Anda di halaman 1dari 12

Kosmologi Hindu merupakan pengetahuan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan

alam semesta menurut filsafat Hindu. Dalam ajaran kosmologi Hindu, alam semesta dibangun dari
lima unsur, yakni: tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas), api (plasma), dan ether. Kelima
unsur tersebut disebut Pancamahabhuta atau lima unsur materi.

Purusa dan Prakerti


Dalam ajaran Hindu, Purusa dan Prakerti merupakan dua unsur pokok yang terkandung dalam
setiap materi di alam semesta. Purusa dan Prakerti merupakan unsur yang bersifat kekal, halus,
dan tidak dapat dipisahkan. Purusa adalah unsur yang bersifat kejiwaan sedangkan Prakerti adalah
unsur yang bersifat kebendaan atau material. Pada penciptaan alam semesta, Prakerti berevolusi
menjadi Pancatanmatra yaitu lima benih yang belum berukuran. Pancatanmatra setelah melalui
evolusi yang panjang akhirnya menjadi Pancamahabhuta, yakni lima unsur materi. Lima unsur
materi ini kemudian membentuk anggota alam semesta, seperti
misalnya matahari, bumi, bulan, bintang-bintang, planet-planet, dan lain-lain.

Penciptaan Alam Semesta


Dalam Kitab Weda
Dalam kitab Regweda terdapat nyanyian yang mengisahkan asal mula alam semesta. Nyanyian
tersebut disebut Nasadiyasukta dan terdiri dari tujuh bait sebagai berikut:
Pada mulanya tidak ada sesuatu yang ada namun tidak ada sesuatu yang tidak ada. Tidak ada
udara, tidak ada langit pula. Apakah yang menutupi itu, dan mana itu? Airkah di sana? Air yang
tak terduga dalamnya?
Waktu itu tidak ada kematian, tidak pula ada kehidupan. Tidak ada yang menandakan siang dan
malam. Yang Esa bernapas tanpa napas menurut kekuatannya sendiri. Di luar daripada Ia tidak
ada apapun.
Pada mulanya kegelapan ditutupi oleh kegelapan itu sendiri. Semua yang ada ini adalah sesuatu
yang tak terbatas dan tak dapat dibedakan, yang ada pada waktu itu adalah kekosongan dan yang
tanpa bentuk. Dengan tenaga panas yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong.
Setelah itu timbullah keinginan, keinginan yang merupakan benih awal dan benih semangat. Para
Rsi setelah bermeditasi dalam hatinya menemukan dengan kearifannya hubungan antara yang ada
dan yang bukan ada.
Sinarnya terentang keluar. Apakah ia melintang? Apakah ia di bawah atau di atas? Beberapa
menjadi pencurah benih, yang lain amat hebat. Makanan adalah benih rendah, pemakan adalah
benih unggul.
Siapakah yang sungguh-sungguh mengetahui? Siapakah di dunia ini yang dapat
menerangkannya? Dari manakah kejadian itu, dan dari manakah timbulnya? Para Dewa ada
setelah kejadian itu. Lalu, siapakah yang tahu, darimana ia muncul?
Dia, yang merupakan awal pertama dari kejadian itu, dari-Nya kejadian itu muncul atau mungkin
tidak. Dia yang mengawasi dunia dari surga tertinggi, sangat mengetahuinya atau mungkin juga
tidak.

Menurut filsafat Hindu dalam Regweda, elemen dasar dunia adalah Asat atau ketiadaan yang
sama dengan Aditi yaitu ketidakterbatasan. Semua yang ada adalah Diti yaitu yang terikat. Ajaran
dalam Regweda juga menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh Brahman dari unsur yang
sudah ada. Hiranyagharba atau "Janin Emas" muncul dari lautan yang memenuhi angkasa lalu dari
dalamnya muncul Brahma yang membangun dunia yang masih kacau tanpa bentuk agar teratur
rapi.

