Anda di halaman 1dari 14

TUGAS KIMIA FISIKA II

PAPER KESETIMBANGAN LARUTAN

OLEH

NAMA : RISKA DIA SAPITRI

NIM : E1M015059

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

2017
KESETIMBANGAN LARUTAN

Kesetimbangan adalah proses dimana ketika suatu zat direaksikan maka reaksi ke depan
dan reaksi balik terjadi pada laju yang sama tetapi pada arah yang berlawanan. Sedangakan
kosentrasi pada setiap komponen zat sama pada suhu yang konstan. Sehingga dapat di katakan
bahwa kesetimbangan larutan adalah proses ketika zat pelarut dan zat terlarut mengalami reaksi
ke depan dan reaksi ke belakang dimana terjadi pada laju yang sama, tetapi arah yang
berlawanan dan konsentrasi pada larutan tersebut sama ketika suhu larutannya konstan. Pada
materi kesetimbangan larutan hal-hal yang akan dibahas adalah hukum Raoult, hukum Henry,
dan sifat koligatif larutan. Berikut penjelasan mengenai hal tersebut.

a. Larutan Ideal
Larutan adalah campuran dari zat-zat yang terlarut dengan zat pelarut yang benar-
benar larut. Larutan juga dapat dikatakan sebagai dua zat yaitu zat yang terlarut dengan
pelarutnya dimana komponen kedua zatnya tidak dapat dibedakan satu sama lainnya
dikarena telah melarut menjadi satu. Larutan dapat dibagi menjadi dua yaitu larutan ideal
dan larutan non ideal.
Larutan ideal adalah campuran zat yang terlarut dengan zat pelarutnya dimana pada
larutan ideal tidak ada interaksi antara zat terlalut dengan zat pelarutnya. Contoh dari larutan
ideal adalah H2O dimana pada molekul air interaksi antara atom H-H, O-O maupun antara
H-O sama sehingga sifat fisik dan sifat kimian dari H2O sama. Sedangkan larutan non ideal
adalah campuran zat yang terlarut dengan zat pelarutnya dimana pada larutan non ideal
adanya interaksi antara zat terlarut dan zat pelarutnya ataupun sebaliknya. Contoh dari
larutan non ideal adalah molekul O2 dimana pada molekul ini terdapat interaksi antara
molekul- molekulnya.
Adapun ciri-ciri dari larutan ideal antara lain:
- Tidak ada perubahan sifat dari komponen
- Tidak ada panas yang dilepas maupun yang diserap
- Tidak ada penyusutan volume
- Mengikuti hukum Raoult
b. Hukum Raoult untuk larutan ideal
Larutan ideal juga dapat didefinisikan sebagai larutan yang memenuhi Hukum
Raoult. Jika tekanan uap hasil pengamatan tidak sama dengan tekanan uap berdasarkan
perhitungan hukum Raoult, maka larutan tersebut tidak ideal. Hukum Raoult yaitu” Tekanan
uap parsial dari sebuah komponen di dalam campuran adalah sama dengan tekanan uap
komponen tersebut dalam kedaan murni pada suhu tertentu dikali dengan fraksi mol dalam
campuran tersebut”, dengan persamaan :
PA = XA . PA0
PB =XB . PB0
Tekanan Total P(tot) = PA + PB

Pada persamaan ini PA dan PB adalah tekanan uap parsial dari komponen A dan B. Dalam
suatu campuran gas, tiap gas mempunyai tekanan uap sendiri, dan ini disebut tekanan
parsial yang idenpendent. Sedangkan XA dan XB adalah fraksi mol A dan B. keduanya
adalah fraksi dari jumlah mol A atau B. Rumus untuk menghitung fraksi mol sebagai
berikut :
𝑋 𝑚𝑜𝑙𝑒 𝑜𝑓 𝐴
𝐴=
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑛𝑢𝑚𝑏𝑒𝑟 𝑜𝑓 𝑚𝑜𝑙𝑒𝑠

Contoh dari larutan ideal


1) Heksana dan heptana
2) Benzena dan metilbenzena
Grafik hubungan antara tekanan dan fraksi mol, seperti gambar dibawah ini

P B0 Pt = PA + PB

PA0
Untuk cairan murni
PB
PA
nilai Xi = 1

0 xA 1
c. Hukum Roult untuk Non ideal
Hukum Roult pada larutan non ideal terjadi karena adanya gaya atau interaksi
antara molekul yang menyebabkan adanya ∆𝐻 Larutan meningkat. ∆𝐻 Larutan
didapatkan dari penjumlahan dari ∆𝐻 dari masing-masing komponen dari larutan.
Dimana 𝑟𝑢𝑚𝑢𝑠 ∆𝐻 adalah :
∆𝐻1 + ∆𝐻2 + ∆𝐻3 = ∆𝐻 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛

