Anda di halaman 1dari 19

SIKLUS HIDUP MANUSIA

HINDU, BERDASARKAN
LONTAR TUTUR RARE
ANGON

Downloaded By:
I Wayan Gde Partawiyasa
26 October 2022
www.komangputra.com

SIKLUS HIDUP MANUSIA HINDU, BERDASARKAN


LONTAR TUTUR RARE ANGON

Lontar Tutur Rare Angon merupakan Lontar yang berisikan


bagaimana perjalanan Manusia dari semenjak dibuat (Sperma & Sel
Telur) sampai manusia tersebut meninggal dunia, beserta upacara-
upacara yang biasa dilaksanakan baik dari semenjak masih dalam
kandungan sampai upacara disaat Manusia sudah meninggal dunia.

Manusia Hindu-Bali meyakini bahwa dirinya diciptakan oleh Ida Sang


Hyang Widhi (Tuhan) sebagai makhluk yang paling utama dengan
memiliki tiga unsur yaitu Tri Pramana yang terdiri dari Sabda,
Bayu dan Idep. Siklus kehidupan yang dilalui manusia Hindu-Bali ini
sering disebut dengan Catur Asrama (empat lapangan hidup)
yang terdiri dari brahmacari, grhasta, wanaprastha dan
bhiksuka. Salah satu konsepsi Catur Asrama yang menjadi budaya
hidup Hindu Bali adalah yang terdapat dalam Tutur Rare Angon.
Catur Asrama dalam Tutur Rare Angon tidaklah sebatas produk
agama yang tertuang dalam sastra Hindu saja, akan tetapi menjadi
icon siklus hidup manusia Hindu Bali yang tidak dapat terlepas dalam
aplikasi kehidupannya sehari-hari.

Dalam Tutur Rare Angon yang membuktikan sebuah siklus kehidupan


(budaya hidup) manusia Hindu-Bali berupa Brahmacari Asrama yang
mesti dilalui oleh anak manusia Hindu-Bali dalam kehidupannya
dengan internalisasi ilmu pengetahuan. Masa Brahmacari Asrama
pada Tutur Rare Angon dinyatakan dimulai setelah gigi anak tanggal
anak mulai dilekati budi Sattwam, Rajas dan Tamas, Selanjutnya,
berproses ketika anak remaja mulai mengalami mestruasi dan
berumur 16 tahun.

Rentangan umur yang diungkap oleh Tutur Rare Angon di atas,


merupakan usia anak manusia Hindu-Bali yang sedang aktif untuk
mengetahui, beradaptasi dan belajar berbagai hal, walaupun sejatinya

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 1


www.komangputra.com

proses pendidikan dan pengajaran anak manusia bersiklus sepanjang


hidupnya dari ia lahir sampai meninggal nanti yang populer dikenal
dengan long life education.

TERJEMAHAN LONTAR RARE ANGON

Inilah merupakan uraian dari Tatwa Rare Angon, agar selalu diingat,
oleh karena kita sebagai manusia di dunia ini, yang dipertemukan
sesama rare angon dengan rare cili (manusia lelaki dengan perem-
puan), dan juga perihal pradana purusa (unsur laki dan wanita =
unsur abadi dan berubah-ubah), yang menjadi asal mula sang rare
angon mempertemukan asmara, dari pertemuan – itu lalu timbul kama
petak, sedangkan i rare cili menimbulkan kama bang, yakni timbulnya
sperma dan sel telur. Maka membaurlah kama bang (sel telur),
dengan kama petak (sperma), kemudian berada di dalam kundha
cecupu manik, itulah yang bergelar “Sang Hyang Amreta Sabuana”,
yang menyebabkan melahirkan anak pada malam hari. Itulah
sebabnya jabang bayi bertempat tinggal di dalam perut sang ibu.

Sekarang akan dijelaskan kepada sang rare angon perihal


pengetahuan tentang sang rare angon (manusia). Setelah sebulan
lamanya berada dalam kandungan, jabang bayi itu bernama : Sang
Hyang Manik Kama Gumuh. Setelah dua bulan bernama: Sang Hyang
Manik Kama Bhusana. Tiga bulan di dalam kandungan sang ibu,
bernama: Sang Hyang Manik Tigawarna. Empat bulan berada dalam
kandungan ibu, namanya : Sang Hyang Manik Srigadhing. Kemudian
sudah selama lima bulan berada dalam kandungan ibu, bernama :
Sang Hyang Manik Kembang warna.

Enam bulan dalam kandungan, bernama:Sang Hyang Manik


Kutalengis. Setelah tujuh bulan, namanya : Sang Hyang Manik
Wimbasamaya. Selanjutnya sesudah selama delapan bulan sang
jabang bayi dalam kandungan, bernama: Sang Hyang Waringin

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 2


www.komangputra.com

Sungsang. Setelah sembilan bulan, bernama: Sang Hyang Tungtung


Bwana. Demikianlah keterangan tentang si jabang bayi, selama masih
berada dalam kandungan sang ibu, menurut isi: AJI TATWA RARE
ANGON

Demikian tentang kelahiran seseorang bocah, Itu Sang Hyang


Kawaspadana, ketika menginjak bumi (lahir dari kandungan sang ibu),
bernama: Sang Hyang Prana Bwanakosa. Ketika baru dilepas ari-
arinya, bernama : Sang Hyang Nagangelak. Ketika baru digerakan
arah berdiri, baru diambil dari tempat dimana bocah itu lahir,
bernama : Sang Hyang Sarining. Ketika disusukan (diberi air susu
sang ibu), bocah itu disebut : Sang Hyang Nagagombang. Ketika
dibusanai (busana bocah), disebut : Sang Hyang Malengis. Ketika
diupacarai yang namanya upacara sasuwuk, bocah itu bernama : Sang
Hyang Tutur bwana.

