Anda di halaman 1dari 22

BAB II

METODOLOGI PENELITIAN

2.1. Karakteristik Air


2.1.1. Karateristik Fisika Air

Sifat fisik kualitas air dinyatakan dalam beberapa parameter antara lain :
1. Warna dari air tanah dapat disebabkan oleh adanya zat-zat terkandug
didalamnya baik berupa suspensi dan yang terlarut.
2. Bau dan Rasa. Bau dapat disebabkan oleh zat-zat atau gas-gas yang
mempunyai aroma yang terkandung di dalam air. Rasa ditentukan oleh adanya
garam atau zat lain baik yang tersuspensi atau yang terlarut.
3. 3. Kekentalan dipengaruhi oleh partikel-partikel yang terkandung di
dalamnya. Semakin banyak partikel ang dikandung maka akan semakin
kental. Disamping itu bila suhunya tinggi maka kekentalannya akan semakin
turun.
4. 4. Kekeruhan disebabkan karena adanya zat-zat yang terkandung didalamnya,
semakin banyak yang terkandung maka air semakin keruh.
5. 5. Air juga dipengaruhi oleh keadaan di sekitarnya seperti musim, cuaca,
siang ,malam, tempat dan lokasinya.

2.1.2. Karakteristik Kimia Air

Sifat kimia antara lain : pH dan eH, kesadahan, jumlah garam terlarut, daya
hantar listrik, keasaman kebasaan dan kandungan ion.
1. PH dan eH memegang peranan penting karena digunakan untuk menentukan
apakah campuran yang terbentuk stabil. eH adalah ukuran potensial
pemindahan elektron disebut “REDOKS”, keadaan oksidasi yaitu melepaskan
elektron atau ion yang ditunjukkan dengan angka , sedangkan reduksi adalah
penerimaan elektron. pH adalah parameter untuk menentukan tingkat
keasaman larutan pada range 5,0-9,0 adalah air alamiah.
4
2. Kesadahan disebabkan oleh kandungan Ca dan Mg. kesadahan ada 2 macam
yaitu kesadahan karbonat dan non karbonat. Untuk menentukan besarnya
kesadahan kesadahan dapat dilakukan dengan titrasi dengan satuan ppm setara
mg/l atau 0D = 10 mg/l (CaO).
CaCO3 CaCO3
Hr (kesadahan ) = Ca +
Ca Mg

Klasifikasi air berdasarkan kesadahannya sebagai berikut :


Tabel 2.1.
Klasifikasi Air Berdasarkan Kesadahannya
Kesadahan (mg/l CaCO3
Klasifikasi Air
Hem Sawyer dan Mc Carty

0-60 0-75 Lunak

61-120 75-150 Menengah

121-180 150-300 Keras

> 180 >300 Sangat Keras

Jumlah garam terlarut atau TDS adalah jumlah konsentrasi garam yang
terkandug di dalam air. Klasifikasi air berdasarkan jumlah garam terlarutnya
(Hem Bouwer, 1978) :

5
Tabel 2.2.
Klasifikasi Air Berdasarkan Kadar Garam
Jumlah Garam Terlarut (mg/l) Macam Air

<3.000 Tawar

3.000-10.000 Masin (moderately saline)

10.000-35.000 Sangat Masin (very saline)

>35.000 Asin (briny)

2.1.3. Keasaman Larutan

Parameter untuk menentukan tingkat keasaman larutan adalah dengan


menggunakan harga pH. Pengukura pH dapat dilakukan dengan menggunakan
kertas lakmus atau dengan menggunakan pH meter, keasaman suatu larutan dapat
dipahami dengan menggunakan pengertian pH dan pOH, yang menunjukkan
besarnya konsentrasi ion H+ dan konsentrasi ion OH- yang terkandung dalam
larutan. Huruf p berasal dari potenz yang artinya pangkat, huruf H adalah tanda
atom hidrogen dan huruf O adalah tanda atom Oksigen. Jadi pH adalah harga
negatif logaritma konsentrasi ion H+ sedangkan pOH-
pH = - log [ H+ ]

pOH = - log [ OH- ]

Dalam air murni konsentrasi ion H+ dan konsentrasi ion OH- sama besarnya yaitu

10-7, sehingga sesuai rumus pH= - log [ H+ ] air murni mempunyai pH =7

pH = - log [ H+ ] = -log [10 -7]= 7

pH = - log [ OH- ] = - log [10-7]


6
larutan bersifat asam, bila pH< 7

larutan bersifat netral, bila pH =7

larutan bersifat basa, bila pH >7

Jadi semakin kecil harga pH maka larutan air semakin bersifat asam.

