Anda di halaman 1dari 7

Tujuan dari praktikum ini adalah standarisasi larutan Na-EDTA dengan CaCl2

dan menentukan kesadahan total dalam sampel air. Air sadah merupakan air yang di
dalamnya terlarut garam-garam kalium dan magnesium atau mengandung ion-ion
Ca2+ dan Mg2+ (Ginoest,2010). Pada praktikum ini, kami melakukan proses titrasi
kompleksometri.Titrasi kompleksometri adalah titrasi yang melibatkan reaksi ion
logam dengan zat pengompleks atau zat ligand. Dimana zat pengompleks yang
digunakan pada praktikum ini yaitu EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate) dan ion
logamnya yaitu Ca2+.. Sampel diambil di 10 jenis sumur yang berada di otak desa
mantang.

1. Standarisasi larutan EDTA


Percobaan pertama yaitu melakukan standarisasi larutan Na-EDTA. Larutan
standar adalah larutan yang sudah diketahui nilai molaritasnya sehingga dapat
menstandarisasi larutan lain yang belum diketahui nilai molaritasnya sehingga
standarisasi larutan EDTA ini dilakukan untuk mengetahui konsentrasi CaCO3.
Standarisasi larutan EDTA dilakukan dengan cara menitrasi larutan EDTA dengan
CaCO3. Na-EDTA berfungsi sebagai titran yang mengandung Na (Y4-) , dimana
dalam pembuatan larutan ini ditambahkan MgCl2.6H2O, penambahan Mg2+ pada
MgCl2.6H2O bertujuan untuk menangani suatu kemungkinan apabila sampel tidak
mengandung Mg, maka hasil yang menjadi MgEDTA perlu ditambahkan agar
nantinya indikator Eriochrome Black T menghasilkan titik akhir yang lebih tajam dan
juga Mg dapat memberikan warna merah kebiru yang berasal dari pengikatan Mg oleh
EDTA pada larutan. Pembakuan atau standarisasi ini dilakukan dengan penitrasian
kalsium klorida (CaCl2) yang dapat digunakan sebagai analit dan larutan standar
primer. Dalam pembuatan CaCl2 ditambahkan buffer ammonium hidroksida-monium
klorida dan indiktaor EBT. Larutan buffer adalah larutan yang tidak mengalami
perubahan pH jika sejumlah kecil asam atau basa ditambahkan atau jika larutan
diencerkan. Hal ini sangat penting untuk mempertahankan pH bagi suatu reaksi pada
nilai pH optimumnya. Larutan buffer terdiri atas campuran asam lemah dengan basa
konjugasinya atau basa lemah dengan asam konjugasinya pada konsentrasi yang
ditentukan sebelumnya ( Siti Khadijah ), sehingga penambahan buffer untuk menjaga
kondisi pH agar tetap konstan. Selain ditambahkan larutan buffer juga ditambahkan
indikator. Indikator adalah suatu zat yang warnanya berbeda-beda sesuai dengan
konsentrasi ion hidrogen. Umumnya merupakan suatu asam atau basa organik lemah,
yang dipakai dalam larutan yang sangat encer. Asam atau basa indikator yang tak
terdisosiasi mempunyai warna yang berbeda dengan hasil disosiasinya. Indikator yang
ditambahkan adalah indikator Eriochrome Black T yang nanti dapat membentuk
senyawa kompleks dengan ion logam. Ikatan kompleks antara indikator dan ion
logam harus lebih lemah daripada ikatan kompleks antara larutan titer dan ion logam.
Indikator logam adalah suatu indikator terdiri dari suatuu zat yang umumnya senyawa
organik yang dengan satu atau beberapa ion logam dapat membentuk senyawa
kompleks yang warnanya berlainan dengan warna indikatornya dalam keadaan
bebas.Warna indikator pada sampai batas tertentu bergantung pada suatu logam. Pada
pH larutan dapat mengalami perubahan dengan adanya ion hidrogen yang lepas pada
saat titrasi. Dengan adanya pH dan EBT dapat mencegah terbentuknya endapan logam
hidroksida. Lalu larutan CaCl2 dititrasi dengan Na-EDTA agar larutan lebih stabil
karena pada Na-EDTA kurang stabil denagn indikator dimana kestabilan Ca-EDTA
lebih besar dibandingkan kestabilan Na-EDTA . CaCl2 juga berfungsi untuk
memperjelas pengamatan karena sifat Na-EDTA yang kurang stabil maka ini akan
menyebabkan perubahan warna ( titik akhir titrasi) akan cepat terjadi sehingga kita
tidak bisa mengamati dengan jelas perubahan warna yang terjadi. Ketika kestabilan
larutan dan kondisi pH larutan yang sudah konstan maka dapat dilakukan titrasi
dengan NaEDTA. Dalam proses titrasi ini terjadi perubahan warna, karena adanya
indikator EBT yang mampu berikatan dengan ion Ca2+ dan Mg2+. Adanya indikator
ini yang dicampurkan sampel air atau pada saat melakukan standarisasi larutan Na-
EDTA akan mengalami perubahan warna dan terjadi titik akhir titrasi. Titik akhir
titrasi diperlihatkan dengan perubahan warna dari indikator EBT akibat kompleks
yang terjadi dari Ca2+, dimana perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna ungu
anggur menjadi biru. Persamaan reaksinya yaitu :

