Anda di halaman 1dari 9

TITRASI PEMBENTUKAN KOMPLEKS

I. IDENTITAS

Tujuan Praktikum : Menentukan derajat kesadahan air dengan titrasi


pembentukan kompleks

II. PENDAHULUAN

Analisis volumetri didasarkan atas penentuan konsentrasi analit yang dihitung


dari volume larutan pereaksi atau volume suatu reaksi untuk lengkapnya reaksi yang
terjadi. Salah satu bagian dari analisis volumetric adalah analisis titrimetri. Dalam
analisis titrimetri, analit direaksikan dengan suatu pereaksi yang konsentrasinya
diketahui dengan tepat untuk bereaksi secara ekivalen. Pereaksi yang digunakan ini
disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses yang disebut
standarisasi.
Analisis titrimetri pun juga digolongkan menjadi beberapa bagian sesuai dengan
reaksi kimia yang mendasarinya yaitu sebagai berikut :
1. Titrasi asam basa yaitu titrasi yang menyangkut reaksi penetralan asam-basa.
2. Titrasi presipitimetri yaitu titrasi yang melibatkan pembentukan endapan
3. Titrasi redoks yaitu titrasi yang reaksinya melibatkan perpindahan electron, di
mana terdapat unsure-unsur yang mengalami perubahan tingkat oksidasi
4. Titrasi kompleksometri yaitu titrasi yang berdasarkan pada pembentukan
senyawa kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion)
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion), Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran dan titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa
kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan kompleks atau yang menyangkut kompleks
banyak sekali dan penerapannya juga banyak, tidak hanya dalam titrasi. Titrasi
kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion
kompleks ataupun pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan.
Persyaratan mendasar terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi.
Senyawa pembentuk kompleks sering disebut dengan komplekson. Dalam analisis
titrimetri dipilih komplekson yang dapat membentuk kompleks secara kuantitatif. Salah
satu komplekson yang sering digunakan adalah EDTA ( asam etilena diamina asetat).
Asam etilen diamin tetra asetat atau yang lebih dikenal dengan EDTA, merupakan salah
satu jenis asam amina polikarboksilat. EDTA sebenarnya adalah ligan seksidentat yang
da7pat berkoordinasi dengan suatu ion logam lewat kedua nitrogen dan keempat gugus
karboksil-nya atau disebut ligan multidentat yang mengandung lebih dari dua atom
koordinasi per molekul, misalnya asam 1,2-diaminoetanatetraasetat
(asametilenadiamina tetraasetat, EDTA) yang mempunyai dua atom nitrogen –
penyumbang dan empat atom oksigen penyumbang dalam molekul. Rumus molekul
dari EDTA adalah H4C10H12O8N2 atau sering disingkat H4Y.
Suatu EDTA dapat membentuk senyawa kompleks yang mantap dengan sejumlah
besar ion logam sehingga EDTA merupakan ligan yang tidak selektif. Dalam larutan
yang agak asam, dapat terjadi protonasi parsial EDTA tanpa pematahan sempurna
kompleks logam, yang menghasilkan spesies seperti CuHY-. Ternyata bila beberapa ion
logam yang ada dalam larutan tersebut maka titrasi dengan EDTA akan menunjukkan
jumlah semua ion logam yang ada dalam larutan tersebut.
Faktor-faktor yang menyebabakan EDTA sangat baik sebagai komplekson adalah
sebagai berikut :
1) Selalu membentuk kompleks ketika direaksikan dengan ion logam
2) Kestabilannya dalam membentuk kelat sangat konstan sehingga reaksi berjalan
sempurna (kecuali dengan logam alkali)
3) Dapat bereaksi cepat dengan banyak jenis ion logam
4) Telah dikembangkan indikatornya secara khusus
5) Mudah diperoleh bahan baku primernya
6) Dapat digunakan baik sebagai bahan yang dianalisis maupun sebagai bahan
untuk standardisasi
Selektivitas kompleks dapat diatur dengan pengendalian pH, misal Mg, Ca, Cr, dan
Ba dapat dititrasi pada pH = 11 EDTA. Sebagian besar titrasi kompleksometri
mempergunakan indikator yang juga bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja
kompleks logamnya mempunyai warna yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri.
Indikator demikian disebut indikator metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah
Eriochrome black T (Erio T).
Dalam analisis volumetri (titrasi kompleksometri) yang sering digunakan adalah
garam dinatrium dari asam EDTA yaitu Na2H2C10H12O8N2 atau disingkat Na2H2Y, yang
mana dalam air garam ini terionisasi membentuk ion bivalen H2Y2-.
Na2H2Y → 2Na+ + H2Y2-
Kompleks logam EDTA adalah kompleks 1 : 1, artinya 1 mol ion logam selalu
mengikat satu mol EDTA dengan melepaskan 2 mol ion hidrogen. Reaksi EDTA
dengan ion logam adalah sebagai berikut :
Mn+ + H2Y2- → MY n-4 + 2H+
Dari reaksi tersebut dapat dinyatakan bahwa penambahan EDTA menyebabkan pH
makin kecil dan konsentrasi ion logam makin kecil (pM makin besar). Dalam titrasi,
EDTA digunakan indikator yang sensitif terhadap perubahan pM, misalnya Erichome
Black T (Erio T). NaH2In yang dalam air terionisasi memberikan ion berwarna yang
berbeda-beda :
NaH2In ↔ Na+ + H2In-
H2In- ↔ Hin2- ↔ In3-
pH = 5,3 -7,3 pH = 10,5 -12,5
merah biru oranye kekuningan

