Anda di halaman 1dari 33

.

Terwujudnya kepribadian yang mantap, berpikir kritis, bersikap rasional


dan dinamis, berpandangan luas dan bersikap demokratis yang
berkepribadian menjujung tinggi nilai-nilai kemanusian.

Menjelaskan pendampingan masa kritis,


perawatan jenasah.

Menjelaskan konsep penyakit,manajemen


penyakit, beribadah dalam pandangan Agama
Buddha

Menjelaskan konsep Manusia dan


Agama,nilai agama dalam pandangan
Agama Buddha

TUJUAN PENDIDIKAN AGAMA


Perawatan kesehatan adalah sebuah proses yang berhubungan dengan pencegahan, perawatan,
dan manajemen penyakit dan juga proses stabilisasi mental, fisik, dan rohani melalui pelayanan
yang ditawarkan oleh organisasi, institusi, dan unit profesional kedokteran.

1. MANUSIA
AWAL MULA “PENCIPTAAN”
“Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa“
Salam Damai dan Cinta Kasih … ,
Pada wacana kali ini saya akan mengajak anda membahas mengenai “ Awal
Mula Penciptaan “ dari sudut pandang Buddha-Dhamma. merujuk salah satu sutta
Sang Buddha yang berhubungan dengan awal mula terjadinya alam semesta ini, yaitu
Agganna-sutta, yang merupakan Sutta ke-27 dari Digha Nikaya. Kali ini kita akan
membahas sutta / khotbah Sang Buddha tersebut dalam bentuk alur proses, sebagai
berikut ini :
(a). Masa Setelah Kiamat / Hancurnya Bumi
“Vasetha, terdapat suatu saat, cepat atau lambat, setelah suatu masa yang lama
sekali, ketika dunia ini hancur ( kiamat ). Dan ketika hal ini terjadi, umumnya
makhluk-makhluk terlahir kembali di Abhassara ( alam cahaya, surga ke-12 dalam
kosmologi Buddhis );disana mereka hidup dari ciptaan batin ( mano maya ), diliputi
kegiuran batin, memiliki tubuh yang bercahaya, melayang-layang di angkasa, hidup
dalam kemegahan.
Mereka hidup demikian dalam masa yang lama sekali.

(b). Kondisi Bumi setelah berlalunya masa Kiamat / Hancurnya Bumi


( pembentukan awal )
“ Pada waktu itu ( bumi kita ini ) semuanya terdiri dari air, gelap gulita. Tidak ada
matahari atau bulan yang nampak, tidak ada bintang-bintang maupun konstelasi-
konstelasi yang kelihatan, siang maupun malam belum ada, laki-laki maupun wanita
belum ada. Makhluk-makhluk hanya dikenal sebagai makhluk-makhluk saja. “
Khotbah Sang Buddha tersebut ternyata senada dengan pendapat para ilmuwan
modern, bahwa pada awal-mulanya, permukaan bumi ini tertutup oleh air. Merujuk
pada khotbah tersebut, Sang Buddha tidak menyatakan bahwa matahari dan bintang-
bintang belum ada atau tercipta setelah bumi. Yang dinyatakan Sang Buddha adalah,
bahwa matahari dan bintang-bintang belumlah nampak, atau dengan kata lain ada
sesuatu yang lain yang menghalangi penampakan mereka. Bisa diartikan, yang
menghalangi terlihatnya cahaya matahari dan bintang-bintang adalah karena
makhluk-makhluk yang ada waktu itu semuanya adalah makhluk cahaya, yang
memancarkan sinar kemilau yang megah, yang karenanya menutupi sinar matahari,
bulan dan bintang. Makhluk hidup yang ada pertama kali adalah “aseksual”, tidak
berjenis kelamin, tidak ada laki-laki, tidak ada perempuan. Hal ini senada dengan
temuan para ilmuwan modern.
(c). Makanan yang Muncul Pertama Kali
“ Vasetha, cepat atau lambat setelah masa yang lama sekali bagi makhluk-makhluk
tersebut, tanah dengan sarinya muncul keluar dari dalam air. Sama seperti bentuk-
bentuk buih ( busa ) di permukaan nasi susu masak yang mendingin, demikianlah
munculnya tanah itu.
Tanah itu memiliki warna, bau dan rasa. Sama seperti dadih susu atau mentega
murni, demikianlah warna tanah itu; sama seperti madu tawon murni, demikianlah
manis tanah itu. “

(d). “Dosa-Asal” Para Makhluk : Keserakahan


“ Kemudian Vasetha, diantara makhluk-makhluk yang memiliki sifat
serakah ( lolojatiko )berkata : “O apakah ini ? “, dan mencicipi sari tanah itu dengan
jarinya. Dengan mencicipinya, maka ia diliputi oleh sari itu, nafsu keinginan masuk
dalam dirinya.
Makhluk-makhluk lainnya mengikuti contoh perbuatannya, mencicipi sari tanah itu,
dengan jari-jari…makhluk-makhluk itu mulai makan sari tanah, memecahkan
gumpalan-gumpalan sari tanah tersebut dengan tangan mereka.”

(e). Lenyapnya Cahaya dari Para Makhluk Cahaya dan Terlihatnya Sinar
Matahari dan Bintang-bintang
“ Dan dengan melakukan hal ini, cahaya tubuh makhluk-makhluk itu lenyap. Dengan
lenyapnya cahaya tubuh mereka, maka matahari, bulan, bintang-bintang dan
konstelasi-konstelasi nampak… siang dan malam terjadi.”

(f). Bermulanya Pembentukan Bumi Kembali ( Evolusi )


“ Demikianlah Vasetha, sejauh itu bumi terbentuk kembali. Vasetha, selanjutnya
makhluk-makhluk itu menikmati sari tanah, memakannya, hidup dengannya, dan
berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.”

(g).Terbentuknya Tubuh Para Makhluk Dunia


“ Berdasarkan atas takaran yang mereka makan itu, maka tubuh mereka menjadi
padat, dan terwujudlah berbagai macam bentuk tubuh. Sebagian makhluk memiliki
bentuk tubuh yang indah dan sebagian makhluk memiliki bentuk tubuh yang buruk.”

(h). Munculnya Tumbuhan Pertama Kali ( Tumbuhan Serupa Cendawan )


“ Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh yang indah
memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh yang buruk…maka sari
tanah itupun lenyap…ketika sari tanah lenyap…muncullah tumbuhan dari
tanah ( bhumipappatiko ).
Cara tumbuhnya seperti cendawan…mereka menikmati, mendapatkan makanan,
hidup dengan tumbuhan yang muncul dari tanah tersebut, dan hal ini berlangsung
demikian dalam masa yang lama sekali…( seperti diatas )…”
Sementara mereka bangga akan keindahan diri mereka, mereka menjadi sombong
dan congkak, maka tumbuhan yang muncul dari tanah itupun lenyap.

(i). Munculnya Tumbuhan Selanjutnya ( Tumbuhan Menjalar )


“ Selanjutnya tumbuhan menjalar ( badalata ) muncul…warnanya seperti dadih susu
atau mentega murni, manisnya seperti madu tawon murni. Mereka menikmati,
mendapatkan makanan dan hidup dengan tumbuhan menjalar itu…maka tubuh
mereka menjadi lebih padat; dan perbedaan tubuh mereka nampak lebih jelas,
sebagian nampak indah dan sebagian nampak buruk.
Dan karena keadaan ini, maka mereka yang memiliki bentuk tubuh indah
memandang rendah mereka yang memiliki bentuk tubuh buruk…
Sementara mereka bangga akan keindahan tubuh mereka sehingga menjadi
sombong dan congkak, maka tumbuhan menjalar itupun lenyap. “
(j). Munculnya Padi
“ Kemudian Vasetha, ketika tumbuhan menjalar lenyap…muncullah tumbuhan padi
( Sali ) yang masak di alam terbuka, tanpa dedak dan sekam, harum, dengan bulir-
bulir yang bersih. Pada sore hari, mereka mengumpulkan dan membawanya untuk
makan pada waktu malam, pada keesokan paginya padi itu telah tumbuh dan masak
kembali. Bila pada pagi hari mereka mengumpulkan dan membawanya untuk makan
siang, maka pada sore hari padi tersebut telah tumbuh dan masak kembali, demikian
terus menerus padi itu muncul.
Vasetha, selanjutnya makhluk-makhluk itu menikmati padi ( masak ) dari alam
terbuka, mendapatkan makanan itu dan hidup dengan tumbuhan padi tersebut, dan
hal ini berlangsung demikian dalam masa yang lama sekali.”

(k). Terbentuknya Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan


“ Berdasarkan atas takaran yang mereka nikmati dan makan itu, maka tubuh mereka
tumbuh lebih padat, dan perbedaan bentuk tubuh mereka nampak lebih jelas. Bagi
wanita nampak jelas kewanitaannya ( itthilinga ) dan bagi laki-laki nampak jelas
kelaki-lakiannya ( purisalinga ).”

(l).Terjadinya Hubungan Sexual


“ Kemudian wanita sangat memperhatikan tentang keadaan laki-laki, dan laki-lakipun
sangat memperhatikan keadaan wanita. Karena mereka saling memperhatikan
keadaan diri satu sama lain terlalu banyak, maka timbullah nafsu indria yang
membakar tubuh mereka. Dan sebagai akibat adanya nafsu indria tersebut, mereka
melakukan hubungan kelamin.
Vasetha, ketika makhluk-makhluk lain melihat mereka melakukan hubungan
kelamin…dst…dst… “.
Menurut Sang Buddha, alam semesta ini tidak berawal ; tidak ada awal yang
benar-benar awal, karena daur-hidup semesta ini, dari awal-mula terjadi hingga
kiamat, dan mulai dari awal evolusi lagi, telah berlangsung sangat lama, tidak hanya
sekali saja.
Keberadaan dan berlangsungnya alam-semesta itu ditunjang oleh hukum alam
semata. Hukum alam itu sendiri, sesungguhnya bersifat relatif, hanya berlaku di alam
fenomena, dan muncul “secara khayal” / “delusif” dari dalam tathagatagarbha ( “rahim
Tathagata” ).
Sang Buddha juga mengajarkan bahwa ada banyak planet lain yang juga dihuni
makhluk hidup, jauh sebelum tata-surya kita terbentuk. Mungkin inilah yang saat ini
oleh ilmuwan dan masyarakat modern dikenal dengan “alien”. Tidak mengherankan
bila makhluk luar angkasa ini mempunyai teknologi dan peradaban yang jutaan tahun
lebih maju daripada manusia, karena ternyata menurut Sang Buddha sendiri, sebelum
tata-surya kita terbentuk, diluar sana telah ada tata-surya yang juga telah dihuni oleh
makhluk-makhluk hidup.

Dalam Patika-sutta, Sang Buddha menyatakan Beliau tidak hanya mengetahui


asal-muasal ( agganna ) dari segala sesuatu, tapi jauh lebih banyak lagi. Dan menurut
Sang Buddha, maka sesungguhnya tidaklah ada “awal” yang benar-benar bisa
disebut sebagai “awal”, Sang Bhagava Guru, Sang Sugatha, bersabda, “ Tak dapat
ditentukan awal dari alam semesta. Titik terjauh dari kehidupan, berpindah dari
kelahiran ke kelahiran, terikat oleh ketidak-tahuan dan keinginan, tidaklah dapat
diketahui. “ ( SN. II. 178 )

PENGERTIAN dan Proses MANUSIA.9 ##


Banyak manusia didunia ini, terikat erat dengan badan jasmaninya yang indah dam mempesona.
Mereka sangat bangga dengan kecantikannya atau ketapanananya yang dimilikinya. Mereka
kadang-kadang menjadi sombong dengan wajahnya yang cantik atau tampan, kulitnya yang halus,
tingginya yang halus semampai, dan semacamnya. Mereka menganggap semua keindahan yang
dimilikinya itu kekal abadi.

Sebaliknya, banyak pula manusia didunia ini meratapi dirinya yang malang. Mereka sedih
memandangi tubuhnya yang tidak indah. Mereka kecewa dengan wajahnya yang tidak cantik dan
tidak tampan. Mereka jengkel dengan segala kekurangannya yang terdapat pada tubuhnya. Mereka
menganggap bahwa segala keburukan yang ada pada badan jasmaninya, itulah yang
mengakitbatkan mereka tidak disukai oleh masayarakat didalam pergaulan.Namun apakah benar
demikian? Apakah sesungguhnya yang disebut manusia menurut agama Buddha?.

Dalam kitab Sammyutta Nikaya III.47 dijelaskan yang disebut makluh adalah Pancakhanda. Jadi
menurut agama Buddha manusia adalah terdiri dari lima kelompok perpanduan yang disebut
Pancakhanda. Panca khanda 3 dapat diuraikan menjadi dua yaitu :

1. Rupakhanda yang disebut kelompok Jasmani atau fisik

2. Namakhanda yang disebut kelompok batin, Rokhani atau psikis.

Rupakhanda maupun namakhanda ini selalu dalam keadaan berubah-ubah. Disamping


perkembangan fisik, setiap manusia mengalami perkembangan batin. Keadaan dan pertumbuhan
batin ini dapat berkembang baik jika diberi rangsangan-rangsangan atau ajaran yang baik.
Sebaliknya, batin ini akan berkembang kearah yang jahat apabila diberi rangsangan-rangsangan
yang tidak baik.

