Anda di halaman 1dari 13

Proses Kelahiran Dalam Teks

Bhagawand Agastya Prana dan Kesetaraannya Dengan Sience


Oleh
Anak Agung Raka Asmariani

ABSTRACK
Teks lontar Tutur Bhagawand Agastya Prana is one of the tattwa lontar which is siwaistik where god siwa
has the highest position and is the origin of human creation ( Bhuwana alit). Lontar said Bhagawand Agastya
Prana explained the initial concept of human birth came from the process of conception, farmer meeting
kama putih and kama bang seeds wich will produce embryos sanghyang antigajati. According to biology or
science it explains that the birth process of manuals begins with the meeting of an egg cell with sperm cells
wich later fertilization will occur and eventually fetal formation and developing organs will grow and become
perfect humans and be born into the world.

The science contained in the texs of bhagawand agstya prana is almost the same as that found in science so
it is said to be equivalen.

Key Words : Birth, Bhagawand, Agastya Prana

1.1 PENDAHULUAN yang sesuai dengan pemahaman masyarakat


Bali, yaitu dengan menggunakan istilah–istilah
Teks Bhagawan Anggastya Praṇā merupakan
keberagamaan lokal yang ada di Bali. Lontar Tutur
salah satu Lontar Tattwa, jenis Tutur yang disajikan
Bhagawān Anggastya Praṇā dalam menjabarkan
dalam bentuk dialog-dialog anatara Bhagawān
ajaran proses kelahiran.
Anggatya Praṇā dengan kedua putra putrinya.
Putra pertama beliau bernama Sang Surabrata dan Tutur Bhagawan Anggastya Prana
putri beliau bernama Sri Satyakrětti. Lontar Tutur mengajarkan tentang Konsep kelahiran. Agama
Bhagawān Anggastya Praṇā merupakan salah satu Hindu pada awalnya manusia diciptakan melalui
lontar yang bersifat Sivaistik dimana Tuhan Śiwa sebuah proses kelahiran, Sthiti artinya kehidupan
memiliki kedudukan tertinggi dan merupakan dan dalam sebuah kehidupan sudah pasti manusia
asal mula dari penciptaan manusia (Bhuwana Alit) yang telah diciptakan dipelihara agar menjadi
yang disebut dengan Siwatma. Lontar ini memiliki mahluk yang layak, Pralina yang artinya kematia,
beberapa keunikan tersendiri maka dipandang ketiga unsur ini merupakan imbang dari Tri Murti
perlu untuk mengangkatnya sebagai sebuah yaitu Dewa Brahma, Dewa Wisnu dan Dewa Siwa.
judul penelitian. Berikut beberapa keunikan yang Berdasarkan beberapa keunikan dari Lontar
terdapat dalam Lontar Tutur Bhagawān Anggastya Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā tersebut maka
Praṇā: Lontar Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā dipandang perlu untuk melakukan penelitian
menguraikan dengan khusus tentang proses yang lebih mendalam terhadap teks ini, dengan
kelahiran dalam lingkup kecil khususnya sebuah payung judul ” Proses kelahiran, dalam
mengenai proses kelahiran Bhuana Alit (manusia)

66 Jurnal Sphatika, Volume 9, No 1, Tahun 2018


Lontar Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā”dan Perbedaan antara kedua teks tersebut sudah
kesetaraannya dengan ilmu sience (Kajian terlihat dimana teks Lontar Tutur Bhagawān
Teologi). Anggastya Praṇā khusus membahas tentang
manusia (Bhuana Alit) dan teks Lontar Bhuana
1.2 KAJIAN PUSTAKA Sangkṣěpa membahas alam semesta secara
Kajian pustaka merupakan salah satu menyeluruh (Bhuana Agung). Penelitian Widiani
bagian penting dalam suatu karya ilmiah dapat dijadikan acuan dasar dalam penelitian ini
untuk menghasilkan suatu karya ilmiah yang untuk membahas Konsep Tri Kona.
baik dan berkualitas. Kajian pustaka meliputi Ananda (2008) pada jurnal Sphatika IHDN
pengidentifikasian secara sistematis penemuan Denapsar dalam tulisannya yang berjudul “Konsep
dan analisis dokumen-dokumen yang memuat Penciptaan Dunia dan Manusia dalam Wrhaspati
informasi berkaitan dengan masalah penelitian. Tattwa” menjelaskan mengenai penciptaan di
Dalam kajian pustaka ini, peneliti mencari data dalam Wrhaspati Tattwa. Dijelaskan bahwa dunia
pustaka sebagai pendukung khasanah pengetahuan, ini berasal dari dua unsur yang sangat berperan
pustaka pemandu serta menunjukkan perbedaan penting. Kedua unsur tersebut dikenal dengan
arah penelitian untuk meminimalisir kesamaan Cetana (unsur sadar) dan Acetana (unsur tidak
kajian. Pustaka–pustaka yang digunakan dapat sadar). Selain itu, dijelaskan bahwa Bhatara Śiwa
berupa buku-buku, karya ilmiah, skripsi, tesis dan mengolah unsur spirit atau jiwa dan unsur dasar
sumber bacaan lainnya, yang dipandang perlu dan materi menjadi Tattwa yang lebih kasar yaitu citta
bermanfaat dalam upaya melaksanakan penelitian dan guna. Berdasarkan kedua hal tersebut lahirlah
ini. Adapun beberapa sumber pustaka atau hasil unsur-unsur kasar lainnya sebagai penyusun alam
penelitian yang digunakan sebagai kajian pustaka semesta ini. Selain alam semesata ini, manusia pun
pada penelitian ini sebagai berikut: dijelaskan dalam proses penciptaan alam semesta
Widiani (2015) dalam penelitiannya yang di dalam Wrhaspati Tattwa.
berjudul ”Konsep Kosmologi dalam Lontar Perbedaan tulisan Ananda dan penelitian ini
Bhuana Sangkṣěpa” menjelaskan bahwa Lontar terletak pada teks yang digunakan sebagai obyek
Bhuana Sangkṣěpa merupakan sebuah karya kajiannya. Dimana Ananda mengkaji proses
sastra tradisional yang terdapat di Bali. Bhuana penciptaan yang terdapat pada teks Wrhaspati
Sangksepa ini pada umumnya menjelaskan bahwa Tattwa. Sedangkan pada penelitian ini peneliti
Siwa memiliki hakikat tertinggi di alam semesta. menggunakan teks Lontar Tutur Bhagawān
Teks ini bersifat Siwaistis dan dikelompokkan ke Anggastya Praṇā sebagai obyek kajiannya.
dalam pengetahuan Tattwa. Penelitian Widiani Kontribusi tulisan Ananda dalam penelitian ini
dapat memberikan kontribusi dalam penelitian yaitu sebagai referensi dalam upaya membahas
ini karena dalam pembahasannya sama–sama proses penciptaan/kelahiran manusia yang akan
membahas tentang teks dalam bentuk lontar diungkap dalam penelitian ini. Penelitian Ananda
yang tertuang pada lontar. Teks kajian Widiani mengungkapkan proses penciptaan dalam Teks
maupun teks kajian penelitian ini sama-sama Wrhaspati Tattwa mencakup proses penciptaan
beraliran Sivaistik dimana Tuhan Śiwa memiliki alam semesta (Bhuana Agung) dan manusia
kedudukan tertinggi dan merupakan asal mula (Bhuana Alit). Sehingga tulisan Ananda dapat
dari alam semesta ini baik macrocosmos maupun dijadikan acuan yang baik dalam membahas
microcosmos. Teks Lontar Tutur Bhagawān proses penciptaan manusia (Mikrokosmos) dalam
Anggastya Praṇā membahas secara khusus dan penelitian ini.
mendetail tentang Konsep Tri Kona mulai dari
Wijaya (2011) dalam bukunya yang berjudul
penciptaan, pemeliharan hingga pengembaliannya
”Tuhan menciptakan Alam Semesta dan Manusia
pada unsur alam semesta, yang pada teks Bhuana
Berserta Bentuk – Bentuk kehidupan Lainnya”
Sangkṣěpa tidak begitu banyak di paparkan.