[Mg-EBT]2+ (aq) + H2Y2- (aq)  MgY2-(aq) + 2H+ (aq) + EBT(aq)


Merah anggur biru langit
Pada saat titrasi, ion H2Y2- mengompleks semua Ca2+ dan Mg2+ bebas pada sampel air
sehingga kompleks merah anggur [Mg-EBT]2+ terdisosiasi dan warna merah anggur berubah
menjadi biru langit dari indikator EBT dan pada saat itu titik akhir telah tercapai, semua ion
sadah telah terkompleksikan dengan H2Y2. Volume Na-EDTA yang dibutuhkan untuk
mencapai titik akhir titrasi sebanyak 3 ml dan dalam standarisasi larutan ini diperoleh
konsentrasi CaCO3 0,396 MG Ca2+ . Terjadi kesalahan dalam membuat larutan CaCl2, dimana
untuk standarisasi larutan Na-EDTA volume minimal CaCl2 yang digunakan adalah 150 ml
akan tetapi pada praktikum ini kami menggunakan 50 ml larutan CaCl2 yang dicampur
dengan buffer dan indikator sehingga diperoleh konsentrasi Na-EDTA sebanyak 0,167 M.
2. Penentuan kesadahan total air

Percobaan ke dua yaitu penentuan kesadahan total air. Kesadahan total yaitu
ion Ca2+ dan Mg2+ dapat ditentukan melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan
menggunakan indikator yang peka terhadap semua kation tersebut (Abert dan Santika,
1984). Percobaan ini dilakukan dengan melakukan titrasi sebanyak 2 kali pada setiap
sampel air sumur (10 sampel) yang di ambil di otak desa mantang yang ditambahkan
larutan buffer dan indikator EBT yang kemudian dititrasi dengan EDTA yang
terstandarisasi. Kualitas air di daerah dataran rendah, dataran tinggi dan daerah kapur
berbeda-beda.Tingkat kesadahan air di daerah kapur lebih tinggi daripada di daerah
dataran rendah dan tinggi hal ini disebabkan karena kandungan ion Ca2+ dan Mg2+ di
daerah tersebut banyak atau kandungan sulfatnya tinggi. Tempat pengambilan sampel
ini termasuk tempat dataran tinggi. Sebelum melakukan titrasi masing-masing sampel
ditambahkan larutan buffer dan indikator. Penambahan buffer agar pH tetap konstan.
Indikator EBT dapat menjadi indikator logam, dapat juga menjadi indiaktor Ph.
Setelah penambahan indikator Eriochrom Black Tea (EBT) diperoleh larutan
berwarna merah muda, selanjutnya dititrasi dengan EDTA. Seperti diketahui air sadah
berarti mengandung ion Ca2+ dan Mg2+. Ion Ca2+ akan lebih dahulu bereaksi dan
kemudian disusul dengan ion Mg2+ sehingga menimbulkan perubahan warna dari
merah kebiru. Pada titik akhir titrasi diperoleh volume titran pada setiap sampel
berbeda-beda baikitu pada titrasi pertama dan titrasi ke 2. Setelah melakukan 2 kali
titrasi pada ke sepuluh sampel air sumur diperoleh volume rata-rata sehingga dapat
diperoleh kesadahan total dari masing-masing sampel. Karena terjadi kesalahan pada
saat standarisasi larutan Na-EDTA menyebabkan kesadahan total dari masing-masing
sampel air sumur tersebut di atas ambang batas. Nilai Ambang Batas (NAB) baku
mutu air minum berdasarkan World Health Organization (WHO), kadar padatan
terlarut sebesar 1000 ppm (Anonymous3, 1994). sehingga berdasarkan data yang
kami peroleh setelah melaukan perhitungan berdasarkan hasil titrasi mengasumsikan
bahwa air sumur di otak desa mantang tidak layak di konsumsi karena memiliki
kesadahan di atas batas ambang. Akan tetapi nyatanya daerah tersebut termasuk
daerah dataran tinggi sehingga apabila tidak terjadi kesalahan pada saat standarisasi
larutan Na-EDTA maka sampel air sumur tersebut layak untuk dikonsumsi. Jika
kesadaahn di atas batas ambang maksimum maka harus diturunkan atau pelunakan.
Adapun beberapa cara untuk menurunkan kesadahan air yaitu :