Namakhanda atau kelompok batin ini tidak jelas terlihat oleh mata biasa, tetapi dapat diketauhi
dengan adanya tingkah laku yang berbeda-beda dari setiap manusia. Namakhanda terdiri atas
empat 5 kelompok, yaitu :

1. Vinnanakhanda adalah kelompok kesadaran.


2. Sannakhanda adalah kelompok pencerapan
3. Sankharakhanda adalah kelompok pikiran.
4. Vedanakhanda adalah kelompok perasaan.

1. RUPAKHANDA

Rupakkhanda yaitu kelompok jasmani, merupakan gabungan dari empat unsur dasar yang besar
dengan bentuk bentuk materi lain yang masing mempunyai perbandingan berbada beda . keempat
unsur dasar itu membentuk badan jasmani yg tidak dapat dipisahkan. Dari keempat unsur dasar ini
terlahir sebuah bentuk materi baru. Keempat unsur dasar ini disebut maha butha atau maha dhatu
empat

maha butha atau maha dhatu empat yaitu :

1. Patavi datu atau unsur padat, unsur ini merupakan unsur dasar yang penting karena merupakan
dasar materi . sifatnya adalah kekerasan dan kelunakan
2. Apo datu atau unsur cair, yang memilii gaya rekat dari sifat sifat materi, sehingga membentuk
massa atau gumpalan . sifatnya adalah keenceran dan penyusutan .
3. Tejo datu atau unsur api panas unsur merupakan kekuatan untuk membakar dan menyebabkan
masaknya sifat sifat materi, sifatnya panas atau dingin
4. Vayo datu atau unsur angin (gerak), unsur merupakan kekuatan untuk membantu atau melawan
. unsur ini membantu gerakan alat alat jasmani kita, seperti mata berkedip, mata melirik, tangan
bergoyang .dll
Selanjutnya, Sang Buddha mengatakan bahwa jasmani atau rupa itu terbentuk karena adanya
empat pacaya atau empat kebutuhan yaitu : 1.Karma atau perbuatan, 2. Citta atau pikiran. 3. Utu
atau suhu 4. Ahara atau makanan.

Keempat macam paccaya ini juga menyebabkan terjadinya perubahaan- perubahan pada jasmani
manusia.

1. Karma atau perbuatan, 8.baik perbuatan dilakukan pada masa kehidupan yang lampau,
perbuatan sekarang maupun perbuatan yang dilakukan menjelang kematian. Akan
mempengaruhi terbentuknya jasmani seseorang pada tuminbal lahir nanti. (dalam kandungan
ibunya ) hingga perkembangan selanjutnya. Jika perbuatan itu sering dilakukkan, maka hasil
jasmaninya yang terbentuk normal dalam arti tidak ada cacatnya , juga cantik atau tampan,
serta selalu sehat.
2. Citta atau pikiran sesesoarang akan mempengaruhi pertumbuhan jasmaninnya. Anak yang
pikirannya selalu tertekan misalnya : karena sering dipukul atau keinginnan tidak dipenuhi akan
mengalami keterlambatan dalam pertumbuhan jasmaninya . Sebaliknya, jika anak-anak sehari-
harinya merasa gembira, pikirannya tidak mengalami gangguan atau tekanan , dan ia
mempunyai kesempatan untuk mengembangkan kreativitasnya, maka fisiknya akan dapat
tumbuh dan berkembang dengan baik.
3. Utu atau suhu atau temperature dapat mempengarui jasmani seseorang, Perbedaan
temperatur antara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya ( letak geografis berbeda)
menyebabkan perbedaan bentuk fisik masnusianya . Hal ini dapat dilihat di daerah-daerah
tertentu yang anak-anaknya mempeunyai tubuh tinggi dan besar, sedangkan ditempat lain
daerah bentuk tubuhnya kecil dan pendek.
4. Ahara atau makanan juga mempengaruhi jasmaninya seseorang anak yang selalu diberikan
makana yang baik yang mengandung zat-zat yang diperlukan bagi pertumbuhanb jasmaninya,
maka pertumbuhan yang terjadi akan lebih cepat dan baik, jika dibandingkan dengan
pertumbuhan jasmaninya atau fisik anak yang tidak mendapat makanan yang cukup.
Selanjutnya perlu didingat bahwa tidak selalu kebururkan wajah atau cacat yang ada pada badan
jasmani sesesoarang yang mengakibatkan ia tidak disukai oleh masyarakat didalam pergaulan,
melainkan lebih banyak disebabkan oleh perbuatannya. Jika orang yang berwajah cantik atau
tanpan memmpunyai sikap, tingkah laku, dan tutur kata yang tidak baik, maka ia tidak akan disukai
oleh masyarakat dan sebaliknya Jika seorang mempunyai sikap, tingkah laku, dan tutur kata yang
baik, maka ia tentu akan disukai oleh masyarakat.

II. NAMA KHANDA.

1. Vinnakhanda atau kelompok kesadaran, 6yaitu bagian batin yang mengetauhi obyek, atau
keadaan yang menerima, memikir, dan mengetauhi obyek, Kelompok kesadran yang
mengetauhi obyek yang baik atau tidak baik, yang menyenangkan atau tidak menyenangkan
dan netralitu dapat timbul melalui enam kesadaran. Yaitu kesadaran melihat dengan mata,
kesadaranmendenganr dengan telinga, kesadaran mencium dengan hidung, kesadarn
mengecap dengan lidah, kesadaran sentuhan dengan jasmani dengan tubuh, dan
kesadaranpikiran dengan kontak pikiran.
2. Sannakhanda atau kelompok pencerapan, yaitu kemampuan untuk menerima tanggapan-
tangggapan dan mengenalnya, baik yang muncul bersamaperasaan menyenangkan, yang tidak
menyenangkan, maupun netral, terhadap berbagai obyek, yaitu obyek bentuk melihat,obyek
suara yang didengar, obyek bau yang dicium, obyek rasa dikecap, obyek sentuhan danobyek
hati sanubari.
3. Sankharakhandaatau kelompok paktor pikiran, yaitu faktor batin yang dapat besekutu
dengan kesadaran baik, tidak baik, atau netral terhadap kesan-kesan yang duserap melalui
penglihatan, melalui pendengaran, melalui penciuman, melalui pencerapan, melalui sentuhan-
sentuhan, dan gagasan yang diterimanya, Sankarakhanda ini meliputi bentuk-bentuk pikiran
atau batin yang baik, tidak baik dan netral.
Hendaknya pikiran diarahkan kepada pengertian benar, bijaksana dan mempunyai keyakinan,
selalu ingat terhadap segala sesuatu yang baik, mempunyai rasa malu untuk melakukan
perbuatan-perbuatan jahat. Dan mempunyai rasa takut akan akibat perbuatan yang jahat yang
telah diperbuat. Dan sebaliknya pikiran diarahkan menjauh dari kesekahan, kemalasan,
kebodohan, kebencian, sukha mengkhayal,

4. Vedanakhanda atau kelompok perasaan, yaitu semua kemampuan untuk merasakan


obyek yang dialami kesadaran, baik menyenangkan, tidak menyenangkan, maupun yang
netral. Yang timbul karena adanya kesan –kesan yang diterima melalui Yaitu kesadaran
melihat dengan mata, kesadaran mendengar dengan telinga, kesadaran mencium dengan
hidung, kesadarn mengecap dengan lidah, kesadaran sentuhan dengan jasmani dengan tubuh,
dan kesadaran kesan-kesan dengan kontak pikiran. Perasaan menyenangkan akan timbul
dalam diri kita bila indria kita menangkapm obyek-obyek yang baik dan batin senang pada
obyek itu. Sebaliknya perasaan tidak menyenangkan akan timbul dalam diri kita, bila kita
menerima obyek-obyek yang tidak baik dan batin kita tidak senag akan obyek tersebut..

SIFAT-SIFAT MANUSIA

Didalam diri kita terdapat enam sifat yang terdiri 4 sifat buruk dan dua sifat baik, hendaknya kita
memiliki sifat-sifat baik dan menghilangkan sifat buruk.

Sifat manusia yang tidak baik adalah Lobha atau serakah, Dosa atau kebencian, moha atau
kebodohan dan suka mengkayal. Sedangkan sifat-sifat baik ialah Panna atau bijaksana dan Saddha
menpunyai keyakinan yang teguh.

SIFAT LOBA ATAU SERAKAH

Loba tau serakah merypakan akar dari kejahatn. Seorang yang serakah atau lobha adalah orang
yang sangat terikat dengan napsu keinginannya untuk memiliki sesuatu tanpa batas Serakah itu
merupakan sifat yang buruk. Orang serakah sebenarnya orang yang jahat.

Ciri orang serakah:

Mementingkan dirinya sendiri.


Tidak mempunyai belkas kasihan dan tidak berprikemanusiaan.
Tidak mempunyai kesetiakawanan sosial
Tidak segan-segan mengorbankan orang lain demi kesekahannya tercapai.
Keserakahan yang ada didalam pikiran kita yang menyebabkan kita menderita. Karena Sang
Buddha bersabda” Kalau kita berkata dan berbuat dengan pikiran serakah, maka
penderitaan akan senantiasa mengikuti kita “

Sifat loba atau serakah ini dapat dikikis dengan melaksanakan Meditasi dengan obyek wujud
kekotoran atau bangkai.

DOSA ATAU KEBENCIAN. 9

Orang yang membenci adalah orang yang sangat terikat dan dengan orang yang tidak disenangi,
yang tidak disukainya.

Ciri-cirinya orang yang membenci:

Suka marah.
Jengkel dan irihati.
Senang melihat kesalahan orang lain walaupun kecil.
Sombong pada waktu mendapatkan keberhasilan.
Mencari teman jika mendapat kesusahan.
Hal ini sesuai dengan peribahasa: “Gajah dipelupuk mata tidak tampak, kuman diseberang lautan
tampak”. Kebencian merupakan akar dari kejahatan yang akan menyebabkan penderitaan. Sabda
Sang Buddha: “Kebencian akar berakhir, jika dibalas dengan cinta kasih”.
“Berbahagialah orang tidak membenci, diantara orang-orang yang suka membenci.

Sifat kebencian ini dapat dikikis dengan melaksanakan Meditasi obyek warna biru, kuning,
merah,putih.

MOHA ATAU KEBODOHAN’

Orang bodoh, sikapnya tidak menetu, goyah, batinnya lemah, ragu-ragu, sering bingung
menghadapi sesuatu. Orang bodoh pendirinya tidak tetap, sering berubah.

Sifat moha ini dapat dikikis dengan melaksanakan Meditasi Samatha bhavana dengan obyek
pernafasan.

SADDHA ATAU KEYAKINAN

Orang yang mempunyai keyakinan teguh, beriman, apapun yang dikerjakannya senantiasa
berdasarkan atas keyakinannya teguh.Orang yang mempunyai keyakinan teguh mempunyai cirri
menjadi oran yang rendah hati, tidak sombong, dermawan, jujur, suka menemui orang-orang
bijaksana. Sifat sadha ini dapat dikembangkan dengan melaksanakan Meditasi obyek

Perenungan sifat-sifat Tuhan.

PANNA ATAU BIJAKSANA

Orang bijaksana dalam melaksanakan sesuatu selalu hati-hati dan waspada, selalu menyadari akan
keadaan kehidupan ini tidak kekal, selalu berubah, yang menderita dan tampa aku. Orang yang
bijaksana sering bermeditasi, tidak senang mendengarkan gossip, kabar angin yang belum tentu
benar. Orang bijaksana, menjadi panutan dan menjadi sahabat yang baik bagi setiap orang.

Sifat bijaksana ini dapat dikembangkan dengan melaksanakan Meditasi obyek perenungan
kematian

SUKA MENGKHAYAL

Orang yang suka mengkhayal mengerjakan segala sesuatu selalu dengan tergesa-gesa, tidak teliti,
tidak waspada, malahan sering gugup, sehingga usahanya sering gagal.

Sifat suka mengkayal ini dapat dikikis dengan melaksanakan Meditasi obyek pernafasan.

MANUSIA SETELAH MENEMUI AJALNYA

WAFAT / MATI

Karma atau amal perbutannya dapat berubah dalam kehidupan sekarang atau dapat berbuah dalam
kehidupan – kehidupan berikutnya. Karma yang belum berbuah akan tertibun – timbun .

Pada waktu manusia menemui ajalnya, timbunan karmanya itu akan mendorong makluh itu
tergelincir tumimbal lahir sesuai dengan timbunan karmanya. Pada waktu manusia menemui ajalnya
atau mati , perpaduan nama dan rupa akan pisah.

NAMA ADA DUA KEMUNGKINAN :


1. Manusia yang telah mencapai kesucian hidup (Buddha), sudah tidak mengalami tumimbal lahir
dialam manapun. Tidak dilahirkan dialam manusia, sudah tidak mengalami umur tua, sudah
tidak mengalami sakit, sudah tidak mengalami mati, akan langgeng menyatu dengan yang
suci, menyatu dengan yang tidak dilahirkan menyatu dengan Tuhannya.

2. Yang belum mencapai kesucian hidup, masih harus menjalani tumimbal lahir lagi sesuai
dengan timbunan karmanya.
 Dapat lahir dialam yang pemuh kebahagiaan / alam surga / alam dewa, lahir terus
membesar.
 Dapat lahir dilam apaya alam penderitaan alam neraka /lahir terus membesar.
 Dapat lahir dialam manusia, lahir melalui kandungan ibu, lahir sebagai bayi, dan sudah
dihitung berusia satu tahun.

Yang dikatakan makluh dalam tiga alam tersebut pasti memiliki nama. Makluh itu ijlik hilir tuminbal
lahir terus menerus ditiga alam itu.