Dalam Kitab Purana dan Upanisad


Menurut kepercayaan Hindu, alam semesta terbentuk secara bertahap dan berevolusi. Penciptaan
alam semesta dalam kitab Upanisad diuraikan seperti laba-laba memintal benangnya tahap demi
tahap, demikian pula Brahman menciptakan alam semesta tahap demi tahap. Brahman
menciptakan alam semesta dengan tapa. Dengan tapa itu, Brahman memancarkan panas. Setelah
menciptakan, Brahman menyatu ke dalam ciptaannya.
Menurut kitab Purana, pada awal proses penciptaan, terbentuklah Brahmanda. Pada awal proses
penciptaan juga terbentuk Purusa dan Prakerti. Kedua kekuatan ini bertemu sehingga terciptalah
alam semesta. Tahap ini terjadi berangsur-angsur, tidak sekaligus. Mula-mula yang muncul
adalah Citta (alam pikiran), yang sudah mulai dipengaruhi oleh Triguna,
yaitu Sattwam, Rajas dan Tamas. Tahap selanjutnya adalah terbentuknya Triantahkarana, yang
terdiri dari Buddhi (naluri); Manah (akal pikiran); Ahamkara (rasa keakuan). Selanjutnya,
munculah Pancabuddhindria dan Pancakarmendria, yang disebut pula Dasendria (sepuluh indria).
Dasendria
Pancabuddhindria Pancakarmendria
1. Srotendria (rangsang pendengar; 1. Garbendria (penggerak perut; indria pada
indria pada telinga) perut)
2. Twakindria (rangsang peraba; indria 2. Panindria (penggerak tangan; indria pada
pada kulit) tangan)
3. Caksuindria (rangsang penglihatan; 3. Padendria (penggerak kaki; indria pada
indria pada mata) kaki)
4. Ghranendria (rangsang pencium; 4. Payuindria (penggerak organ pelepasan;
indria pada hidung) indria pada organ pelepasan)
5. Jihwendria (rangsang pengecap; 5. Upasthendria (penggerak alat kelamin;
indria pada lidah) indria pada alat kelamin)
Setelah timbulnya Pancabuddhindria dan Pancakarmendria, maka sepuluh indria tersebut
berevolusi menjadi Pancatanmatra, yaitu lima benih unsur alam semesta yang sangat halus, tidak
berukuran. Lima benih tersebut dijelaskan sebagai berikut:
1. Sabdatanmatra (benih suara)
2. Rupatanmatra (benih penglihatan)
3. Rasatanmatra (benih perasa)
4. Gandhatanmatra (benih penciuman)
5. Sparsatanmatra (benih peraba)
Pancatanmatra merupakan benih saja. Pancatanmatra berevolusi menjadi unsur-unsur benda
materi yang nyata. Unsur-unsur tersebut dinamai Pancamahabhuta, atau Lima Unsur Zat Alam.
Kelima unsur tersebut yaitu:
1. Pertiwi (zat padat, tanah, logam)
2. Apah (zat cair)
3. Teja (plasma, api, kalor)
4. Bayu (zat gas, udara)
5. Akasa (ether)
Pancamahabhuta berbentuk Paramānu, atau benih yang lebih halus daripada atom. Pada saat
penciptaan, Pancamahabhuta bergerak dan mulai menyusun alam semesta dan mengisi
kehampaan. Setiap planet dan benda langit tersusun dari kelima unsur tersebut, namun kadangkala
ada salah satu unsur yang mendominasi. Unsur Teja mendominasi matahari, sedangkan bumi
didominasi Pertiwi dan Apah.

Penciptaan Menurut Nasadiyasūkta


Berikut dikutipkan terjemahan Nasadiyazūkta (Terjadinya Alam Semesta)(Ṛgveda X.129.1-7)
tersebut.
Pada waktu itu, tidak ada mahluk (eksistensi) maupun non makhluk (non eksistensi);
pada waktu itu tidak ada atmosfir dan juga tidak ada lengkung langit di luarnya. Pada waktu itu
apakah yang menutupi, dan di mana ? Airkah di sana, air yang tak terduga dalamnya (1)’

Waktu itu, tidak ada kematian, pun pula tidak ada kehidupan. Tidak ada tanda yang
menandakan siang dan malam. Yang Esa bernafas tanpa nafas menurut kekuatannya sendiri.
Bernafas menurut kekuatan-Nya sendiri. Di luar Dia tidak ada apa pun juga (2)’

‘Pada mula pertama kegelapan ditutupi oleh kegelapan. Semua yang ada ini adalah
keterbatasan yang tak dapat dibedakan. Yang ada waktu itu adalah kekosongan dan yang tanpa
bentuk. Dengan tapas (tenaga panas) yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong (3)’

‘Pada awal mulanya keinginan menjadi bermanifestasi. Yang merupakan benih awal
dan benih semangat. Para Ṛṣi setelah meditasi dalam hatinya menemukan dengan kearifannya
hubungan antara eksistensi dan non eksistensi (4)’

‘Sinar-Nya terentang ke luar, apakah ia melintang, apakah ia di bawah atau di atas.


Kemudian ada kemampuan memperbanyak diri dan kekuatan yang luar biasa dahsyatnya,
materi gaib ke sini dan energi ke sana (5)’

‘Siapakah yang sungguh-sungguh mengetahui dan memapar-kannya di sini, dari manakah


datangnya alam semesta yang menjadi ada ini? Orang-orang bijaksana lebih belakang dari
ciptaan alam semesta ini, karena itu siapakah yang mengetahui dari mana munculnya (ciptaan)
ini (6)’

‘Sesungguhnya Dia yang telah menciptakan alam semesta ini, serta mengendalikannya (di
dalam kekuasaan-Nya). Dia yang mengawasi alam semesta ini berada di atas angkasa yang tak
terhingga, sesungguhnya Dia mengetahui alam semesta ini seluruhnya dan Wahai Manusia!
Janganlah mengakui eksistensi lain yang mana pun sebagai Pencipta alam semesta ini (7)’

Dari terjemahan mantram Ṛgveda di atas dapat diketahui pandangan yang mendasar
tentang misteri dari alam semesta ini. Sūkta di atas menjelaskan tentang asal alam semesta dan
Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan asal dari alam semesta tersebut. Sūkta pertama
menjelaskan bahwa pada mulanya adalah kosong, tidak ada apa pun benda material. Sūkta kedua
menjelaskan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa yang bernafas dengan kekuatan-Nya sendiri.
Sūkta ketiga menjelaskan bahwa pada mulanya adalah kekosongan, tidak ada sesuatu apa pun
dan tanpa bentuk. Disebutkan pula dari pada-Nya tenaga panas (energi) muncul yang merupakan
proses awal penciptaan. Dari keinginan-Nya muncul penciptaan dan hal ini dapat diketahui oleh
para Ṛṣi yang bermeditasi kepada-Nya (Sūkta 4). Sūkta kelima menjelaskan terciptanya benih-
benih kehidupan. Sūkta keenam dan ketujuh menjelaskan terjadinya alam semesta.