Jurnal Sphatika, Volume 9, No: 1 Tahun 2018 67


dalam buku ini dijelaskan Alam Semesta tentu samabhavat, tato manusyā ajāyanta
saja tidak bisa hanya terpatok pada tata surya kita (Bṛhadāranyaka Upaniṣad I.4.3)
atau bahakan galaksi kita. Alam semesta yang
Dia (karena sendirian) sesungguhnya tidak
sejauh ini masih dianggap tidak terbatas dimana
merasa gembira. Karena itu juga, seseorang yang
diperkirakan berisi ratusan juta galaksi yang terdiri
dari bintang–bintang seperti “Melweg”yang salah menyendiri tidak merasa gembira. Dia (kemudian)
satu ada di Bumi. menginginkan yang kedua, selanjutnya dia menjadi
besar sebesar seorang wanita dan seorang laki-laki
1.3 KONSEP sedang berpelukan erat. Dia yang menyebakan
adanya ātma yang terbagi dua bagian. Maka
1.3.1 KELAHIRAN
terjadilah pasangan suami-istri. Oleh sebab itu
Kelahiran merupakan sebuah proses yang seperti kata-kata Yajñavalkya, tubuh ini adalah
biasanya terjadi atau dialami oleh seorang wanita. sebagian (setengah) dari keseluruhan badan tubuh
Kelahiran bisa terjadi melalui beberapa proses, , seperti setengah dari bagian dari buah yang bulat.
misalnya sebelum kelahiran terjadi maka yang Karena itulah ruangan dipenuhi oleh seorang
terjadi terlebih dahulu adalah terjadi sebuah istri, dia menjadi menyatu dengan istrinya, dari
proses pembuahan yang menyebabkan tumbuhnya penyatuannya itu dihasilkan manusia.
sebuah janin.
Kedua Manu Laki-laki dan Manu
Agama Hindu memiliki berbagai jenis
kitab-kitab suci maupun purana-purana yang Perempuan tersebut ingin berhubungan badan
menyinggung tentang begaimana proses kelahiran (hubungan seks). Keinginan itu mula-mula
mahluk hidup termasuk manusia. Menurut agama timbul dari dalam hati sang Manu Perempuan.
Hindu manusia yang pertama terlahir di dunia ini Namun setelah dipikirkan dan disadari bahwa
adalah Manu. Melalui beliaulah kemudian lahir hal itu tidak benar. Manu Perempuan berpikir
mahluk-mahluk lainnya. Berikut ini adalah proses kanapa Aku harus berhubungan dengan badan
penciptaan mahluk hidup yang tertuang dalam yang telah menciptakan diri-Ku sendiri. Kata
kitab Bṛhadāranyaka Upaniṣad yang penulis Manu Perempuan dalam diri-Nya, ini tidak boleh
kutip dari buku karya Donder, (2007:148) sebagai terjadi, ini bertentangan dengan aturan moral,
berikut: jangan sampai hal ini terjadi. Jika hal ini terjadi
Tuhan mempunyai stategi atau cara sendiri akan menjadi preseden buruk bagi keturunan umat
dalam membuat jaring-jaring evolusi penciptaan, manusia dan Aku dianggap biang keladi yang
yaitu dengan cara terlebih dahulu menciptakan membenarkan terjadinya hubungan seks dengan
gambaran sempurna diri-Nya, yakni menciptakan saudara kembarnya yang sesungguhnya adalah
dirinya menjadi Manu yang wajah-Nya mirip perzinahan. Sang Manu Perempuan berfikir, jika
manusia saat ini. Karena Manu mempunyai tugas aku tetap dalam status ke-devata-an seperti ini
mencipta, akhirnya Manu membagi diri-Nya Aku akan dipersalahkan jika Aku berhubungan
menjadi dua yang sebelah kanan menjadi laki- badan (hubungan seks)dengan yang menciptakan
laki dan yang sebelah kiri sebagai perempuan diri-Ku. Aku harus berstatus sebagai mahluk
sebagaimana uraian dalam Upaniṣad: yang kehilangan sifat ke-devata-an Ku agar Aku
Sa vai naiva reme; tasmād ekāki na ramate; tidakdipersalahkan, entoh aku memiliki niat baik
sa dvitiyam aicchat; sa haitāvān āsa yathā untuk menciptakan mahluk.
stri pumām sau samparisvaktau; sa imam
evātmānam dvedhāpatayat, tatah patis ca 1.3.2 LONTAR BHAGAWAN AGSTYA
patni cabhavatām; tasmād idam ardha- PRANA
brgalam iva svah, iti ha smāha yājnavalkyah; Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi
tasmād ayam ākāsah striyā pūryata eva tām
ketiga, Lontar dapat diartika: Lontar II, 1) pohon