Hidup ini dialam manusia itu sebentar saja, ibarat hidup hanya mampir ngombe. Hal ini dibanding
dengan komonitas lahir yang tiada henti-hentinya.

RUPA / JASMANI.

Rupa atau jasmani menjadi jenasah, akan disempurnaan sesuai budayanya. Dapat dimakamkan,
didonorkan kepada yang membutuhkan, dapat diperabukan dan dapat dibuang begitu saja, akan
berproses kembali keasalnya :

Asal dari tanah kembali ketanah.


Asal dari air kembali keair.
Asal dari panas kembali kepanas.
Asal dari udara kembali ke udara.
Tujuan tertinggi beragama Buddha ialah Nirawana / Nibbana dengan melalui meditasihingga
mencapai kesucian hidup . Latihlah dan budayakan meditasi mencapai ketenangan batin.

2.Tujuan Hidup manusia dalam agama Buddha


Di dalam Dhammapada ayat 276, Sang Buddha sendiri bersabda demikian :
“Engkau sendirilah yang harus berusaha,para Tathagata hanya menunjukkan
jalan.”
Setelah kita dapat mengerti atau memahami arti manusia dalam Buddha Dhamma, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya tadi, maka kita sudah dapat mengetahui bahwa tujuan hidup umat
Buddha adalah tercapainya suatu kebahagiaan, baik kebahagiaan yang masih bersifat keduniawian
(yang masih berkondisi) yang hanya bisa menjadi tujuan sementara saja; maupun kebahagiaan
yang sudah bersifat mengatasi keduniaan (yang sudah tidak berkondisi) yang memang merupakan
tujuan akhir, dan merupakan sasaran utama dalam belajar Buddha Dhamma.

Banyak orang yang masih memiliki salah pengertian mengatakan bahwa,Agama Buddha
(Buddha Dhamma) hanya menaruh perhatian kepada cita-cita yang luhur, moral tinggi,
dan pikiran yang mengandung filsafat tinggi saja, dengan mengabaikan kesejahteraan
kehidupan duniawi dari umat manusia.

Padahal, Sang Buddha di dalam ajaran-Nya, juga menaruh perhatian besar


terhadap kesejahteraan kehidupan duniawi dari umat manusia, yang merupakan
kebahagiaan yang masih berkondisi.
Memang, walaupun kesejahteraan kehidupan duniawi bukanlah merupakan tujuan akhir dalam
Agama Buddha, tetapi hal itu bisa juga merupakan salah satu kondisi (sarana / syarat) untuk
tercapainya tujuan yang lebih tinggi dan luhur, yang merupakan kebahagiaan yang tidak
berkondisi yaitu terealisasinya Nibbana.

Dari uraian dari Vyagghapajja sutta yang ada hubungannya dengan kesuksesan dalam kehidupan
duniawi yang berkenaan dengan tujuan hidup umat Buddha.

Sutta lain yang juga membahas tentang kesuksesan dalam kehidupan duniawi ini, bisa kita lihat
pula dalam Anguttara Nikaya II 65, 10 di mana Sang Buddha menyatakan beberapa keinginan yang
wajar dari manusia biasa (yang hidup berumah tangga), yaitu:

1. Semoga saya menjadi kaya, dan kekayaan itu terkumpul dengan cara yang benar dan pantas.
2. Semoga saya beserta keluarga dan kawan-kawan, dapat mencapai kedudukan social yang
tinggi.
3. Semoga saya selalu berhati-hati di dalam kehidupan ini, sehingga saya dapat berusia panjang.
4. Apabila kehidupan dalam dunia ini telah berakhir, semoga saya dapat terlahirkan kembali di
alam kebahagiaan (surga).

Keempat keinginan wajar ini, merupakan tujuan hidup manusia yang masih diliputi oleh kehidupan
duniawi; dan bagaimana caranya agar keinginan-keinginan ini dapat dicapai, penjelasannya adalah
sama dengan uraian yang dijelaskan di dalam Vyagghapajja sutta.

Di dalam Vyagghapajja sutta, seorang yang bernama Dighajanu, salah seorang suku Koliya, datang
menghadap Sang Buddha. Setelah memberi hormat, lalu ia duduk di samping beliau dan kemudian
berkata:

“Bhante, kami adalah upasaka yang masih menyenangi kehidupan duniawi, hidup berkeluarga,
mempunyai isteri dan anak. Kepada mereka yang seperti kami ini, Bhante, ajarkanlah suatu ajaran
(Dhamma) yang berguna untuk mendapatkan kebahagiaan duniawi dalam kehidupan sekarang
ini,dan juga kebahagiaan yang akan datang.”

Menjawab pertanyaan ini, Sang Buddha bersabda bahwa ada empat hal yang berguna yang akan
dapat menghasilkan kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, yaitu:

1. Utthanasampada: rajin dan bersemangat dalam mengerjakan apa saja, harus terampil dan
produktif; mengerti dengan baik dan benar terhadap pekerjaannya, serta mampu mengelola
pekerjaannya secara tuntas.

2. Arakkhasampada: ia harus pandai menjaga penghasilannya, yang diperolehnya dengan cara


halal, yang merupakan jerih payahnya sendiri.

3. Kalyanamitta: mencari pergaulan yang baik, memiliki sahabat yang baik, yang terpelajar,
bermoral, yang dapat membantunya ke jalan yang benar, yaitu yang jauh dari kejahatan.

4. Samajivikata: harus dapat hidup sesuai dengan batas-batas kemampuannya. Artinya bisa
menempuh cara hidup yang sesuai dan seimbang dengan penghasilan yang diperolehnya,
tidak boros, tetapi juga tidak pelit / kikir.

Keempat hal tersebut adalah merupakan persyaratan (kondisi) yang dapat menghasilkan
kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, sedangkan untuk dapat mencapai dan
merealisasi kebahagiaan yang akan datang, yaitu kebahagiaan dapat terlahir di alam-alam yang
menyenangkan dan kebahagiaan terbebas dari yang berkondisi, ada empat persyaratan pula yang
harus dipenuhi, yaitu sebagai berikut:

1. Saddhasampada: harus mempunyai keyakinan, yaitu keyakinan terhadap nilai-nilai luhur.


Keyakinan ini harus berdasarkan pengertian, sehingga dengan demikian diharapkan untuk
menyelidiki, menguji dan mempraktikkan apa yang dia yakini tersebut.

Di dalam Samyutta Nikaya V, Sang Buddha menyatakan demikian:


“Seseorang … yang memiliki pengertian, mendasarkan keyakinannya sesuai dengan
pengertian.”

Saddha (keyakinan) sangat penting untuk membantu seseorang dalam melaksanakan ajaran
dari apa yang dihayatinya; juga berdasarkan keyakinan ini, maka tekadnya akan muncul dan
berkembang. Kekuatan tekad tersebut akan mengembangkan semangat dan usaha untuk
mencapai tujuan.

2. Silasampada: harus melaksanakan latihan kemoralan, yaitu menghindari perbuatan membunuh,


mencuri, asusila, ucapan yang tidak benar, dan menghindari makanan/minuman yang dapat
menyebabkan lemahnya kesadaran (hilangnya pengendalian diri).

Sila bukan merupakan suatu peraturan larangan, tetapi merupakan ajaran kemoralan yang
bertujuan agar umat Buddha menyadari adanya akibat baik dari hasil pelaksanaannya, dan
akibat buruk bila tidak melaksanakannya. Dengan demikian, berarti dalam hal ini, seseorang
bertanggung jawab penuh terhadap setiap perbuatannya.

Pelaksanaan sila berhubungan erat dengan melatih perbuatan melalui ucapan dan badan
jasmani. Sila ini dapat diintisarikan menjadi ‘hiri’ (malu berbuat jahat / salah) dan ‘ottappa’
(takut akan akibat perbuatan jahat / salah).

Bagi seseorang yang melaksanakan sila, berarti ia telah membuat dirinya maupun orang lain
merasa aman, tentram, dan damai. Keadaan aman, tenteram dan damai merupakan kondisi
yang tepat untuk membina, mengembangkan & meningkatkan kemajuan serta kesejahteraan
masyarakat dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terealisasinya Nibbana.

3. Cagasampada: murah hati, memiliki sifat kedermawanan, kasih sayang, yang dinyatakan
dalam bentuk menolong mahluk lain, tanpa ada perasaan bermusuhan atau iri hati, dengan
tujuan agar mahluk lain dapat hidup tenang, damai, dan bahagia.

Untuk mengembangkan caga dalam batin, seseorang harus sering melatih mengembangkan
kasih sayang dengan menyatakan dalam batinnya (merenungkan) sebagai berikut:

“Semoga semua mahluk berbahagia, bebas dari penderitaan, kebencian, kesakitan, dan
kesukaran. Semoga mereka dapat mempertahankan kebahagiaan mereka sendiri.”

4. Panna: harus melatih mengembangkan kebijaksanaan, yang akan membawa ke arah


terhentinya dukkha (Nibbana).

Kebijaksanaan di sini artinya dapat memahami timbul dan padamnya segala sesuatu yang
berkondisi; atau pandangan terang yang bersih dan benar terhadap segala sesuatu yang
berkondisi, yang membawa ke arah terhentinya penderitaan.

Panna muncul bukan hanya didasarkan pada teori, tetapi yang paling penting adalah dari
pengalaman dan penghayatan ajaran Buddha.

Panna berkaitan erat dengan apa yang harus dilakukan dan apa yang tidak perlu dilakukan.
Singkatnya ia mengetahui dan mengerti tentang: masalah yang dihadapi, timbulnya penyebab
masalah itu, masalah itu dapat dipadamkan / diatasi dan cara atau metode untuk
memadamkan penyebab masalah itu.

Jadi, jelaslah sekarang bahwa Sang Buddha di dalam ajaran Beliau, sama sekali tidak menentang
terhadap kemajuan atau kesuksesan dalam kehidupan duniawi.

Dari semua uraian di atas tadi, bisa kita ketahui bahwa Sang Buddha juga memperhatikan
kesejahteraan dalam kehidupan duniawi; tetapi memang, Beliau tidak memandang kemajuan
duniawi sebagai sesuatu yang benar, kalau hal tersebut hanya didasarkan pada kemajuan materi
semata, dengan mengabaikan dasar-dasar moral dan spiritual;

Sebab seperti yang dijelaskan tadi, yaitu bahwa tujuan hidup umat Buddha, bukan hanya mencapai
kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi (kebahagiaan yang masih berkondisi saja), tetapi juga
bisa merealisasi kebahagiaan yang tidak berkondisi, yaitu terbebas total dari dukkha, terealisasinya
Nibbana.

Maka meskipun menganjurkan kemajuan material dalam rangka kesejahteraan dalam kehidupan
duniawi, Sang Buddha juga selalu menekankan pentingnya perkembangan watak, moral, dan
spiritual, untuk menghasilkan suatu masyarakat yang bahagia, aman, dan sejahtera secara lahir
maupun batin; dalam rangka tercapainya tujuan akhir, yaitu terbebas dari dukkha atau
terealisasinya Nibbana.

3.TUGAS MANUSIA TERHADAP DIRI SENDIRI, ORANG


LAIN DAN LINGKUNGAN.
Menyayangi Diri Sendiri
Tentang menyayangi diri sendiri,
syair Dhammapada di bawah ini.
Sabbā disā anuparigamma cetasā,
nevajjhagā piyataramattanā kvaci;
Evam piyo puthu attā paresam,
tasmā na himse paramattakāmo’ti
Setelah melintasi segala penjuru dengan pikiran,
seseorang tidak menemukan di mana pun yang lebih ia sayangi
daripada dirinya sendiri.
Demikian pula, bagi setiap orang,
dirinya sendiri adalah yang paling disayangi.
Oleh karena itu, ia yang menyayangi dirinya sendiri
seharusnya tidak mencelakai orang lain.
(Mallikā Sutta, Samyutta Nikāya)

Menyayangi diri sendiri perlu ditanamkan dalam setiap orang. Dengan tumbuh rasa sayang
dalam diri sendiri, akanmuncul semangat untuk merawat. Remaja yang rentan terlibat terhadap
kenakalan dan penyalahgunaan seperti narkoba dan lainnya ternyata ada hubungannya dengan rasa
sayang pada diri sendiri. Remaja yang memiliki rasa sayang rendah pada dirinya sendiri bahkan ada
kecenderungan menolak pada dirinya sendiri, dipastikan rentan untuk merusak dirinya. Dia memiliki
rasa minder, depresi, bahkan membenci dirinya sendiri dan berakhir pada kematian. Kesadaran
untuk menyayangi diri sendiri harus ditumbuhkan sejak dini, agar tumbuh jiwa semangat dan
bangga pada diri sendiri.
Bagaimana menyayangi diri sendiri dan bagaimana cara mengajarkannya? Bentuk
menyayangi diri sendiri adalah belajar menerima apa adanya. Tujuannya adalah untuk bisa
bersyukur,mengembangkan kelebihan dan menyiasati kelemahan. Bentuk nyata yang bisa
dikembangkan adalah membiasakan hidup sehat, mulai dari jam tidur, cara membaca, makan yang
baik, dan olahraga. Kegiatan penting seperti itu perlu dilakukan agar kalian terlatih untuk menjaga
dirinya, baik secara lahir dan batin.

Cara menyayangi diri sendiri antara lain sebagai berikut.


