alam semesta menurut filsafat Hindu. Dalam ajaran kosmologi Hindu, alam semesta dibangun dari
lima unsur, yakni: tanah (zat padat), air (zat cair), udara (zat gas), api (plasma), dan ether. Kelima
unsur tersebut disebut Pancamahabhuta atau lima unsur materi.
Menurut filsafat Hindu dalam Regweda, elemen dasar dunia adalah Asat atau ketiadaan yang
sama dengan Aditi yaitu ketidakterbatasan. Semua yang ada adalah Diti yaitu yang terikat. Ajaran
dalam Regweda juga menyatakan bahwa alam semesta diciptakan oleh Brahman dari unsur yang
sudah ada. Hiranyagharba atau "Janin Emas" muncul dari lautan yang memenuhi angkasa lalu dari
dalamnya muncul Brahma yang membangun dunia yang masih kacau tanpa bentuk agar teratur
rapi.
Waktu itu, tidak ada kematian, pun pula tidak ada kehidupan. Tidak ada tanda yang
menandakan siang dan malam. Yang Esa bernafas tanpa nafas menurut kekuatannya sendiri.
Bernafas menurut kekuatan-Nya sendiri. Di luar Dia tidak ada apa pun juga (2)’
‘Pada mula pertama kegelapan ditutupi oleh kegelapan. Semua yang ada ini adalah
keterbatasan yang tak dapat dibedakan. Yang ada waktu itu adalah kekosongan dan yang tanpa
bentuk. Dengan tapas (tenaga panas) yang luar biasa lahirlah kesatuan yang kosong (3)’
‘Pada awal mulanya keinginan menjadi bermanifestasi. Yang merupakan benih awal
dan benih semangat. Para Ṛṣi setelah meditasi dalam hatinya menemukan dengan kearifannya
hubungan antara eksistensi dan non eksistensi (4)’
‘Sesungguhnya Dia yang telah menciptakan alam semesta ini, serta mengendalikannya (di
dalam kekuasaan-Nya). Dia yang mengawasi alam semesta ini berada di atas angkasa yang tak
terhingga, sesungguhnya Dia mengetahui alam semesta ini seluruhnya dan Wahai Manusia!
Janganlah mengakui eksistensi lain yang mana pun sebagai Pencipta alam semesta ini (7)’
Dari terjemahan mantram Ṛgveda di atas dapat diketahui pandangan yang mendasar
tentang misteri dari alam semesta ini. Sūkta di atas menjelaskan tentang asal alam semesta dan
Tuhan Yang Maha Esa yang merupakan asal dari alam semesta tersebut. Sūkta pertama
menjelaskan bahwa pada mulanya adalah kosong, tidak ada apa pun benda material. Sūkta kedua
menjelaskan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa yang bernafas dengan kekuatan-Nya sendiri.
Sūkta ketiga menjelaskan bahwa pada mulanya adalah kekosongan, tidak ada sesuatu apa pun
dan tanpa bentuk. Disebutkan pula dari pada-Nya tenaga panas (energi) muncul yang merupakan
proses awal penciptaan. Dari keinginan-Nya muncul penciptaan dan hal ini dapat diketahui oleh
para Ṛṣi yang bermeditasi kepada-Nya (Sūkta 4). Sūkta kelima menjelaskan terciptanya benih-
benih kehidupan. Sūkta keenam dan ketujuh menjelaskan terjadinya alam semesta.
‘Puruṣa (Manusia Kosmos) berkepala seribu, bermata seribu, berkaki seribu, memenuhi jagat
raya, pada semua arah, mengisi seluruh angkasa (1)’
‘Sesungguhnya Puruṣa adalah semua ini, semua yang ada sekarang dan yang akan datang, Dia
adalah raja keabadian yang terus membesar dengan makanan (2)’
‘Demikian hebat kebenarannya. Dan Puruṣa bahkan lebih besar dari ini. Semua wujud ini
adalah seperempat dari diri-Nya. Tiga perempat lagi adalah keabadian ada di sorga (3)’
‘Tiga perempat dari Puruṣa pergi membubung jauh. Seperempat lagi lagi berada di alam ini
yang berproses terus menerus berselang-seling dalam berbagai wujud yang bernyawa dan yang
tidak bernyawa (4)’.