Ketika ditimang – timang, disebut : Sang Hyang Windhusaka.


Bilamana disusukan (minum air susu ibunya), bocah itu disebut: Sang
Hyang Bhuta Prana Sakti. Ketika ditimang – timang selanjutnya,
disebut dengan: Sang Hyang Anantaboga. Ketika disapa (dipanggil)
bayi itu, disebut: Sang Hyang Kakarsana. Ketika melirik, disebut
dengan : Sang Hyang Menget. Ketika diumumkan (nama bocah
tersebut), disebut dengan: Sang Hyang Nagasesa. Ketika bocah itu
mampu menggerakan tubuhnya (memiringkan badan), disebut; Sang
Hyang Bhayumiri. Ketika sang bocah sudah bisa duduk, disebut
dengan: Sang Hyang Gana. Ketika sang bocah sudah mampu berdiri,
sudah mampu berpegangan sendiri, disebut dengan: Sang Hyang
Tala.

Ketika baru bisa melangkahkan kaki (berjalan), disebut dengan: Sang


Hyang Bhuta Gelis. Sejak mulai pasih memanggil ibu dan bapak,
dinamai: Sang Hyang Tuturmenget. Setelah mampu menyapa,
dinamakan : Sang Hyang Ajalila. Setelah/ semenjak mampu

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 3


www.komangputra.com

berpakaian, disebut : Sang Hyang Kumara. Sejak mahir bertanya dan


menjawab, bernama : Sang Hyang Jatiwarna. Setelah memasuki usia
akil balig, namanya: Sang Hyang Twas.

Ketika mulai belajar aksara /ilmu pengetahuan, disebut : Sang Hyang


Tatwadnyana. Ketika sudah mahir melaksanakan yoga semadi, mahir
akan isi weda, disebut: Sang Hyang Mahawidya. Demikianlah uraian
tentang filsafat manusia, sesuai.dengan isi : Aji Tatwa Hampyalwadhi.

Inilah tatakrama orang memelihara kandungan yang diawali ngidam,


apabila mengutamakan tatakrama pada diri yang sedang hamil. Disini
disebutkan proses upakara / upacara yadnya mengenai kehamilan
seseorang wanita/ ibu. Pertama- tama wanita yang sedang hamil
tersebut hendaknya memakan/meminum rujak. Adapun bahan-bahan
rujak tersebut adalah: jenis pisang, jenis buah-buahan lainnya, seperti
buah badung, kecubung, werak tawun(?), gula aren (gula kelapa,
enau, atau gula lontar), madu, gula pasir. Itu semuanya dibikin
menjadi rujak. Kemudian direndami dengan mirah (kalau mungkin
mirah delima), taruh pada batil, atau toples/botol yang terbuat dari
pada kaca, kemudian dipuja mantra oleh: Sang pendeta, demikian
disebutkan oleh : Tutur Aji Iswara Paridhana.

Apabila sudah berumur tiga bulan kandungan seseorang, ada sejenis


upacara yang harus ditempuh (dilakoni). Setelah tiba saat proses yang
harus dijalani, pasangan lelaki wanita itu harus menjalani “Upacara
Pesakapan” sarana utama di dalam proses pelaksanaan upacara
tersebut adalah: sang lelaki menyiapkan benang hitam, serta
didampingi oleh sang istri. Juga sang lelaki menyiapkan glanggang
bambu (bambu yang diruncingi = alat pemukul padi sepingan = padi
local Bali). Gelanggang itu dipergunakan untuk menusuk daun
kumbang (semacam talas liar) yang dipakai membungkus ikan sungai.
Sang wanita /ibu, menjunjung ceraken (tempat rempah / isin rong
yang terbuat dari lontar atau papan), serta dipuja mantrai oleh Sang

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 4


www.komangputra.com

pendeta/Sulinggih), sang wanita menelan permata mirah itu sepasang


(dua butir). Demikianlah proses pelaksanaannya.

Adapun makna dari sarana upakara itu adalah : beneng berarti


beneng, atau lurus. Selem artinya sela atau terang (tidak terhalangi
oleh sesuatu). Nuhuk yang berarti tedah, yang artinya terasakan atau
dapat dirasakan. Numbak berarti ngembak, membuka jalan.
Gelanggang buluh atau gelanggang bambu, bermakna : enggang atau
terbuka /terkuak, enggang juga berarti caluh (Bhs Bali), yang artinya
leluasa. Nyuhun artinya kasungsung, atau dijunjung. Ceraken artinya
parekan, yang berarti selalu dekat, karena kita tidak boleh jauh dari
keempat saudara (sang catur sanak) kita tersebut, yang selamanya
melekat pada diri kita. karena senantiasa kita bersama-sama mereka.
Permata mirah bermakna, suteja, yang artinya bersinar gemilang,
juga agar paras serta wajah itu bercahaya gemilang. Agar
sedemikianlah hendaknya paras dari anak itu kelak, apabila lahir ke
dunia ini.Terbungkus dengan daun kumbang (talas liar), kumbang
berarti embang (kebebasan atau keleluasaan), ulam (ikan sungai),
ulam berarti be, be yang berarti beda yang berarti gangguan,
maknanya agar tidak diganggu oleh sang catur sanak (saudara empat
kita).

Setelah sang jabang bayi lahir ke dunia ini, disebut dengan : Sang
Hyang Atmaja Kawas padan, demikian isi dari : Aji Rare Angwan (Rare
Angon).