1. Luangkan waktu, misalnya jalan-jalan, istirahat yang cukup.
2. Mencari kegiatan yang sesuai dengan bakat.
3. Berhenti menjadi orang lain, tetapi jadilah diri sendiri.
4. Melakukan hal-hal yang disukai.
5. Membuang rasa gengsi.
6. Hargai tubuh kalian.
7. Perhatikan kebutuhan diri sendiri.
8. Jujur pada diri sendiri.
9. Memiliki rasa syukur.
10. Memiliki banyak teman.
Buddha mengajarkan bagaimana seseorang menyayngi diri sendiri. Menyayangi diri sendiri
sama dengan menyayangi orang lain. Bagaimana cara menyayangi diri sendiri menurut ajaran
Buddha? Caranya ialah melaksanakan latihan hidup berkesadaran (meditasi) pengembangan
cinta kasih (metta bhavana). Kalian bisa berlatih mengembangkan cinta kasih
dalam diri yang dimulai dengan cara berikut.
1. Semoga saya bahagia, bebas dari derita, bebas dari kebencian dan membenci.
2. Semoga keluarga saya bahagia, bebas dari derita, bebas dari membenci dan dibenci.
3. Semoga teman-teman saya bahagia, bebas dari derita, bebas dari membenci dan dibenci.
4. Semoga sanak saudara saya bahagia, bebas dari derita, bebas dari membenci dan dibenci.
5. Semoga semua makhluk bahagia, bebas dari derita, bebas dari membenci dan dibenci.
Melatih meditasi cinta kasih seperti itu sama dengan menyayangi diri sendiri memiliki
kepedulian pada diri sendiri dan pada sesama. Oleh karena itu, untuk menyayangi diri
sendiri, mulailah dengan cara yang sederhana dan kecil, tetapi membawa manfaat besar bagi
sesama.

Menyayangi Sesama Manusia


Setiap orang membutuhkan kasih sayang, bahkan semua makluk juga membutuhkan kasih
sayang. Sesama mansusia juga membutuhkan kasih sayang. Mengapa setiap orang harus
menyayangi sesama? Apa manfaat menyayangi sesama manusia?
Kata-kata penting yang perlu kalian ketahui mengenai tema adalah: menyayangi, sesama, manusia.
Buddha mengajarkan pada kita untuk menyayangi diri sendiri dan sesama manusia.
Menyayangi sesama manusia adalah mengembangkan cinta kasih pada sesama manusia tanpa
memandang latar belakang suku, agama, warna kulit, ekonomi, dan kedudukan. Kasih sayang
dalam agama Buddha berarti karuna, sedangkan cinta kasih adalah metta. Antara cinta kasih dan
kasih sayang hampir tidak dapat dibedakan karena sama-sama mengembangkan sifat baik dalam
batin dan mengharapkan semua manusia hidup berbahagia.
Menyayangi sesama manusia merupakan keinginan akan kebahagiaan sesama tanpa kecuali.
Hal itu sering dikatakan sebagai niat suci untuk mengharapkan kesejahteraan dan kebahagiaan
orang lain. Kasih sayang merupakan sebuah kekuatan yang tidak hanya membawa kebahagiaan
kepada para pelakunya, tetapi juga untuk para makhluk di sekitarnya.
Hal tersebut dapat terjadi karena pengembangan kasih sayang ditujukan kepada semua makhluk
tanpa kecuali. Objek pengembangan kasih sayang, yaitu: pertama kali cinta kasih dipancarkan
kepada diri sendiri, setelah itu cinta kasih dipancarkan kepada orang-orang yang dihargai dan
dicintai, orang netral, dan musuh. Pengembangan cinta kasih pertama kali harus ditujukan kepada
diri sendiri karena untuk dapat mengembangkan kasih sayang kepada orang lain atau makhluk lain,
kita harus memiliki cinta kasih kepada diri sendiri terlebih dahulu.
Bentuk menyayangi sesama manusia misalnya:
1. membantu orang yang sedang sakit,
2. membantu orang yang kelaparan,
3. menyeberangkan jalan orang tua,
4. membagi sembako pada yang membutuhkan,
5. menolong teman di sekoah yang kehilangan alat tulisnya,
6. donor darah,
7. membantu yang tertimpa bencana, dan lain-lainnya.

Kasih sayang atau welas asih dalam agama Buddha berarti karuna, harus dikembangkan
dalam diri setiap orang. Karuna (kasih sayang) adalah sesuatu yang dapat menggetarkan hati
kearah rasa kasihan jika mengetahui orang lain sedang menderita, atau kehendak untuk
meringankan penderitaan orang lain. Coraknya yang paling menonjol adalah kecenderungan untuk
menghilangkan penderitaan orang lain.
Mengapa harus mengembangkan kasih sayang? Karena
beberapa alasan berikut.
1. Kasih sayang akan membuka pintu menuju pembebasan, membuat hati yang sempit menjadi
seluas dunia.
2. Kasih sayang menyingkirkan beban berat yang ada di hati, beban yang melumpuhkan.
3. Kasih sayang memberi sayap bagi mereka yang berada dalam keadaan diri yang rendah.
4. Melalui kasih sayang, fakta adanya penderitaan akan dengan jelas selalu hadir dalam batin
kita, bahkan pada masa-masa ketika kita secara pribadi sedang terbebas dari penderitaan.
5. Kasih sayang akan memberi kita pengalaman yang kaya mengenai penderitaan sehingga
menguatkan kita untuk menghadapinya ketika penderitaan tersebut menimpa diri kita.
6. Kasih sayang membuat kita bersyukur dan menghargai diri kita dengan menunjukkan pada kita
bagaimana kehidupan pihak lain, yang seringkali jauh lebih sukar dan menyedihkan
dibandingkan dengan hidup kita.
Karena beberapa alasan yang bisa dipahami dan membawa manfaat bagi diri sendiri dan
orang lain, kita wajib menyayangi sesama manusia manfaatkan waktu kita untuk hal-hal yang
bermanfaat bagi sesama manusia karena apa yang dilakukan, pasti akan memberi hasil di kemudian
hari. Kalian bisa menyayangi sesama manusia dimulai dari orang-orang terdekat di sekeliling rumah
dan teman sekolah. Mendoakan orang lain semoga berbahagia bebas dari derita merupakan wujud
nyata menyayangi sesama manusia.

C. Kesalingtergantungan Antara Makhluk Hidup dan


Lingkungan
Sebagai awal untuk memahami kesaling terkaitan antara makhluk hidup dan alam, terjadi
interaksi antara manusia dengan hewan, hewan dengan alam, dan manusia dengan alam. Pada
pembahasan ini, akan dibahas kesalingterkaitan keseluruhan, sehingga akan menjadi jelas interaksi
manusia-hewan-alam.
Sejak awal adanya manusia, sudah terjadi interaksi antara manusia dan hewan. Awal peradaban
maju nenek moyang manusia ditandai dengan ditemukannya api. Namun sudah sejak lama,
sebelum dimulainya peradaban manusia dalam mengenal api, manusia telah berburu, dan ini
merupakan interaksi dengan hewan. Bahkan peradaban selanjutnya manusia memanfaatkan hewan
untuk diternak demi memenuhi kebutuhan hidup.

Interaksi antara manusia dan alam juga telah terjadi sejak dahulu. Manusia telah memanfaatkan
alam untuk membuat alat berburu kemudian era bercocok tanam setelah nenek moyang
manusia hidup menetap. Selain itu, manusia membutuhkan makanan, air, udara yang bersih yang
semuanya merupakan bagian dari lingkungan tempat manusia hidup.
Hewan dan alam juga saling berinteraksi. Banyak hewan yang hidup dengan sumber makanan
dari alam (tumbuhan). Banyak tumbuhan yang memerlukan bantuan hewan untuk berkembang,
seperti contoh serangga membantu penyerbukan bunga, kotoran atau bangkai hewan yang mati
menyuburkan tanah, dan sebagainya.
Dari uraian di atas jelas bahwa manusia, hewan, dan alam (lingkungan) saling mempengaruhi.
Ketika salah satu bagian dari suatu sistem rusak, dampaknya akan dirasakan oleh seluruh sistem
tersebut. Rusaknya lingkungan akan mengakibatkan kehancuran manusia pada akhirnya. Setelah
mengetahui sifat dan unsur dari alam ataupun makhluk hidup menurut pandangan Buddhis,
sekarang akan ditinjau interaksi beserta hubungannya yang saling timbal-balik. Telah dijelaskan
bahwa alam maupun makhluk hidup memiliki sifat selalu berubah atau berproses. Susunan wujud
(rupa) manusia juga sama dengan alam menurut ajaran Buddha, yakni tersusun atas unsur padat,
cair, panas dan gerak.
Ajaran Buddha memandang bahwa semua fenomena yang terjadi di alam semesta adalah
saling mempengaruhi dan berinteraksi. Semua yang terjadi berdasar hukum sebab-akibat yang
saling memengaruhi. Setiap sebab yang terjadi, baik itu dilakukan oleh manusia, hewan, atau
hukum geologi akan menimbulkan akibat yang dampaknya akan dirasakan kembali oleh manusia,
hewan, dan alam.
Buddha menyadari hal tersebut, sehingga beliau mengajarkan kepada umat manusia untuk
menghargai hewan maupun tumbuhan. Dalam Pancasila buddhis aturan pertama sang Buddha
mengajarkan manusia untuk menghindari melukai/ menyakiti makhluk hidup. Sang buddha
mengajarkan demikian dikarenakan Beliau tahu bahwa manusia perlu menghargai hewan demi
menjaga keseimbangan ekosistem. Beliau juga mengajarkan manusia untuk menghargai tumbuh-
tumbuhan. Jadi ajaran Buddha memandang bahwa manusia, hewan, dan alam saling memengaruhi
dan berinteraksi.
4. PENGERTIAN AGAMA.##
Menurut Encyclopaedia of Buddhism, kata agama berasal dari a-gam dalam bahasa sangsekerta dan
Pali, gam berarti “ pergi “ atau “ berjalan “, awalan a ditambahkan untuk menyatakan kebalikannya.
Jadi a-gam berarti kebalikan dari pergi yaitu datang atau mendekati sumber. Yang dimaksud datang
mendekati sumber adalah dari kehidupan yang tanpa pedoman, arah, dan tujuan, datang mendekati
sumber kebahagiaan- yaitu Dharma atau agamanya untuk menuju kehidupan yang lebih baik.

Kata agama merupakan padanan dari kata religi, yang pada umumnya diartikan sebagai sistem
kepercayaan kepada Tuhan dengan ajaran, peribadatan dan kewajiban-kewajiban menyangkut
kepercayaan itu.

Penjelasan makna kata itu ;


a) Dari kehidupan tanpa arah, tanpa pedoman, datang mencari pegangan hidup yang benar,
untuk menuju kehidupan yang sejahtera dan kebahagiaan yang tinggi.
b) Dari biasa melakukan perbuatan rendah di masa lalu, beralih menuju hakekat ketuhanan,
yaitu melakukan perbuatan benar yang sesuai dengan hakekat ketuhanan tersebut sehingga
bisa hidup sejahtera dan bahagia;
c) Dari kehidupan tanpa menghetahui hukum kesunyataan(hukum kebenaran mutlak), dari
kegelapan batin, berusaha menemukan sampai mendapat atau sampai menghetahui dan
mengerti suatu hukum kebenaran yang belum di ketahui, yaitu hukum kesunyataan yang di
ajarkan oleh Budhha.

Agama dari kata a dan gama


A diartikan tidak
Gama diartikan kacau
Jadi beragama artinya tidak kacau hidupnya. Tidak kacau hidupnya dapat dipahami bahagia
hidupnya, apapun agamanya yang dianutnya. Tidak otomatis orang yang mengatakan beragama
lalu bahagia hidupnya , melainkan harus hidup sesuai dengan ajaran agamanya, apapun agama
yang dianutya. Dalam masyarakat pluralistic beragama seperti di Indonesia ini. Arti agama dan
beragama tersebut sesuai atau cocok untuk kehidupan beragama yang pluralistick.

Kata Agama dapat didifinisikan sebagai seperangkat nilai-nilai dan norma-norma ajaran moral
spiritual kerohkanian Yang mendasari dan membimbing higup dan kehidupan manusia, baik
sebagai individu maupun sebagai warga masyarakat.

Sedangkan umat beragama adalah bagian dari masyarakat yang meyakini dan mennjadikan nilai-
nilai serta norma-norma kebenaran sebagaimana yang diajarkan oleh nabi atau guru agung
didalam kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.

Bertitik tolak tolak dari ilmun agama, maka dapat dikatakan bahwa gama adalah Kepercayaan dan
keyakinan manusia mengenai kuasa atau penguasa dan kenyataan yang lebih tinggi dari diri
sendiri, yang dianggap sebagai ilahi dan biasanya dipersinifikasikan dengan nama Dewa, Allah dan
sebagainya yang kepadanya manusia merasa tergantung dan berusaha untuk mendekatinya.

Menurut Rahmat Subagya


Agama mengarah pada nilai-nilai mutlak, hendak menerka ,
dan menjawab rahasia terakhir dari hidup ini

DRS. D. Hendropuspito, O.C. mendifinisikan agama sebagai suatu sistem sosial yang dibuat oleh
penganut-penganut yang berporos pada kekuatan- kekuatan yang yang berporos pada kekuatan-
kekuatan yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka
dan masyarakat luas umumnya. Kata agama dalam kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai
ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan( kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang
maha Esa serta kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia
dengan lingkunganya.