68 Jurnal Sphatika, Volume 9, No 1, Tahun 2018


palem; Borassus Flabellifera, 2) daun pohon palem Bagian badan yang lemah yang menjadi jalan
yang dipakai orang untuk menulis cerita dsb, 3) kematian, -nne kena tumbak karma ia mati, bagian
naskah kuno (dari daun lontar) (Poerwadarminta, badannya yang lemah kena tombak menyebabkan
2006:717). Kata Tutur berarti: ucapan, kata, mati (Gautama, 2009:508)
perkataan, -dan kata, ucapan dan kata, -sepatah, Berdasarkan beberapa definisi diatas Lontar
kata sepatah, -kata (bahasa, cakap), perkataan Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā merupakan
(yang diucapkan), bahasa, bahasa percakapan Lontar Tattwa yang di dalamnya menjelaskan
(Poerwadarminta, 2006:1322).. Berdasarkan bagaimana proses penciptaan manusia (Bhuana
pengertian di atas Lontar Tutur secara sederhana Alit), yang terdiri dari Angga (badan) dan Prana
dapat dideskripsikan sebagai kumpulan daun ental (jiwa) yang diuraikan lewat tutur dari seorang
yang telah dibentuk dan diproses sedemikian rupa Brahmana Rěṣi yaitu Bhagawān Anggastya Praṇā
yang kemudian digunakan sebagai media dari kepada kedua putra putrinya yakni Sang Surabrata
penulisan. Biasanya sebuah Lontar Tutur memuat dan Sri Satyakrětti dengan sebuah dialog yang
tentang esensi ajaran-ajaran keagamaan dan etika begitu alot layaknya seorang guru dan muridnya.
kehidupan. Lontar Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā yang
dimaksud dalam penelitian ini yakni teks Lontar
Kata Bhagawān Anggastya Praṇā
Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā koleksi UPD
sesungguhnya merupakan nama dari salah satu
Pusat Dokumentasi Kebudayaan Bali. Provinsi
tokoh yang terdapat dalam lontar ini. Beliau
Tinggkat 1 Bali-Denpasar, yang telah dialih
diceritakan. merupakan Brahmana Rěṣi yang telah
aksarakan ke aksara latin oleh Ida I Dewa Gěde
mencapai kesempurnaan lahir dan batin berkat
Catra dan di ketik oleh I Dewa Ayu Mayun
pengetahuan yoga samadinya. Nama beliaulah Trisnawati menjadi sebuah buku.
yang dijadikan nama atau judul dari lontar ini
karena, beliau sendirilah yang mengajarkan atau 1.4 PEMBAHASAN
menuturkan secara langsung ajarannya tentang
penciptaan manusia (Bhuana Alit) kepada anak- 1.4.1 Konsep Kelahiran Manusia menurut
anak beliau. Lontar Tutur Bhagawān Anggastya
Praṇā
Jika diartikan secara etemologi kata, kata
Tuhan mempunyai stategi atau cara sendiri
Bhagavān dalam kamus Jawa Kuna Indonesia:
dalam membuat jaring-jaring evolusi penciptaan,
(Skt yang berbahagia, beruntung, termasyur,
yaitu dengan cara terlebih dahulu menciptakan
suci, keramat) orang suci, orang keramat pendeta
gambaran sempurna diri-Nya, yakni menciptakan
(passim di depan nama rohaniawan): orang yang
dirinya menjadi Manu yang wajah-Nya mirip
mulia, terutama seorang raja yang mengundurkan manusia saat ini. Karena Manu mempunyai tugas
diri dari dunia ramai memasuki kehidupan dunia mencipta, akhirnya Manu membagi diri-Nya
rohani dan menjadi seorang wiku. (Zoetmulder, menjadi dua yang sebelah kanan menjadi laki-
1995:94). Bhagawan artinya sama dengan: 1) laki dan yang sebelah kiri sebagai perempuan
Tuhan, 2) Awatar,3) Ahli dan 4) Penguasa…, sebagaimana uraian dalam Upaniṣad:
(Jendra, 2006 : 5) dan kata Angga dalam kamus
Sa vai naiva reme; tasmād ekāki na ramate;
bahasa Bali berarti: Angga, I Asi 1) Berarti sa dvitiyam aicchat; sa haitāvān āsa yathā
badan, 2) Ki umpama, - Ning tlaga kasatan toya, stri pumām sau samparisvaktau; sa imam
umpamakan kolam kekeringan. Mangga berarti evātmānam dvedhāpatayat, tatah patis ca
berbadan, angganin berarti wakili, angga raksa patni cabhavatām; tasmād idam ardha-
berarti pelindung jesmani. Angga sarira berarti brgalam iva svah, iti ha smāha yājnavalkyah;
badan kasar. (Gautama, 2009:24). Prana dapat tasmād ayam ākāsah striyā pūryata eva tām
diartikan: 1) Jiwa, 2) Napas, 3) Alat kelamin, 4) samabhavat, tato manusyā ajāyanta

