pegawai Pencatat Nikah. Dengan dasar itulah
kami mengadakan program nikah massal ini untuk membantu masyarakat hidup dengan rasa aman dan
nyaman dalam menjalani rumah tangga tanpa di bebani oleh perasaan bersalah terhadap UU yang berlaku, di
samping itu juga adalah untuk membantu PPN dalam upaya mewujudkan wilayah tertib administrasi sehingga
memudahkannya untuk melakukan control terhadap masyarakat, serta yang paling penting adalah untuk
membantu masyarakat dalam hal pembuatan buku nikah yang selama ini dinilai cukup rumit dan
menggunakan cost yang cukup tinggi, hal ini menjadi salah satu kendala bagi masyarakat untuk menyelesaikan
berbagai persoalan terkait administrasi ketika tidak memiliki buku nikah, sehingga nikah massal dalam hal ini,
merupakan sarana untuk membantu seseorang memperoleh legalisasi perkawinan.

KESIMPULAN

Program nikah massal ini merupakan salah satu upaya untuk memberikan pelayanan terhadap masyarakat
yang selama ini hidup dalam ikatan perkawinan namun belum terdaftar oleh Pegawai Pencatat Nikah sesuai
dengan yang di amanatkan oleh Undang-undang, selain itu juga untuk membantu pihak pemerintah dalam
upaya menertibkan administrasi, khususnya bagi masyarakat yang hidup dalam ikatan perkawinan.

Menurut Undang-undang perkawinan di Indonesia, sahnya suatu akad nikah harus memenuhi ketentuan
Undang-Undang Perkawinan (UUP) Pasal 2 ayat (1) mengenai tata cara agama, dan ayat (2) mengenai
pencatatan nikahnya oleh Pegawai Pencatat Nikah (PPN) secara simultan. Dengan demikian, ketentuan ayat (1)
dan (2) merupakan syarat kumulatif, bukan syarat alternatif. Oleh karena itu menurut Undang-undang
Perkawinan bahwa perkawinan yang dilakukan menurut fiqh Islam tanpa pencatatan oleh Pegawai Pencatat
Nikah (PPN), belum dianggap sebagai perkawinan yang sah. Dengan demikian bahwa akta perkawinan (Nikah)
tersebut merupakan hal yang sangat menentukan akan kebenaran suatu permasalahan apabila diperkarakan.

Dalam lingkungan Internasional, Akta Catatan Sipil mendapat pengakuan yang sah. Namun, seperti yang telah
di paparkan di dalam pendahuluan di atas, bahwa tidak dapat dipungkiri (merupakan realita sosial) bahwa
nikah massal merupakan alternatif baru yang sangat memberikan solusi bagi masyarakat Indonesia saat ini.

RENCANA KEGIATAN
Persiapan

Panitia mengumumkan acara nikah massal ini melalui media sosial dan media partner, baik koran, media
online, radio dll

Panitia menyeleksi peserta dengan syarat-syarat sebagai berikut

1. Pasangan Calon Pengantin siap memenuhi syarat-syarat pernikahan yang ditentukan oleh Kantor
Urusan Agama atau Syarat syarat isbat nikah yang ditetapkan oleh Pengadilan Agama, (mas kawin dan
biaya akad/isbat disediakan oleh penyelenggara),
2. Persyaratan Kelengkapan Dokumen dipenuhi sendiri, setelah mendapatkan virtual acccount, biaya
akad & biaya panjar dibayar oleh panitia.
3. Siap mengikuti resepsi massal yang Penyelenggara

Tahap seleksi

Penyelenggara bekerjasama dengan Disdukcapil, kantor Kecamatan, Kantor Kelurahan dan Kantor Kementrian
Agama menyeleksi peserta, mencatat dan mewawancara peserta

Pembekalan Calon pengantin

Penyelenggara mengumpulkan peserta nikah massal untuk diberikan arahan dan pembekalan pengantin,
beserta teknis penyelenggaraan acara resepsi nya.

Event: acara meriah

3. Post event: pembekalan parenting n

4. Post event: pendampingan wirausaha modal kecil

5. Post event: gathering 6-12 bulan sekali.

6. Post event: monitoring kehamilan pencegahan stunting

7. Post e
RENCANA ANGGARAN BIAYA

RENCANA ANGGARAN ITSBAT NIKAH MASSAL

KOTA BOGOR TAHUN 2023

N
KEBUTUHAN VOLUME SATUAN JUMLAH
O

Biaya
1
Kesekretariatan

- ALAT TULIS KANTOR (ATK) 1 Paket Rp50.000.000 Rp5

- peralatan dan perlengkapan 1 Paket Rp30.000.000 Rp3

2 Biaya Acara

- MC (artis ibulota) 4 Orang Rp10.000.000 Rp4

- Pembaca Do'a 1 Orang Rp1.000.000 Rp

pengisi acara dan honor panitia 60 orang Rp1.000.000 Rp10

MUA Rp20

Biaya
3
Perlengkapan

- Tenda (sewa) 20 Set Rp6.000.000 Rp12

- Sewa Meja dan Kursi 1 set Rp30.000.000 Rp3

- Sound system 1 Set Rp50.000.000 Rp5

- Dekorasi 1 Set Rp25.000.000 Rp2

- Panggung 1 Set Rp25.000.000 Rp2

Biaya Keamanan,
4 Medis dan
Kebersihan

- Keamanan Polisi, LLAJ dan Pol PP Rp50.000.000 Rp5

- Mobil Ambulan dan Tenaga Medis Rp25.000.000 Rp2

- Kebersihan Rp15.000.000 Rp1


Biaya Publikasi
5
dan Dokumentasi

- Banner, Backdrop, x banner dll 1 Paket Rp20.000.000 Rp2

- Sewa Videotron 1 Paket Rp15.000.000 Rp2

- Iklan media masa dan elektronik 1 Paket Rp25.000.000 Rp1

- Photo dan Videographer 1 Paket Rp25.000.000 Rp2

6 Biaya Konsumsi

- Snack VIP ( Tamu Undangan) 500 Kotak Rp65.000 Rp3

- Snack Peserta dan Jamaah 2000 Kotak Rp30.000 Rp6

- Makan VIP (Tamu Undangan) 500 Kotak Rp100.000 Rp5

- Makan Peserta dan Jamaah 2000 Kotak Rp60.000 Rp12

7 Saguhati

- Penceramah 2 Orang Rp70.000.000 Rp14

- Grup Sholawat 2 Grup Rp25.000.000 Rp5

- Grup Marawis 2 Grup Rp25.000.000 Rp5

- Grup Pencak Silat 1 Grup Rp15.000.000 Rp1

- Peserta Itsbat Nikah Massal 100 Orang Rp2.000.000 Rp20

JUMLAH Rp1.56

Anda mungkin juga menyukai