Menurut Hasbullah Bakri, suatu agama, baru dapat disebut agama apabila memenuhi kriteria yang
berikut :
1. Agama itu merupakan jalan hidup bagi penganutnya .
2. Agama itu mengajarkan kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa.
3. Mempunyai kitab suci.
4. Dipimpin oleh seorang nabi

Menurut Koencoraningrat.

Setiap agama merupakan suatu sistim yang terdiri dari 4 komponen.

1. Emosi keagamaan yang menyeebabkan manusia menjadi religius.


2. Sistem kepercayaan yang mengandung keyakinan serta bayangan-bayangan manusia tentang
sifat-sifat Tuhan serta wujud dari alam gaib.
3. Sistem upacara religius yang bertujuan mencari hubungan manusia dengan Tuhan , dewa-
dewa atau makluh-makluh yang mendiami alam gaib.
4. Kelompok religius atau kesatuan- kesatauan sosial yang menurut sistim kepercayaan tersebut
dalam sub 2. dan melakukan system upacara religius dalam sub 3.

FUNGSI DAN PERAN AGAMA 11

Fungsi agama bagi manusia adalah sebagai sumber sipiritual, pembimbing rohani manusia,
pedoman sumber moral,serta sumber informasi masalah metafisika. Selain itu, agama juga
mempunyai memiliki beberapa fung si antara lain :
a. Fungsi edukatip( mendidik), yaitu sebagai pengajar dan pembibing.
b. Fungsi penyelamatan, yaitu agama dapat menyelamatkan manusia dalam hidup sekarang
atau setelah mati.
c. Fungsi pengawasan sosial, yaitu sebagai kontrol dan pengawasan sebagai dalam kehidupan
sosial masyarakat.
d. Fungsi memupuk persaudaraan, yaitu bahwa agama mengajarkan persaudaraan.

Peran agama bagi kehidupan manusia diantaranya adalah :


a. Agama memmbawa perubahan terhadap pribadi manusia.
Dari hal negatip menjadi hal positi dalam hidupnya selain itu diharapkan mampu mendorong
manusia melakukan kebajikan, memiliki cinta kasih, sikap rukun tolong meolong.
b. Memberikan pendidikan ( edukasi).
Yaitu mampu memberikan pembinaan , pendidkan dan pengajaran kepada manusia dalam
berbagai bidang kehidupan, tidak hanya spiritual maupun rokhani.
c. Membawa perbaikan keadaan masyarakat.
Manusia dihadapkan pada permaslahan sosial yang sangat komplek. Permasalahan ini
mengakibatkan hilangnya rasa kemanusiaan, seperti tidak kepedulian, pelanggaran hukum,
serta hilangnya sikap saling menyayangi. Kondisi ini membutuhkan pedoman dari agama
untuk menyelesaikan permasalahan sosial dengan menciptkan keharmonisan kehidupan
masyarakat.
d. Menciptakan persatuan dalam masyarakat.
Manusia memiliki perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya, baik perbedaan ras,
suku, agama, warna kulit, pekerjaan, pendapat dan sebagainya. Perbedaan ini akan
menimbulkan konflik. Penyelesaian konflik inii membutuhkan peran manusia itu sendiri tetapi
juga membutuhkan nilai-nilai agama untuk menyelesaikannya. Sehingga tercipta kerukunan
dan ketemtraman.

HUBUNGAN MANUSIA DENGAN AGAMA

Agama / Beragama

Agama diuraikan A,GA, dan MA.

A diartikan : Aku

GA diartikan : Raga.

Ma diartikan : Sukma.

Bergama menyadari bahwa aku perpaduan raga dan sukma. Aku, engkau, mereka semua ini disebut
manusia dalam pandangan afgama Buddha. Disini kita ketemukan persamaan antara agama
dengan manusia . Kalau persamaan ini dijodohkan akan ketemuakana adanaya manusia yang
beragama.

Ada perbeadaan manusia beragama dengamanusia tidk beragama.


Manusia beragama. 12
1. Manusia beragama menyadari bahwa dirinya merupakan perpaduan : Nama dan Rupa.
2. Manusia beragama menyadari bahwa dirinya mati merupakan awal dari kehidupan baru.
3. Manusioa beragama itu percaya dan yakin adanya Tuhan Yang Maha esa.

Manusia tidak beragama.


1. Manusia tidak percaya adanya Nama dan Rupa / sukma dan raga, sebab tidak kelihatan .
Merka orang jawa menyebut bukan manusia melainkan wong-wongan tidak ada isinya.
2. Manusia tidak beragama tidak percaya mati merupakan awal dari kehidupan baru. Manusia
kalau sudah mati sudah habis , tidak ada apa-apa lagi. Faham semacam ini tidak dibenarkan
oleh Sang Buddha, Fahan ini disebut Ucchedavada.
3. Manusia tidak beragama tidsak percaya adanya Tuhan Yang Maha Esa.

Saya berpaham pengertian agama yang kedua ini, akau mmerupakan perpaduan Raga dengan
Sukma, dapat dipahami oleh semua ajaran agama, adanya ajaram alam surga dan alam neraka
setelah kematian datang.

SIKAP KEHIDUPAN BERAGAMA##


Tingkat tolenransi setiap pemeluk agama mempengaruhi sikap yang diambil dalam perjumpaan
agama-agama. Menghadapi kemajemuan agama, seorang penganut agama tertentu bisa memiliki
salah satu sikap sebagai berikut :2

1. EKSKLUSIVISME
Sikap ini ditunjukan orang yang menganggap hanya agamanya yang paling benar, dan yang lain
di luar agamanya tidak bisa benar. Boleh jadi ini membuat seorang fanatic, sangat taat
membaktikan diri pada agamanya. Namun disisi lain menimbulkan kesombongan, intoleransi,
penghinaan bahkan memandang agama lain sebagai musuh sehingga menjadi ancaman bagi
penganut agama lain.

2. INKLUSIVISME. 13
Menerima kebenaran agama sendiri tanpa menyangkal kebenaran yang beraneka ragam pada
agama lain dengan tataran dan system pemikiran yang berbeda. Seseorang dapat menjalankan
ajaran agama sendiri tanpa perlu mencela yang lain. Sikap ini membuat seseorang tidak
berdamai dengan diri sendiri, tetapi juga dengan agama yang lain, membawa penganutnya pada
persekutuan yang erat dengan semua jalan yang lain. Ketika menempatkan kosepsi kebenaran
menurut p andangan sendiri sebagai supra system, semua yang lain dianggap sebagai
kebenaran parsial dan relative. Menjadi Inklusif berarti percaya bahwa seluruh kebenaran agama
yang lain juga mengacu kepada agama sendiri.

3. PARALELISME .
Memandang semua agama bebeda-beda sesungguhnya mempunyai kesejajaran untuk bertemu
pada akhir peziarahan manusia. Setiap penganut agama memperdalam tradisi masing-masing,
toreran dan hormat terhadap agama lain. Dengan menjaga batas-batas yang jelas, sikap ini
menghindari sinkrestisme dan elekktisme yang membuat penganutnya agama mengikuti selera
pribadi.

Definisi Pluralisme menurut MUI.


“ Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahwa semua gama adalah sama
dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif, oleh sebab itu, setiap pemeluk agama
tidak boleh mengklain bahwa agamanya saja yang paling benar sedangkan yang lain salah.
Pluralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup
berdampingan disurga.”

4. SINKRETISME.
Berbeda dengan ketiga sikap diatas yang mempertahankan kemurnian agama, sinkretisme
melebur atau mencampur beberapa paham dan praktek keagamaan yang berbeda atau bahkan
tak terdamaikan . Jika mengambil apa yang dianggap terbaik dari berbagai sumber dinamakan
elektisisme.

5. UNIVERSALISME.
Dalam kamus BI diartikan sebagai aliran yang meliputi segala-galanya, penerapan nilai norma
secara umum. Dalam hubungan dengan agama, terdapat anggapan bahwa Universalisme
Universalisme pada dasarnya semua agama adalah satu dan sama, hanya faktor historis agama
kemusan tampil plural. Sedangkan dalam kontek pemahaman semua agama dapat diartikan
bahwa meskipun berbeda-beda tetapi pada prinsipnya manusia akan diselamatkan.
Dalam pandangan Buddhis meskipun agama berbeda-beda pada prinsipnya semua agama
memiliki tujuan yang sama yaitu kebahagiaan hidup.

6. TOLENRANSI.
Sikap keberagamaan yang sering digembar-gemborkan adalah sikap tolenransi. Tolenransi,
saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran
agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945

Umat Buddha berkewajiban untuk saling bertoleransi dan saling memperkokoh persatuan
bersama-sama dengan umat beragama lain, di dalam kesepakatan menerima fakta perbedaan
namu tetap dalam persatuan Bhinneka Tunggal Ika. Untuk itu umat Buddha dapat berpedoman
kepada dasar kerukunan dalam agama Buddha yang terdapat dalam Digha Nikaya 1: 3 :”
Jikalau seseorang menjelek-jelekan saya, ajaran saya atau ordo saya, janganlah dendam
kepadanya, jengkel atau bingung; karena jikalau kami berbuat demikian, maka hal itu akan
merugikan kamu. Di lain pihak, jikalau seseoarang memuji saja, ajaran saya atau ordo saya,
maka jangan terlalu gembira, berdebar-debar atau bangga; karena jika berbuat demikian maka
hal itu hanya akan menghambat pembentukan penilaian yang realistis mengenai apakah sifat
kita yang dipuji itu memang real dan sungguh-sungguh ada dalam diri kita”.

2.KOMPONEN DALAM BERAGAMA


PANCASILA DAN PANCADHARMA

PANCASILA (DIHINDARI) 14

Pancasila didalam agama Buddha dikenal sebagai latihan kemoralan dan bukan sebagai sumpah
agama atau sebuah janji yang secara kaku harus dijalankan secara membabi buta. Pancasila
merupakan suatu latihan moral yang paling mendasar bagi seseorang upasaka-upasika. Sila bila
dilaksanakan dengan baik akan membawa kebahagiaan dunia seperti usia panjang (ayu), keindahan
(vanno), kebahagiaan (sukkha), kekuatan (bala).
Lima macam peraturan atau tata susila:
1. Panatipata veramani : melatih diri tidak melakukan pembunuhan
2. Adinnadana veramani : melatih diri tidak mengambil barang milik orang lain
3. Kamesumicchacara veramani : melatih diri tidak melakukan perzinahan
4. Musavada veramani veramani : menahan diri tidak berdusta atau berbohong
5. Suramerayamajjapamadatthana veramani : melatih diri tidak minum-minuman yang
menyebabkan lemahnya kewaspadaan.

Pancadhamma DILAKSANAKAN
Selain lima aturan moral yang harus kita laksanakan dalam kehidupan sehari-hari ada lima sifat
mulia yang harus dikembangkan. Kalau Pancasila bersifat pasif atau diam maka Pancadhamma
bersifat aktif. Sifat aktif inilah yang membuat Pancadhamma sering disebut Kalyanadhamma.
Pancadhamma atau lima macam dhamma yang bagus, yang merupakan bahan untuk menaati
Pancasila Buddhis yaitu:
1. Metta-Karuna : Cintakasih dan belas kasihan yang terwujud melalui suatu keinginan untuk
membantu makhluk lain mencapai kebahagiaan seperti yang telah dialami oleh diri kita. Jika
kita melihat ada makhluk yang memerlukan pertolongan kita aktif menolong sekuat kita, dan
merasa kasihan aja tidak cukup tetapi tindakkan nyata yang dapat kita lakukan untuk
meringankan penderitaan orang lain.

2. Samma-Ajiva : pencaharian yang benar atau penghidupan yang benar, Samma-Ajiva ini
berpasangan dengan sila kedua dalam Pancasila Buddhis yaitu latihan untuk tidak melakukan
mengambil barang milik orang lain. Buddha mengajarkan agar kita memilih penghidupan yang
tidak merugikan dan mencelakakan orang lain. Dalam melakukan pekerjaan kita harus
bersungguh-sungguh dan bertanggung jawab, tidak boleh bermalas-malasan atau hanya
bekerja kalau ada yang mengawasi. Bekerja dengan bermalas-malasan dan tidak bertanggung
jawab terhadap apa yang menjadi tugasnya sama dengan menipu. Kita sebagai pelajar juga
ditutut untuk belajar dengan rajin baik disekolah atau dirumah.
Ada lima macam perdagangan yang sebaiknya tidak dilaksanakan oleh umat Buddha yang bisa
menyebabkan penderitaan kita yaitu : Berdagang makhluk hidup, Berdagang daging,
Berdagang minuman yang memabukkan dan narkoba, Berdagang senjata, Berdagang racun

3. Kamasamvara : penahanan diri terhadap nafsu indera.


Dengan melakukan penahanan diri terhadap nafsu indera kita maka dalam diri kita akan
muncul kepuasan atau Santutthi. Kepuasan mengandung pengertian bersyukur, orang yang
hanya bisa merasa puas yang bisa hidup bahagia dalam hidup ini. Kita sebagai pelajar juga
harus bisa meras puas dengan apa yang kita peroleh dalam belajar dan meningkatkan lagi
dalam belajar supaya prestasi kita bisa meningkat. Dalam pelaksanaan sila ketiga dari
Pancasila Buddhis ini puas dapat dibedakan :
 Sadarasatutthi : perasaan puas memiliki satu istri, dengan kata lain tidak meninggalkan istrinya
pada waktu sehat maupun sakit, pada waktu muda maupun tua dan tidak berusaha untuk
mencari wanita lain.
 Pativatti : Setia kepada suami tiada batas pada waktu tertentu. Sekalipun suaminya telah
meninggal dunia, ia lebih suka menjanda seumur hidupnya, meskipun sebenarnya oleh tradisi
dan hukum negara diperkenankan untuk menikah lagi.