Jurnal Sphatika, Volume 9, No: 1 Tahun 2018 69


(Bṛhadāranyaka Upaniṣad I.4.3) wujud menjadi kijang jantan. Maka terjadilah
Dia (karena sendirian) sesungguhnya tidak hubungan seks (persetubuhan) antara kijang
merasa gembira. Karena itu juga, seseorang yang betina dan kijang jantan yang tidak lain adalah
menyendiri tidak merasa gembira. Dia (kemudian) penjelmaan dari Manu. Dengan hubungan seks itu
menginginkan yang kedua, selanjutnya dia menjadi maka lahirlah kijang-kijang yang banyak sekali.
besar sebesar seorang wanita dan seorang laki-laki Setelah terciptanya kijang-kijang itu, kemudian
sedang berpelukan erat. Dia yang menyebakan Manu Perempuan berubah wujud kembali lagi ke
adanya ātma yang terbagi dua bagian. Maka wujud seperti semula. Kemudian mereka berdua
terjadilah pasangan suami-istri. Oleh sebab itu ingin menciptakan yang lain lagi, maka Manu
seperti kata-kata Yajñavalkya, tubuh ini adalah Perempuan berubah wujud menjadi kuda bertina
sebagian (setengah) dari keseluruhan badan tubuh dan Manu Laki-laki berubah jadi kuda jantan.
, seperti setengah dari bagian dari buah yang bulat. Dari hasil hubungan seks antara kuda betina dan
Karena itulah ruangan dipenuhi oleh seorang kuda jantan itu lahirlah kuda-kuda yang banyak
istri, dia menjadi menyatu dengan istrinya, dari Sā heyam iksam cakre, katham nu māmāna
penyatuannya itu dihasilkan manusia. eva janayitvā sambhavati, hantah tiro
Kedua Manu Laki-laki dan Manu ‘sānti, sā gaur abhavat, rsabha tiaras
Perempuan tersebut ingin berhubungan badan tām sam evabhavat, tati gāvo ‘jāyanta,
(hubungan seks). Keinginan itu mula-mula vadavetarābhavat, tata eka-sapham
timbul dari dalam hati sang Manu Perempuan. ajāyata, ajetarābhvat, vasta itarah, avir
Namun setelah dipikirkan dan disadari bahwa itarā, mesa itarah, tām sam evābhvat, tato
hal itu tidak benar. Manu Perempuan berpikir ‘jāvajo ‘jāyanta, evam ava yad idam kim
kanapa Aku harus berhubungan dengan badan ca mithunam āpipilikābhayah tat sarvam
yang telah menciptakan diri-Ku sendiri. Kata asrjata. (Bṛhad-āranyaka I.4.4)
Manu Perempuan dalam diri-Nya, ini tidak boleh Sang istri (Manu Perempuan) berfikir,
terjadi, ini bertentangan dengan aturan moral, “bagaimana Aku bisa bersatu dengan-Nya padahal
jangan sampai hal ini terjadi. Jika hal ini terjadi Dia yang menciptakan Aku dari diri-Nya? Baiklah,
akan menjadi preseden buruk bagi keturunan umat Aku akan menyembunyikan diri. Dia menjadi
manusia dan Aku dianggap biang keladi yang sapi betina, dan yang satu-Nya (Manu Laki-laki)
membenarkan terjadinya hubungan seks dengan menjadi sapi jantan, yang (kemudian) bersebadan
saudara kembarnya yang sesungguhnya adalah dengan–Nya, dan dari mereka terlahirlah sapi-sapi.
perzinahan. Sang Manu Perempuan berfikir, jika Yang Satu menjadi kuda betina dan yang Satu-
aku tetap dalam status ke-devata-an seperti ini Nya lagi menjadi kuda jantan. Yang Satu menjadi
Aku akan dipersalahkan jika Aku berhubungan keledai betina dan yang satunya lagi menjadi
badan (hubungan seks)dengan yang menciptakan keledai jantan, yang bersebadan dengan-Nya dan
diri-Ku. Aku harus berstatus sebagai mahluk dari mereka lahirlah binatang-binatang berkuku
yang kehilangan sifat ke-devata-an Ku agar Aku satu. Yang satu menjadi kambing betina, yang
tidakdipersalahkan, entoh aku memiliki niat baik satu-Nya lagi menjadi kambing jantan, yang satu-
untuk menciptakan mahluk. Nya menjadi domba betina dan yang satu-Nya lagi
Setelah berfikir seperti itu Manu Perempuan menjadi domba jantan dan mereka bersebadan
merubah wujud menjadi kijang betina. Melihat maka dari mereka lahirlah kambing dan domba.
keadaan itu Manu Laki-laki sebagai kembaran Demikianlah Dia menciptakan segala sesuatunya,
jiwa dan raga Manu Perempuan dapat memahami apa saja yang ada dalam bentuk sepasang, sampai
apa saja yang dipikirkan oleh Manu Perempuan. kepada bangsa semut....
Menyadari hal itu Manu Laki-laki berubah Penjelasan tentang proses penciptaan/

70 Jurnal Sphatika, Volume 9, No 1, Tahun 2018


kelahiran manusia seperti tertuang dalam Lontar keadaan normal: implantasi pada lapisan
Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā jika kita endometrium dinding kavum uteri).
sepadankan dengan ilmu pengetahuan yang saat ini 4. Pertumbuhan dan perkembangan zigot-
tengah berkembang. Penjelasan tentang kelahiran embrio-janin menjadi bakal individu baru.
manusia yang di uraikan dalam lontar ini mirip
Proses awal kelahiran manusia/seorang
dengan ilmu embriology pada manusia atau mirip
bayi dalam Lontar Tutur Bhagawān Anggastya
ilmu tentang kehamilan/kebidanan saat ini. Hanya
Praṇā dimulai dengan penjabaran tentang
saja penjelasan dalam lontar ini bersifat penjelasan
bagaimana proses pembuahan hingga terbentuknya
secara teologi khususnya teologi Hindu. Artinya
telur Sanghyang Antigajāti. Proses ini merupakan
sejak mulai dari sebelum pembuahan, proses
tahapan awal sebelum lahirnya seorang manusia/
pembuahan, proses perkembangan sygote/zigot,
bayi. Penjelasan tentang pembentuk Antigajāti ini
perkembangan janin hingga lahirnya seorang
merupakan jawaban/penjelasan dari Bhagawān
bayi penjelasan pada Lontar Tutur Bhagawān
Anggastya Praṇā atas pertanyaan kedua putra putri
Anggastya Praṇā ini tetap menempatkan Tuhan
beliau yakni Sang Surabrata dan Sri Satyakreti
sebagai sentral atau sebagai pemeran penting
yang sebelumnya telah mereka tanyakan
dari setiap proses keberlangsungan penciptaan/
tentang proses awal kelahiran manusia. Dimana
kelahiran manusia tersebut. Jadi Tuhan adalah
proses ini merupakan tahapan awal dan dapat
penyebab segalanya.
dikatakan sebagai proses pembuahan atau dalam
Konsep awal kelahiran manusia/seorang bayi bahasa ilmiah disebut dengan proses fertilisasi/
dalam Lontar Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā fertilisation.
ini dapat di bagi menjadi beberapa tahapan yakni:
Proses awal kelahiran manusi bewujud
pertama, Proses pembuahan yakni pertemuan
Sanghyang Śiwatma, ketika Bapak dan Ibumu
benih sang Bapak dan sang Ibu (Fertilisation)
sang beranjak dewasa, dikala itu anakknu sedang
yang nantinya menghasilkan embrio/telur Sang mencari-cari tempat, ketika sang Bapak dan sang
Antigajāti. Tahapan selanjutnya yaitu, proses Ibu, jatuh cinta/ kasěmāran. Ketika itu asmara/
perkembangan/pertumbuhan embrio/janin dalam smaran sang Bapak bernama Smara-jaya, asmara/
kandungan/yang disebut dengan Sang Pratimajāti. smaran sang Ibu bernama Smarā Ratih, ketika itu
anakku bernama Smara-sunya. Selanjutnya sang
1.4.2 Tahap Pembuahan dan Pembentukan Bapak dan Sang Ibu dirasuki /terpengaruh asmara,
Sang Antigajāti kemudian jadilah bertemu gairah sama gairah,
suka sama suka. Lalu berubahlah namanya, sang
Kelahiran seorang manusia dapat terjadi
Bapak menjadi Smara Lulut pikirannya dan sang
tentu diawali dengan adanya suatu kehamilan/
Ibu Smara wěněng pikirannya. Saat ini anakku
mengandung terlebih dahulu, dan kehamilan/
bernama Smara hasa. Kemudian masuk menyusupi
kandungan dapat terjadi disebabkan oleh adanya si Bapak dan si Ibu, sehingga menimbulkan
pembuahan. Sukarni K dan Magareth ZH suka sama suka. Dan anakku ketika itu bernama
(2013:65) menyebutkan bahwa peristiwa prinsip Sanghyang Sūnyātma, pada saat sang Bapak dan
pada terjadinya suatu kehamilan: sang Ibu bertemu/bersenggama.
1. Pembuahan/Fertilisasi: bertemunya sel
Kāma/benih dari sang laki-laki/bapak
telur/ovum wanita dengan sel benih/
awalnya adalah kāma putih, dan benih pada
spermatozoa pria. perempuan/ibu adalah kāma abhāng, begitulah
2. Pembelahan sel (zigot). Hasil pembuahan awalnya baru terdapat dua manusia laki-laki
tersebut. dan perempuan, bernama Sikamoyang Sūkṣma
3. Nidasi/implantasi zigot tersebut pada dan Sikomayang Jāti, ketika bertemunya sang
dinding saluran reproduksi (pada Kakūng/bapak dengan sang wadon/ibu. Disanalah