∆𝐻 Larutan meningkat dikarena masing-masing larutan memberikan tekanannya


dalam bentuk ∆𝐻1 , ∆𝐻2 𝑑𝑎𝑛 ∆𝐻3 yang berlebihan sehingga kelebihan itu menyebabkan
nilainya meningkat .∆𝐻 Larutan terjadi pada proses endotermik dan eksotermik.
 Ikatan Endotermik
Pada ikatan endotermik ikatan yang dihasilkan lemah sehingga nilai dari ∆𝐻
positif. Berikut tabel memperlihatkan hubungan antara tekanan dengan fraksi mol pada
ikatan endotermik :

PB0 Pada proses endotermik larutannya mudah


Pt = PA + PB
menguap dikarenakan ikatan lemah. Hal
PA0 tersebut dapat dilihat dari grafik hubungan
PB
PA antara tekanan dengan fraksi mol dimana
tekanan berada di atas tekanan larutan ideal
0 xA 1 sehingga larutan mudah menguap .

 Ikatan eksotermik
Pada ikatan eksotemik ikatan yang dihasilkan kuat sehingga nilai dari ∆𝐻
negatif. Berikut tabel memperlihatkan hubungan antara tekanan dengan fraksi mol
pada ikatan eksotermik :
Pada proses eksotermik larutannya tidak
PB0 Pt = PA + PB
mudah menguap dikarenakan ikatan kuat. Hal
PA0 tersebut dapat dilihat dari grafik hubungan
PB
antara tekanan dengan fraksi mol dimana
PA
tekanan berada di bawah tekanan larutan

0 xA 1 ideal sehingga larutan tidak mudah menguap.


d. Hukum Henry
Hukum Henry merupakan hukum yang menyimpang dari hukum Raoult. Hukum
Raoult berlaku bila fraksi mol suatu komponen mendekati satu. Sedangkan pada saat fraksi
mol zat mendekati nol,tekanan parsial dapat dinyatakan dengan hukum henry. hukum ini
belaku jika komponen zat terlarut itu sedikit, sedangkan tekanan uapnya sebanding dengan
fraksi mol tetapi tetapan perbandingannya adalah K (Konstanta dengan dimensi tekanan).
Sehingga hukum Henry dapat dirumuskan menjadi :

𝑃𝑧𝑡 = 𝑋𝑧𝑡 × 𝐾

Ket: 𝑃𝑧𝑡 = Tekanan zat terlarut


𝑋𝑧𝑡 = Fraksi mol zat terlarut (Solute)
K = Konstanta Henry (dimensi tekanan, atm, pascal,dll)

e. Sifat koligatif Larutan


Sifat koligatif larutan adalah sifat larutan yang tidak tergantung pada macamnya zat
terlarut tetapi semata-mata hanya ditentukan oleh banyaknya zat terlarut (konsentrasi zat
terlarut). Hukum Roult merupakan dasar dari sifat koligatif larutan. Dengan kata lain sifat
koligatif merupakan sifat-sifat yang hanya tergantung pada banyaknya molekul zat terlarut
terhadap jumlah total molekul yang ada, tetapi bukan pada sifat partikel-partikel zat terlarut.
Adapun asumsi terhadap zat terlarut:
- Zat terlarut tidak mudah menguap sehingga tidak memberikan konstribusi pada uapnya
- Zat terlarut tidak larut dalam pelarut padat