4. Sacca : kebenaran atau kejujuran yaitu benar dalam perbuatan, perkataan dan pikiran. Jika
kita selalu berkata sesuai dengan kebenaran atau kenyataan yang sebenarnya maka akan
dipercaya orang. Sebaliknya jika kita selalu berbohong maka semua orang akan meragukan
kita. Jujur adalah kunci kita dipercaya orang dan hindari dalam diri kita untuk kata-kata yang
bisa melukai orang lain. Hindari juga dalam diri kita untuk bergosif, apalag membicarakan
kejelekan orang lain karena semua itu tidak ada manfaatnya dan akan membuat orang lain
menjauhi diri kita.

5. Sati-Sampajanna : kesadaran benar, dalam pelaksanaan sila Sati-Sampajanna sering dikaitkan


sebagai kewaspadaan yaitu Kewaspadan dalam hal makanan Jangan makan berlebihan, dan
juga waspada dalam berpikir, berkata dan berbuat dengan badan jasmani.

5. NILAI AGAMA DALAM KEHIDUPAN

Sejak agama Buddha dibabarkan oleh Sang Buddha. Ajaran-ajaran ini mempunyai nilai-nilai
yang tinggi dan bermakna bagi pengikutnya dalam usaha untuk mencapai kebahagian duniawi
maupun kebahagian tertinggi yaitu Nirwana. Kata Nilai dalam kamus besar bahasa Indonesia
diartikan sebagai sifat-sifat ( hal-hal) yang penting dan berguna bagi kemanusiaan. Nilai ini bisa
berupa nilai moral, nilai sosial, nilai kemanusian.

. SILA. nilai moral,


Yaitu perbuatan yang selalu menghindari atau merlakuakan perbutan jahat yang dapat
menyebabkan kita dalam penderitaan tertuang dalam Pancasila Budhis yang harus dailakukan
dalam kehidupan sehari-hari :
1. Sila tidak membunuh
2. Sila tidak mencuri.
3. Sila tidak berzina ( asusila )
4. Sila tidak berbohong.
5. Sila tidak minum dan makan yang dapat melenahkan kewaspadaan , mabuk dan ketagihan.
Hal ini sila dapat dilakukan dengan baik jika batin dan pikiran kita dilandasi dengan Hiri dan Ottapa
yaitu malu berbuat jahat dan mempunyai rasa takut akan perbuatan jahat yang dilakukan.
nilai sosial
Dalam agama Buddha hukum-hukum moral tidak dibuat atau ditentukan oleh pribadi
tertentu, melainkan merupakan bagian tak terpisahkan dari hukum-hukum universal maupun alam
yang dapat dipandang sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Sang Buddha menaruh
perhatian mendalam terhadap kesejahteraan manusia dan telah mengajarkan pedoman-pedoman
untuk mencapai kebahagiaan dalam kehidupan masyarakat. Ajaran beliau bersifat realistik, rasional,
pragmatis, dan humanistik sebagai dasar-dasar etis yang diperlukan manusia dalam kehidupannya.
Bagi kehidupan perumah tangga maupun kehidupan viharawan, beliau menggariskan etika sosial
atas dasar persaudaraan dan kasih sayang timbal balik antar manusia dalam hubungan sosial
mereka, dan terus menerus mendorong mereka untuk mengembangkan tenggang rasa sosial, agar
mereka dapat hidup berdampingan secara damai dan bahagia.
Cita-cita Sosial
Etika bersangkutan dengan penilaian tingkah laku manusia dengan masalah baik buruk,
benar dan salah, adil dan tidak adil, dengan kewajiban, hak dan tanggung jawab dengan tujuan
tertinggi dalam hidup dan bagaimana mencapainya. Etika sosial agama Buddha menekankan bahwa
setiap orang harus melaksanakan kewajiban dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan
kedudukan sosialnya, yang ditentukan hubungannya dengan masyarakat lain, berdasarkan prinsip-
prinsip moral sehingga orang akan mencapai kesejahteraan, kemakmuran dan kebahagiaan dalam
masyarakat.

PEMAHAMAN TENTANG SAKIT DAN PENYAKIT

TIGA CORAK KEHIDUPAN


Sang Buddha pernah bersabda :
"Para Bhikkhu, walau dengan hadirnya Sang Tatthagata
atau tanpa hadirnya seorang Tatthagatha,
tetaplah berlaku suatu hukum,
suatu kesunyataan yang mutlak
bahwa segala sesuatu yang terbentuk adalah tidak kekal,...
tidak memuaskan,...dan tanpa inti ...."
(Angutara Nikaya, Yodhajiva-Vagga, 124)

ANICCA ( Perubahan/Ketidak kekalan )

“ Segala sesuatu yang berkondisi tidak kekal adanya.


Apabila dengan kebijaksanaan orang dapat melihat ini;
maka ia akan merasa jemu dengan penderitaan.
Inilah jalan yang membawa pada kesucian.”
( Dhammapada XX ; 277 )

Sabbe sankhara anicca berarti segala sesuatu yang berkondisi (terbentuk dari
perpaduan unsur) akan mengalami perubahan (tidak kekal). ( Majjhima Nikaya I : 228)

Sabbe sankhara dukkha berarti segala sesuatu yang berkondisi, terbentuk dari
perpaduan unsur, merupakan sesuatu yang tidak memuaskan yang akan menimbulkan
beban berat atau penderitaan.

1. Dukkha-Dukkha, yaitu Dukkha sebagai penderitaan yang biasa atau Dukkha yang
dialami manusia secara langsung pada fisiknya melalui panca indera dan pada
perasaannya. Penderitaan pada kehidupan manusia seperti lahir, sakit, usia tua,
berkumpul dengan orang yang tidak disenangi, tidak bisa mendapatkan apa yang
diinginkan dan lain-lain termasuk dalam kelompok Dukkha ini.
2. Viparinama-Dukkha, yaitu Dukkha sebagai akibat dari perubahan. Segala
keadaan yang menyenangkan manusia adalah tidak kekal dan selalu berubah dari
saat ke saat. Perubahan ini biasanya menimbulkan penderitaan atau kemurungan.
3. Sankhara-Dukkha, yaitu Dukkha yang timbul akibat kondisi- kondisi yang selalu
bergerak atau berubah-rubah. Dukkha inilah yang berhubungan dengan lima
kelompok kemelekatan (Pancakkhandha).

Sabbe dhamma anatta berarti segala sesuatu yang berkondisi, terbentuk dari
perpaduan unsur, dan juga sesuatu yang tidak berkondisi merupakan sesuatu yang
tidak memiliki inti/’jiwa’ dan bukan diri yang sejati.

Badan jasmani, perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran adalah lima khandha,
yang semuanya tidak memiliki inti diri yang kekal.Bila khandha itu memiliki atta, maka ia dapat
berubah sekehendak atta itu dan tidak akan menderita, karena semua keinginannya dapat dipenuhi
misalnya, "Semoga khandha-ku begini dan begitu." Tetapi, karena khandha itu anatta, maka ia tidak
dapat berubah sekehendak atta itu dan oleh sebab itu menderita, karena semua kehendak dan
keinginannya tak dapat dipenuhi. Misalnya, " Semoga khandha-ku begini dan bukan begitu."
( Vin. Mv. Kh. 1 ; cf. S. 22 : 59 ).

Sakit merupakan petaka dalam hiudp manusia dan sehat merupakan harta yang sangat
berharga yang dimiliki manusia. Konsep kesehatan itu sendiri adalah suatu keadaan dimana badan
jasmani, mental lingkungan dan segala sesuatu yang ada disekitarnya benar-benar terjadi suatu
keharmonisan
Dalam kehidupannya yang suka mengganggu kehidupan orang lain, suka adu domba, fitnah,
menyeleweng, menipu dan sebagainya. Gejala tersebut merupakan unsur daripada kejiwaan yang
tidak sehat, jiwa yang sehat akan menimbulkan jasmani yang sehat pula. Berarti sehat merupakan
suatu bentuk konsep dasar yang mudah dirasakan dan diamati keadaannya. Misalnya orang yang
tidak memiliki keluh kesah fisik dipandang orang yang sehat secara mental. Kesehatan merupakan
suatu keadaan yang sehat, kebaikan keadaan (badan) jasmani, keadaan sehat badan (tubuh), jiwa
keadaan sehat jiwa, masyarakat kesehatan jasmani bagi rakyat (KBBI, 2001.1011). menurut WHO
(World Health Organization) kesehatan merupakan sutu bentuk yang sangat luas daan keadaan
yang sempurna baik fisik, mental maupun sosial, tidak hanya terbebas dari penyakit atau
kelemahan/cacat atau dengan kata lain merupakan suatu keadaan ideal dari segi biologis,
psikologis, dan sosial.
Penyakit-penyakit tersebut disebabkan karena orang yang dalam hidupnya suka
mengganggu, melanggar hak dan ketenangan orang lain, suka mengadu domba, memfitnah,
menyeleweng, menganiaya, menipu dan sebagainya, hal ini yang menyebabkan kegelisahan pada
masyarakat. Dengan penyebab tingkah laku orang yang berbeda, kendatipun kondisi sama. Usaha
ini yang menumbuhkan satu cabang termuda dari ilmu jiwa yaitu kesehatan mental.

Kesehatan yang dialami seseorang maupun masyarakat itu sangat dipengaruhi oleh lingkungan.
Dengan lingkungan yang bersih maka kebersihan itu pula akan mempengaruhi kebersihan
perorangan, kebiasaan hidup dan ini akan berdampak yang sangat baik bagi manusia dan
lingkungannya serta dapat meningkatkan derajat kesehatan atau mencegah penyakit. “Kesehatan
adalah keuntungan yang terbesar merasa puas adalah kekayaan yang berharga dipercaya adalah
sanak keluarga yang terbaik,nibbana adalah kebahagiaan tetrtinggi” (Dhp. XV. 204). Kesehatan
adalah anugrah yang paling tinggi yang perlu kita jaga guna kelangsungan aktifitas yang akan
dijalankan, apabila kondisi tubuh tidak sehat, segala aktivitas yang akan dijalankan atau dikerjakan
tidak akan berjalan dengan baik dan lancar
Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana badan jasmani, mental lingkungan dan segala
sesuatu yang ada di sekitarnya benar-benar terjadi suatu keharmonisan .Kesehatan sangat
diperlukan oleh manusia, karena dengan adanya kesehatan manusia bisa bekerja untuk
mendapatkan sesuatu yang diinginkan.
Sang Buddha memberikan jalan untuk menjaga kesehatan dengan jalan melenyapkan semua
rasa kekuatiran yang ada dalam diri kita, dan tidak melekati sesuatu yang disenangi.Disamping itu
seseorang harus melaksanakan sila karena dengan melaksanakan sila seseorang akan terbebas dari
kekuatiran tersebut. Keserakahan, harga diri yang terluka, iri hati, kebecian, kekuatiran. Kelima hal
tersebut yang paling menyebabkan penderitaan yang sangat mendalam adalah kekuatiran,
mengapa kekuatiran dikatakan hal yang paling utama dan sangat berbahaya karena hal ini timbul
dari perasaan yang tidak nyaman, yang merupakan sebab awal itu adalah kemelekatan, seperti apa
yang terdapat dalam Empat Kesunyataan menyatakan bahwa Asal mula penderitaan adalah
keinginan, (Ruth Walshe, alih bahasa Upi. Ksantidewi, Terapi secara Buddhis).
Keasadaran dan ketidakmelekatan adalah obat yang sangat mujarab dalam Agama Buddha
dari kemelekatan dan kekuatiran. Dalam menyadari kekuatiran itu ada dua tingkatan yaitu:
(1). Ketika kekuatiran tertentu menjadi kekuatiran yang sungguh-sungguh,
(2). Ketika kekuatiran itu lenyap sama sekali pada saat itu. Dengan adanya suatu kesadaran yang
penuh maka suatu penyakit tidak akan muncul dalam diri manusia.
Marilah kita renungkan bersama bahwa dengan sikap menerima yang benar terhadap
penderitaan adalah merupakan satu-satunya jalan atau cara penyembuhan. Mengapa demikian
karena apabila penderitaan selalu ditekan hanya akan mendorong suatu kemelekata itu ke bawah
sadar yang menimbun atau menyimpan barang-barang yang tidak menyenangkan atau yang tidak
ingin dilihat, yang suatu saat akan muncul dan menimbulkan suatu penderitaan. Seperti yang telah
dijelaskan diatas bahwa hanya tindakan penerimalah yang menyembuhkan penderitaan,
menghentikan penderitaan dan juga sang aku juga tidak terlibat. Jika sang aku tidak terlibat, maka
keinginanpun tidak ada. Dengan berhentinya penderitaan maka energi yang digunakan untuk
membuat sang aku yang menyebabkan penderitaan tidak digunakan lagi. Maka kemelekatan akan
hilang yang dapat menyembuhkan dari ketegangan-ketegangan yang ada serta menjadikan tubuh
jasmani serta mental dapat terbebas dari penyakit.