Klaus K. Klostermaier (1990:110) mengemukakan beberapa kata kunci untuk


memahami proses penciptaan menurut Nasadiyasūkta di atas, yaitu: tapas, panas, kekuatan
seorang Yogi (Ṛṣi) yang disebut sebagai yang bertanggung jawab pertama dalam proses
penciptaan. Kama, keinginan atau dorongan nafsu (keinginan untuk mencipta) yang
menyebabkan keserbaragaman dan yang melekat dalam ketidakabadian.

Penciptaan menurut Puruṣasūkta


Tentang penciptaan alam semesta lebih jauh dinyatakan dalam Puruṣasūkta (Yajña Tuhan
Yang Maha Esa) (Ṛgveda X.90.1-16) yang terjemahannya dikutipkan sebagai berikut:

‘Puruṣa (Manusia Kosmos) berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, memenuhi jagat
raya, pada semua arah, mengisi seluruh angkasa (1)’

‘Sesungguhnya Puruṣa adalah semua ini, semua yang ada sekarang dan yang akan datang, Dia
adalah raja keabadian yang terus membesar dengan makanan (2)’

‘Demikian hebat kebenarannya. Dan Puruṣa bahkan lebih besar dari ini. Semua wujud ini
adalah seperempat dari diri-Nya. Tiga perempat lagi adalah keabadian ada di sorga (3)’

‘Tiga perempat dari Puruṣa pergi membubung jauh. Seperempat lagi lagi berada di alam ini
yang berproses terus menerus berselang-seling dalam berbagai wujud yang bernyawa dan yang
tidak bernyawa (4)’.

‘Dari Dia Viraj (Dia Yang Bercahaya) lahir dan dari Virāj Dia kembali. Segera setelah Dia
lahir Dia mengembang ke seluruh penjuru, mengembang mengatasi alam semesta (5)’

‘Ketika para Dewa mengadakan upacara kurban dengan Puruṣa sebagai persembahan, maka
minyaknya adalah musim semi, kayu bakarnya adalah musim panas dan sajian persembahannya
adalam musim gugur (6)’

‘Mereka mengorbankan sebagian korban pada rumput. Puruṣa yang lahir pada awal kejadian
alam semesta. Pada Dia para Dewa dan semua Sadhya dan para Ṛṣi mempersembahkan kurban
(7)’

‘Dari korban Puruṣa dipersembahkan keluarlah dadih dan mentega yang sudah bercampur.
Kemudian Dia jadikan binatang-binatang yang padanya berbeda. Baik binatang buas maupun
binatang jinak (8)’

‘Dari korban Puruṣa yang dipersembahkan, Ric (Ṛgveda) dan Sama (Samaveda) muncul. Dari
Dia lahirnya metrik. Dari Dia lahirnya Yajus (Yajurveda) (9)’

‘Dari Dia lahirlah kuda dan binatang apa saja yang mempunyai gigi dua baris. Sapi lahir dari
Dia. Dari Dialah lahirnya kambing dan biri-biri (10)’.

‘Ketika mereka menjadikan Puruṣa persembahan, menjadi berapa bagiankah Dia? Dan apakah
mereka sebut paha kaki-Nya? (11)’

‘Dari mulut-Nya muncul Brahmana, dari lengan-Nya muncul Rajanya (Ksatriya), dari paha-Nya
muncul Vaisya, dan Sudra muncul dari kaki-Nya (12)’

‘Bulan muncul dari pikiran-Nya, matahari dari mata-Nya, Indra dan Agni muncul dari mulut-
Nya, dan Vayu dari nafas-Nya (13)’.

‘Dari pusar-Nya cakrawala ini muncul, dari kepala-Nya muncul langit, dari kaki-Nya muncul
bumi, dari telingap-Nya lahir keempat penjuru mata angin, demikianlah Dia membentuk alam
semesta ini (14)’.

‘Tujuh pagar kelilingnya upacara korban itu, tiga kali enam potong kayu bakar disiapkan, ketika
para Dewa mempersembahkan upacara itu yang menjadikan Puruṣa sebagai kurban (15)’

‘Dewa-dewa dengan mengandakan upacara korban memuja Dia (Manusia Kosmos) yang juga
merupakan upacara korban itu. Dia yang agung mencapai sorga yang mulia tempat para
Sadhyas, Dewa-Dewa zaman dahulu (16)’

Puruṣasūkta adalah sebuah Sūkta (himne) yang menjelaskan kondisi sebelum penciptaan
dan pengejawantahan-Nya. Kondisi tersebut merupakan dua kondisi berubah dan kekal abadi,
jagatas tasthusas. Hal tersebut merupakan proses abadi yang dari padanya Ia Yang Tidak
Terbatas menjadi terbatas. Sūkta tersebut merupakan perubahan bentuk yang direncanakan dari
Wujud Manusia Tertinggi (Supreme Person) dan proses terciptanya alam semesta. Tuhan Yang
Maha Agung dan Maha Sempurna dikenal oleh para mahārṣi (orang-orang suci). Mereka
menggambarkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Bercahaya seperti cahaya ribuan matahari,
yang terletak di samping Kegelapan. Pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Tunggal,
dinyatakan oleh para mahārṣi yang membebaskan pencari kebenaran dari segala keterikatan dan
menjadikannya kekal abadi (Reddy, 1991: 175).