Inilah arti serta filsafat tentang ari-ari itu. Ariari itu diumpamakan
sebagai mayat, makanya ariari itu harus dibersihkan atau dimandikan
hingga bersih sekali, selanjutnya dibungkus dengan kain kasa yang
berisi rempah-rempah, sebagai wadahnya adalah kelapa yang sudah
dibuang serabutnya, kelapa itu sebagai padma, lalu dipendam.
Diatas pendaman itu, berisi kembang wadi, didekatnya itu berisi
baleman atau tabunan (api dengan sekam hingga tidak menyala,

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 5


www.komangputra.com

namun asapnya selalu mengepul).


Selain itu, juga diisi pelita, sanggar cucuk yang diatapi dengan daun
pandan. Makna dari semuanya itu adalah: pelita (sundar) itu, symbol
dari angenan (pelita pada mayat manusia, ketika upacara
pengabenan. Sanggar cucuk, melambangkan prajapati. Baleman atau
tabunan (api dalam sekam), simbul dari alat pembakaran mayat. Ari-
ari itu, sebagai mayat. Adapun lama dari waktu pembuatan baleman
itu abulan pitung diva (empat puluh dua hari = akambuhan). Apabila
tidak sedemikian tidak akan terbakar angus mayat itu. Demikian
uraiannya, sesuai dengan isi dari Aji Rare Angon.

Inilah upacara seorang bayi/bocah yang baru tanggal pusarnya,


pertama-tama dibuatkan pratiti (catatan hari lahir seorang bayi sesuai
kepercayaan /ajaran Agama Hindu, terutama di Bali), dan juga harus
dibuatkan pasikepan rare (azimat untuk bocah), upacara mekekambuh
(penangkal dari tetanus bagi sang ibu, karena melahirkan) atau
karena tali pusarnya yang dulunya terpotong agar tidak terkena
tetanus, itu bermakna mulai bersemayamnya Sang Hyang Kumara
pada bayi tersebut, juga dibuatkan pralingga di atas tempat tidur bayi
itu, juga dibuatkan sanggar di tempat menanam sampah atau limbah
akibat melahirkan itu. Di situlah tempat yang sato yoni. Begitulah isi
filsafatnya. Juga dilakukan ruwatan bagi saudara yang empat itu
(nyama catur = catur sanak), selain dari pada itu, upacara itu juga
bermakna peleburan yang dianggap buruk pada hari kelahiran itu.
Presesi itu disebut dengan manglepas awon (membuang abunya).
Demikian keterangannya, sesuai dengan isi dari Rare Angon.

Setelah dua belas hari dari kelahiran seseorang bayi. ada


upakara/upacaranya, yang bermakna sebagai memperkokoh
kehadiran Sang Hyang Atma, pada jiwa dan raga sang bocah tersebut.
sang catur sanak (saudara yang berjumlah empat) itu diruwat, seraya
bayi itu berganti nama (sebutannya), menjadi: Anggapati, Mrajapati,
Banaspati, Banas patiraja. Demikianlah filsafatnya, sesuai dengan isi

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 6


www.komangputra.com

Aji Tatwa Kanda Pat.

Setelah sang bocah berusia sebulan tujuh hari (empat puluh dua hari),
ada upakara, upacaranya, dibuatkan kekambuh, demikian pula
sesikepan bocah itu diganti, yang bermakna penjagaan bagi Sang
Hyang Atma, itu akan membuat panjang umur, bebas dari penyakit
serta kecemaran Iainnya. Saudara empat itu juga diberi ruwatan, ibu
serta sang bocah juga diruwat, supaya betulbetul bersih (suci),
selanjutnya diperciki tirtha (air suci). Itu bermakna membersihkan
segala kekotoran serta kecemaran sang ibu, yang dahulu
mengeluarkan kekotoran, demikian isi dari filsafat Aji Tatwa Dharma
Usada.

Setelah sang bocah berumur tiga bulan, ada jenis


upakara/upacaranya. Itu bermakna, bahwa sang bocah, memohon
anugrah dari Sang Hyang Siwaditya, untuk selanjutnya mengenakan
busana atau perhiasan yang terbuat dari permata, emas
emasan yang mahal (logam mulia). Demikian juga saudara kita yang
empat jenis itu juga mendapatkan ruwatan, bersama-sama dengan
sang bocah itu, beserta upakara/upacara sebagai mana mestinya.
Sang Catur Sanak lalu berganti nama/sebutan yakni: I Mlipa, I Mlipi, I
Bapa Bajang, dan I Babu Bajang, demikianlah uraiannya, menurut
keterangan/isi Aji Tatwa Jarayuhantra.

Setelah bocah itu tanggal gigi susunya (maketus Bhs.Bali), pribadi


bocah itu sudah kemasukan : satwa (kejujuran), rajah (kegelapan),
dan tamah (kelobaan). Sudah sepatutnya memulai belajar ilmu
pengetahuan, juga bertusuk telinga, sesuai dengan ajaran Agama
Siwa Budha, demikian uraiannya, sesuai dengan isi Tatwa Aji Iswara
Paridana.

Setelah akil balig, sudah kemasukan jiwa pancaroba (brahmatya), ada


sejenis upakara/ upacaranya, yang berarti atau bermakna

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 7


www.komangputra.com

pembersihan atau ruwatan terhadap kecemaran akibat mengalami


brahmatya (panca roba) tersebut. Demikian menurut isi dari: Aji
Tatwa Anggastya.