Pada pokok bahasan koligatif hal-hal yang akan dibahas antara lain
1. Penurunan Tekanan Uap (∆𝑃)
2. Kenaikan Titik Didih (∆𝑇𝑏 )
3. Penurunan Titik beku (∆𝑇𝑓 )
4. Tekanan Osmosis (𝜋)
1. Penurunan Tekanan Uap (∆𝑃)
Proses penguapan adalah perubahan suatu wujud zat dari cair menjadi gas. Ada
kecenderungan bahwa suatu zat cair akan mengalami penguapan. Kecepatan penguapan
dari setiap zat cair tidak sama, tetapi pada umumnya cairan akan semakin mudah
menguap jika suhunya semakin tinggi.
Penurunan tekanan uap adalah kecenderungan molekul-molekul cairan untuk
melepaskan diri dari molekul-molekul cairan di sekitarnya dan menjadi uap. Jika ke
dalam cairan dimasukkan suatu zat terlarut yang sukar menguap dan membentuk suatu
larutan, maka hanya sebagian pelarut saja yang menguap, karena sebagian yang lain
penguapannya dihalangi oleh zat terlarut. Besarnya penurunan ini di selidiki oleh Raoult
lalu dirumuskan sebagai berikut.
𝑃𝐴 = 𝑋𝐴 . 𝑃𝐴0
∆𝑃 = 𝑃𝐴𝑂 − 𝑃𝐴
= 𝑃𝐴0 − [𝑋𝐴 . 𝑃𝐴0 ]
= 𝑃𝐴0 − [𝑃𝐴0 (1 − 𝑋𝐴 )]
= 𝑃𝐴0 − [𝑃𝐴0 − 𝑃𝐴0 . 𝑋𝐴 )]
∆𝑃 = 𝑃𝐴0 . 𝑋𝐵
Keterangan: ∆𝑃 = penurunan tekanan uap
𝑃𝐴0 = tekanan uap murni pelarut (solvent)
𝑃𝐴 = tekanan uap larutan (setelah ditambahkan solute)
𝑋𝐴 = fraksi mol zat terlarut (solute)
𝑋𝐵 = fraksi mol zat pelarut (solvent)
Jadi dapat disimpulkan bahwa untuk mendapatkan perubahan tekanan uap pada
suatu larutan tertentu maka tekanan uap murni pelarut harus dikalikan dengan fraksi mol
zat perlarutnya.
Contoh soal :
Sebanyak 648 gram sukrosa C12H22O11 dilarutkan dalam 1 kg air (Ar C = 12,
H = 1, O = 16). Hitunglah:
a. tekanan uap larutan (P);
b. penurunan tekanan uap (∆P), bila tekanan uap jenuh air adalah 31,82 mmHg!
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 684 𝑔
Jawab : 𝑚𝑜𝑙 = = 342 𝑔/𝑚𝑜𝑙 = 2𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑟

𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 1000 𝑔
𝑚𝑜𝑙𝑝 = = = 55,6 𝑚𝑜𝑙
𝑀𝑟 18 𝑔/𝑚𝑜𝑙

𝑚𝑜𝑙𝑝 55,6 𝑚𝑜𝑙


𝑋𝑝 = = = 0,965
𝑚𝑜𝑙𝑝 + 𝑚𝑜𝑙𝑡 (55,6 + 2)𝑚𝑜𝑙

a. 𝑃𝐴 = 𝑋𝑝 . 𝑃0 b. ∆𝑃 = 𝑃𝐴𝑂 − 𝑃𝐴
= 0,965. 31,82 = 31,82-30,7
=30,7 mmHg = 1,12 mmHg

HUBUNGAN ∆𝑃 dengan 𝑀𝑟 SUATU ZAT

∆𝑃 = 𝑃𝐴0 . 𝑋𝐵

hubungan ∆𝑃 dengan 𝑀𝑟 suatu zat dapat dilihat pada rumus diatas, dimana penurunan
tekanan uap berbanding lurus dengan fraksi mol zat terlarut (solute). Fraksi mol suatu zat
terlarut di rumuskan sebagai berikut :
∆𝑃 𝑃𝐴𝑂 − 𝑃𝐴 𝑛𝐵
𝑋𝐵 = 0 = 𝑂 =
𝑃𝐴 𝑃𝐴 𝑛𝐵 + 𝑛𝑎
A = zat pelarut (solvent)
B = zat terlarut (solute)
Sedangkan untuk larutan yang sangat encer dimana XB <<< XA sehingga dapat
dirumuskan
𝑛𝐵 𝑛𝐵
𝑋𝐵 = =
𝑛𝐵 + 𝑛𝑎 𝑛𝐴