Puruṣa bukanlah semata-mata Manusia Kosmos, tetapi juga merupakan aspek personal
dari seluruh realitas. Konsep manusia meliputi esensi hubungan internal. Segala sesuatunya
merupakan bagian dari Yang Esa dan unik yakni Puruṣa. Dari Puruṣa, Viraj, emanasi kedewataan
yang pertama menampakkan diri dan berproses. Makhluk yang tidak terciptakan, yang
keberadaan-Nya berfungsi sebagai media dalam proses penciptaan, meningkatkan dan juga turun
kepada semua makhluk, dan juga kepada keseluruhan aktivitas, Dia juga mengandung aspek
feminin, tidak hanya dalam kaitannya dengan gender, tetapi juga dalam hukum-Nya (Panikkar,
1989:73).

Menurut Puruṣasūkta di atas, Tuhan Yang Maha Esa sendiri yang mengorbankan diri-
Nya untuk menciptakan jagat raya ini, yang penampakkan-Nya di alam semesta dalam wujud
materi hanya seperempat bagian sedang tiga perempat lainnya tidak terjangkau oleh umat
manusia.
Seluruh jagat raya berasal dari pada-Nya melalui Viraj, proses alam semesta dan segala
isi di dalamnya berlangsung. Proses penciptaan (sristi atau utpati) dan pemeliharaan (stiti) alam
semesta ini berlangsung selama Tuhan Yang Maha Esa menghendakinya dan tentunya juga akan
berakhir ketika Dia menghendakinya pula.

Proses tercipta, terpelihara, dan peleburan (pralaya) kembali alam semesta berserta
seluruh isinya disebut Trikona, tiga titik kulminasi yang berlangsung terus. Proses tersebut juga
dinamakan lila atau krida Tuhan Yang Maha Esa. Menurut A.L.Basham (1992:3240 motivasi
penciptaan seperti tersebut, yakni berupa lila atau krida dari Jiwa Alam Semesta dapat
dianalogikan dengan hasil karya seni yang muncul dari pikiran seorang artis.

Di samping mantra-mantra tentang peenciptaan seperti telah disebutkan di atas terdapat


juga mantra yang menjelaskan tentang bibit abadi berupa telur berwarna keemasan
(Hiranyagarbha) yang kemudian dari pada-Nya terciptalah seluruh jagat raya seperti dinyatakan
dalam Ṛgveda X.121.1 berikut:

Pada awalnya terlahirlah Hiranyagarbha, Dia yang demikian menunjukkan eksistensinya,


menjadi raja dari semua makhluk, Dia yang menyangga bumi dan sorga.

Di dalam kitab suci Veda dijelaskan tentang awal penciptaan alam semesta ini dan yang
pertama eksis adalah Tuhan Yang Maha Esa sendiri, kemudian menjadikan diri-Nya sendiri
sebagai Yajna dan kemudian berpikir “aham bahu syam”, “Saya ingin menciptakan yang
banyak”. Sejak saat itu mulailah penciptaan alam semesta. Pertama-tama tercipta air. Di sanalah
telur Hiranyagarbha berada. Telur itu kemudian pecah menjadi dua bagian, yaitu satu bagian
menjadi bumi dan bagian yang lain menjadi angkasa. Segala proses penciptaan alam semesta
baru dimulai setelah telur yang mengandung air itu pecah (Somvir, 2001:34-35).

Berdasarkan kutipan terjemahan mantra-mantra Veda di atas, maka penciptaan alam


semesta menurut kitab suci Veda dimulai dengan tapas yang memancarkan cahaya (energi),
selanjutnya Tuhan Yang Maha Esa berkehendak dan melaksanakan Yajña dan yang terakhir dari
pada-Nya pula lahir bibit berupa telur keemasan (Hiranyagarbha) yang di alam semesta tampak
plenet-planet yang demikian banyak jumlahnya berwujud sebagai telor dan berwarna keemasan.

Penciptaan menurut kitab-kitab Purāṇa


Isi pokok kitab-kitab Purāṇa umumnya dikenal dengan Pancalaksana, yang terdiri dari:
(1) Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama/yang sangat halus), (2) Pratisarga (penghancuran
dan penciptaan kembali alam semesta), (3) Manvantara (masa dan perubahan Manu-Manu pada
setiap masa), (4) Vamsa (cerita dinasti raja-raja yang berkuasa di bumi, dan (5) Vamsanucarita
(dinasti raja-raja & Ṛṣi-Ṛṣi dan raja yang akan datang). Dalam uraian ini dibatasi hanya pada
sarga

Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama/yang sangat halus)


Sarga adalah (proses) penciptaan (yang halus) berupa lima unsur (Panca Mahabhuta),
obyek-obyek indriya, organ indriya dan pikiran, ego (ahamkara) dan prinsip kecerdasan kosmik
(mahat), selanjutnya terganggunya keseimbangan dari sifat-sifat alam (guna/bhuta-matendriya-
dhiyam janmasarga udaritah).