Setelah berusia 16 tahun, ada sejenis upakara berupa upacara yang


disebut dengan: matatah, lazim disebut dengan: Upacara Potong Gigi,
yang bermakna membuang kekotoran serta kecemaran pada gigi,
kekotoran serta kecemaran pada kulit, kekotoran serta kecemaran
pada rambut. Demikian pula Sang Catur Sanak (saudara kita
berempat), diberi ruwatan, selanjutnya upakara/ upacaranya dengan
memuja Sang Hyang Semara dan Sang Hyang Ratih, untuk
membenahi usia muda (kayowanan). Demikian filsafatnya, sesuai
dengan isi dari : Aji Tatwa Jarayutantra.

Inilah tatacara perihal kematian, pelaksanaannya disebut dengan


atitiwa (atiwa-tiwa). Hal itulah yang diwarisi oleh Sang Caturwarna
(di Bali), sampai waktu kini. Setelah jiwa manusia itu melayang, di
mana stana Sang Hyang Atma? Tempatnya di hawa (di alam gaib?),
mayat seseorang itu harus diupacarai. Apabila sudah waktunya,
bilangan hari dari kematian itu, harus dilakukan ruwatan,
membebaskan mayat itu dari kecemaran. Setelah mayat itu
dibersihkan, lalu dilakukan upacara panahan oleh Sang Pendeta,
dilakukan Upacara Upti dan Stiti pada Atma itu, agar kembali ke
tempatnya dahulu, yang disertai upacara/upakara terhadap mayat,
Sang Hyang Atma lalu dinobatkan oleh Sang Pendeta, lalu disuruhlah
oleh Sang Pendeta memeriksa/menyelidiki pars keturunan (sentana).
Setelah Sang Hyang Atma diberi suguhan atau mendapatkan
suguhan, lalu disuruh Sang Pendeta agar kembali ke tempat yang
namanya : windurupaka. Demikianlah filsafat mayat bila mau
menjaganya di perumahan.

Apabila mayat itu akan dikuburkan, di setra (kuburan Adat Umat


Hindu), itu disebut dengan istilah mekingsan (dikubur sementara,

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 8


www.komangputra.com

menungguwaktu pengabenan), itu dihaturkan ke hadapan Sang


Hyang Ibu Pretiwi, sedangkan Sang Hyang Atma dipegang /dijaga
oleh Batari Nini Durgadewi, yang bersemayam di Hulu Setra Agung
(kuburan). Demikianlah tatakrama mayat yang dikuburkan.
Bila sudah waktunya memproses Upacara/ Upakara mayat
(pembakaran) yang dengan istilah ngaben, biasa disebut dengan:
atetiwa atetiwan, ada upacaranya yang disebut : ngulapin, dan perlu
adanya anugrah dari Sang Hyang Ibu Pretiwi, demikian pula dari
Betari Durgadewi, dan juga dari : sedahan sema, untuk mohon pamit
mengupacarai mayat. Adapun Sang Hyang Atma dibuatkan awak-
awakan, sesuai tatakrama dibenarkan semuanya, upacarailah di
tempatnya dahulu ketika masih hidup, sehari sebelum hari
pembakaran mayat (atiwa-tiwa), atman itudisucikan oleh Sang
Pendeta/Sulinggih, sesuai dengan widi widana. Artinya Sang Hyang
Atma memohon anugrah ke hadapan Sang Adiguru (Tuhan), agar
mendapatkan jalan yang baik melalui puja Sang Sulinggih/Pendeta,
agar mendapatkan jalan untuk melepaskan diri dari kesengsaraan,
itulah sebabnya, orang sejak menjelma (masih hidup) sampai dengan
tiba ajalnya, dianggap murid dari Sang Pendeta/Sulinggih. Sisya
berarti parekan, artinya orang yang selalu dekat, karena terlahir dari
Sang Guru Utama pada kelahiran untuk kedua kalinya (dwija),
demikian keterangannya, sesuai dengan isi Aji Tatwa Purwaka.

Adapun kerangka atau tulang belulang dari mayat itu yang terkubur
di setra (kuburan Adat Hindu), harus diangkat dan dibuatkan dangau
(bangsal), serta diberi pensucian berupa ruwatan, pembersihan,
disertai punjung kasturi, suci. Pada hari pembakaran mayat itu,
satukanlah awak, awakan pitra (pengawak = praraga = simbul dari
raga sang meninggal yang akan diaben), dengan tulang belulang yang
diangkat dari kuburan itu, lalu diruwat oleh Sang Pendeta. Adapun
makna dari tirta pabersihan itu adalah: membersihkan atau
mensucikan kematian seseorang. Tirta pengentas bermakna,

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 9


www.komangputra.com

mengentaskan atau membebaskan seseorang yang telah meninggal,


agar terbebas sang meninggal tersebut dari keterikatan dunia maya
ini. Demikianlah filsafatnya, sesuai dengan isi atau uraian Aji Tatwa
Purwaka.