Jurnal Sphatika, Volume 9, No: 1 Tahun 2018 71


ditukar kāma/benih tersebut, Ida Bhagawān Dwi pada Sanghyang Antigajāti.
dan Ibu Patning Mūrtti lah yang menukarkannya. Berdasarkan kutipan Lontar Tutur
Kāma putih pada sang lanang/si Bapak dan Bhagawān Anggastya Praṇā di atas dapat kita
kāma abāng pada sang wadon/ibu. Ketika pahami bahwa proses kelahiran manusia berawal
itulah sang Atmā mencari tempatnya, barulah dari proses pembuahan dan pembentukan telur
suka sama suka/sama-sama menginginkan, Sang Antigajāti ini. Menurut Lontar ini kelahiran
sang Atmā ditengah keinginan tempatnya, baru seorang manusia berasal atau bersumber dari Ida
kemudian pandang memandang, sang Atmā Sang Hyang Widhi Wasa dalam manifestasi beliau
didalam pandangan tempatnya, kemudian sapa- sebagai Sanghyang Śiwatma.
menyapa/saling komunikasi, sang ātma pada
Bagan Pembuahan dan Pembentukan
suara tempatnya. Baru kemudian bertemu raṣa
Sanghyang Antigajāti
sama raṣa, sang Atmā ditengah-tengah raṣa
tempatnya, bertemulah gerakan dengan gerakan/
aktifitas, sang Atmā ditěngah aktifitas tersebut
tempatnya. Saat menunggu keluarnya kāma/benih
tersebut, sang Atmā bernama sang kāma-molah,
ketika keluarnya kāma/benih dari si Bapak,
sang Atmā bernama sang Ajurmulang, sesudah
bercampurnya/menyatunya si kāma putih/benih
si Bapak di kāma bhang/benih si Ibu saat itu sang
Guru Rumakět namanya, datanglah Sanghyang
Nilakaṇṭa memberikan anugrah, jadilah kental/
mengkristal atmā/benih tersebut bagaikan telur,
dan telur tersebut bernama Sanghyang Antigajāti.
Selanjutnya datanglah para Dewata, juga datang
Sanghyang Dlěng dan Sanghyang Mlěng, dikutuk/
ditugaskanlah oleh Sanghyang Sūkṣma Antara
Wiśeṣa, menjadi kāma mereka berdua, menjadi
kāma bhāng dan kāma putih, bernama Kāmajaya
dan Kāmaratih, menyatu pada Antigajāti, menjadi
Bhāyu Pramaṇa, dadi rasa dari setiap aktifitas,
menjadi Atmā yang memberikan kehidupan,
Sanghyang Sělěm keluar dari dalam
hati si Bapak, menjadi Atmā, bernama Ipittā
Takuping Jiwa, berwujud Ṑng-Kāra sumungsang,
Sanghyang Mlěng keluar dari dalam hati sang
Ibu, menjadi ātma, bernama I Kirit Margga,
berwujud Ṑng-Kāra Ngaděg, penyatuan Ṑng-
Kāra sumungsang dan Ṑng-Kāra ngaděg menjadi
Ṑng-Kāra Rwā-Bhineda, itulah yang menjadi
jalan hidup dan mati, inilah menjadi bumi dan
Berdasarkan skema/bagan diatas dapat
langit, ini juga menyebabkan hidup dan mati, kita pahami bahwa: 1) proses penciptaan/
ini menyebabkan tidur dan terjaga, Sanghyang kelahiran seorang bayi/manusia menurut Lontar
atmā ròro itu merupakan penyatuan dari, I Pittā Tutur Bheagawan Anggastya Prana berawal dari
Tangkuping Jiwa dengan I Kirit Margga, berwujud Sanghyang Śiwatma yang kemudian mencari tempat
Bhāyu Pramaṇa, yang kemudian menjadi satu pada pasangan Bapak Ibu yang sedang kasmaran/