Di kitab-kitab Purāṇa yang lain digambarkan sebagai “evolusi mahat, karena


terganggunya keseimbangan Triguna selanjutnya mendorong yang tidak termanifestasikan,
avyakrita, yakni unsur materi yang pertama atau Prakriti), dari tiga lapis Ahamkara (keakuan dari
Mahat) dan (tiga lapis Ahamkara) dari 5 unsur alam (Bhuta), (sebelas) organ indriya (Panca
Budhiriya, Karmendriya dan pikiran) dan obyek-obyek indriya.

Penciptaan ada dua jenis, yaitu: (1). Alaukika (kedevataan) dan (2) Laukika (keduniawian).
Penciptaan Alaukika/kedevataan merupakan penciptaan yang terdiri dari 33 devata, saat
itu Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk Yajna-Varaha, mewujudkan diri-Nya sebagai seekor
babi hutan untuk menyelamatkan dunia. Penggambaran penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa
sebagai seekor babi hutan (yang membunuh raksasa Hiranyaksa) tidak lain maksudnya adalah
untuk selamatnya umat manusia, dan hal ini juga menggambarkan ajaran Karma Marga (jalan
perbuatan).

Penciptaan Laukika (keduniawian), dimaksudkan adalah penciptaan yang


menggambarkan evolusi dari alam semesta yang terdiri dari 28 unsur, empat unsur materi/alam
(bhuta) dan waktu (kala). Episode yang menguraikan ajaran Kapila (dan istrinya) dalam kitab
Bhagavata Purāṇa menggambarkan jalan pengetahuan (Jnana Marga
Di dalam kitab Bhagavata Purāṇa (XII.7.11) diuraikan sepintas tentang penciptaan ini ke dalam
beberapa topik antara lain evolusi Mahat (prinsip dasar dari kecerdasan kosmik), dari bergejolak
dan terganggunya keseimbangan dari Triguna yang belum termanifes (Prakriti, unsur
materi/bahan yang permulaan), memimpin evolusi Triguna selanjutnya (tipe-tipe Vaikarika atau
Sattvika, Rajasa dan Tamasa, tergantung dari dominasi masing-masing guna), evolusi berlaut
pada unsur-unsur alam (bhuta), alat indriya, dan obyeknya (seperti unsur yang kasar dan devata
yang bersemayam pada masing-masing organ indriya (Loc.Cit).

Lebih jauh tentang penciptaan ini digambarkan dalam kitab Agni Purāṇa (17.1-16), sebagai
berikut:
Agni bersabda:

Aku akan menjelaskan sekarang penciptaan alam semesta, yang merupakan dari krida (lila)
Sang Hyang Visnu (dalam Samkhya disebut Brahma). Beliaulah yang menciptakan sorga dan
lain-lain. Pada permulaan ciptaan dan dilengkapi dengan sifat-sifat dan tanpa sifat-sifat (1).

1) Brahma, yang tidak menampakan diri, sesungguhnya Yang Ada. Saat itu tidak ada langit,
siang atau malam, dan lain-lain. Sang Hyang Visnu masuk ke-dalam Prakriti (unsur materi) dan
ke dalam Puruṣa (unsur kesadaran) dan menggerakkannya(2).

2) Pada saat penciptaan yang pertama kali terpencar adalah intelek (kecerdasan budi/mahat).
Kemudian terwujudlah ego (ahamkara), selanjutnya disusul pertama dari keadaan natural
(Vaikarika), kilauan cahaya (taijasa) unsur-unsur alam, dan sebagainya dan kegelapan
(tamasa/yang menciptakan kebodohan(3).
3) Kemudian meluaplah ether (akasa) yang merupakan unsur dasar suara (sabda) dari ego
(ahamkara). Kemudian angin (vayu) merupakan unsur dasar sentuhan (sparsa) dan api (teja)
sebagai unsur dasar warna (rupa) menjadi ada dari padanya(4).

4) Air (apah) sebagai unsur dasar rasa (rāsa/menjadi ada) dari padanya. Tanah (prithivi)
sebagai unsur bau (gandha). Dari kegelapan lahirlah ego, indriya (menjadi ada) yang nampak
berkilauan(5).

5) Evolusi selanjutnya adalah terciptanya 10 kahyangan dan pikiran, sebelas indriya selanjutnya
munculah Sang Hyang Svayambhu (yang ada dengan sendirinya), yakni Sang Hyang Brahma
yang berkeinginan menciptakan berbagai tipe mahluk hidup(6).

6) Sang Hyang Brahma menciptakan air yang pertama. Air berhubungan dengan (disebut)
sebagai narah, karena hal itu merupakan ciptaan spirit yang Tertinggi(7).

7) Dari pergerakkannya yang pertama dari semuanya itu, karenanya Ia disebut Narayana.
Kemudian tergeletak (mengambang) telur di atas air yang warnanya keemasan(8).

8) Dari pada itu, Sang Hyang Brahma lahir dengan keinginannya sendiri, oleh karenanya kita
mengenal sebagai yang lahir dengan sendirinya (Svayambhu). Hidup (di dalamnya) sepanjang
tahun, karenanya disebut Hiranyagarbha, kemudian menjadikan telur itu dua bagian, yaitu
menjadi sorga dan bumi. Di antara kedua bagian itu, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan langit
(9-10).