‘Dari Dia Viraj (Dia Yang Bercahaya) lahir dan dari Virāj Dia kembali. Segera setelah Dia
lahir Dia mengembang ke seluruh penjuru, mengembang mengatasi alam semesta (5)’
‘Ketika para Dewa mengadakan upacara kurban dengan Puruṣa sebagai persembahan, maka
minyaknya adalah musim semi, kayu bakarnya adalah musim panas dan sajian persembahannya
adalam musim gugur (6)’
‘Mereka mengorbankan sebagian korban pada rumput. Puruṣa yang lahir pada awal kejadian
alam semesta. Pada Dia para Dewa dan semua Sadhya dan para Ṛṣi mempersembahkan kurban
(7)’
‘Dari korban Puruṣa dipersembahkan keluarlah dadih dan mentega yang sudah bercampur.
Kemudian Dia jadikan binatang-binatang yang padanya berbeda. Baik binatang buas maupun
binatang jinak (8)’
‘Dari korban Puruṣa yang dipersembahkan, Ric (Ṛgveda) dan Sama (Samaveda) muncul. Dari
Dia lahirnya metrik. Dari Dia lahirnya Yajus (Yajurveda) (9)’
‘Dari Dia lahirlah kuda dan binatang apa saja yang mempunyai gigi dua baris. Sapi lahir dari
Dia. Dari Dialah lahirnya kambing dan biri-biri (10)’.
‘Ketika mereka menjadikan Puruṣa persembahan, menjadi berapa bagiankah Dia? Dan apakah
mereka sebut paha kaki-Nya? (11)’
‘Dari mulut-Nya muncul Brahmana, dari lengan-Nya muncul Rajanya (Ksatriya), dari paha-Nya
muncul Vaisya, dan Sudra muncul dari kaki-Nya (12)’
‘Bulan muncul dari pikiran-Nya, matahari dari mata-Nya, Indra dan Agni muncul dari mulut-
Nya, dan Vayu dari nafas-Nya (13)’.
‘Dari pusar-Nya cakrawala ini muncul, dari kepala-Nya muncul langit, dari kaki-Nya muncul
bumi, dari telingap-Nya lahir keempat penjuru mata angin, demikianlah Dia membentuk alam
semesta ini (14)’.
‘Tujuh pagar kelilingnya upacara korban itu, tiga kali enam potong kayu bakar disiapkan, ketika
para Dewa mempersembahkan upacara itu yang menjadikan Puruṣa sebagai kurban (15)’
‘Dewa-dewa dengan mengandakan upacara korban memuja Dia (Manusia Kosmos) yang juga
merupakan upacara korban itu. Dia yang agung mencapai sorga yang mulia tempat para
Sadhyas, Dewa-Dewa zaman dahulu (16)’
Puruṣasūkta adalah sebuah Sūkta (himne) yang menjelaskan kondisi sebelum penciptaan
dan pengejawantahan-Nya. Kondisi tersebut merupakan dua kondisi berubah dan kekal abadi,
jagatas tasthusas. Hal tersebut merupakan proses abadi yang dari padanya Ia Yang Tidak
Terbatas menjadi terbatas. Sūkta tersebut merupakan perubahan bentuk yang direncanakan dari
Wujud Manusia Tertinggi (Supreme Person) dan proses terciptanya alam semesta. Tuhan Yang
Maha Agung dan Maha Sempurna dikenal oleh para mahārṣi (orang-orang suci). Mereka
menggambarkan Tuhan Yang Maha Esa sebagai Yang Bercahaya seperti cahaya ribuan matahari,
yang terletak di samping Kegelapan. Pengetahuan tentang Tuhan Yang Maha Tunggal,
dinyatakan oleh para mahārṣi yang membebaskan pencari kebenaran dari segala keterikatan dan
menjadikannya kekal abadi (Reddy, 1991: 175).