a. Resin penukar ion

Kesadahan ini umumnya dihilangkan menggunakan resin penukar ion. Resin


pelunak air komersial dapat digunakan dalam skala kecil, meskipun demikian tidak
efektif digunakan untuk sekala besar. Resin adalah zat yang punya pori yang besar
dan bersifat sebagai penukar ion yang berasal dari polysterol, atau polyakrilat yang
berbentuk granular atau bola kecil dimana mempunyai struktur dasar yang bergabung
dengan grup fungsional kationik, non ionik/anionik atau asam. Sering kali resin
dipakai untuk menghilangkan molekul yang besar dari air misalnya asam humus,
liqnin, asam sulfonat. Untuk regenerasi dipakai garam alkali atau larutan natrium
hidroksida, bisa juga dengan asam klorida jika dipakai resin dengan sifat asam. Dalam
regenerasi itu dihasilkan eluen yang mengandung organik dengan konsentrasi tinggi.
Untuk proses air minum sampai sekarang hunya dipakai resin dengan sifat anionik.
Resin penukar ion sintetis merupakan suatu polimer yang terdiri dari dua bagian yaitu
struktur fungsional dan matrik resin yang sukar larut. Resin penukar ion ini dibuat
melalui kondensasi phenol dengan formaldehid yang kemudian diikuti dengan reaksi
sulfonasi untuk memperoleh resin penukar ion enolat. Sedangkan untuk resin penukar
ion basa kuat diperoleh dengan mengkondensasikan phenilendiamine dengan
formaldehid dan telah ditunjukkan bahwa baik resin penukar kation dan resin penukar
anion hasil sintesis ini dapat digunakan untuk memisahkan atau mengambil barang-
barang. Pada umumnya senyawa yang digunakan untuk kerangka dasar resin penukar
ion asam kuat dan basa kuat adalah senyawa polimer stiren divinilbenzena. Ikatan
kimia pada polimer ini amat kuat sehingga tidak mudah larut dalam keasaman dan
sifat basa yang tinggi dan tetap stabil pada suhu diatas 150oC.
Polimer ini dibuat dengan mereaksikan stiren dengan divinilbenzena, setelah
terbentuk kerangka resin penukar ion maka akan digunakan untuk menempelnya
gugus ion yang akan dipertukarkan.
b. Resin penukar kation