9) Sepuluh penjuru menyangga bumi yang mengambang di atas air. Kemudian Sang Hyang
Prajapati (Brahma yang merupakan pencipta mahluk hidup dan alam semesta) berkeinginan
mencipta, menciptakan waktu, pikiran, perkataan, keinginan, kemarahan, keterikatan dan yang
lain-lain. Dari cahaya Ia menciptakan petir dan mendung, bianglala, dan burung-burung. Ia
pertama menciptakan Parjanya (Indra, dewa hujan). Kemudian menciptakan Ṛgveda (Rcah),
Yajurveda (Yajumsi), dan Samaveda (Samani) untuk menyelesaikan Yajña-Nya (11-13).

10) Mereka yang ingin menyelesaikan (Yajña), memuja para devata dengan (merapalkan)
mantra-mantra tersebut. Mahluk hidup yang tinggi dan rendah diciptakan-Nya. Ia menciptakan
Sanatkumara dan Rudra, yang lahir dari kemarahan-Nya (14).

11) Kemudian Ia menciptakan para Ṛṣi Marici, Atri, Angirasa, Pulastya, Pulaha, Kratu,
Vasistha, yang diyakini sebagai putra-putra yang lahir dari pikiran Sang Hyang Brahma (15).

12) Oh, Yang Mulia! Para Ṛṣi tersebut melahirkan (banyak) mahluk hidup, membagi diri-Nya
atas dua bagian, separo menjadi laki-laki dan saparoh lagi menjadi perempuan. Selanjutnya
Brahma melahirkan anak-anak-Nya melalui separoh bagiannya yakni bagian yang perempuan
(16/Gangadharan, Vol.27, Part I, 1984: 39-41).

Pada bagian lain, kitab Agni Purāṇa (20.9.1-8) menjelaskan lebih terperinci proses penciptaan
alam semesta yang digambarkan sebagai berikut:
1) Ciptaan pertama adalah intelek atau kecerdasan budi (mahat) dari Brahma. Ciptaan yang
kedua adalah unsur materi yang sangat halus (tanMatra) yang dikenal dengan nama Bhutasarga
(penciptaan elemen alam semesta/pañca mahabhuta (1).

2) Ciptaan yang ketiga adalah evolusi (vaikarikasarga) yakni penciptaan organ indriya
(aindriyasarga). Ciptaan tersebut adalah ciptaan pertama (prakritasarga) yang ke luar dari
intelek (kecerdasan budi) (2).

3) Ciptaan yang keempat adalah ciptaan dasar/utama (mukhyasarga). Sesuatu yang tidak
bergerak dikenal sebagai dasar (penciptaan). Penciptaan kelima disebut penciptaan kualitas
yang lebih rendah (tiryaksrota) yang dinamakan sebagai ciptaan mahluk di bawah manusia
(seperti binatang, burung-burung, dan lain-lain (3).

4) Ciptaan yang keenam adalah mahluk-mahluk yang lebih tinggi (urdhvasrota) dikenal sebagai
ciptaan kahyangan. Penciptaan yang ketujuh disebut ciptaan menengah (arvaksrota), yakni
terciptanya umat manusia (4).

5) Ciptaan yang kedelapan adalah Anugrahasarga (kasih sayang devata), disusun dari karakter
(Sattvika dan Tamasika). Kelima ciptaan yang terakhir dikenal dengan Vaikritasarga (ciptaan
subyek yang akan berubah). Ciptaan yang kesembilan disebut Kaumarsarga (penciptaan
Sanatkumara, dan lain-lain). demikianlah sembilan ciptaan sang Hyang Brahma yang
merupakan dasar terciptanya alam semesta (5-6).

6) Bhrigu dan lain-lain mengawini Khyāti dan putri-putri yang dari Daksa. Ciptaan terdiri dari
tiga jenis disebut orang, yaitu yang selalu (biasa) berlangsung (nitya), penciptaan yang
menimbulkan ciptaan yang lain (naimittika) dan yang berlangsung setiap hari (dainandinì).
Ciptaan yang sedang berlangsung ketika masa peleburan disebut Dainandinì. Penciptaan yang
selalu berlangsung (tiada hentinya) disebut nitya (7-8).

Teori penciptaan alam semesta (sarga) yang dikenal dengan sembilan ciptaan Sang Hyang
Brahma diuraikan pula secara sistematis dan terinci dalam kitab Brahmanda Purāṇa, yang dapat
diringkas (direkapitulasi), sebagai berikut.

1) Ciptaan pertama

(1). Mahat (ciptaan kesadaran yang tinggi)

(2). Tanmatra (ciptaan disini disebut juga Bhutasarga)

(3). Vaikarika (ciptaan Aindriyasarga)

Seluruh ciptaan di atas adalah ciptaan Prakrita (dari kata Prakriti), sebagai awal ciptaan.

1) Penciptaan yang kedua

(4). Mukhyasarga (ciptaan yang tidak bergerak)


(5). Tiryaksrota (ciptaan mahluk rendahan dan binatang)

(6). Urdhvasrota (ciptaan berupa dewa-dewa dan mahluk-mahluk sorga).

(7). Arvaksrota (ciptaan umat manusia)

(8). Anugrahasarga (baik Sattvika maupun Tamasika)

Kelimanya (4-8) tersebut di atas disebut Vaikrita (ciptaan kedua) dan fungsi mereka tanpa
kesadaran atau bagian depan (sebelum) pengetahuan (a-budhi-purvaka).