Puruṣa bukanlah semata-mata Manusia Kosmos, tetapi juga merupakan aspek personal
dari seluruh realitas. Konsep manusia meliputi esensi hubungan internal. Segala sesuatunya
merupakan bagian dari Yang Esa dan unik yakni Puruṣa. Dari Puruṣa, Viraj, emanasi kedewataan
yang pertama menampakkan diri dan berproses. Makhluk yang tidak terciptakan, yang
keberadaan-Nya berfungsi sebagai media dalam proses penciptaan, meningkatkan dan juga turun
kepada semua makhluk, dan juga kepada keseluruhan aktivitas, Dia juga mengandung aspek
feminin, tidak hanya dalam kaitannya dengan gender, tetapi juga dalam hukum-Nya (Panikkar,
1989:73).
Menurut Puruṣasūkta di atas, Tuhan Yang Maha Esa sendiri yang mengorbankan diri-
Nya untuk menciptakan jagat raya ini, yang penampakkan-Nya di alam semesta dalam wujud
materi hanya seperempat bagian sedang tiga perempat lainnya tidak terjangkau oleh umat
manusia.
Seluruh jagat raya berasal dari pada-Nya melalui Viraj, proses alam semesta dan segala
isi di dalamnya berlangsung. Proses penciptaan (sristi atau utpati) dan pemeliharaan (stiti) alam
semesta ini berlangsung selama Tuhan Yang Maha Esa menghendakinya dan tentunya juga akan
berakhir ketika Dia menghendakinya pula.
Proses tercipta, terpelihara, dan peleburan (pralaya) kembali alam semesta berserta
seluruh isinya disebut Trikona, tiga titik kulminasi yang berlangsung terus. Proses tersebut juga
dinamakan lila atau krida Tuhan Yang Maha Esa. Menurut A.L.Basham (1992:3240 motivasi
penciptaan seperti tersebut, yakni berupa lila atau krida dari Jiwa Alam Semesta dapat
dianalogikan dengan hasil karya seni yang muncul dari pikiran seorang artis.
Di dalam kitab suci Veda dijelaskan tentang awal penciptaan alam semesta ini dan yang
pertama eksis adalah Tuhan Yang Maha Esa sendiri, kemudian menjadikan diri-Nya sendiri
sebagai Yajna dan kemudian berpikir “aham bahu syam”, “Saya ingin menciptakan yang
banyak”. Sejak saat itu mulailah penciptaan alam semesta. Pertama-tama tercipta air. Di sanalah
telur Hiranyagarbha berada. Telur itu kemudian pecah menjadi dua bagian, yaitu satu bagian
menjadi bumi dan bagian yang lain menjadi angkasa. Segala proses penciptaan alam semesta
baru dimulai setelah telur yang mengandung air itu pecah (Somvir, 2001:34-35).
Penciptaan ada dua jenis, yaitu: (1). Alaukika (kedevataan) dan (2) Laukika (keduniawian).
Penciptaan Alaukika/kedevataan merupakan penciptaan yang terdiri dari 33 devata, saat
itu Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk Yajna-Varaha, mewujudkan diri-Nya sebagai seekor
babi hutan untuk menyelamatkan dunia. Penggambaran penjelmaan Tuhan Yang Maha Esa
sebagai seekor babi hutan (yang membunuh raksasa Hiranyaksa) tidak lain maksudnya adalah
untuk selamatnya umat manusia, dan hal ini juga menggambarkan ajaran Karma Marga (jalan
perbuatan).
Lebih jauh tentang penciptaan ini digambarkan dalam kitab Agni Purāṇa (17.1-16), sebagai
berikut:
Agni bersabda:
Aku akan menjelaskan sekarang penciptaan alam semesta, yang merupakan dari krida (lila)
Sang Hyang Visnu (dalam Samkhya disebut Brahma). Beliaulah yang menciptakan sorga dan
lain-lain. Pada permulaan ciptaan dan dilengkapi dengan sifat-sifat dan tanpa sifat-sifat (1).
1) Brahma, yang tidak menampakan diri, sesungguhnya Yang Ada. Saat itu tidak ada langit,
siang atau malam, dan lain-lain. Sang Hyang Visnu masuk ke-dalam Prakriti (unsur materi) dan
ke dalam Puruṣa (unsur kesadaran) dan menggerakkannya(2).
2) Pada saat penciptaan yang pertama kali terpencar adalah intelek (kecerdasan budi/mahat).