Hubungan pH dengan pOH adalah pH = pOH = 14, perhitungan konsentrasi


masing-masing pereaksi baik asam maupun basa dapat dirumuskan sebagai
berikut:
mol gr
M= mol =
1 Mr
Dimana :
M = Molaritas
l = Liter
gr = gram
Mr = Massa Molekul Relatif zat Terlarut (gr/Mr)

Molaritas dapat juga dihitung dari nilai pH =


untuk larutan asam M =10 -pH
untuk larutan basa M = 10-(14-pH)

2.1.4. Pencemaran Air

Peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air


dan pengendalian pencemaran air. Pencemaran air adalah masuknya atau
dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam air
oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang
menyebabkan air tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

7
a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama
dengan kegunaan tersebut;
b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana
rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut;
c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan
ikan tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan
lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;
d. Kelas empat, air yang peruntukanya dapat digunakan untuk mengairi
pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.

2.2. Air Asam Tambang

Air Asam Tambang (AAT) yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan Acid
Mine Drainage (AMD) atau Acid Rock Drainage (ARD) terjadi sebagai hasil dari
proses fisika dan kimia yang cukup kompleks yang mengakibatkan terbentuknya
air yang bersifat asam (tingkat keasaman yang tinggi dan sering ditandai dengan
nilai pH yang rendah di bawah 4) sebagai hasil dari oksidasi mineral sulfida yang
terpapar (exposed) di udara dengan kehadiran air.
Air asam tambang merupakan limbah pencemar lingkungan yang terjadi
akibat aktifitas pertambangan. Limbah ini terjadi karena adanya proses oksidasi
bahan mineral pirit (FeS2) dan bahan mineral sulfida lainnya yang tersingkap ke
permukaan tanah dalam proses pengambilan bahan mineral tambang. Proses kimia
dan biologi dari bahan-bahan mineral tersebut menghasilkan sulfat dengan tingkat
kemasaman yang tinggi. Secara langsung maupun tidak langsung tingkat
kemasaman yang tinggi mempengaruhi kualitas lingkungan dan kehidupan
organisme (Gautama, 2004)

8
Kualitas air digunakan sebagai pembanding dalam usaha pemantauan ketika
tambang sedang berjalan. Pengukuran kualitas air dapat ditentukan dari beberapa
faktor yaitu :
1. Temperatur
Temperatur yang terukur adalah suhu yang dianggap normal pada daerah
tersebut.
2. Derajat keasaman (pH)
Nilai pH menunjukkan derajat keasaman dalam air dinyatakan sebagai
logaritma konsentrasi ion H+. Larutan bersifat asam bila nilai pH kurang dari 7
dan larutan bersifat basa bila nilai pH lebih dari 7.
3. Kekeruhan dan padatan terlarut
Kekeruhan, muatan padat tersuspensi dan residu terlarut merupakan sifa
fisik air yan saling berkait. Semakin tinggi muatan padat tersuspens maka
semakin tinggi nilai residu terlarut dan kekeruhan air.
4. Daya hantar listrik (DHL) atau Electro Conductivity (EC)
Daya hantar listrik menggambarkan jumlah ion-ion yang terlarut dalam
air.
5. Oksigen
Oksigen terlarut merupakan O2 bebas yang terdapat dalam perairan dan
secara kimia tidak bereaksi dengan air serta berperan dalam proses penguraian
bahan organik secara biologis.
6. Logam
Kandungan logam-logam dapat mempengaruhi kehidupan biota air
terutama logam berat yang dapat meracuni manusia. Pada aktivitas
pertambangan parameter logam berat yang umum adalah Besi (Fe) dan
Mangan (Mn).