2) Penciptaan (setelah) kedua (?)

(9). Kaumarasarga (penciptaan putra-putra yang lahir dari pikiran). Ketika Sanatkumara dan
yang lain-lain menjadi seorang Yogi dan tidak melahirkan putra-putra, Sang Hyang Brahma
(I.1.5.70-76) menciptakan putra-putra yang lahir dari pikiran-Nya kembali, maka lahirlah:
Bhrigu, Angirasa, Marìci, Pulastya, Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha dari berbagai bagian
badan-Nya (Tagare, Vol.22, Part I, 1993: XXXIV).

G. V. Tagare dalam terjemahan kitab Vayu Purāṇa, pada bagian kata pengantarnya
(XXIII) menyatakan bahwa tentang penciptaan alam semesta (Sarga) bahwa di dalam kitab-kitab
Purāṇa ditemukan tiga teori tentang penciptaan alam semesta, yakni (1). Teori Samkhya-
Vedānta, (2). Teori Purāṇa dan (3). Teori Samkhya. Berikut dijelaskan ketiga teori tersebut:

1) Teori Samkhya-Vedānta. Penciptaan mulai dengan prinsip dasar yang disebut Mahat dan
berakhir dengan Visesa, yakni perbedaan antara lima unsur yang sangat halus dan yang kasar
(kasat mata) yang disebut Pañca Mahabhuta dan Pañca Tanmatra. Sumber alam semesta adalah
Brahman yang abadi, tanpa awal dan tanpa akhir, tidak dilahirkan, dan tidak dapat dibandingkan
dengan apapun. Pada awalnya adalah kegelapan dan Ia yang meresapi seluruh alam semesta yang
diselubungi dalam kegelapan (Ia yang tidak termanifest), saat itu Guna dalam keadaan seimbang.
Brahman juga disebut Atman. Pada awal penciptaan Ksetrajña (Devata Tertinggi) memimpin
Pradhana, menggerakkan Guna dan prinsip dasar Mahat berkembang. Ketika Guna Sattva
menjadi sangat dominan di dalam Mahat, unsur spirit yang sangat halus pada jasmani
berkembang dan dipimpin oleh Ksetrajña.

Kitab-kitab Purāṇa memberikan etimologi yang populer dari sinonim Brahman, Ksetrajña, dan
lain-lain, semacam Samanvaya dan perbedaan istilah dan teori. Ketika Mahat didorong (oleh
keinginan Tuhan Yang Maha Esa), terciptalah alam semesta yang besar, Samkalpa (kekuatan
pikiran) dan Adhyavasaya (kebulatan/tekad) dalam 2 tendensi (Vritti-dvayam/ I.1.4,16). Teori
sintese Samkhya-Vedānta tentang penciptaan ini dapat dijumpai dalam beberapa Purāṇa, antara
lain: Agni Purāṇa XVII.2-26, Brahmanda Purāṇa I.1.3.6, dan Kurma Purāṇa I.2.3.

2) Teori Purāṇa. Ksetrajña disebut Brahma yang bangkit dari telur kosmos. Ia adalah mahluk
yang pertama mengambil wujud (yang berwujud pertama kali). Ia pencipta dari seluruh Pañca
Mahabhuta (baik unsur material maupun mahluk hidup). Hiranyagarbha (Brahman) dalam empat
wajah adalah Ksetrajña, baik pada saat penciptaan maupun pada saat Pralaya (penghancuran)
alam semesta. Telur kosmos terdiri dari tujuh dunia, bumi dengan tujuh benua, samudra-samudra
dan segala sesuatunya termasuk matahari, bulan, bintang-bintang, Loka (Saptaloka) dan Aloka
(Saptapatala). dari luar telur kosmos ini dilapisi oleh tujuh lapisan (I.1.1.44-45). Empat yang
pertama terdiri dari 4 elemen, yaitu: air, api, angin dan ether (akasa), masing-masing selubung 10
kali lebih besar dibandingkan selubung yang pertama (sebelumnya/yang ditengahnya) dan tiga
selubung lainnya terdiri dari Bhutadi, Mahat dan Pradhana yang tidak termanifest. Avyakta
(yang tidak termanifest) disebut Ksetra dan Brahma disebut Ksetrajña. Prakrita-sarga dipimpin
oleh Brahma. Penciptaan berlangsung tanpa pra-rencana (abuddhipurvaka) seperti halnya
kerdipan cahaya (I.1.4.68.-78).

3) Teori Samkhya. Teori Vedānta, Samkhya dan Purāṇa dipadukan dalam teori ini. Analisis yang
terang ditunjukkan bahwa Prakrita Sarga adalah penciptaan dari Prakriti. Teori Samkhya yang
teistik dapat lebih dijelaskan secara lebih ekplisit dinyatakan dalam uraian (II.5.104) sebagai
berikut: “Sebelum penciptaan alam semesta adalah kondisi laya (keseimbangan) dari semua
Guna. dalam wujudnya yang Avyakta (tidak termanifestasi), secara potensial terbentang seperti
minyak susu (ghee) di dalam susu. Tuhan Yang Maha Agung, dengan kekuatan Yoga-Nya,
menciptakan ketidak-seimbangan dari Tri Guna dan terciptalah Tiga Devata Utama (Tri Murti),
Brahma (dari Rajas), Api atau Rudra (dari Tamas) dan Visnu (dari Sattva). Sesungguhnya Tuhan
Yang Maha Esa yang membagi diri-Nya ke dalam 3 fungsi utama itu”.