Kemudian terwujudlah ego (ahamkara), selanjutnya disusul pertama dari keadaan natural
(Vaikarika), kilauan cahaya (taijasa) unsur-unsur alam, dan sebagainya dan kegelapan
(tamasa/yang menciptakan kebodohan(3).
3) Kemudian meluaplah ether (akasa) yang merupakan unsur dasar suara (sabda) dari ego
(ahamkara). Kemudian angin (vayu) merupakan unsur dasar sentuhan (sparsa) dan api (teja)
sebagai unsur dasar warna (rupa) menjadi ada dari padanya(4).
4) Air (apah) sebagai unsur dasar rasa (rāsa/menjadi ada) dari padanya. Tanah (prithivi)
sebagai unsur bau (gandha). Dari kegelapan lahirlah ego, indriya (menjadi ada) yang nampak
berkilauan(5).
5) Evolusi selanjutnya adalah terciptanya 10 kahyangan dan pikiran, sebelas indriya selanjutnya
munculah Sang Hyang Svayambhu (yang ada dengan sendirinya), yakni Sang Hyang Brahma
yang berkeinginan menciptakan berbagai tipe mahluk hidup(6).
6) Sang Hyang Brahma menciptakan air yang pertama. Air berhubungan dengan (disebut)
sebagai narah, karena hal itu merupakan ciptaan spirit yang Tertinggi(7).
7) Dari pergerakkannya yang pertama dari semuanya itu, karenanya Ia disebut Narayana.
Kemudian tergeletak (mengambang) telur di atas air yang warnanya keemasan(8).
8) Dari pada itu, Sang Hyang Brahma lahir dengan keinginannya sendiri, oleh karenanya kita
mengenal sebagai yang lahir dengan sendirinya (Svayambhu). Hidup (di dalamnya) sepanjang
tahun, karenanya disebut Hiranyagarbha, kemudian menjadikan telur itu dua bagian, yaitu
menjadi sorga dan bumi. Di antara kedua bagian itu, Tuhan Yang Maha Esa menciptakan langit
(9-10).
9) Sepuluh penjuru menyangga bumi yang mengambang di atas air. Kemudian Sang Hyang
Prajapati (Brahma yang merupakan pencipta mahluk hidup dan alam semesta) berkeinginan
mencipta, menciptakan waktu, pikiran, perkataan, keinginan, kemarahan, keterikatan dan yang
lain-lain. Dari cahaya Ia menciptakan petir dan mendung, bianglala, dan burung-burung. Ia
pertama menciptakan Parjanya (Indra, dewa hujan). Kemudian menciptakan Ṛgveda (Rcah),
Yajurveda (Yajumsi), dan Samaveda (Samani) untuk menyelesaikan Yajña-Nya (11-13).
10) Mereka yang ingin menyelesaikan (Yajña), memuja para devata dengan (merapalkan)
mantra-mantra tersebut. Mahluk hidup yang tinggi dan rendah diciptakan-Nya. Ia menciptakan
Sanatkumara dan Rudra, yang lahir dari kemarahan-Nya (14).
11) Kemudian Ia menciptakan para Ṛṣi Marici, Atri, Angirasa, Pulastya, Pulaha, Kratu,
Vasistha, yang diyakini sebagai putra-putra yang lahir dari pikiran Sang Hyang Brahma (15).
12) Oh, Yang Mulia! Para Ṛṣi tersebut melahirkan (banyak) mahluk hidup, membagi diri-Nya
atas dua bagian, separo menjadi laki-laki dan saparoh lagi menjadi perempuan. Selanjutnya
Brahma melahirkan anak-anak-Nya melalui separoh bagiannya yakni bagian yang perempuan
(16/Gangadharan, Vol.27, Part I, 1984: 39-41).
Pada bagian lain, kitab Agni Purāṇa (20.9.1-8) menjelaskan lebih terperinci proses penciptaan
alam semesta yang digambarkan sebagai berikut:
1) Ciptaan pertama adalah intelek atau kecerdasan budi (mahat) dari Brahma. Ciptaan yang
kedua adalah unsur materi yang sangat halus (tanMatra) yang dikenal dengan nama Bhutasarga
(penciptaan elemen alam semesta/pañca mahabhuta (1).