9
Tabel 2.3.
Mineral Sulfida yang Bepotensi Menimbulkan AAT
Mineral Komposisi

Pirit FeS2

Marcasite FeS2

Calcopirirt CuFeS2

Calcosite Cu2S

Sphalerit ZnS

Millerit NiS

Pirotit Fe1-Xs (dimana 0<x<0,2)

Arsenpirit FeAsS

Cinnabar HgS

Galena PbS

2.3. Proses Terbentuknya Air Asam Tambang

10
Pada pertambangan batubara, lokasi yang paling berpotensi menghasilkan
air asam tambang adalah pit area dan disposal area. Pit area merupakan lokasi
dimana dilakukannya penambangan, sedangkan disposal area adalah lokasi
penumpukan batuan-batuan yang tidak digunakan.
Batuan-batuan yang tidak digunakan tersebut biasanya tergolong PAF
(Potentially Acid Forming) dan NAF (Non Acid Forming). Batuan yang tergolong
PAF biasanya dijauhkan dari udara, sebisa mungkin batuan ini tidak terkontak
langsung dengan oksigen dan air agar tidak teroksidasi membentuk air asam
tambang. PAF merupakan batuan yang berpotensi menghasilkan air asam
tambang, sedangkan NAF merupakan batuan yang tidak berpotensi membentuk
air asam tambang.
Air asam tambang terbentuk saat mineral sulfida tertentu yang ada pada
batuan terpapar dengan kondisi dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor
utama) yang menyebabkan terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air
dengan kondisi asam. Hasil reaksi kimia ini, beserta air yang sifatnya asam, dapat
keluar dari asalnya jika terdapat air penggelontor yang cukup, umumnya air hujan
yang pada timbunan batuan dapat mengalami infiltrasi/perkolasi. Air yang keluar
dari sumbernya inilah yang lazimnya disebut dengan istilah air asam tambang
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut diatas, apabila air asam tambang keluar dari tempat
terbentuknya dan masuk ke sistem lingkungan umum (diluar tambang), maka
beberapa faktor lingkungan dapat terpengaruhi, seperti: kualitas air dan
peruntukannya (sebagai bahan baku air minum, habitat biota air, sumber air untuk
tanaman, dan sebagainya); kualitas tanah dan peruntukkanya (sebagai habitat flora
dan fauna darat), dan sebagainya (Jeffrey J, 2000)
Air asam tambang terbentuk karena selama proses penambangan, mineral
sulfida teroksidasi oleh oksigen menjadi asam sulfat yang terlarut ke dalam air.
Karakteristik kimia terbentuknya air asam tambang, yaitu :
1. Nilai pH yang rendah
2. Konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium,
mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan merkuri
11
3. Nilai acidity yang tinggi (50 - 1500 mg/L CaCO3)
4. Nilai keasaman/sulphate yang tinggi (500 - 10.000 mg/L
5. Nilai salinitas (1 - 20 mS/cm)
6. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Mekanisme pembentukan air asam tambang :
1. FeS2 + 7/2 O2 + H2O  Fe2+ + 2 SO42- + 2 H+
Pirit teroksidasi membentuk asam (2H+), sulfat dan besi ferrous T(Fe2+)
2. FeS2 + ¼ O2 + H+ → Fe3+ + 1/2 H2O
Besi ferrous akan teroksidasi membentuk besi ferri (Fe3+) dan air pada
suasana asam,
3. Fe3+ + 3 H2O  Fe(OH)3  + 3 H+
Besi feri (Fe3+) di hidroksida dan membentuk hidroksida besi dan asam,
4. FeS2 + ¼ Fe3+ + H2O→15Fe2+ +2SO42- +16H+ 
Hasil reaksi 2 akan bereaksi dengan pirit yang ada, dimana besi feri bertindak
sebagai katalis, sehingga terbentuk besi ferrous, sulfat, dan asam
Sedangkan pembentukkan air asam tambang secara biologi terjadi karena
pH yang cukup rendah (keasaman tinggi). Kondisi ini memacu pertumbuhan
bakteri pengoksidasi sulfur (menjadi sulfat) seperti Thiobaccilus ferroxidan,
Sulfolobus, Acidianus, dan bakteri lainnya. Bakteri ini menyerang kristal pirit
sehingga semakin mudah teroksidasi.
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya air asam tambang di suatu
tempat, diantaranya adalah konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik
dari mineral sulphida, keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan
dari atmosfer melalui mekanisme adveksi dan difusi, jumlah dan komposisi kimia
air yang ada, temperatur, dan mikrobiologi. Dengan memperhatikan faktor-faktor
tersebut, maka dapat dikatakan bahwa pembentukan air asam tambang sangat
tergantung pada kondisi tempat pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor
tersebut diatas menyebabkan proses pembentukan dan hasil yang berbeda. Terkait
dengan faktor iklim di Indonesia, dengan temperatur dan curah hujan yang tinggi
di beberapa lokasi dimana terdapat kegiatan penambangan, proses pembentukan