Berdasarkan persamaan : ∆𝑃 = 𝑃𝐴0 . 𝑋𝐵


𝑛𝑏 0
∆𝑃 = .𝑃
𝑛𝑎 𝐴
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝐵
𝑀𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝐵
∆𝑃 = 𝑃0
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑧𝑎𝑡 𝐴 𝐴
𝑀𝑟 𝑧𝑎𝑡 𝐴
2. Kenaikan Titik Didih (∆𝑇𝑏 )
Bila suatu zat cair dinaikkan suhunya, maka semakin banyak zat cair yang
menguap. Pada suhu tertentu jumlah uap diatas permukaan zat cair akan
menimbulkan tekanan uap yang sama dengan tekanan udara luar. Keadaan saat
tekanan uap zat cair diatas permukaan zat cair tersebut sama dengan tekanan udara
disekitarnya disebut mendidih dan suhu ketika tekanan uap diatas pemukaan cairan
sama dengan tekanan uap luar disebut titik didih. Pada saat zat konvalatil
ditambahkan kedalam larutan maka akan terjadi kenaikan titik didih dari larutan
tersebut.
Menurut hukum Roult, besarnya kenaikan titik didih larutan sebanding dengan hasil
kali molalitas larutan (m) dan kenaikan titik didih molalnya (Kb). Dapat dirumuskan
sebagai:
Δ Tb = Kb . mb

Jika
m = n x 1000
P

Maka rumus diatas dapat dinyatakan sebagai berikut:

Tb = Kb ( n x 1000 )
P

Ket: Tb = besar penurunan titik beku


Kb = konstanta kenaikan titik didih
m = molalitas dari zat terlarut
n = jumlah mol zat terlarut
p = massa pelarut
HUBUNGAN ∆𝑇𝐵 dengan Mr Zat TERLARUT
∆𝑇𝐵 = 𝐾𝐵 . 𝑚𝑏
Hubungan ∆𝑇𝐵 dengan Mr zat terlarut dapat dilihat dari rumus bahwa Kenaikan titik
didih sebanding dengan molalitas zat terlarut. Sehingga molalitas zat terlarut dapat
dirumuskan sebagai berikut :
𝑊𝐵
𝑛𝐵 (𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒) 𝑀𝑟𝐵 𝑊𝐵
𝑚𝐵 = = =
𝑘𝑔(𝑠𝑜𝑙𝑣𝑒𝑛𝑡) 𝑊𝐴 𝑊𝐴 . 𝑀𝑟𝐵

Sehingga
𝑊𝐵
∆𝑇𝑏 = 𝐾𝑏
𝑊𝐴 . 𝑀𝑟𝐵

𝑊𝐵
𝑀𝑟𝐵 = 𝐾𝑏
𝑊𝐴 . ∆𝑇𝑏

Ket: ∆𝑇𝑏 =Kenaikan titik didih


𝐾𝑏 = Konstanta titik didih
𝑀𝑟𝐵 = Massa molekul relatif zat terlarut
𝑊𝐵 = Jumlah massa zat terlarut (solute)
𝑊𝐴 = jumlah massa pelarut (solvent)

Contoh soal :
Hitunglah titik didih larutan yang mengandung 18 gr glukosa C6H12O6. (Ar C = 12
gr/mol; H = 1 gr/mol; O = 16 gr/mol) dalam 250 gr air. (Kb air adalah 0,52 oC/m)
Jawab :

18 𝑔 1000
𝑚 = 180𝑔/𝑚𝑜𝑙 𝑥 250 𝑔= 0,4

∆Tb = m. Kb
= 0,4 . 0,52°C/m
= 0,208°C

Titik didih larutan = 100 + ∆Tb

= 100 + 0,208°C

= 100,208 °C

3. Penurunan Titik beku (∆𝑇𝑓 )


Proses pembekuan suatu zat cair terjadi bila suhu diturunkan sehingga jarak antar
partikel sedemikian dekat satu sama lain dan akhirnya bekerja gaya tarik menarik antar
molekul yang sangat kuat. Adanya partikel-partikel dari zat terlarut akan menghasilkan
proses pergerakan molekul-molekul pelarut terhalang, akibatnya untuk mendekatkan
jarak antar molekul diperlukan suhu yang lebih rendah. Perbedaan suhu adanya partikel-
partikel zat terlarut disebut penurunan titik beku. Pada saat zat konvalatil ditambahkan
kedalam larutan maka akan terjadi penurunan titik beku larutan tersebut.
Seperti halnya kenaikan titik didih, penurunan titik beku larutan sebanding
dengan hasil kali molalitas larutan dengan tetapan penurunan titik beku pelarut (Kf)
dinyatakan dengan persamaan:
ΔTf = Kf . m

