HINDU, BERDASARKAN
LONTAR TUTUR RARE
ANGON
Downloaded By:
I Wayan Gde Partawiyasa
26 October 2022
www.komangputra.com
Inilah merupakan uraian dari Tatwa Rare Angon, agar selalu diingat,
oleh karena kita sebagai manusia di dunia ini, yang dipertemukan
sesama rare angon dengan rare cili (manusia lelaki dengan perem-
puan), dan juga perihal pradana purusa (unsur laki dan wanita =
unsur abadi dan berubah-ubah), yang menjadi asal mula sang rare
angon mempertemukan asmara, dari pertemuan – itu lalu timbul kama
petak, sedangkan i rare cili menimbulkan kama bang, yakni timbulnya
sperma dan sel telur. Maka membaurlah kama bang (sel telur),
dengan kama petak (sperma), kemudian berada di dalam kundha
cecupu manik, itulah yang bergelar “Sang Hyang Amreta Sabuana”,
yang menyebabkan melahirkan anak pada malam hari. Itulah
sebabnya jabang bayi bertempat tinggal di dalam perut sang ibu.
Setelah sang jabang bayi lahir ke dunia ini, disebut dengan : Sang
Hyang Atmaja Kawas padan, demikian isi dari : Aji Rare Angwan (Rare
Angon).
Inilah arti serta filsafat tentang ari-ari itu. Ariari itu diumpamakan
sebagai mayat, makanya ariari itu harus dibersihkan atau dimandikan
hingga bersih sekali, selanjutnya dibungkus dengan kain kasa yang
berisi rempah-rempah, sebagai wadahnya adalah kelapa yang sudah
dibuang serabutnya, kelapa itu sebagai padma, lalu dipendam.
Diatas pendaman itu, berisi kembang wadi, didekatnya itu berisi
baleman atau tabunan (api dengan sekam hingga tidak menyala,
Setelah sang bocah berusia sebulan tujuh hari (empat puluh dua hari),
ada upakara, upacaranya, dibuatkan kekambuh, demikian pula
sesikepan bocah itu diganti, yang bermakna penjagaan bagi Sang
Hyang Atma, itu akan membuat panjang umur, bebas dari penyakit
serta kecemaran Iainnya. Saudara empat itu juga diberi ruwatan, ibu
serta sang bocah juga diruwat, supaya betulbetul bersih (suci),
selanjutnya diperciki tirtha (air suci). Itu bermakna membersihkan
segala kekotoran serta kecemaran sang ibu, yang dahulu
mengeluarkan kekotoran, demikian isi dari filsafat Aji Tatwa Dharma
Usada.
Adapun kerangka atau tulang belulang dari mayat itu yang terkubur
di setra (kuburan Adat Hindu), harus diangkat dan dibuatkan dangau
(bangsal), serta diberi pensucian berupa ruwatan, pembersihan,
disertai punjung kasturi, suci. Pada hari pembakaran mayat itu,
satukanlah awak, awakan pitra (pengawak = praraga = simbul dari
raga sang meninggal yang akan diaben), dengan tulang belulang yang
diangkat dari kuburan itu, lalu diruwat oleh Sang Pendeta. Adapun
makna dari tirta pabersihan itu adalah: membersihkan atau
mensucikan kematian seseorang. Tirta pengentas bermakna,
jumlah uangnya: nista, madya dan utama, tak ketinggalan pula sirih
suhunan (ampinan), yang disertai dengan pedudusan dan pelukatan.
Bila ada orang yang tidak membayar kaul berupa sot, akan dibikin
celaka yakni didera oleh Sang Bhuta Galungan, dialah yang
menguasai kaul sot itu, dia juga yang akan menimpakan hukuman.
Besar dosa orang yang bersifat durhaka, atau berbohong, apabila
berbohong kepada jenis hewan, maka selama sepuluh tahun kehinaan
akan menimpa dirinya, demikian pula bila berbohong kepada Sang
Pendeta/Wiku, bagaikan aliran air kehinaan akan menimpa dirinya.
Oleh karena Sang Pendeta/Wiku itu perwujudan dari para dewata
(betara), yang mampu memberi anugrah kepada manusia, serta
mensukseskan segala jenis karya (perbuatan) yang bertujuan baik.
Tala. Duk wawu lumaku, nga. Sang Hyang Bhuta Gelis. Duk wawu bisa
anambat bapa babu, nga. Sang Hyang Tuturmenget. Duk wawu acecapet,
nga. Sang Hyang Ajalila. Duk bisa abusana, nga. Sang Hyang Kumara.
Duk wruhing sabda mwang angucap, nga. Sang Hyang Jatiwarna. Duk
rumajaputra, nga. Sang Hyang Twas.
Duk angaji sastra, nga. We- ruh ring sastragama, nga. Sang Hyang
Tatwajnana. Duk weruh ring asamadhi, weruh ring wedhya, nga. Sang
Hyang Mahawidya. Mangkana katatwaning manusa, lingning Aji Tatwa
Hampyalwadhi.
Nihan kramaning manusa wang garbini, yan ngutamayang sarira,
Miring mangupakara parikrama, wenang angrujaki, lwir sadhananya:
salwiring pisang, salwiring woh- wohan, makadi badung, kacubung,
wrak tawun, gula salwiring gughakilang, madhu, manggala, pasir,
gawenin rujak, tibanin mirah, ungguhakna ring batil, gedhah, pinuja de
Sang Pandhita, lingning aji, Icwara Paridhuna.
Yan sampun matuwuh tigang lek ikang wwang ameteng, hana
papalinya, tutuging parikrama, wenang masakapan, istri kakung,
kramanya maka sadhana, kang lanang manuhuk lawe ireng,
tinunggwan sang ning rabi. Mangawa glanggang buluh, manumbak
roning kumbang winungkus mesi iwak Iwah, kang istri manyuhun
ceraken, pinuja de Sang Pandhita, kang isri manguntal mirah apasang.
Mangkana kramanya.
Kunang tegesing upakara ika, beneng nga. beneng. selem, nga. seta.
Nuhuk, nga. tedah. Numbak, nga. ngembak. Gelanggang buluh, nga.
nggang galang, aluh. Nyuhun, nga. kasungsung. Ceraken, nga. parekan,
nga. ajakan, apan tan sah i nyama catur rumaket ring sarira, pareng
huma. Mirah tegesipun, nga. suteja, suteja, nga. rupa. Mangke tetep
rupaning rare. Mangungkus kumbang maisi iwak Iwah. Kumbang, nga.
embang, ulam, nga. be, nga. beds, mangda sampun kabeda-beda antuk I
nyama catur.
Ring wetuning rare ring bwana agung, nga. Sang Hyang Atmaja
Kawaspadan, lingning Aji Rare Angwan.
Nihan tegesing katatwaning hari-hari ika, pinaka sawa, karananing
hari-hari ika kawangsuh den abresih, mabungkus antuk kasa madaging
anget-anget, mawadah klapa, klapa ika mawak padma, raris mapendem,
ring luhuring amendem, madaging kembang wadi, ring sandingnya