12
air asam tambang memiliki karakteristik yang berbeda dengan negara-negara lain,
karena memiliki kondisi iklim yang berbeda.

2.4. Sistem Pengolahan dan Pengelolaan Air Asam Tambang

Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 113 Tahun


2003 bahwa setiap penanggungjawab usaha atau kegiatan pertambangan wajib
melakukan pengolahan air limbah yang berasal dari kegiatan penambangan dan
air limbah yang berasal dari kegiatan pengolahan/pencucian, sehingga mutu air
limbah yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah. Salah
satunya adalah kewajiban setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan
pertambangan batubara untuk mengelola air yang terkena dampak dari kegiatan
penambangan melalui kolam pengendapan (pond).

2.4.1. Sistem Pengolahan Air Asam Tambang


Pengolahan air asam tambang diperlukan agar air limbah
dari pertambangan yang menjadi air asam tambang tersebut
memenuhi baku mutu lingkungan sebelum dilepaskan ke badan
perairan alami (lingkungan). Pengolahan air asam tambang
pada umumya digolongkan menjadi dua yaitu pengolahan aktif
(active treatment) dan pengolahan pasif (passive treatment)
(Johnson & Barrie, 2005).

13
Gambar 2.1.
Treatment Air Asam Tambang

a. Active Treatment
Active Treatment merupakan sistem pengolahan air asam
tambang dengan perlakukan membubuhkan bahan kimia untuk
dapat menetralkan air asam tambang tersebut. Penetralan air asam
dapat menggunakan bahan kimia diantaranya seperti Limestone
(Calcium Carbonat), Hydrate Lime (Calcium Hydroxide), Caustic
Soda (Sodium Hydroxide), Soda Ash Briquettes (Sodium
Carbonate), Anhydrous Ammoni. Bahan kimia tersebut dapat
menetralkan pH dan logam berat yang terkandung dalam AAT.
1) Limestone Carbonat
Limestone atau biasa dikenal dengan batu gamping telah
digunakan selama berpuluh-puluh tahun untuk menaikkan pH
dan mengendapkan logam di dalam air asam. Penggunaan
limestone merupakan penanganan yang termurah, teraman dan
termudah dari semua bahan-bahan kimia. Kekurangan dari
limestone ini ialah mempunyai keterbatasan karena kelarutan
yang rendah dan limestone terlapisi.
2) Hydrate Lime (Calcium Hydroxide)
Hydrated lime adalah suatu bahan kimia yang sangat
umum digunakan untuk menetralkan air asam. Hydrated lime
sangat efektif dari segi biaya dalam yang sangat besar dan
keadaan acidity yang tinggi. Bubuk hydrated lime adalah
hydrophobic, begitu lama pencampuran diperlukan untuk
membuat hydrated lime dapat larut dalam air. Hydrated lime
mempunyai batasan keefektifan dalam beberapa tempat
dimana suatu pH yang sangat tinggi diperlukan untuk
mengubah logam seperti mangan.
3) Caustic Soda (Sodium Hydroxide)