Adapun mayat (seseorang yang telah meninggal), yang meskipun


telah diupacarai, ada juga yang mendapatkan atau tiba di Neraka
(kawah), keberadaannya pada ilalang kering, pohon maduri yang
meranggas, kepanasan oleh teriknya matahari, maka pitara (arwah
sang mati) itu menangis tersedu-sedu, menyebut-nyebut anak
cucunya, yang masih hidup, demikianlah suara isak tangis sang pitara
tersebut, yang menderita hina papa:
“Oh, anak-anaku yang masih berada di dunia maya, kok tak sedikitpun
Engkau menyatakan belas kasihan pada orang tuamu, Kamu tidak
pernah memberikan makanan berupa bubur ataupun seteguk air,
sebenarnya aku banyak mempunyai anak cucu, dan kepada semuanya
itu telah kuberikan kebaikan, demikian pula segala yang aku miliki,
semuanya telah dipegang- nya, tak sedikitpun kubawa mati, mereka
jugalah yang memiliki semuanya, kuharap agar dipergunakan secara
baik-baik, uta- manya agar mereka tidak menghilang dari ayah dan
ibu, juga dari kawitan (leluhur), akan tetapi Kamu tidak memberikan
tirta pangentas (tirta pembebasan), jah tasmat, moga-moga Kamu
anak-anaku Kau mendapatkan pendek usia”
Demikianlah kutukan dari leluhur yang mendapatkan kesengsaraan
terhadap para turunannya. Demikianlah isi dari filsafat yang termuat
atau tertulis pada Aji Purwa Tatwa.

Ketérangan dari filsafat Agama Tirtha, tatakrama matirtha (diperciki


air suci = tirtha), yakni: memercikan tiga kali, maksudnya
menghaturkan pembersihan ke hadapan Betara Kawitan, yang tiga
tahap lagi, juga meminum tiga kali, bermakna melebur yang namanya
: trimala (tiga kekotoran), setanjutnya meraup tiga kali, maknanya,
membersihkan sang catur lokapala pada badan kita. Maksud dari

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 10


www.komangputra.com

menelan bija (beras) sebanyak tujuh butir, maknanya adatah: agar


bibit yang berasal dari sapta tirtha tidak boleh diremukan, akan tetapi
dimakan atau ditelan juga, agar keberhasilan kehidupan ini terwujud,
yang menghidupkan sang sapta pramana, yang merupakan jiwa dari
jagat raya.
Maksud dari mempersunting sekuntum bunga, yaitu: setelah terbebas
dari trimala menjadi trikaya parisudha, kemudian akan menjadi
harum semerbak. Demikianlah isi dari Aji Tatwa Kapandhitan, dan
juga pada Meghaswari Tatwa-Indraloka.

Inilah upacara / Upakara Padiksan (peno- batan untuk menjadi


seorang Pandita, Sulinggih, atau Wiku) ada pula menyebutkan
Sadaka. Jenis sesajinya : yang di Gurukrama,
daksina 4 buah, dewa-dewi 4 buah, panglemek 4 tamas, tigasan putih,
berisi uang kepeng bolong 225 (satak selae), tali suntagi (bersilang),
berisi kwangi (kwangen) satu-satu. Lain dari pada itu, tegen-tegenan,
sedhah woh atamas,
Di bawah Gurukrama: sesayut, tumpeng bang, ayam wiring yang
dipanggang, sampian andong bang, uang kepeng bolong sebanyak
225, daksina 1, dengan uangnya:4000, Lagi di depan Gurukrama,
uang 4 kranjang, tiap kranjang berisi uang : 4000.

Agar didirikan sanggar tutwan di timur, di sana diisi suci asoroh,


selengkapnya, juga disertakan daksina 2 buah, isinya seperti tersebut
di depan, di sertakan pula uang 2 kranjang, dengan jumlah uangnya
empat ribuan, dewa-dewi 2 buah, sebagai pemuput karya yadnya
harus sang pendeta, sesayut abatekan, tidak disertai sesate sebagai
upakara, hanya ada beakala.
Perlengkapan orang yang akan diniksan (yang akan dinobatkan
sebagai pendeta), pabersihan, yang disertai busana serba putih
selengkapnya (saparadeg. Masing- masing berisi ponjen satu-satu,
diper- sembahkan kepada Sang Guru sebuah, suci asoroh di depan
pawedan, panguriaga (punia), jauman selengkapnya, daksina, dengan

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 11


www.komangputra.com

jumlah uangnya: nista, madya dan utama, tak ketinggalan pula sirih
suhunan (ampinan), yang disertai dengan pedudusan dan pelukatan.

Inilah tatakrama orang melakukan atau menjalani upacara


pawintenan. Jenis-jenis upakaranya: pertama-tama dibuat sanggar
tutwan, bebantennya yakni: suci asoroh selengkapnya dewa-dewi 1,
sedhah woh 1, sesayut gana 1, uang sebanyak tiga kranjang, masing-
masing berisi uang 4000, daksina 1, tataban abatekan, Iabaan sang
mawinten, biu kayu 20 buah, jajan gegodoh, 2 jenang pradnyan,
dilengkapi dengan sirih, pinang sang urip berisi tulisan : Ka Kha Ga
Gha Nga, Sa, Ra, La Wa. Yang akan diwinten ditulisi oleh sang
Pandita?Sulinggih, aksaranya sesuai dengan nista madya mottama.
adapun sesaji pada pawedaan, diantaranya suci asoroh, peras
daksina, dengan uangnya sosual dengan bilangan: nista madya dan
utama.

Bila ada orang yang tidak membayar kaul berupa sot, akan dibikin
celaka yakni didera oleh Sang Bhuta Galungan, dialah yang
menguasai kaul sot itu, dia juga yang akan menimpakan hukuman.
Besar dosa orang yang bersifat durhaka, atau berbohong, apabila
berbohong kepada jenis hewan, maka selama sepuluh tahun kehinaan
akan menimpa dirinya, demikian pula bila berbohong kepada Sang
Pendeta/Wiku, bagaikan aliran air kehinaan akan menimpa dirinya.
Oleh karena Sang Pendeta/Wiku itu perwujudan dari para dewata
(betara), yang mampu memberi anugrah kepada manusia, serta
mensukseskan segala jenis karya (perbuatan) yang bertujuan baik.