2) Ciptaan yang ketiga adalah evolusi (vaikarikasarga) yakni penciptaan organ indriya
(aindriyasarga). Ciptaan tersebut adalah ciptaan pertama (prakritasarga) yang ke luar dari
intelek (kecerdasan budi) (2).
3) Ciptaan yang keempat adalah ciptaan dasar/utama (mukhyasarga). Sesuatu yang tidak
bergerak dikenal sebagai dasar (penciptaan). Penciptaan kelima disebut penciptaan kualitas
yang lebih rendah (tiryaksrota) yang dinamakan sebagai ciptaan mahluk di bawah manusia
(seperti binatang, burung-burung, dan lain-lain (3).
4) Ciptaan yang keenam adalah mahluk-mahluk yang lebih tinggi (urdhvasrota) dikenal sebagai
ciptaan kahyangan. Penciptaan yang ketujuh disebut ciptaan menengah (arvaksrota), yakni
terciptanya umat manusia (4).
5) Ciptaan yang kedelapan adalah Anugrahasarga (kasih sayang devata), disusun dari karakter
(Sattvika dan Tamasika). Kelima ciptaan yang terakhir dikenal dengan Vaikritasarga (ciptaan
subyek yang akan berubah). Ciptaan yang kesembilan disebut Kaumarsarga (penciptaan
Sanatkumara, dan lain-lain). demikianlah sembilan ciptaan sang Hyang Brahma yang
merupakan dasar terciptanya alam semesta (5-6).
6) Bhrigu dan lain-lain mengawini Khyāti dan putri-putri yang dari Daksa. Ciptaan terdiri dari
tiga jenis disebut orang, yaitu yang selalu (biasa) berlangsung (nitya), penciptaan yang
menimbulkan ciptaan yang lain (naimittika) dan yang berlangsung setiap hari (dainandinì).
Ciptaan yang sedang berlangsung ketika masa peleburan disebut Dainandinì. Penciptaan yang
selalu berlangsung (tiada hentinya) disebut nitya (7-8).
Teori penciptaan alam semesta (sarga) yang dikenal dengan sembilan ciptaan Sang Hyang
Brahma diuraikan pula secara sistematis dan terinci dalam kitab Brahmanda Purāṇa, yang dapat
diringkas (direkapitulasi), sebagai berikut.
1) Ciptaan pertama
Seluruh ciptaan di atas adalah ciptaan Prakrita (dari kata Prakriti), sebagai awal ciptaan.
Kelimanya (4-8) tersebut di atas disebut Vaikrita (ciptaan kedua) dan fungsi mereka tanpa
kesadaran atau bagian depan (sebelum) pengetahuan (a-budhi-purvaka).
(9). Kaumarasarga (penciptaan putra-putra yang lahir dari pikiran). Ketika Sanatkumara dan
yang lain-lain menjadi seorang Yogi dan tidak melahirkan putra-putra, Sang Hyang Brahma
(I.1.5.70-76) menciptakan putra-putra yang lahir dari pikiran-Nya kembali, maka lahirlah:
Bhrigu, Angirasa, Marìci, Pulastya, Pulaha, Kratu, Daksa, Atri dan Vasistha dari berbagai bagian
badan-Nya (Tagare, Vol.22, Part I, 1993: XXXIV).
G. V. Tagare dalam terjemahan kitab Vayu Purāṇa, pada bagian kata pengantarnya
(XXIII) menyatakan bahwa tentang penciptaan alam semesta (Sarga) bahwa di dalam kitab-kitab
Purāṇa ditemukan tiga teori tentang penciptaan alam semesta, yakni (1). Teori Samkhya-
Vedānta, (2). Teori Purāṇa dan (3). Teori Samkhya. Berikut dijelaskan ketiga teori tersebut:
1) Teori Samkhya-Vedānta. Penciptaan mulai dengan prinsip dasar yang disebut Mahat dan
berakhir dengan Visesa, yakni perbedaan antara lima unsur yang sangat halus dan yang kasar
(kasat mata) yang disebut Pañca Mahabhuta dan Pañca Tanmatra. Sumber alam semesta adalah
Brahman yang abadi, tanpa awal dan tanpa akhir, tidak dilahirkan, dan tidak dapat dibandingkan
dengan apapun. Pada awalnya adalah kegelapan dan Ia yang meresapi seluruh alam semesta yang
diselubungi dalam kegelapan (Ia yang tidak termanifest), saat itu Guna dalam keadaan seimbang.