14
Caustic Soda merupakan bahan kimia yang biasa
digunakan dan sering dicoba lebih jauh (tidak mempunyai sifat
kelistrikan), kondisi aliran yang rendah. Caustic menaikkan pH
air dengan sangat cepat, sangat mudah larut dan digunakan
dimana kandungan mangan merupakan suatu masalah.
Penggunaannya sangat sederhana, yaitu dengan cara
meneteskan cairan caustic ke dalam air asam, karena
kelarutannya akan menyebar di dalam air. Kekurangan utama
dari penggunaan cairan caustic untuk penanganan air asam
ialah biaya yang tinggi dan bahaya dalam penanganannya.
Penggunaan caustic padat lebih murah dan lebih mudah dari
pada caustic cair.
4) Soda Ash Briquettes (Sodium Carbonate)
Sodium Carbonate biasanya digunakan dalam debit kecil
dengan kandungan besi yang rendah. Pemilihan soda ash
untuk penanganan air asam biasanya berdasar pemakaian
sebuah kotak atau tong dengan air masuk dan buangan.
5) Kapur Tohor
Kapur tohor atau dikenal pula dengan nama kimia
kalsium oksida (CaCO3), adalah batu kapur yang diolah dengan
cara dibakar dengan sistem manual, dengan pembakaran lebih
dari 9000C. Kapur ini bisa dimanfaatkan untuk mengatasi
segala hal yang sifatnya sebagai penetralisir limbah dari
perusahaan-perusahaan, baik perusahaan besar, menengah
maupun limbah keluarga.
b. Passive Treatment
Pada sistem pengolahan pasif, terdapat 2 (dua) proses utama
yang menyebabkan terjadinya peningkatan pH, yakni larutnya batu
gamping dan reduksi sulfat secara biologis. Kedua proses ini
menghasilkan alkalinitas dalam bentuk bikarbonat (HCO 3-)
sebagai senyawa penetral. Adapun mekanisme terjadinya
15
penurunan logam terlarut, dimungkinkan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Proses oksidasi dan hidrolisis logam yang menyebabkan
terjadinya pengendapan logam
2. Interaksi antara sulfida (S2-) yang dihasilkan pada proses
reduksi sulfat dengan logam bervalensi 2 (seperti Fe 2+ dan
Mn2+) membentuk logam sulfida yang mengendap.
3. Proses adsorpsi logam oleh bahan organik (kompos)
4. Proses biosorpsi logam oleh vegetasi tumbuhan air dan
mikroorganisme, seperti bakteri, fungi, dan alga yang tumbuh
pada lapisan bahan organik.

2.5. Standar Baku Mutu Air Limbah Pertambangan Batubara

Untuk menjaga agar air berada dalam kondisi yang sesuai dengan
peruntukannya maka pemerintah telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor
82 Tahun 2001 tanggal 14 Desember 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan
Pengendalian Pencemaran Air. Baku mutu air untuk kegiatan penambangan
batubara dapat dilihat pada Tabel dibawah ini :

Tabel 2.4.
Baku Mutu Air Limbah Kegiatan Penambangan Batubara

Parameter Satuan Kadar Maksimum


pH 6–9
Residu Tersuspensi Mg/l 400
Besi (Fe) Total Mg/l 7
Mangan (Mn) Total Mg/l 4
Sumber : KepMen LH Nomor 113 Tahun 2003

2.6. Teknik Pengambilan Sampel (Sampling)

Sampel merupakan sebagian dari anggota populasi yang dipilih dengan


menggunakan prosedur tertentu sehingga diharapkan dapat mewakili populasinya.
Banyaknya anggota sampel disebut ukuran sampel. Sedangkan populasi itu sendiri

16
merupakan keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti
(Sugiarto dkk, 2003).