Struktur Alam Semesta


Lapisan Atas Lapisan Bawah
1. Bhurloka 1. Atala
2. Bhuwahloka 2. Witala
3. Swahloka atau Swargaloka 3. Sutala
4. Mahaloka 4. Talatala
5. Janaloka 5. Mahatala
6. Tapaloka 6. Rasatala
7. Satyaloka atau Brahmaloka 7. Patala
Lapisan Atas Alam Semesta[sunting | sunting sumber]
Menurut agama Hindu, bagian atas alam semesta terdiri dari tujuh lapisan. Tujuh lapisan tersebut
dikenal dengan istilah Saptaloka (tujuh alam). Bhurloka adalah lapisan yang paling bawah tempat
bumi berada; Bhuwahloka adalah lapisan alam di atasnya yang didiami oleh para raksasa;
Swahloka atau Swargaloka atau surga adalah kediaman para dewa yang dipimpin oleh dewa Indra;
Mahaloka adalah kediaman Resi Bhrigu; Janaloka adalah kediaman Sapta Resi; Tapaloka
merupakan kediaman ras makhluk yang disebut Weragi; Satyaloka atau Brahmaloka merupakan
kediaman penguasa satu alam semesta yakni dewa Brahma.[1]
Tujuh Hari dan Benda Semesta[sunting | sunting sumber]
Saptawara atau tujuh hari yang masing-masing memiliki benda semesta:
No. Indonesia Inggris Surya-siddhanta Bali Benda Semesta
1. Senin Monday Soma Soma Bulan
2. Selasa Tuesday Angaraka Anggara Mars
3. Rabu Wednesday Buddha Buda Merkurius
4. Kamis Thursday Brhaspati Wraspati Jupiter
5. Jumat Friday Sukra Sukra Venus
6. Sabtu Saturday Saniscara Saniscara Saturnus
7. Minggu Sunday Aditya Radite Matahari
Ketujuh benda angkasa tersebut berada di Bhurloka.[2] Saptaloka bukan merupakan tujuh lapisan
langit, sebab loka berarti alam dan di dalam satu loka terdapat banyak planet. Lapisan langit
disebut Akasha (IAST: Ākāśa) yang berarti angkasa.
Lapisan Bawah Alam Semesta[sunting | sunting sumber]
Menurut agama Hindu, di bawah Bhurloka terdapat tujuh lapisan alam bawah yang dihuni oleh
makhluk dengan unsur kasar. Saptapatala terdiri dari: Atala, Witala, Sutala, Talatala, Mahatala,
Rasatala, Patala. Atala identik dengan Mahamaya; Witala dipimpin oleh manifestasi Siwa yang
disebut Hatakeswara; Sutala dipimpin oleh raksasa Bali; Talatala dipimpin oleh Maya; Mahatala
kediaman ular raksasa; Rasatala dihuni para Detya dan Danawa; Patala dipimpin oleh Basuki, raja
para naga. Planet-planet naraka atau neraka berada di Patala. Dengan demikian satu alam semesta
menurut Weda terdiri dari 14 lapisan alam.[1]

Usia Alam Semesta[sunting | sunting sumber]


Dalam kitab-kitab suci Hindu disebutkan bahwa alam semesta diciptakan, dimusnahkan, dan
dibuat ulang menurut suatu siklus yang berputar abadi. Siklus tersebut disebut Kalpa atau masa
seribu Yuga. Satu Kalpa sama dengan 4.320.000.000 tahun bagi manusia sedangkan
bagi Brahma satu Kalpa sama dengan satu hari. Dalam kosmologi Hindu, alam semesta
berlangsung selama satu Kalpa dan setelah itu dihancurkan oleh unsur api atau air. Pada saat itu,
Brahma istirahat selama satu malam, yang lamanya sepanjang satu hari baginya. Proses itu disebut
Pralaya (Katalismik) dan berulang-ulang selama seratus tahun bagi Brahma (311 Triliun tahun
bagi manusia) yang merupakan umur Brahma.
Menurut pandangan umat Hindu, alam semesta sedang berada pada tahun ke-51 bagi Brahma atau
155 Triliun tahun telah berlangsung semenjak Brahma lahir. Setelah Brahma melewati usianya
yang ke-100, siklus yang baru dimulai lagi dan segala ciptaan yang sudah dimusnahkan diciptakan
kembali. Proses ini merupakan siklus abadi yang terus berulang-ulang dan tak akan pernah
berhenti.
Masa hidup Brahma dibagi setiap satu siklus Mahayuga. Yuga terdiri dari empat bagian, yang
mana dalam setiap bagian merupakan zaman yang memiliki karakter berbeda-beda. Mahayuga
memiliki 71 Divisi, dan setiap divisi merupakan 14 Manvantara (1000) tahun. Setiap Mahayuga
berlangsung 4.320.000 tahun. Manwantara adalah siklus Manu, leluhur manusia menurut
kepercayaan Hindu.

Anda mungkin juga menyukai