Apabila seorang bocah telah berumur enam bulan, sudah disebut


aoton. Adalah sejenis upakara / upacara nya, artinya bocah itu
memohon anugrah dari Sang Hyang Ibu Pretiwi, agar tidak terkena
kutuk pastu dari Betara Pretiwi, dan untuk selanjutnya buat pertama
kalinya sang bocah itu menginjakkan kaki di tanah, dan Sang Catur
Sanak juga harus mendapat ruwatan lagi berganti nama, yakni: Sang

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 12


www.komangputra.com

Garga, Sang Maitri, Sang Kurusya, Sang Pretanjala. Kemudian lalu


disuruh oleh Sang Pendeta agar pulang ke tempat masing-masing.

Demikian riwayatnya, sesuai dengan isi Aji Tatwa Jarayutantra .

NASKAH LONTAR RARE ANGON

Nihan lingning Tatwa Rare Angon, kengetakna, nimittaning manusa


pada, patemwan rare angon, lawan rare cili, katatwaning pradana
purusa, tambyaning i rare angwan matemu smara, metu tang kama
petak, i rare cili metu kama bang, parok tang kama bang, lawan kama
petak, umunggwa ring dhaleming kundha cucupu manik, sira Sang
Hyang Amretha sabwana, asuta dhah rahining kulem, ya to matangyan
tang rare mungsang ring dhaleming garbhawasaning ibu.
Awawarah ri rare angwan munggwing aji, katatwaning i rare: sawulan
ring jero, nga. Sang Hyang Manik Kamma Gumuh. Rong lek, nga. Sang
Hyang Manik Kamma Bhusana. Tigang lek, nga. Sang Hyang Manik
Tigawarna. Patang lek, nga. Sang Hyang Manik Srigadhing. Limang lek
nga. Sang Hyang Manik Kembang warna.
Nemang lek, nga. Sang Hyang Manik Kutalengis. Pitung lek, nga. Sang
hyang Manik Wimbasamaya. Walung. lek, nga. Sang Hyang Waringin
Sungsang. Sangang lek, nga. Sang Hyang Tungtung Bwana. Mangkana
katatwaning rare ring dalem, lingning Aji Tatwa Rare Angwan.
Nihan i wetuning rare, Sang Hyang Kawaspadhana, duk sumalah ring
pretiwi, nga. Sang Hyang Prana Bwanakosa. Duk tinegesan hari-harinya,
nga. Sang Hyang Nagangelak. Duk ingadegaken, nga. Sang Hyang
Sarining. Duk sinuswan, ikang rare, Sang Hyang Nagagombang.
Duk linekas, nga.Sang Hyang Malengis. Duk sinuwukan ikang rare, nga.
Sang Hyang Tuturbwana.
Duk ingemban, nga. Sang Hyang Windhusaka, Duk sinuswan, nga. Sang
Hyang Bhuta Pranasakti. Duk dinulang-dulang, Sang Hyang
Anantabhoga. Duk sinambat, nga. Sang Hyang Kakarsana.
Duk lumingling, nga. Sang Hyang Menget. Duk kumerab, nga. Sang Hyang
Nagasesa. Duk bisa miri, nga. Sang Hyang Bhayumiri. Duk bisa alungguh,
nga. Sang Hyang Gana. Duk wawu ngadeg, ngantem, nga. Sang Hyang

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 13


www.komangputra.com

Tala. Duk wawu lumaku, nga. Sang Hyang Bhuta Gelis. Duk wawu bisa
anambat bapa babu, nga. Sang Hyang Tuturmenget. Duk wawu acecapet,
nga. Sang Hyang Ajalila. Duk bisa abusana, nga. Sang Hyang Kumara.
Duk wruhing sabda mwang angucap, nga. Sang Hyang Jatiwarna. Duk
rumajaputra, nga. Sang Hyang Twas.
Duk angaji sastra, nga. We- ruh ring sastragama, nga. Sang Hyang
Tatwajnana. Duk weruh ring asamadhi, weruh ring wedhya, nga. Sang
Hyang Mahawidya. Mangkana katatwaning manusa, lingning Aji Tatwa
Hampyalwadhi.
Nihan kramaning manusa wang garbini, yan ngutamayang sarira,
Miring mangupakara parikrama, wenang angrujaki, lwir sadhananya:
salwiring pisang, salwiring woh- wohan, makadi badung, kacubung,
wrak tawun, gula salwiring gughakilang, madhu, manggala, pasir,
gawenin rujak, tibanin mirah, ungguhakna ring batil, gedhah, pinuja de
Sang Pandhita, lingning aji, Icwara Paridhuna.
Yan sampun matuwuh tigang lek ikang wwang ameteng, hana
papalinya, tutuging parikrama, wenang masakapan, istri kakung,
kramanya maka sadhana, kang lanang manuhuk lawe ireng,
tinunggwan sang ning rabi. Mangawa glanggang buluh, manumbak
roning kumbang winungkus mesi iwak Iwah, kang istri manyuhun
ceraken, pinuja de Sang Pandhita, kang isri manguntal mirah apasang.
Mangkana kramanya.
Kunang tegesing upakara ika, beneng nga. beneng. selem, nga. seta.
Nuhuk, nga. tedah. Numbak, nga. ngembak. Gelanggang buluh, nga.
nggang galang, aluh. Nyuhun, nga. kasungsung. Ceraken, nga. parekan,
nga. ajakan, apan tan sah i nyama catur rumaket ring sarira, pareng
huma. Mirah tegesipun, nga. suteja, suteja, nga. rupa. Mangke tetep
rupaning rare. Mangungkus kumbang maisi iwak Iwah. Kumbang, nga.
embang, ulam, nga. be, nga. beds, mangda sampun kabeda-beda antuk I
nyama catur.
Ring wetuning rare ring bwana agung, nga. Sang Hyang Atmaja
Kawaspadan, lingning Aji Rare Angwan.
Nihan tegesing katatwaning hari-hari ika, pinaka sawa, karananing
hari-hari ika kawangsuh den abresih, mabungkus antuk kasa madaging
anget-anget, mawadah klapa, klapa ika mawak padma, raris mapendem,
ring luhuring amendem, madaging kembang wadi, ring sandingnya