Dibuat dengan cara mereaksikan senyawa dasar tersebut dengan gugus ion
yang dapat menghasilkan (melepaskan) ion positif. Gugus ion yang biasa dipakai pada
resin penukar kation asam kuat adalah gugus sulfonat dan cara pembuatannya dengan
sulfonasi polimer polistyren divinilbenzena. Resin penukar ion yang direaksikan
dengan gugus ion yang dapat melepaskan ion negatif diperoleh resin penukar anion.
Resin penukar anion dibuat dengan matrik yang sama dengan resin penukar kation
tetapi gugus ion yang dimasukkan harus bisa melepas ion negatif, misalnya –N
(CH3)3+ atau gugus lain atau dengan kata lain setelah terbentuk kopolimer styren
divinilbenzena (DVB), maka diaminasi kemudian diklorometilasikan untuk
memperoleh resin penukar kation. Gugus ion dalam penukar ion merupakan gugus
yang hidrofilik (larut dalam air). Ion yang terlarut dalam air adalah ion – ion yang
dipertukarkan karena gugus ini melekat pada polimer, maka ia dapat menarik seluruh
molekul polimer dalam air, maka polimer resin ini diikat dengan ikatan silang (cross
linked) dengan molekul polimer lainnya, akibatnya akan mengembang dalam air.
Mekanisme pertukaran ion dalam resin meskipun non kristalisasi adalah sangat mirip
dengan pertukaran ion- ion kisi kristal. Pertukaran ion dengan resin ini terjadi pada
keseluruhan struktur gel dari resin dan tidak hanya terbatas pada efek permukaan.
Pada resin penukar anion, pertukaran terjadi akibat absorbsi kovalen yang asam. Jika
penukar anion tersebut adalah poliamin, kandungan amina resin tersebut adalah
ukuran kapasitas total pertukaran.
Dalam proses pertukaran ion apabila elektrolit terjadi kontak langsung dengan resin
penukar ion akan terjadi pertukaran secara stokiometri yaitu sejumlah ion – ion yang
dipertukarkan dengan ion – ion yang muatannya sama akan dipertukarkan dengan ion
– ion yang muatannya sama pula dengan jumlah yang sebanding. Material penukar
ion yang utama berbentuk butiran atau granular dengan struktur dari molekul yang
panjang (hasil co-polimerisasi), dengan memasukkan grup fungsional dari asam
sulfonat, ion karboksil. Senyawa ini akan bergabung dengan ion pasangan seperti
Na+, OH− atau H+. Senyawa ini merupakan struktur yang porous. Senyawa ini
merupakan penukar ion positif (kationik) untuk menukar ion dengan muatan elektrolit
yang sama (positif) demikian sebaliknya penukar ion negatif (anionik) untuk menukar
anion yang terdapat di dalam air yang diproses di dalam unit “Ion Exchanger”.
Proses pergantian ion bisa “reversible” (dapat balik), artinya material penukar ion
dapat diregenerasi. Sebagai contoh untuk proses regenerasi material penukar kationik
bentuk Na+ dapat diregenerasi dengan larutan NaCl pekat, bentuk H+ diregenerasi
dengan larutan HCl sedangkan material penukar anionik bentuk OH− dapat
diregenerasi dengan larutan NaOH Regenerasi adalah suatu peremajaan,
penginfeksian dengan kekuatan baru terhadap resin penukar ion yang telah habis saat
kerjanya atau telah terbebani, telah jenuh. Regenerasi penukaran ion dapat dilakukan
dengan mudah karena pertukaran ion merupakan suatu proses yang reversibel yang
perlu diusahakan hanyalah agar pada regenerasi berlangsung reaksi dalam arah yang
berkebalikan dari pertukaran ion.
DAFTAR PUSTAKA

Albert dan Santika, Sri Sumestri, 1984, Metode Penelitian Air, ITS Press, Surabaya

Gionest. 2010. Penentuan kesadahan air dengan metode titrasi.EDT.Jakarta: PT Citra Adia
Bakti.

Anonymous3, 1994, Nilai Ambang Batas (NAB) Air Minum Sesuai Standard WHO,
http://helmutinfo.com/?p=158, diakses tanggal 22 Mei 2010

http://lifeshooting.blogspot.co.id/2013/05/standarisasi-larutan-na2edta-analisis.html

http://chemistry06-lieva.blogspot.co.id/2009/11/kesadahan-air_18.html

Sitti Chadijah, Dasar-dasar Kimia Analitik (Kimia Analitik I) (Kendari, Universitas


Haluoleo, 2001), h. 32

Anda mungkin juga menyukai