72 Jurnal Sphatika, Volume 9, No 1, Tahun 2018


jatuh cinta. 2) setelah menemukan pasangan bapak laki-laki namanya Kāmma-jaya. Dari
ibu yang sedang kasmaran merasuklah Sanghyang wanita namanya Kāmmaratih. Itu kemudian
Siwatma menjadi Semara Sunya pada pasangan bertemu pada perut sang Ibu, bertempat
tersebut sehingga menimbulkan suka sama suka, pada Gědong Krětti, di tengah Adhipati, itu
bapak menjadi Smawa Lulut perasaanya dan ibu kemudian diberikan anugrah oleh Bhaṭāra,
menjadi smara wěněng perasaannya dan smara menjadi mānuṣia,
sunnya kini menjadi smara hasa merasuk pada
bapak dan ibu menjadi sanghyang sunyatma. 3) 4.3.2 Tahap Pembentukan Sang Pratimajāti
akhirnya terjadilah pertemuan/senggama bapak dan Perkembangannya
dan ibu yang disebut dengan sang kama molah
Setelah terbentuknya telur sebagai akibat
yang merasuk pada kama bapak dan ibu, 4) Kama
dari terjadinya fertilisasi (sang guru rumatket)
tersebut sebelumnya ditukar oleh Bhegawan Dwi
yakni percampuran/pertemuan kama putih/sperma
dan Ibu Patnimurti menjadi Kama Putih dan Kama
dan kama bang/ovum. Maka hasil dari fertilisasi
Bang. Pertemuan Kama Putih dan Kama Bang
yakni Sanghyang Antigajāti yang dihasilkan pada
disebut dengan Sang Ajurmulang. 5) Luluhnya
tuba ampulla digetarkan oleh rambut halus selaput
pertemuan kedua kama itu terjadi pada tuba
lendir pada dinding tuba menyebabkan telur
fallopi yang kemudian menjadi satu disebut Guru
itu masuk jauh ke dalam tuba, akhirnya sampai
Rumaket (fertilisasi). 6) Pada saat itulah datang
pada rahim dan melekatkan dirinya pada lapisan
Sanghyang Nilakanta memberikan anugrah
endometrium. Peritiwa ini disebut Implantasi atau
sehingga mengentallah kedua kama tersebut
nidasi. Pembentukan Sang Pratimajāti merupakan
bagaikan telur yang disebut dengan Sanghyang
kelajutan dari suatu proses kelahiran seorang
Antigajāti.
bayi/manusia setelah terbentuknya Sanghyang
Sanghyang Antigajāti yang terbentuk Antigajāti seperti telah dijelaskan pada sub bab
dari fetilisasi ini akan melakukan pembelah dan pembahasan sebelumnya. Terbentuknya Sang
berkembang menjadi embrio, telur Sanghyang Pratimajāti dalam Lontar Tutur Bhagawān
Antigajāti yang di hasilkan dalam tuba Ampulla Anggastya Praṇā dijelaskan merupakan anugrah
yang digetarkan oleh rambut halus selaput lendir dari para dewata. Dimana pada pembentukannya
pada dinding tuba menyebabkan telur itu masuk para Dewata, Sapta Resi, Panca Resi dan
jauh ke dalam tuba, akhirnya sampai pada rahim Sanghyang Tiga Wisesa lah yang membentuk/
dan melekatkan dirinya (ber-implantasi/nidasi) ngerekayang manusia. Pada tahapan ini Sanghyag
pada lapisan endometrium. Pada petikan lontar Antigajāti kini terlah berwujud seperti manusia
bagian lainnya disebutkan sebagai berikut: yang dalam lontar ini disebut dengan Sang
Lwirnya iki, yan kawite sarin pangan kinume, Pratimajāti. Yendra (2010:20) yang dinamakan
ampasnya dadi bacin, sarinya dadi kāmma, Sang Pratimajāti tiada lain adalah janin itu sendiri,
ampasnya dadi ěñcěh. Saking mwang yaitu embrio atau Sanghyang Antigajāti setelah
lanang Kāmma-jaya, nga. Saking wadon berumur 2 bulan kandungan. Jadi bila kita samakan
Kāmmaratih, nga. Ikā matěmu ring wětěng dengan ilmu kebidanan/kehamilan saat ini ada
sang Ibu, magěnah ring Gědong Krětti, ring kemungkinan proses perubahan dari Sanghyang
tlěnging Adhipati, punikā kawastonin antuk Antigajāti menjadi Sang Pratimajati merupakan
Bhaṭāra, dadi mānuṣa, ada proses perkembangan embrio menjadi janin.
(Teks Lontar Tutur Bhāgawān Anggastya Namun, seperti penjelasan sebelumnya, pejelasan
Praṇā) tentang proses perkembangan janin dalam lontar
Terjemahan: ini sangat kental dengan nilai-nilai teologi,
dimana setiap perkembangan yang terjadi pada si
antara lain, asal mulanya sari-sari makanan calon bayi dijelaskan merupakan anugrah dari para
dan minuman, ampasnya menjadi bacin/ dewata. Dimana dewata memiliki pengaruh yang
kotoran, sarinya menjadi kāma/benih, cukup besar pada pemkembangan si calon bayi.
ampasnya menjadi kencing. Benih dari Proses terbentuknya Pratimajāti berikut dengan