Brahman juga disebut Atman. Pada awal penciptaan Ksetrajña (Devata Tertinggi) memimpin
Pradhana, menggerakkan Guna dan prinsip dasar Mahat berkembang. Ketika Guna Sattva
menjadi sangat dominan di dalam Mahat, unsur spirit yang sangat halus pada jasmani
berkembang dan dipimpin oleh Ksetrajña.
Kitab-kitab Purāṇa memberikan etimologi yang populer dari sinonim Brahman, Ksetrajña, dan
lain-lain, semacam Samanvaya dan perbedaan istilah dan teori. Ketika Mahat didorong (oleh
keinginan Tuhan Yang Maha Esa), terciptalah alam semesta yang besar, Samkalpa (kekuatan
pikiran) dan Adhyavasaya (kebulatan/tekad) dalam 2 tendensi (Vritti-dvayam/ I.1.4,16). Teori
sintese Samkhya-Vedānta tentang penciptaan ini dapat dijumpai dalam beberapa Purāṇa, antara
lain: Agni Purāṇa XVII.2-26, Brahmanda Purāṇa I.1.3.6, dan Kurma Purāṇa I.2.3.
2) Teori Purāṇa. Ksetrajña disebut Brahma yang bangkit dari telur kosmos. Ia adalah mahluk
yang pertama mengambil wujud (yang berwujud pertama kali). Ia pencipta dari seluruh Pañca
Mahabhuta (baik unsur material maupun mahluk hidup). Hiranyagarbha (Brahman) dalam empat
wajah adalah Ksetrajña, baik pada saat penciptaan maupun pada saat Pralaya (penghancuran)
alam semesta. Telur kosmos terdiri dari tujuh dunia, bumi dengan tujuh benua, samudra-samudra
dan segala sesuatunya termasuk matahari, bulan, bintang-bintang, Loka (Saptaloka) dan Aloka
(Saptapatala). dari luar telur kosmos ini dilapisi oleh tujuh lapisan (I.1.1.44-45). Empat yang
pertama terdiri dari 4 elemen, yaitu: air, api, angin dan ether (akasa), masing-masing selubung 10
kali lebih besar dibandingkan selubung yang pertama (sebelumnya/yang ditengahnya) dan tiga
selubung lainnya terdiri dari Bhutadi, Mahat dan Pradhana yang tidak termanifest. Avyakta
(yang tidak termanifest) disebut Ksetra dan Brahma disebut Ksetrajña. Prakrita-sarga dipimpin
oleh Brahma. Penciptaan berlangsung tanpa pra-rencana (abuddhipurvaka) seperti halnya
kerdipan cahaya (I.1.4.68.-78).
3) Teori Samkhya. Teori Vedānta, Samkhya dan Purāṇa dipadukan dalam teori ini. Analisis yang
terang ditunjukkan bahwa Prakrita Sarga adalah penciptaan dari Prakriti. Teori Samkhya yang
teistik dapat lebih dijelaskan secara lebih ekplisit dinyatakan dalam uraian (II.5.104) sebagai
berikut: “Sebelum penciptaan alam semesta adalah kondisi laya (keseimbangan) dari semua
Guna. dalam wujudnya yang Avyakta (tidak termanifestasi), secara potensial terbentang seperti
minyak susu (ghee) di dalam susu. Tuhan Yang Maha Agung, dengan kekuatan Yoga-Nya,
menciptakan ketidak-seimbangan dari Tri Guna dan terciptalah Tiga Devata Utama (Tri Murti),
Brahma (dari Rajas), Api atau Rudra (dari Tamas) dan Visnu (dari Sattva). Sesungguhnya Tuhan
Yang Maha Esa yang membagi diri-Nya ke dalam 3 fungsi utama itu”.