Dalam hal perencanaan pengambilan contoh tanah, perlu memperhatikan


hal-hal berikut :

a. maksud pengambilan contoh: sasaran wilayah, sasaran waktu, sasaran


peubah,sasaran parameter;
b. kendala-kendala: finansial, logistik, dan operasional;
c. cara pengambilan contoh: bentuk contoh dan tujuan pengambilan contoh;
d. cara-cara penetapan: pengukuran lapangan dan/atau analisis laboratorium;
e. rancangan pengambilan contoh: ukuran sampel dan bagaimana lokasi sampel
dipilih;
f. titik pengambilan contoh terpilih;
g. membuat susunan pencatatan data dan pekerjaan lapangan; metode analisis
statistik dan dugaan biaya operasional dan ketepatan hasil.
Beberapa metode pengambilan conto tanah adalah (Husein Suganda dkk,
2006):
a. Pengambilan contoh acak sederhana/simple random sampling (SRS)
Merupakan pengambilan sampel tanah secara acak dalam suatu wilayah. Tidak
ada batasan dalam menentukan jumlahcontoh tanah yang dipilih. Semua titik
pengambilan contoh memilikipeluang yang sama dan saling bebas satu sama
lainnya. Bentuk SRS dapat dilihat pada (Gambar 2.2).
b. Pengambilan contoh secara terstrata/stratified sampling (StS)
Dalam pengambilan contoh terstrata, area dibagi kedalam sub-area, disebut
strata, masing-masingnya diperlakukan sepertidalam SRS dengan jumlah
contoh ditentukan sebelum pengambilancontoh. Bentuk StS dapat dilihat pada
(Gambar 2.3).

17
Sumber : Husein Suganda dkk, 2006
Gambar 2.2.
Simple Random Sampling

Sumber : Husein Suganda dkk, 2006


Gambar 2.3.
Stratified Sampling

c. Pengambilan contoh secara kelompok/cluster sampling (CS)


Pada prinsipnya, jumlah kelompok dalam suatu areabisa tak terbatas, namun
tidak mungkin semua kelompok dipilih. Dengandemikian, hanya kelompok
yang terpilih perlu ditentukan, dan pemilihandari sebuah kelompok dapat
diambil melalui pemilihan salah satu darititik-titiknya. Perhitungannya sebagai
berikut: (1) pilih sebuah titiknpengacakan pada area seperti dalam SRS;
gunakan titik ini sebagai ”titikawal”; (2) tentukan titik-titik lainnya dari
kelompok berdasarkan titik awalyang sudah diperoleh; dan (3) ulangi tahap 1
dan 2 sampai n kelompokyang telah terpilih. Bentuk CS dapat dilihat pada
(Gambar 2.4).

18
Sumber : Husein Suganda dkk, 2006
Gambar 2.4.
Cluster Sampling

d. Pengambilan contoh secara sistematik/systematic sampling (SyS)


Padasystematic sampling, pemilihan pengacakan dilakukan dengan
membatasiset dari titik. Perbedaan dengan CS adalah hanya satu kluster yang
dipilih.Dalam hal ini SyS merupakan kasus khusus dari CS. Bentuk SyS dapat
dilihat dalam (Gambar 2.5).

Sumber : Husein Suganda dkk, 2006


Gambar 2.5.
Systematic Sampling

2.7. Analisis Regresi

Analisis regresi merupakan studi untuk mengatahui hubungan antara dua


atau lebih variabel. Hubungan yang didapat akan dinyatakan dalam suatu
persamaan matematis. Dalam analisis regresi terdapat variabel bebas (x) dan
variabel terikat (y) yang dipengaruhi oleh nilai variabel bebas (Sudjana, 1996).

19
Bentuk-bentuk persamaan regresi adalah:
a. Regresi Linier
Memiliki bentuk umum:

y = a + bx

Nilai a dan b dapat ditentukan dengan persamaan:

a=
∑ y−∑ y 2−∑ x ∑ xy
2
n ∑ x 2− ( ∑ x )

n ∑ xy−∑ x ∑ y
b=
n ∑ x −( ∑ x )
2 2

b. Regresi Kuadratik
Memiliki bentuk umum:

y = a + bx + cx2

Nilai a, b, dan c ditentukan dengan persamaan:

∑ y=na+b ∑ x +c ∑ x 2
∑ xy =a ∑ x +b ∑ x 2+ c ∑ x 3
∑ x 2 y=a ∑ x 2 +b ∑ x 3 +c ∑ x 4
c. Regresi Parabola Kubik
Memiliki bentuk umum:

y = a + bx + cx2+ dx3

Nilai a, b, c dan d ditentukan dengan persamaan:

∑ y=na+b ∑ x +c ∑ x 2+ d ∑ x 3
∑ xy =a ∑ x +b ∑ x 2+ c ∑ x 3 +d ∑ x 4

20
∑ x 2 y=a ∑ x 2 +b ∑ x 3 +c ∑ x 4+ d ∑ x 5
∑ x 3 y=a ∑ x 3 +b ∑ x 4 + c ∑ x 5 +d ∑ x6
d. Regresi Eksponen
Memiliki bentuk umum:

y = abx

Nilai a dan b ditentukan dengan persamaan:

log a=
∑ log y − ∑ x log b
n n

n ∑ x log y−∑ x ∑ log y


log b=
n ∑ x2 −( ∑ x )
2

e. Regresi Geometrik
Memiliki bentuk umum:

y = axb

Nilai a dan b ditentukan dengan persamaan:

log a=
∑ log y −b ∑ log x
n n

n ∑ log x log y−∑ log x ∑ log y


log b=
n ∑ ( log x )2 −( ∑ log x )
2

f. Regresi Logistik
Memiliki bentuk persamaan:

1
y=
a bx

Nilai a dan b ditentukan dengan persamaan:

21
1
∑ log y ∑ x
log a= − log b
n n

1 1
n ∑ x log −∑ x ∑ log
y y
log b= 2
n ∑ x −( ∑ x )
2

g. Regresi Hiperbola
Memilki bentuk persamaan:

1
y=
a+ bx

Nilai a dan b ditentukan dengan persamaan:

()
2
1 1 x
∑ y
−∑
y
−∑ x ∑
y
a=
n ∑ x −( ∑ x )
2 2

x 1
n∑ −∑ x ∑
y y
b=
n ∑ x −( ∑ x )
2 2

Nilai n dalam persamaan-persamaan di atas merupakan jumlah data yang


digunakan dalam analisis.

Standar deviasi adalah besarnya penyimpangan hasil model matematika


terhadap nilai yang sebenarnya. Suatu model matematika akan mempunyai
validitas yang tinggi, apabila nilai SD sangat kecil. SD dirumuskan dengan (Andi
Supangat, 2008):

SD=
√ ∑ ( e−e )2
n−2

dimana :

22
e = nilai y pendugaan (regresi)

ē= nilai y pengamatan

2.8. Metode Pengambilan Sampel dan Data

Jenis-jenis data beserta teknik pengumpulannya adalah sebagai berikut:


a. Data Primer
Data primer yang digunakan adalah :
1) Sampel air dan tanah
2) Data pH, TSS, dan kualitas air yang dapat diambil secara langsung
b. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan adalah :
1) Data curang hujan
2) Data dokumen RKL RPL, data geologi, data pendukung lainnya

2.9. Cara Pendekatan dan Metode Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan:


a. Pendekatan grafik untuk membuat grafik hubungan antara pH sebelum
treatment dan setelah treatment.
b. Pendekatan grafik untuk membuat grafik hubungan antara kadar Fe dan Mn
sebelum dan setelah treatment.
c. Pendekatan regresi untuk membuat persamaan matematis hubungan antara
perbaikan kualitas air asam tambang sebelum dan sesudah treatment.
d. Pendekatan matematis untuk menentukan perbandingan kualitas air asam
tambang setelah treatment terhadap standar baku mutu air dari pemerintah.

2.10. Bagan Alir Penelitian

23
PENGUMPULAN DATA

PRIMER SEKUNDER
1. Sampel air 1. Peta Geologi
2. Data pH, Fe, Mn 2. Data curah hujan
3. Dokumen RPL, RKL

PENGOLAHAN DATA
1. Menghitung kadar pH,
Fe, Mn kondisi awal
2. Menghitung kadar pH,
Fe, Mn setelah treatment
3. Menghitung laju
penurunan kadar pH, Fe,
Mn

ANALISIS
1. Metode grafis
2. Metode regresi

24
HASIL
1. Informasi kondisi geologi
2. Ketelitian metode penaksiran

25

Anda mungkin juga menyukai