Tf = Kf ( n x 1000 )
P

Ket: Tf = penurunan titik beku


Kf = tetapan ttitik beku molal
n = jumlah mol zat terlarut
p = massa pelarut
HUBUNGAN ∆𝑇𝐹 dengan Mr Zat TERLARUT
∆𝑇𝑓 = 𝐾𝑓 . 𝑚𝑏
Hubungan ∆𝑇𝑓 dengan Mr zat terlarut dapat dilihat dari rumus bahwa penurunan titik
beku sebanding dengan molalitas zat terlarut. Sehingga molalitas zat terlarut dapat
dirumuskan sebagai berikut :
𝑊𝐵
𝑛𝐵 (𝑠𝑜𝑙𝑢𝑡𝑒) 𝑀𝑟𝐵 𝑊𝐵
𝑚𝐵 = = =
𝑘𝑔(𝑠𝑜𝑙𝑣𝑒𝑛𝑡) 𝑊𝐴 𝑊𝐴 . 𝑀𝑟𝐵

Sehingga
𝑊𝐵
∆𝑇𝑓 = 𝐾𝑓
𝑊𝐴 . 𝑀𝑟𝐵

𝑊𝐵
𝑀𝑟𝐵 = 𝐾𝑓
𝑊𝐴 . ∆𝑇𝑓

Ket: ∆𝑇𝑓 =Penurunan titik beku


𝐾𝑓 = Konstanta titik beku
𝑀𝑟𝐵 = Massa molekul relatif zat terlarut
𝑊𝐵 = Jumlah massa zat terlarut (solute)
𝑊𝐴 = jumlah massa pelarut (solvent)

Contoh
Tentukan titik didih dan titik beku larutan glukosa (C6H12O6) 18 gram dalam 10 gram
air. (Kf air = 1,86 °C/m)
Jawab:
ΔTf = m x Kf
= (18 gram/180) x (1.000/10 gram) x 1,86 °C/m
= 0,1 gram x 100 gram x 1,86 °C/m
= 10 gram x 1,86 °C
= 18,6 °C
Titik beku larutan = 0 °C – 18,6 °C = –18,6 °C
4. Tekanan Osmosis (𝜋)
Osmosis atau tekanan osmotik adalah proses berpindahnya zat cair dari larutan
hipotonis ke larutan hipertonis melalui membran semipermiabel. Selaput semipermiabel
merupakan selaput atau membran yang dapat diresapi oleh pelarut tetapi tidak bisa
dilewati zat terlarut. Osmosis dapat dihentikan jika diberi tekanan, tekanan yang
diberikan inilah yang disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik dirumuskan :

𝜋 = 𝐶. 𝑅. 𝑇

Untuk mendapatkan rumus diatas maka harus dilakukan pada larutan yang sangat
encer dimana nA >>> nB sehingga
𝑛𝐵 𝑛𝐵
𝑥𝐵 = =
𝑛𝐴 + 𝑛𝐵 𝑛𝐴

Dari hubungan
𝑣
𝑣𝑚 = 𝑛 𝑣 = 𝑛𝐴 . 𝑣
𝐴

Sehingga
𝑛𝐵 𝑉
𝑅𝑇. = .𝜋
𝑛𝐴 𝑛𝐴

𝑅𝑇. 𝑛𝐵 = 𝑉. 𝜋 Persamaan Van’t Hoff


𝑛𝐵
𝑅𝑇. = 𝜋
𝑉
𝜋 = 𝐶. 𝑅. 𝑇 Persamaan Tekanan Osmosis

HUBUNGAN TEKANAN OSMOSIS dengan Mr ZAT TERLARUT


𝜋 = 𝐶. 𝑅. 𝑇
𝑛𝐵
= 𝑅𝑇. 𝑉
𝑊𝐵 𝑅𝑇
= .
𝑀𝑟𝐵 𝑉

𝑊𝐵 𝑅𝑇
𝑀𝑟𝐵 = .
𝜋 𝑉
Ket : 𝑀𝑟𝐵 = massa molekul relatif zat terlarut
π = tekanan osmotik
C = konsentrasi molar
R = tetapan gas ideal (0,082 L atm K mol )
T = suhu mutlak (K)

Contoh
Tentukan tekanan osmosis 29,25 gram NaCl dalam 2 liter larutan yang diukur pada
suhu 27 °C! (Mr NaCl = 58,5, R = 0,082 L.atm.mol–1K–1)
Jawab:
π =C×R×T×n
= (29,25 / 58,5):2 × 0,082× 300× 2
= 0,25 × 0,082 × 600
= 12,3 atm
DAFTAR PUSTAKA

http://idrissetiawanalwysclever-skiripsi.blogspot.com/2012/07/makalah-kimia-larutan-
elektrolit-dan.html
https://www.academia.edu/4901511/MAKALAH_KIMIA_FISIKA.html

Anda mungkin juga menyukai