Jurnal Sphatika, Volume 9, No: 1 Tahun 2018 73


perkembangannya pada Lontar Tutur Bhagawān Proses perkembangan selama dalam
Anggastya Praṇā dapat dijabarkan melalui kutipan kandungan secara umum dapat dibagi menjadi
lontar berikut: beberapa periode. Periode tersebut dibagi menjadi
Setelah menyatunya, Sanghyang Slěng tiga periode atau trimester dapat dilihat pada
dan Sanghyang Mlěng, menjadi Kāmajaya dan gambar berikut :
Kāmaratih, merasuk pada sang Antigajāti/Tigajāti, Gambar 5.2.3
datanglah sanghyang Muddhaya, sanghyang Perkembangan Bayi Dalam Kandungan
Ngalěngis, sanghyang Rajatangi, sanghyang
Mūrttining Lěwih, berserta seluruh Dewata Nāwa
Sangha, beserta Sapta Rěṣi, Pañca Rěṣi, dan
Sanghyang Tiga-Wiṥeṣa, karekayang/dibentuklah
manusia, Sang Antigajāti, baru berwujud seperti
manusia, bernama Sang Pratimajāti,
Ketika itu para Dewata berkenan
memberikan anugrahnya seperti: Sanghyang
Akaṣa menganugrahkan kepala/śirah, Sanghyang
Anjining Akaṣa memberikan rambut, Sanghyang
Sūryya Candra memberi mata kanan dan
kiri, Sanghyang Bhrūṇa memberikan hidung,
Sanghyang Marggalayā memberi lubang hidung,
Sanghyang Kwera menganugrahkan kuping/
telinga kanan dan kiri, Sanghyang Marggāswara
memberi lubang telinga, Sanghyang Yāma
memberi mulut, Sanghyang Gamaya memberikan
lubang pada mulut, Hyang Prigimaṇik memberi
gigi, Sanghyang Rijasi menganugrahkan gusi/
hisit, Sanghyang Makěp-akěp memberi bibir,
Sanghyang Madhulaṭa memberi lidah, Sanghyang
Cittaraṣa yang memberikan rasa/perasa pada
lidah, Sanghyang Lěpe menganugrahkan pipi,
Sanghyang Lěngis memberi dagu, Sanghyang
Aṇṭa Tunggal memberikan leher, Sanghyang Watu
Gumulung memberi jagut (benjolan pada leher),
Sanghyang Taya memberikan tangan, Sanghyang
Kālarontek memberi jari-jari, Sanghyang
Pañcanaka memberikan kuku, Sanghyang
Stya memberi bětis/kaki, Sanghyang Muñěng
memberikan husěhan/lingkaran pada rambut dan
pusar, Sanghyang Anangěntala, hulu hati.
kemudian Pañca Rěṣi juga berkenan
memberikan anugrahnya, Hyang Korsikā
menganugrahkan kulit, Hyang Garggha memberi
daging, Sang Metri memberi otot, Hyang
Kuruṣya memberikan tulang, Hyang Pratañjala
menganugrahkan sumsum ”. hal ini merupakan
perkembangan bayi dalam kandungan.

74 Jurnal Sphatika, Volume 9, No 1, Tahun 2018


Pada Lontar Tutur Bhagawan Anggastya Gambar 5.2.3
Prana dijabarkan proses perkembangan Pratimajāti Penganugrahan para Dewata dan Resi
(embrio) selalu terkait dengan Tuhan dalam hal
ini sebagai Dewata, setiap proses perkembangan
janin diungkapkan sebagi anugrah atau kehendak
Tuhan. Semua organ atau anggota badan dari
sang janin merupakan pemberian dari Dewata.
Inilah uniknya proses penciptaan manusia yang
dijabarkan dalam Lontar ini yang sekaligus
menjadi pembeda dari proses penciptaan pada
umumnya. Jadi proses penciptaan manusia dalam
Lontar Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā ini
secara sadar dan sengaja menempatkan Tuhan
(Dewata) sebagai sentral dari setiap tahapan/proses
penciptaan, perkembangan, hingga kelahirannya.
Pada bagian ini penganugrahan bagian-
bagian ataupun organ tubuh manusia jika
diperhatikan lebih menjurus pada penganurahan
bagian-bagian tubuh luar dari manusia. Seperti
misalnya penganugrahan dari para Dewata dan
Panca Resi yang sebagian besar menganugrahkan
mulut, rambut, mata, hidung, telinga, otot dan
bagian-bagian tubuh luar lainnya. Bahkan hingga
bagian-bagian tubuh yang detail sekalipun
merupakan anugrah dewata seperti: lubang Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
hidung, lubang telinga, lubang mulut, jakun, Proses perkembangan embrio yang
hingga pangecap rasa pada lidahpun dijelaskan dituangkan dalam Lontar ini sebagai saatu
sebagi anugrah dari dewata. Untuk mempermudah anugrah dilanjutkan dengan pemberian anugrah
memahami anugrah para dewata dan para resi dari para Dewata Nawa Sang. Dimana pada
tersebut maka dapat dijabarkan dalam tabel tahapan ini sang embrio/manusia dianugrahkan
berikut: bagian-bagian/organ-organ vital dan penting
Gambar 5.2.3 dalam tubuh manusia. Dan jika disimak bagian-
Pembentukan Sang Pratimajāti bagian yang dianugrahkan oleh Dewata Nawa
Sanga ini merupakan bagian tubuh/organ dalam
manusia seperti: jantung, ginjal, paru-paru dan
lain sebagainya. Sehingga melalui penganugrahan
ini sang bayi/calon manusia telah memiliki bagian/
organ-organ tubuh yang lengkap dan sempurna
layaknya manusia. Penjelasan tentang anugrah dari
Dewata Nawa Sanga ini merupakan lanjutan dari
pertanyaan dari kedua putra putri dari Bhagawān
Anggastya Praṇā sendiri tentang bagaimana proses
perkembangan dari Sang Pratimajāti selanjutnya.
Berikut kutipan lontar yang menyatakan tentang
penganugrahan dari para Dewata Nawa Sanga
tersebut:

Jurnal Sphatika, Volume 9, No: 1 Tahun 2018 75


Pemberian anugrah berupa organ-organ saluran reproduksi yakni pada lapisan
tubuh bagian dalam manusia dari para Dewata endometrium dalam lontar ini disebut Gědong
Nawa Sanga diatas dapat disajikan dalam bentuk Krětti/rahim (Uterus) yang bertempat di
tabel sebagai berikut: tengah Adhipati
Gambar 4. Pertumbuhan dan perkembangan zigot-
Penganugrahan Dewata Nawa Sanga embrio-janin dalam lontar ini disebut Sang
Guru Rumaket-Sanghyang Antigajāti-Sang
Pratimajāti sehingga menjadi bakal individu
baru.
Selanjutnya bila dilihat kembali pada tabel
perkembangan embrio secara umum diatas maka
bila Sang Pratiamajāti/sang bayi telah memiliki
anggota badan yang lengkap maka sang bayi telah
memasuki Trimester/periode ketiga dan kiranya
telah memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
diri diluar kandungan ibunya sehingga siap
untuk dilahirkan kedunia. Umat Hindu diBali
percaya ketika bayi dalam kandungannya diasuh
dan dipelihara oleh empat saudaranya yakni
Sang Kandha Pat/Catur Sanak. Begitu pula saat
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 2016
kelahirannya seorang manusia diikuti dan dibantu
kelahirannya oleh Sang Kanda Pat.
Bila disimak dari awal konsep kelahiran
manusia menurut Lontar Tutur Bhagawān
Anggastya Praṇā ini memiliki kesamaan dengan 1.5 KESIMPULAN
konsep kelahiran manusia secara umum/ilmiah. Konsep kelahiran manusia menurut Lontar
Dimana konsep kelahiran manusia dalam lontar Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā ini memiliki
ini memiliki prinsip-prinsip terjadinya suatu kesamaan dengan konsep kelahiran manusia
kehamilan yang sama seperti disebutkan Magareth secara umum/ilmiah. Dimana konsep kelahiran
ZH diawal sub bab ini, hanya saja berbeda pada manusia dalam lontar ini memiliki prinsip-
penyebutan istilah-istilahnya dan kental dengan prinsip terjadinya suatu kehamilan yang sama
unsur Teologi Hindu. Terjadinya kehamilan seperti disebutkan Magareth ZH diawal sub bab
menurut Lontar Tutur Bhagawān Anggastya Praṇā ini, hanya saja berbeda pada penyebutan istilah-
disebabkan oleh: istilahnya dan kental dengan unsur Teologi Hindu.
1. Pembuahan/Fertilisas yang dalam lontar ini Terjadinya kehamilan menurut Lontar Tutur
disebut Sang Guru Rumaket: bertemunya Bhagawān Anggastya Praṇā disebabkan oleh:
Kama Bang (ovum) pada wanita dengan 1. Pembuahan/Fertilisas yang dalam lontar ini
Kama Putih (spermatozoa) pada pria. disebut Sang Guru Rumaket: bertemunya
2. Pembelahan Sang Guru Rumaket(zigot) yang Kama Bang (ovum) pada wanita dengan
nantinya menghasilkan telur Sanghyang Kama Putih (spermatozoa) pada pria.
Antigajāti (embrio) 2. Pembelahan Sang Guru Rumaket(zigot) yang
3. Nidasi/implantasi zigot yang telah menjadi nantinya menghasilkan telur Sanghyang
Sanghyang Antigajāti (embrio) pada dinding Antigajāti (embrio)

76 Jurnal Sphatika, Volume 9, No 1, Tahun 2018


3. Nidasi/implantasi zigot yang telah menjadi Sthapanam.
Sanghyang Antigajāti (embrio) pada dinding
Dunia, I Wayan.2009. Kumpulan Ringkasan
saluran reproduksi yakni pada lapisan
Lontar. Surabaya: Paramita.
endometrium dalam lontar ini disebut Gědong
Krětti/rahim (Uterus) yang bertempat di Gautama, Wayan Budha. 2009. Kamus Bahasa
tengah Adhipati Bali ( Bali – Indonesia ). Surabaya : Paramita.
4. Pertumbuhan dan perkembangan zigot-
Iqbal, Hasan. 2002. Pokok-pokok Penelitian dan
embrio-janin dalam lontar ini disebut Sang
Aplikasinya. Bandung : Ghalia Indah.
Guru Rumaket-Sanghyang Antigajāti-Sang
Pratimajāti sehingga menjadi bakal individu Jendra, Wayan. 2006. Cara Mencapai Moksa
baru. Di Zaman Kali Yuga. Denpasar : Yayasan
Dharma Narada.
Selanjutnya bila dilihat kembali pada tabel
perkembangan embrio secara umum diatas maka Kaelan. 2005. Metode Penelitian Agama Kualitatif
bila Sang Pratiamajāti/sang bayi telah memiliki Bidang Filsafat.Yogyakarta: Paradigma.
anggota badan yang lengkap maka sang bayi telah
Kaelan. 2010. Metode Penelitian Agama Kualitatif
memasuki Trimester/periode ketiga dan kiranya
Interdisipliner. Yogyakarta: Paradigma.
telah memiliki kemampuan untuk menyesuaikan
diri diluar kandungan ibunya sehingga siap Kaelan. 2010. Metode Penelitian Agama Kualitatif
untuk dilahirkan kedunia. Umat Hindu diBali Interdisipliner. Yogyakarta: Paradigma.
percaya ketika bayi dalam kandungannya diasuh
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
dan dipelihara oleh empat saudaranya yakni
Indonesia. 2015. Ilmu Pengetahuan Alam
Sang Kandha Pat/Catur Sanak. Begitu pula saat
SMP/MTs Kelas IX Semester 1. Jakarta.
kelahirannya seorang manusia diikuti dan dibantu
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
kelahirannya oleh Sang Kanda pat.
Martina, Ni Kadek. 2014. Konsepsi Purusa
DAFTAR PUSTAKA Pradhana pada Pelinggih Kiwa Tengen di
Pura Penataran Agung Besakih Kecamatan
Ananda, I Nyoman.2008. Konsep Penciptaan
Rendang Kabupaten Karangasem (Kajian
Dunia Dan Manusia Dalam Wrhaspati
Kosmologi Hindu). Denpasar : Program
Tattwa. Jurnal Sphatika. Denpasar : Institut
Pasca Sarjana IHDN Denpasar.
Hindu Dharma Negeri Denpasar.
Nardayana, Wayan.2009. Kosmologi Hindu
Azwar, Saifudin. 2004. Metode Penelitian.
Dalam Kayonan Pada Pertunjukan Wayang
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Kulit Bali. Tesis. Denpasar : Institut Hindu
Bangli, Ida Bagus Putu. 2006. Bhegawan Anggstya Dharma Negeri Denpasar.
Prana Proses Awal Lahirnya Manusia.
Pemerintah Daerah Tingkat I Bali. 1998. Panca
Surabaya. Paramita.
Yadnya Dewa Yadnya, Bhuta Yadnya, Resi
Bungin, Burhan. 2001. Metodelogi Penelitian Yadnya, Pitra Yadnya dan Manusa Yadnya.
Sosial. Surabaya : Airlangga Universitas Denpasar.Pemerintah Daerah Tingkat I Bali.
Press
Poerwadarminta, W. J. S. 2006. Kamus Umum
Darmayasa. 2014. Bhagawad Gītā (Nyanyian Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Jakarta :
Tuhan). Denpasar. Yayasan Dharma Balai Pustaka Jakarta.

Jurnal Sphatika, Volume 9, No: 1 Tahun 2018 77


Prama, Gede. 2015. Nyanyian Kedamaian
Kesembuhan, Kedamaian, Keheningan.
Tanpa Kota Terbit. Compassion.

Purwanto, Agus. 2009. Pengantar Kosmologi,


Surabaya : ITS Press.

78 Jurnal Sphatika, Volume 9, No 1, Tahun 2018

Anda mungkin juga menyukai