RESPON SAKIT PELAYANAN KEPADA ORANG SAKIT

Sang Buddha menasehati murid-muridNya tentang pentingnya pelayanan kepada orang sakit. Beliau
bersabda :”Seseorang yang merawat orang sakit, berarti ia telah merawat Saya”. Pernyataan
terkenal ini dibuat oleh Yang Terberkati saat Beliau menemukan seorang bhikkhu yang sedang
berbaring dalam jubah kotornya. Bhikkhu tersebut dalam keadaan sakit parah karena serangan
disentri. Dengan bantuan Ananda, Sang Buddha mencuci dan membersihkan bhikkhu sakit itu
dengan air hangat. Dalam kesempatan ini, Beliau mengingatkan para bhikkhu bahwa mereka tidak
mempunyai orang tua maupun sanak keluarga yang menjaga mereka, maka mereka harus menjaga
satu sama lain. Jika guru sedang sakit, murid mempunyai kewajiban untuk menjaganya,
dan jika murid sakit, guru berkewajiban menjaga murid yang sakit. Jika tidak ada guru
atau murid, maka masyarakat berkewajiban menjaga orang sakit (Vin.i,301ff.).

Pada kesempatan lain, Sang Buddha menjumpai seorang bhikkhu yang tubuhnya dipenuhi dengan
luka, jubah lengket di tubuhnya dengan nanah keluar dari luka-lukanya. Para teman bhikkhu telah
meninggalkannya karena tidak dapat menjaganya. Saat menemui bhikkhu ini, Sang Buddha
merebus air dan mencuci bhikkhu tersebut dengan tanganNya sendiri, selanjutnya membersihkan
dan mengeringkan jubahnya. Saat bhikkhu tersebut telah nyaman, Sang Buddha memberikan
khotbah kepadanya dan ia menjadi arahatta, tidak lama setelah menjadi arahatta, ia meninggal
dunia (DhpA.i,319). Oleh karena itu Sang Buddha tidak hanya mendukung pentingnya merawat
orang sakit, Beliau juga memberi contoh baik dengan diriNya sendiri memberikan pelayanan kepada
mereka yang sangat sakit, mereka yang bahkan dianggap menjijikkan bagi orang-orang lain.

Sang Buddha menyebutkan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh seorang perawat baik. Ia
harus mampu memberikan obat, ia harus mengetahui apa yang bermanfaat untuk
pasien dan apa yang tidak bermanfaat. Ia harus menjauhkan apa yang tidak bermanfaat
dan hanya memberikan apa yang bermanfaat bagi pasien. Ia harus mempunyai cinta kasih
dan murah hati, ia harus melakukan kewajibannya atas kesadaran untuk melayani dan bukan hanya
untuk imbalan (mettacitto gilanam upatthati no amisantaro). Ia tidak boleh merasa jijik
terhadap air liur, lendir, air kencing, tahi, luka, dll. Ia harus mampu menasehati dan
mendorong pasien dengan ide-ide mulia, dengan pembicaraan Dhamma (A.iii,144).

Patut diperhatikan di sini bahwa perawat tidak hanya diharapkan cakap dalam merawat badan
dengan memberi makanan dan obat yang tepat, tetapi ia juga diharapkan untuk merawat kondisi
batin pasien. Diketahui bahwa kebaikan para perawat dan dokter adalah obat yang hampir sama
effektifnya untuk semangat juang dan kesembuhan seorang pasien.

Saat seseorang sedang sakit parah dan merasa tidak berdaya, suatu kata ramah atau
suatu tindakan baik menjadi sumber kesenangan dan harapan. Itulah sebabnya cinta
kasih (metta) dan belas kasihan (karuna), yang juga merupakan perasaan-perasaan
mulia (brahmavihara), dianggap sebagai sifat-sifat yang patut dipuji dalam seorang
perawat. Sutta-sutta menambahkan dimensi lain bagi profesi perawatan dengan
memasukkan elemen spiritual dalam pembicaraan perawat.

Keadaan sakit adalah saat seseorang sedang menghadapi kenyataan-kenyataan hidup dan kondisi
ini adalah suatu kesempatan baik untuk menanamkan suatu kesadaran spiritual yang mendesak,
bahkan dalam batin yang paling materialistis sekalipun. Lebih lanjut lagi, seseorang yang sedang
sakit tentunya mempunyai perasaan takut pada kematian yang lebih besar daripada saat ia sedang
sehat. Cara-cara yang paling bagus untuk menenangkan perasaan takut ini adalah dengan
mengalihkan perhatian kepada Dhamma. Dalam pengawasannya, perawat diharapkan memberikan
bimbingan spiritual kepada pasien sebagai suatu bagian dan paket dari kewajiban seorang perawat.

Dalam Anguttara Nikaya, Sang Buddha menyebutkan tiga jenis pasien (A.i,120).:

1. Terdapat pasien yang tidak akan sembuh apakah mereka mendapatkan atau tidak
mendapatkan pelayanan pengobatan dan perawatan yang tepat.
2. Terdapat pasien yang akan sembuh tidak peduli apakah mereka mendapatkan atau tidak
mendapatkan pelayanan pengobatan dan perawatan yang tepat;
3. Terdapat pasien yang akan sembuh hanya dengan pengobatan dan perawatan yang tepat

Karena adanya jenis pasien ke tiga inilah, maka semua yang sakit harus diberi pengobatan tersedia
yang terbaik, makanan yang bermanfaat dan perawatan yang tepat. Selama pasien masih hidup,
segala yang dapat dilakukan harus diusahakan untuk kesembuhannya.

Menurut sutta lainnya (A.iii,56,62), penyakit adalah salah satu yang tidak
dapat dihindari dalam kehidupan. Saat menghadapinya, semua sumber
yang tersedia bagi seseorang, bahkan mantra-mantra gaibpun, seharusnya
dimanfaatkan dengan harapan untuk mengembalikan kesehatan .Di sini tidak
akan dibahas masalah perbuatan-perbuatan seperti itu bermanfaat atau tidak. Nampaknya inti
permasalahan adalah dalam keadaan kritis tidak ada buruknya untuk mencoba, bahkan metode
yang secara tradisi dipercaya akan membawa hasil, walaupun orang yang bersangkutan tidak harus
mempunyai keyakinan atau kepercayaan pada metode tersebut. Tentunya, metode-metode
demikian seharusnya tidak bertentangan dengan hati nurani seseorang. Walaupun dengan upaya-
upaya ini, jika kematian tetap datang, maka seseorang harus menerimanya sebagai hasil dari
kamma dengan ketenangan hati dan kebijaksanaan.

Di sini, kita diingatkan akan sebuah peristiwa (MA.i,203) pada saat seorang ibu yang sedang sakit
parah memerlukan daging kelinci sebagai pengobatan. Sang putra tidak mendapatkan daging kelinci
di pasar umum, ia mencari seekor kelinci. Ia berhasil menangkap seekor kelinci tetapi ia sangat
membenci membunuhnya walau pembunuhan tersebut demi ibunya. Ia melepaskan kelinci dan
mengharapkan ibunya sembuh. Kebajikan moral putra bersama pengharapannya secara serentak
membawa kesembuhan ibu. Tradisi Buddhis nampaknya menekankan bahwa kekuatan kebajikan
dalam keadaan-keadaan tertentu mempunyai sifat-sifat penyembuhan yang dapat bekerja bahkan
dalam kasus-kasus saat pengobatan umum tidak berhasil.

Bab pengobatan-pengobatan di Vinaya Mahavagga (Vin.i,199ff.) menunjukkan bahwa Sang Buddha


mengendorkan beberapa peraturan tata tertib minor untuk menyesuaikan kebutuhan-kebutuhan
para bhikkhu yang sakit. Walaupun seorang disiplin yang keras, Sang Buddha menunjukkan rasa
simpati dan pengertian besar kepada mereka yang sakit. Nilai kesehatan telah disadari sepenuhnya
dan bahkan dikenal sebagai keuntungan yang terbesar (arogyaparama labha, Dhp.204).

Sang Buddha mengajarkan bahwa agar sembuh, pasien juga harus bekerja sama dengan dokter
dan perawat. Seorang pasien baik seharusnya hanya menerima dan melakukan apa yang
bermanfaat baginya. Bahkan dalam memakan makanan yang bermanfaat sekalipun, ia harus
mengetahui jumlah yang tepat. Ia harus meminum resep obat tanpa merepotkan . Ia harus dengan
jujur memberitahu penyakit-penyakitnya kepada perawatnya yang sadar atas kewajiban. Ia harus
dengan sabar menahan rasa sakit jasmani bahkan saat rasa sakit tersebut sangat nyeri dan
menyiksa (A.iii,144).

Sutta-sutta menunjukkan bahwa Sang Buddha menggunakan kekuatan tekad dan ketenangan yang
luar biasa pada saat Beliau jatuh sakit. Beliau mengalami rasa sakit yang menyiksa saat serpihan
batu tajam yang dilemparkan oleh Devadatta kepadaNya menusuk kaki Beliau. Beliau menahan sakit
dengan penuh kesadaran dan ketenangan, dan tidak dikuasai oleh rasa sakit (S.i,27, 210 ). Selama
masa sakitNya yang terakhir, Sang Buddha juga dengan penuh kesadaran menahan rasa sakit
jasmani yang besar, dan dengan keberanian yang mengagumkan Beliau berjalan dari Pava ke
Kusinara bersama pendamping setiaNya, Ananda, sambil beristirahat di beberapa tempat untuk
mengurangi kelelahan (D.ii,128,134). Maha-parinibbana sutta juga menceritakan bahwa Sang
Buddha pernah dengan keras menyembunyikan penyakit yang berbahaya di Beluvagama dan Beliau
sehat kembali (D.ii,99).

Nampaknya mereka yang mempunyai perkembangan batin tinggi mampu menahan penyakit,
setidaknya pada kondisi-kondisi tertentu. Suatu waktu Nakulapita mengunjungi Sang Buddha yang
telah berusia lanjut, dan Sang Guru menganjurkannya agar tetap menjaga kesehatan batin
walaupun badan sedang lemah (S.iii,1).

Terdapat rasa sakit jasmani dan batin (dve vedana kayika ca cetasika ca). Saat seseorang
mempunyai rasa sakit jasmani, jika ia menjadi cemas dan menambahkan rasa sakit batin juga,
maka hal itu seperti ditembak dengan dua panah (S.iv,208).

Seseorang yang berkembang secara spiritual mampu menjaga kesehatan batin seimbang dengan
perkembangan spiritualnya. Karena spiritual seorang arahatta telah berkembang sepenuhnya, ia
mampu hanya mengalami rasa sakit jasmani tanpa rasa sakit batin (so ekam vedanam vediyati
kayikam na cetasikam, S.iv,209).

SIMPATI ORANG SAKIT

Didalam ajaran agama Buddha aturan yang tektual mengatur tentang : menjenguk orang sakit, kegiatan
keagamaan dirumah sakit dan menjelang kematian , tidak ada. Tetapi biasanya Para Bikhu dan pandita
menyadarkan sisakit agar mental psikolaoginya tidak sakit juga dengan membacakan paritta suci antara lain
sebagai berikut:

JARA DHAMMOMHI = Aku akan menderita usia tua.

JARAM ANATITO =Aku belum mengatasi usia tua.

BYADHIDHAMMOMHI = Aku akan menderita sakit.

BYADHIM ANATTITO = Aku belum mengatasi penyakit

MARANA DHAMMOMHI = Aku akan menderita kematian..

MARANAM ANATTITO = Aku belum mengatasi kematian.

SABBEHI MEPIYEHI MANAPEHI NANABHAVO VINABHAVO = Segala milikku yang kucintai dan kusenangi akan
berubah, akan terpiusah dariku.

KAMMA SAKOMHI = Aku adalah pemilik karmaku sendiri.


KAMMADAYADO = Pewaris karmaku sendiri.

KAMMAYONI = Lahir dari karmaku sendiri.

KAMMABANDHU = Berhubungan dengan karmaku sendiri.

KAMMAPATISARANO = Terlindung oleh karmaku sendiri.

YAM KAMMAM KARISANTI = Apapun karma yang kuperbuat

KALYANAM VA PAPAKAMVA = Baik atau buruk.

TASSA DAYADO BHAVISSAMI = Itulah yang akankuwarisi.

EVAM AMEHEHI ABHINHA PANCCAVEKKHITABHAM= Hendaklah ini kerap kali direngnungkan.

Dan dianjurkan melaksanakan meditasi Metta Bhavana yaitu meditasi memancarkan cinta kasih, agar cuti
cita atau kesadaran akhir yang dibawa, akan lahir dalam yang bahagia.

Salah kebutuhan orang sakit adalah tuntunan Rokhani

“Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan pikiranmu juga sakit. Demikianlah hendaknya engkau melatih
dirimu sendiri “ (Samsuta Nikaya XXII.1.

PENYAKIT DAN PENYULUHAN

Penyakit Kronis, sesuatu penyakit yang membutuhkan waktu yang cukup lama dalam penyembuhannya,
seperti: penyakit Gondok, penyakit jantung, penyakit kangker, penyakit HIV, AIDS dan TBC. Proses
penyembuhan penyakit kronis membutuhkan perhatian yang tulus, membutuhkan kesabaran yang tulus
karena penyakit jenis ini tidak langsung sembuh kalau diberi obat . Sehingga kadang-kadang pasien merasa
dirinya sudah tidak berguna didalam keluarga itu dan merasa kecil hatinya tidak diperhatikan atas penyakit
yang dideritanya. Inilah menimbulkan jiwanya tertekan.

Maka penyembuhan penyakit semacam ini selain diobati pisik juga diberikan siraman rokhani agar jiwanya
tetap tenang, jadi badannya sakit tetapi jiwanya tetap sehat.