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 14


www.komangputra.com

madaging baleman. Mwang sundar, sanggah, tegesnya sundar pawaking


angenan, sanggah pawaking prajapati. Baleman ika, pawaking
pengesengan sawa, hari-hari ika, pawaking sawa, lawasnya agawe
baleman, abulan pitung ding. Yan tan samangkana, tan sida geseng sawa
ika, mangkana katatwanya, lingning Aji Rare Angwan.
Nihan pangupakara kepus pungsed, magawe pratiti masa, mwah
manyaluk pasikepan rare, make kambuh, nga. mwang ngupeti Sang
Hyang Kumara, pralingga luhuring rare aturu, mwang wangunen
sanggar ring unggwaning ananem luhu, unggwan sato yoni, mangkana
katatwanya, anglukati nyama catur sanak, manglebur malaning wetu,
manglepas awon, nga. lingning Aji Rare Angwan.
Ri wus dwadasa lemeng tuwuhing rare, hana pangupakaranya, tegesnya
amagehaken atma, pramananing rare, i nyama catur sanak, linukat,
aganti haran, Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspatiraja,
mangkana katatwanya, lingning Aji Tatwa Kandha Pat.
Ri sampun sawulan pitung dina tuwuhning rare, hana pangupakaranya,
mangluwaraken kakambuh. Manganti sasikepaning rare, atmaraksa
palanya. Kadhirgahayusa palanya, kaluputaning lara wighna, ikang
sanak, kinenan palukatan, mwang ibuning rare, linukat den abresih,
mwang tinirtan, tegesipun ngalukat malaning ibunya, pecake
ngawetwang mala, mangkana katatwaning lingning Aji Tatwa Dharma
Usada.
Ri wus telung sasih tuwuh rare, hana upakaranya, tegesnya, ikang rare
aminta nugraha ri Bhatara Siwaditya, tembenya anganggo bhusana,
ratna kancana adi, mwang i nyama sanak linukat, sareng rare ika,
sahupakara i catur sanak magentos haran, I malipa I malipi, I bapa
bajang, I babu bajang, mangkana katatwanya, lingning Aji Tatwa
Jarayuhantra.
Ri sampune aketus untu ikang rare, citaning rare kahanan budi satwa
rajah tamah, yogya uruk mangaji, mwah yogya matepong karma,
manurut gama Siwa Budha, mangkana katatwanya, lingning Aji Tatwa
Iswara Paridana.
Ri sampuning tutuging daha, kahanan brahmatya, hana
pangupakaranya, tegesipun pamarisudan kaletuhan sang kahanan
kabrahmatya, Ling Aji Tatwa Anggastya.
Ri sampun mayusa,16 tahun, hana upakaranya, nga. matatah, amotong

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 15


www.komangputra.com

untu, tegesipun ninggalang malaning untu, malaning carma, malaning


rambut, mwah i nyama catur sanak, kinenan palukatan, kaping rwaning
pangupakara, amuja smara ratih, anamtami kayowanan, mangkana
katatwanya, lingning Aji Tatwa Jarayutantra.
Nihan tingkahing Gama Kapatyan, hinaranan atitiwa, katama de sang
catur warna, kateka tekeng mangke. ri huwusning patinggaling urip, ndi
unggwaning atma? Ring hawa, ikang sawa wenang inupakara, tutug
parikrama kapatyan mabresih, amarisudha letuhing sawa, Ring
huwusing sawa abresih, kinenan pamanah de sang pandhita, kaupti stiti
ikang atma, mulih maring stananya nguni, dinuluran upakaraning
kunapa, ikang atma kabhisekaneng sang pandhya, tinuduh de sang
pandhitha mamatyaksa parisentana, Ri huwusing atma amukti, mwah
tinuduh de sang pandhita, umaiwi maring windu rupaka. Mangkana
katatwaning sawa rinaksa ri graham pomahan.
Kunang ikang sawa pinendem, ring smasana hinaranan makingsan,
dinunungaken ring Sang Hyang Ibu Pratiwi. ikang atma rinaksa denira
Bhatari Nini Durgghadewi, panguluning setra agung. Mangkana
katatwanya sawa mapendhem. Ri tekaning mamreteka sawa, ingaranan
ngaben, ring atetiwa, hana upakara ngulapin, hana nugraha ri Sang
Hyang Ibu Pretiwi, mwang ring sedahan sema, amwitamreteka sawa,
kunang ikang atma gawenen awak-awakan, manut parikrama
sakawenang, gawenen kadununganya nguni duking mahurip, inucap
benjanging atitiwa, ikang atma sinangaskara de sang guru, ring dewa
pakraman. Tegesipun Sang Hyang Pitra anuhun padha ring sang adi
guru, anda Waranugraha, wisik, marganyan kinelepasaken sakeng papa
sangsara, matangyan ikang wang hurip, katekeng pati, sinenggah
sisyane sang pandhita. Sisya, nga. parekan, nga. wetu saking sang
adiguru, ri kaping rwaning janma, mangkana katatwanya, lingning Aji
Tatwa Purwaka.
Kunang tahulaning wangke ika ring setra, wangunen gawenen kuwu,
kinenan pa- lukatan, mwang pabresihan, dahar kasturi suci, dinaning
atitiwa, tunggalakena awak- awakaning pitra ika, lawan tahulaning
wangke ika, ring smasana, inentas de sang pandhita, Tegesing tirtha
pabresihan, mresihin cihnaning mati, tirtha pangentas, tegesipun
ngentasang pitresnan sang mati ring sarat. Mangkana katatwanya,
lingning Aji Tatwa Purwaka.