Pada pH 7-11 warna indikator adalah biru, tetapi dengan adanya ion logam (misalnya
Mg2+) warnanya berubah menjadi merah anggur dari kompleks logam – indikator.
Stabilitas kompleks logam-indikator harus lebih rendah dari kompleks logam-EDTA,
sehingga memungkinkan terjadinya reaksi substitusi sebagai berikut :
Mg2+ + Hin2- → MgIn- + H+
Biru merah anggur
MgIn- + H2Y2- → MgY2- + Hin2- + H+
Biru
Apabila ke dalam larutan yang mengandung ion Ca2+ dan Mg2+ ditambahkan
beberapa tetes indikator Erio T, maka mula-mula akan terbentuk kompleks MgIn- yang
berwarna merah anggur. Hal ini disebabkan oleh stabilitas kompleks MgIn- yang lebih
stabil daripada kompleks CaIn-. Selanjutnya apabila dititrasi dengan EDTA, maka mula
–mula EDTA akan bereaksi dengan Ca2+, kemudian Mg2+ dan terakhir baru dengan
kompleks MgIn-, sehingga terjadi perubahan warna dari merah anggur menjadi biru.
Air yang mengandung ion-ion yang menghasilkan sejumlah besar endapan
dinamakan air sadah. Air sadah mengandung ion Ca2+, Mg2+, Sr2+, Fe2+ dan Mn2+ dalam
konsentrasi tinggi. Oleh karena itu, mengakibatkan air menjadi keruh dan dapat
mengurangi daya kerja sabun (air sabun tidak berbuih), serta menimbulkan kerak pada
dasar periuk atau ketel. Kesadahan air dikenal dengan nama kekerasan air (hard water).
Air sadah terbagi menjadi dua jenis, yaitu air sadah sementara dan air sadah tetap.
Air sadah sementara adalah air yang mengandung garam asam bikarbonat dari ion-ion
tersebut di atas, misalnya garam asam Ca(CHO3)2 dan Mg(HCO3)2. Air sadah tetap
adalah air yang mengandung selain dari garam-garam asam bikarbon dari ion-ion
tersebut diatas, misalnya garam CaCl2, CaSO4, MgCl2 dan MgSO4.
Air sadah dapat menimbulkan kerugian. Dalam industri, misalnya pada industri
pembangkit listrik tenaga air, air sadah dapat menimbulkan kerugian besar. Ketika air
yang mengandung sadah dipanaskan di dalam ketel (boiler), terbentuk campuran
endapan dari MgCO3, CaCO3 dan FeCO3 yang dinamakan kerak (boiler scale).
Pembentukan kerak tersebut merupakan serius dalam banyak industri. Misalnya dalam
ketel (boiler) pembangkit listrik tenaga air (uap air), kerak mengakibatkan ketel terlalu
panas dan dapat meledak. Oleh karena itu, air yang mengandung sadah sebelum
digunakan dalam proses industri dilakukan proses untuk menghilangkan kesadahan air.
Proses untuk menghilangkan kesadahan air disebut proses pelunakan air. Air sadah
sementara dapat kita hilangkan kesadahannya dengan cara mendidihkan (menguapkan).
Endapan garam karbonat yang terbentuk segera disaring sehingga dihasilkan air lunak.
Reaksi yang terjadi pada proses pelunakan air sadah sementara adalah sebagai berikut :
Ca(CHO3)2 (aq) → CaCO3 (s) + H2O(l) + CO2 (g)
o
C (dipanaskan)

Air sadah tetap tidak dapat dihilangkan kesadahannya dengan penguapan


(pemanasan) tetapi dapat dihilangkan dengan penambahan soda kapur Na 2CO3. Cara
lain untuk pelunakan air sadah tetap adalah dengan penambahan zeolit
(Na2O.Al2O3.nSiO2), atau dengan cara penambahan resin penukar ion (ion exchanger).
Reaksi yang terjadi pada proses pelunakan air adalah sebagai berikut :
Ca(CHO3)2 (aq) + Na2CO3 (aq) → CaCO3 (s) + Na2SO4(aq)
Tingkat kesadahan air sering dinyatakan dengan derajat kesadahan Prancis, yaitu
yang menyatakan banyaknya garam yang ekivalen dengan CaCO3 dalam 100 liter air.