Penyembuhan secara fisik sudah dikalukan oleh para Dokter-dokter ahli dan penyebuhan dengan cara Batin
atau Rokhani akan diberikan oleh ajaran –ajaran Agama.

Alam semesta menurut agama Buddha, selalu dalam keadaaan berubah dan menjadi, ” Sabbe Sangkhara
Anica”. Selalu terjadi perubahan dari satu keadaan menjadi satu keadaan yang lain. Bagi makluh yang
mempunyai pikiran dan perasaan , karena ketidaktahuan ( Avijja), maka arus perubahan itu dirasakan tidak
memuaskan, menyakitkan dan merupakan penderitaan ( dukkha).

Dalam hokum Empat Kesunyataan Mulia ( Catur Ariya Saccani ) yang dinamakan dukkha juga disebut
problemaatau masalah adalah: Kelahiran, Usia Tua, Sakit, mati, sedih, ratap tangis, gelisah, berkumpul
dengan yang dibenci, berpisah dengan yang dicintai, berhubungan dengan yang tidak disukai dan tidak
memperoleh sesuatu yang didambakan. Secara singkat dapat dikatakan bahwa lima kelompok komponen
makluh hidup ( Panca khanda Yang terdiri dari Jasmani, kesadaran, pemcerapan, pikiran, dan perasaan)
adalah pendritaan .

Kutipan dari Dhammacakhapavatana Sutta ini mengenai Kesunyataan Mulia pertama, menjelaskan hakekat
dari segi manusia: Kelahiran (jati), Usia Tua (jara),dan kematian marana adalah penderitaan yang wajar dan
tidak dapat dielakkan selagi proses karma.
Sedangkan penderitaan lainnya (pakina dukha) dapat dilenyapkan dikurangi antara lain dengan
mengusahakan perbaikan kondisi kelahiran dan kesehatan.

Manusia adalah jalinan kegiatan yang saling berkaitan dari kelompok –kelaompok komponen tersebut .
Mereka adalah suatu proses jasmaniah – Rokhaniah (psico-physical), satu keseluruhan batin dan raga.
Sehingg aselalu terdapat dua aspek kehidupan atau bidang kegiatan yang berlainan dan saling
mempengaruhi satu sama lainnya. Kedua aspek itu adalah :

i. Bidang Jasamaniah ( Rupa Khanda, Fisik)


Jasmani merupakan aspek pasif dari hidup sebagai akibat perbuatan dari hidup yang lalu(janaka karma)
dan memiliki keadaan erat sifat –sifat genetic yang diturunkan dari kedua orang tuanya (herediter).

ii. Bidang Rohaniah ( Nmakhanda, moral spiritual)


Rohani terdiri dari kelompok-kelompok: perasaan. Pencerapan, bentuk-bentuk pikiran dan kesadaran,
dan merupakan aspek aktip dari hidup (Karma Bhava) dengan sifat-sifat serta kecenderungan –
kecenderungan yang diperoleh dari hidup yang lalu dan lingkungan hidup sekarang . Maka dalam bidang
rohaniah ini, manusia mempunyai daya piker dan mampu mengambil keputusan, mempunyai kuasa untuk
menerima dan menolak, memilih hal-hal yang baik untuk dirinya . Dia dapat merubah lingkungannya
menurut kebutuhannya atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan dengan memahami lingkungan.

Tujuan hidup adalah menghilangkan pendritaan (dukha), secara total untuk menmdapatkan keselamayan
serta kebahagian abadi ( Nirwana/ Nibbana). Tujuan hidup ini dapat dicapai dengan berdasarkan pada
pengembangan jasmani dan batin rokhani ketingkat luhur menurut jalan yang ditunjukan oleh Sang
Buddha . Jasmani terdiri dari panca maha butha , lima unsure yang dapat berkembang yaitu :

1. Pathavi dhatu, yaitu unsure padat, yang menyebabkan kepadatan, disebut dengan lambing tanah.
2. Apo dhatu, yaitu unsure tarik menarik (kohesi) disebut lambing air.
3. Tejo dhatu, yaitu unsure panas kalorisasi disebut dengan lambing api.
4. Vayo dhatu, yaitu unsure gerak , disebut dengan lambing angin.

Unsur-unsur tersebut diatas berkembang dan membentuk jasmani karena kekutan karma dari hidup
lampau(janak karma), sesuai dengan hokum karma yang merupakan aspek dari hokum Dhamma niyanma
dikenal hokum sebagi hokum universal yang mengatur dan menguasai alam semesta dengan mutlak.
Jasmani ini tubuh dan berkembang didukung oleh Karma, pikiran, temperature dan makanan.

Perkembangan jasmani sifatnya terbatas, merupakan kesejahteraan dan kesehatan, sedangkang


perkembangan rohani tidak terbatas sehingga dapat mencapai Nirwana /Nibbana.

Kegiatan rohani didukung jasmani, tampa jasmani sehat perkembangan batin (bhawana ) terhalang. Oleh
karena itu dalam agama Buddha kesejahteraan dan kesehatan jasmani bukan hanya untuk menikmati
hidup, melainkan yang terpenting ialah untuk kehidupan rphani dalam menuju kearah lenyapnya
penderitaan, dukha secara total atau juga disebut memutus lingkaran kelahiran yang berulang-ulang.

Kesehatan adalah salah satu dari lima unsur yang diperlukan dalam perjuangan hidup, sebagaimana tersurat
dalam Anguttara Nikaya V.53 dan 153 yaitu:

“ Keyakinan kepada Buddha, sehat dan sejahtera, jujur, senantiasa bersemangat aktif dan diberkahi
pengertian mengenai timbul dan lenyapnya sesuatu “

Sukha Vagga Dhammapada,

” Kesehatan adalaha keuntungan yang terbesar, kepuasan adalah kekayaan yang terbesar, kepercayaan
adalah dasar persaudaraan yang terbaik,

Nibbana adalah kebahagian tertinggi “

Jadi jelaslah bahwa sehat, bahagia dan sejahtera merupakan tujuan dan idaman bagi setiap
orang.Keprihatinan pada penderitaan merupakan tema sentral dalam agama Buddha dan salah satu bentuk
penderitaan adalah terkena penyakit. Setiap penyakit tidak datang sendirinya, apa yang dialaminya sekarang,
namun nasib seseorang berhubungan dengan apa yang pernah diperbuat olehnya dalam kehidupan
sebelumnya ikut menentukan kesehatan seseorang:

“ Sesuai benih yang ditabur, begitulah buah yang kan dipetik “.

(Samyuta NikayaI,227)

Hubungan sebab akibat moral ini dikenal sebagai hukum Karma.

Pada hakekatnya setiap orang menentukan jalan hidupnya sendiri, Sesungguhnya para siswa, setiap makluh
adalah pemilih yang bertanggung jawab atas perbuatannya sendiri, ia menjadi ahli waris dari perbuatannya.

“Sakit ( dukha-dukha ) adalah suatu pendritaan, alangkah baiknya apabila

dicegah sendini mungkin “ ( Dhammacakhapavatana Sutta )

“ Makan secukupnya sesuai kebutuhan berarti menunjang kesehatan dan aktivitas kerja “

(Vijjacaranasampano, Budhanussati, Ovada patimoka)

“Obat untuk menyembuhkan penyakit, memulihkan tenaga dan demi kelangsungan hidup “

( Paccavekkana, Vinaya pitaka )

Ketika dunia tersentak dengan munculnya AIDS, mudah saja orang-orang menyalahkan si penderita. AIDS
erat dengan

Salah satu kebutuhan orang sakit dalah tuntunan rohani:

“Bilamana badanmu sakit, jangan biarkan pikiranmu juga menjadi sakit. Demikianlah hendaknya engkau
melatih dirimu sendiri “(samyutta Nikaya XXII.I.I )

Suppabudha beruntung mendapat petunjuk Buddha sebelum maut merengutnya.

Kita tahu mengenai adanya penyakit yang menular seperti juga kejahatan dapat menular. Sebaliknya, orang-
orang suci melihat bahwa kebajikanpun dapat menular; kebijaksanaan dan pengetauhan dapat ditularkan.
Sebagaimana kebajikan, kita dapat berpikir tentang kesehatan yang seharusnya juga ditularkan. Setiap orang
ingin terbebas dari penyakit.

Keinginan tersebut hanya mungkin terpenuhi apabila yang bersangkutan telah melaksanakan kewajibannya
dengan baik, yaitu aktif memelihara kesehatannya sendiri, berprilaku sesuai dengan norma-norma kesehatan
dan tidak mengabaikan kebajikan.

.
TAQWA ADALAH RASA SUJUD KITA KEPADA TUHAN, ATAU BAKTI KITA.
Bakti artinya ritual, puja bakti, sembahyang. Melaksanakan rasa sujud kepada yang wajib kita
hormati dan kita sujudti yang biasanya dilakukan di Vihara , di Cetiya maupun tempat yang
lainnya.Semua Agama mempunyai tata puja bakti dan tata upacara.
Pelaksanaan Bakti dibagi atas :
1. Kebatian Pembukaan Pendidikan Agama Buddha.
2. Kebatian Penutupan Pendidikan Agama Buddha
3. Kebatian Umum.
Disamping itu ada kebaktian disekolah ,dikampus diadakan upacara:
1. Upacara Suci Waisak.
2, Upacara Kathina,
Karena itu para mahasiswa wajib menghayati dan mengamalkan Saddha, Sila dan Bakti dalam hidup
sehari- hari.
KONSEP KESELAMATAN
Menyelamatkan (Indenpenden ) usaha dari bawah keatas dengan cara melaksanakan meditasi.
a. Meditasi Metta Bhawana.
b. Meditasi Karuna Bhawana.
c. Meditasi Mudhita Bhawana.
d. Meditasi Uphekha Bhawana..
Diselamatkan ( Denpeden ) adalah diselamatkan dari atas kebawah adalah menunggu hasil dari
dari Tuhan.
Konsep Idenpenden dan konsep denpenden kosep keduanya yang harus dilakukan karena
merupakan konsep berbuahnya perbutan ( karma ).

Bagi orang melaksanakan beribadah dengan cara menyelatkan yaitu melaksanakan meditasi.

KRITERIA MERAWAT JENASAH.

Dalam Agama Buddha cara merawat jenasah setiap Vihara satu dengan yang lain tidak sama dan pada
umumnya yang dilakukan.

1. Membersihkan jenasah dengan membaca mantra-mantra.


2. Diberikan pakaian yang disayanginya dan yang lainya.
3. Dimasukan dalam peti bagi yang punya.
4. Dimakamkan atau dikremasikan bagi yang punya, dengan membaca mantra-mantra suci.
5. Dimakam biasanya batu nisan berbentuk STUPA.
6. Selanjutnya diadakan peringatan, 3 hari,7 hari,49 hari,.100hari ,1tahun. Diteruskan Patidana

Dalam Dhamapada babI ayat 2.


“ Pikiran adalah pelopor dari segala sesuatu, pikiran adalah pemimpin, pikiran adalah pembentuk.
Bila seseorang berbicara atau berbuat dengan pikiran baik, maka kebahagiaan akan mengikutinya
bagaikan bayang-bayang yang tak pernah meninggalkan bendanya.”

Buddhisme berpendapat bahwa munculnya/terbentuknya makhluk hidup bukanlah berasal dari hasil
ciptaan, akan tetapi berasal dari kegelapan batin, dan sebab-sebab yang lalu (Ref: Samyutta Nikaya
12.2).

Sabbe Satta Bhavantu Sukkhitata - Semoga semua makhluk berbahagia

Renungan kebahagiaan orang lain.

Semoga aku menjadi penawar bagi semua makluh.

Semoga aku menjadi dokter, bidan dan perawat bagi semua orang sakit

Semoga aku dapat memberi makan dan minum bagi yang menderita lapar dan kehausan.

Semoga aku menjadi pembela bagi mereka yang dicampakkan terlantar dipinggir jalan.

Semoga aku menjadi mestika yang tak ternilai bagi orang-orang miskin.

Semoga aku menjadi perahu dan titian bagi mereka yang merindukan pantai seberang.

Semoga aku menjadi pelita bagi mereka yang tersesat dijalan.

TERIMAKASIH ATAS PERHATIANNYA

SELAMAT BELAJAR
Pertanyaan menurut Agama Buddha,

I. Manusia terdiri perpaduan Nama dan Rupa yang disebut Panca Khanda
1. Jelaskan tentang Nama atau Batin
2. Jelaskan tentang Rupa atau Jasmani

3. Tuliskan dalam Anguttara Nikaya II 65, di mana Sang Buddha menyatakan


beberapa keinginan yang wajar dari manusia biasa (yang hidup berumah
tangga),

4. Jelaskan ada empat hal yang berguna yang akan dapat menghasilkan
kebahagiaan dalam kehidupan duniawi sekarang ini, yaitu:
5. Berilah contoh yang bisa kamu lakukan untuk mencerminkan mencintai dir sendiri
6. Bagaimana sikap kalian jika ada orang datang ke rumah meminta sumbangan
mengatasnamakan anak yatim piatu yang berbeda keyakinan?
7. Berikan contoh tindakan nyata yang bisa dilakukan di sekitar rumah untuk
mencintai lingkungan!
8. Jelaskan perbedaan sifat keberagamaan antara Eksklusivisme dengan Iksklusivisme
9. Berilah contoh sakit dari manusia dari Jasmani (Rupa) dan Rokhani ( Nama)
10. Jelaskan tindakan pelayanan orang sakit secara jasmani dan rokhani.

Anda mungkin juga menyukai