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 16


www.komangputra.com

Kunang sawa yan inupakara, atemahanya mandadi naraka, mwang


munggwing alang-alang aking, mangebeking waduri ragas, katiksnan
dening panasning surya, manangis mangisekisek, sumambe anak
putunya, sang kari mahurip, lwir sabdaning atma papa, “Duh anaku ring
madhya padha, tanhana matra welas ring kawitan, maweh bubur
mwang we setahap akweh mami madrewe, anak putu, sami pada maweh
kasukan ri sira, mwah druwe mami, kagamel de nira, tan hana wawanku
mati, sira juga sami sesa kabeh, anggen den abecik-becik, tan hilang sira
ring ramarena, kawitanta, tan aweh tirtha pangentas, jah tasmat, kita
anaku wastu kita amangguh alpayusa”. Mangkana temah atma papa ri
Santana, mangkana katatwanya lingning Aji Purwa Tatwa.
Katrangan Agama Tirtha, indike matirtha, maketis ping telu,
tetuwekipun ngaturang pamarisudha ring kawitan, sane tigang pawas,
malih mangimum ping tiga, tegesipun, pangleburan i trimala malih
mereraup ping tiga, maksud ipun, mresihin icatur lokapala ri sarira.
Awanan amangan wija pitung siki, maksud ipun bibit saking sapta tirtha,
tan wenang remekaken, ama- ngan mwang analed juga, mangde
sidaning hurip, nguripang i sapta pramana, madewek uriping sajagat,
Awinan masekar tetuwek- ipun, reh sampun sudha i trimala, tri kaya
parisudha, dados madewek wangi, lingning Aji Tatwa Kapan- dhitan,
mwang ring Mage- swari Tatwa, Indraloka.
Nyan pangupakaraning madiksa, lwir sajinya, ne ring gurukrama,
dhaksina, 4.siki. dewadewi, 4.siki, panglemek, 4.tamas, tigasan putih,
madaging jinah 225, matali suntagi, kwangi sawijiwiji, tegen-tegenan,
sedah woh, 1.tamas, ring soring gurukrama, sesayut, tumpeng bang,
ayam wiring mapanggang, sampyan andong bang, jinah. 225. dhaksina,
1. majinah 4000, Malih ring arepan guru- krama, majinah 4.kranjang,
majinah sami, 4000. sawiji.
Malih ring sanggar tutwan madulu wetan, munggah suci asoroh,
sapuput ipun, malih dhaksina, 2. daging ipun kadi arep, saruntutan
jinah, 2 kranjang, mametang taiian, dewa-dewi, 2. siki, haywa tan sang
diniksan, sesayut abatekan, tan hilu sesate bebali, kewala byakala,
upakaran sang diniksan, pabresihan, saha busana wastra putih
saparadeg, Ponjen wiji sowang, katur ring sang aji asiki, suci asoroh
arepan Pawedayan, panguriaga, jauman, sagenep ipun, dhaksina,
majinah nista madya utama, tan kari sedah suhun, saha dudus lukat.

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 17


www.komangputra.com

Nyan kramaning pawintenan, lwir sajinya, ngwangun sanggar tutwan,


sajinya suci asoroh sapuputipun, 2. dewa – dewi.1. sedhah woh,1. sesayut
ghana,1. jinah 3.kranjang, madaging sami, 4000, kang sawiji, dhaksina,
1.tatabane abatekan, labaan sang mawinten, biu kayu, gegodoh,
2.jenang prajnyan, runtutanya saha sedhah, jambe sang urip, tinulis
dening : Ka Kha Ga Gha Nga, Sa, Ra, La Wa.
Sang mawinten tinulisan de sang pandhita, aksaranya manut nista
madyottama, sajining pawedayan, lwirnya suci asoroh, peras dhaksina,
majinah nurut manista madyottama.
Hana wwang tan panahur sot, sinangkala pinupuh dening bhuta
Galungan, sira wisesa ring sot, sira ya migraha.
Ageng papanya wwang adwa, yan linyoking sarwa satwa, sadasa tahun
papanya, yan adwa ring sang wiku, kadi hilining banyu, papa
kapangguhnya, apan sang wiku mawak bhatara, wenang manganu-
graheng janma, manglepas-aken karyya rahayu.
Matuwuh, 6 sasih tuwuh ikang rare, nga. maotonan, hana
pangupakaranya, tegesipun ikang rare, aminta nugraha ring Bhatari
Pretiwi, tan kataman upadrawa de Bhatara, tembenya anapak lemah,
ikang i catur sanak, kinenan palukatan, malih aganti haran, lwir
haranya: Sang Garga, Sang Maitri, Sang Kurusya, Sang Pretanjala,
tinuduh de sang pandhita, mulih maring ung- gwanya sowang-sowang,
Mangkana katatwanya, ling- ning Aji Tatwa Jarayutantra.

Siklus Hidup Manusia Hindu, Berdasarkan Lontar Tutur Rare Angon | 18

Anda mungkin juga menyukai