III. METODE

3.1. Alat dan Bahan


Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah :
1. Alat :
 Neraca ohaus : 1 buah
 Kaca arloji : 2 buah
 Batang pengaduk : 1 buah
 Gelas kimia 250 mL : 3 buah
 Gelas kimia 100 mL : 2 buah
 Spatula : 1 buah
 Pipet tetes : 1 buah
 Gelas ukur 50 mL : 1 buah
 Gelas ukur 10 mL : 1 buah
 Pembakar bunsen : 1 buah
 Kaki tiga : 1 buah
 Kasa : 1 buah
 Corong : 1 buah
 Kertas saring : secukupnya
 Labu ukur 250 mL : 1 buah
 Labu ukur 100 mL : 1 buah
 Erlenmeyer 250 mL : 3 buah
 Batang statif dan klem : 1 buah
 Buret : 1 buah
 Filler : 1 buah
 Pipet volumetri : 1 buah
 Penjepit kayu : 1 buah

2. Bahan :
 Erio T : secukupnya
 Etanol : secukupnya
 NH4Cl : secukupnya
 Amonia pekat : secukupnya
 Aquades : secukupnya
 EDTA : secukupnya
 ZnSO4.7H2O : secukupnya
 Air sadah : secukupnya

3.2. Prosedur Kerja


No Prosedur Kerja Hasil Pengamatan
1. Pembuatan indikator Erio T
Menimbang Erio T seberat 0,4 gram dan
melarutkannya dalam 100 mL etanol.

2. Pembuatan larutan buffer salmiak (pH=10)


a. Menimbang 17,5 gram NH4Cl dan
melarutkannya dalam 142 mL amonia
pekat (bj = 0,88-0,90 kg/L)

b. Melakukan pengenceran dengan


aquades sampai volume 250 mL

3. Pembuatan larutan EDTA 0,01 M


a. Mengoven serbuk atau kristal Na2H2Y
pada suhu 80oC dan selanjutnya
mendinginkan dalam desikator
sehingga terbentuk garam dihidrat
dengan Mr = 372,25

b. Menimbang 3,7225 gram garam ini


dengan teliti dan melarutkannya
dalam 1 L aquades

4. Pembuatan larutan standar Zn2+ 0,1 M


a. Menimbang 28,7500 gram
ZnSO4.7H2O dengan teliti dan
melarutkannya dengan aquades
sampai volume 1 L

b. Mengencerkan larutan ini hingga


konsentrasinya menjadi 0,01 M

5. Penghilangan kesadahan sementara air


a. Mendidihkan 250 mL air sadah
selama 30 menit, mendinginkan lalu
menyaringnya
b. Memasukkan filtrat tersebut ke dalam
labu ukur 250 mL dan menambahkan
aquades sampai tanda batas
6. Penstandarisasian larutan EDTA
a. Memasukkan 25,0 mL larutan standar
ZnSO4 ke dalam erlenmeyer.
Menambahkan 2 mL buffer salmiak
dan 5 tetes indikator Erio T
b. Menitrasi larutan tersebut dengan
larutan EDTA sampai terjadi
perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru
c. Mencatat volume titran yang
digunakan. Mengulangi titrasi tersebut
sebanyak dua kali

7. Penentuan kesadahan total air


a. Memasukkan 25,0 mL sampel air
sadah ke dalam erlenmeyer.
Menambahkan 2 mL buffer salmiak
dan 5 tetes indikator Erio T
b. Menitrasi larutan tersebut dengan
larutan EDTA sampai terjadi
perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru.
c. Mencatat volume titran yang
digunakan. Mengulangi titrasi tersebut
sebanyak dua kali
d. Menentukan kesadahan total air dalam
derajat kesadahan Prancis
8.
a. Memasukkan 25,0 mL sampel air
yang telah dididihkan ke dalam
erlenmeyer. Menambahkan 2 mL
buffer salmiak dan 5 tetes indikator
Erio T
b. Menitrasi larutan tersebut dengan
larutan EDTA sampai terjadi
perubahan warna dari merah anggur
menjadi biru
c. Mencatat volume titran yang
digunakan. Mengulangi titrasi tersebut
sebanyak dua kali
d. Menentukan kesadahan tetap air
dalam derajat kesadahan Prancis

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Kesadahan Air. http://wikipedia.com/Kesadahanair [3 Juni 2010]


Day,R.A, dan A.L. Underwood. 1986. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: PT. Erlangga
Selamat, I Nyoman., I Gusti Lanang Wiratma., I Dewa Ketut Sastrawidana. 2008.
Kimia Analitik Kuantitatif. Singaraja : Jurusan Pendidikan Kimia Undiksha
Selamat, I Nyoman, dan I Gusti Lanang Wiratma 2004. Penuntun Praktikum Kimia
Analitik. Singaraja : Jurusan Pendidikan Kimia Fakultas Pendidikan MIPA IKIP
Negeri Singaraja

Anda mungkin juga menyukai