Anda di halaman 1dari 12

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PengolahanaDataaHasilaPenelitian
Pada variasi spindle speed dan depth of cut yang telah ditentukan, pengamatan dilakukan
menggunakan software LABVIEW 2019 yang kemudian didapatkan grafik Fast Fourier
Transform (FFT) melalui software DIAdem 2019 Student Edition. Dengan bantuan grafik
ini, akan ditentukan variasi mana yang menghasilkan chatter saat permesinan berjalan.
Output dari penentuan ini akan menghasilkan Stability Lobe Diagram (SLD) di dari
pemesinan milling stainless steel 304.
Data penelitian juga digunakan untuk membandingkan antara proses permesinan milling
stainless steel 304 yang menggunakan metode peredaman Constrained-Layer Damping
(CLD) dengan stainless steel 304 tanpa menggunakan CLD dengan tujuan sebagai justfikasi
hipotesis bahwa CLD dapat meminimalisir chatter yang terjadi pada thin-walled plate. Uji
kekasaran kemudian dilakukan sebagai justifikasi data.

4.2 Pembuatan Stability Lobe Diagram


Pada penelitian ini, dengan dilakukannya pengamatan pada grafik Fast Fourier
Transform (FFT) pada setiap variasi spindle speed dan depth of cut yang telah ditentukan
sebelumnya, diperoleh tabel 4.1 di bawah yang menunjukkan variasi mana saja yang
mengalami chatter.

Tabel 4.1
Tabel Pengambilan Data Stability Lobe Diagram
Spindle Speed Depth of Cut
(RPM) 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0
1000 ▲ ▲ X
1500 X
2000 X
2500 X
3000 ▲ ▲ X
Keterangan :
▲: Chatter Free
X : Chatter Occured

Tabel 4.1 adalah tabel di mana nantinya akan di-plot menjadi stability lobe diagram.

41
42

Baik spindle speed maupun depth of cut merupakan parameter permesinan yang sudah
disebutkan di bab sebelumnya. Penentuan acceleration shifting pada grafik FFT sudah
ditentukan pada setiap depth of cut yang bersifat kontinyu sesuai dengan proses pemakanan
sebelumnya. Adapun tanda ‘▲’ sebagai tanda chatter free atau diasumsikan belum terjadi
chatter sedangkan tanda ‘X’ sebagai tanda chatter occurred atau sudah terjadi chatter.

a-min

Gambar 4.1 Stability lobe diagram proses milling stainless steel 304

Gambar 4.1 merupakan stability lobe diagram hasil plot dari tabel 4.1 terhadap proses
permesinan milling. Masing-masing tanda ‘X’ berwarna hitam pada grafik menggambarkan
adanya acceleration shifting pada grafik Fast Fourier Transform (FFT) dan dianggap
sebagai chatter pada variasi dan spindle speed dan depth of cut yang telah ditentukan. Grafik
tersebut dibuat menggunakan software Microsoft Excel 2019. Sumbu X pada grafik
menunjukkan spindle speed dan sumbu Y menunjukkan depth of cut. Garis biru
menunjukkan batas maksimal zona chatter free. Dari stability lobe diagram yang
didapatkan, dapat dilihat bahwa pilihan efektif dalam permesinan milling thin-walled
stainless steel 304 adalah menggunakan parameter spindle speed rpm 1000 dan 3000
dikarenakan memiliki zona chatter free tinggi dibandingkan dengan variasi parameter
spindle speed lainnya, yakni mencapai depth of cut sebesar 0.6 mm.
Titik-titik terjadinya chatter pada stability lobe diagram yang dihasilkan dari analisa
terjadinya acceleration shifting tersebut akan dijustifikasi melalui pengujian kekasaran
untuk mengetahui perbandingan kualitas permukaan pada saat menggunakan kedua variasi
cutting tool.
43

4.3 Grafik dan Pembahasan


Pada sub-bab ini akan dijelaskan secara khusus dijelaskan bagaimana zona chatter dan
unchatter ditentukan dari grafik Fast Fourier Transform (FFT) pada masing-masing depth
of cut. Selain itu, pada sub-bab ini akan dibandingkan grafik FFT pada proses permesinan
milling yang menggunakan metode peredaman Constrained-Layer Damping (CLD) dengan
proses permesinan tanpa menggunakan metode peredaman.

4.3.1 Penentuan Chatter-Unchatter Melalui Grafik Fast Fourier Transform (FFT)


Penentuan kapan terjadinya fenomena chatter tersebut mengacu pada penelitian yang
telah dilakukan oleh Kashyapi et al di tahun 2015. Penelitian tersebut terkait dengan cara
menyusun stability lobe diagram melalui metode eksperimental. Fenomena chatter dapat
diidentifikasi dengan cara mengamati terjadinya acceleration shifting yang signifikan terjadi
di grafik Acceleration-Frequency Domain yang didapat dari metode fourier data
analysis.Parameter range terjadinya fenomena chatter ditentukan sendiri oleh peneliti
menyesuaikan dengan kecenderungan naik turunnya akselerasi pada pemakanan dengan
depth of cut.
Sebagai contoh, berdasarkan tabel 4.1 pada variasi spindle speed 3000 rpm, terjadi
chatter pada depth of cut 0,6 mm yang mana akan dibandingkan pada dengan depth of cut
yang mana belum terjadi chatter, yaitu depth of cut 0,4 mm.
44

A)

B)
Gambar 4.2 Grafik FFT proses milling stainless steel 304 pada 3000 rpm pada A)
depthaofacuta0,4amm (Unchatter) dan B) depthaofacuta0,6 mm (Chatter)

Gambar 4.1 merupakan grafik FFT yang dihasilkan oleh depth of cuta0.4 mm (A) dan
0.6amm (B). Pada grafik Pada grafik FFT variasi spindle speed 3000 rpm dan 0.4 mm, tidak
ada acceleration shifting dalam rentang frekuensi yang dihasilkan. Adapun akeselerasi
tertinggi yang dihasilkan adalah sebesar 1738.81 mm/s2 pada frekuensi 411 Hz. Sebaliknya,
pada variasi spindle speed 3000 rpm dan 0.6 mm, grafik FFT adanya acceleration shifting
yang signifikan sebesar 3116.88 mm/s2 Pada frekuensi 420 Hz. Terjadinya kenaikan nilai
akselerasi inilah yang menjadi cara untuk menentukan apakah suatu variasi tersebut
menghasilkan chatter atau tidak.
45

4.3.2 Grafik dan Pembahasan Hasil Permesinan Menggunakan Metode Peredaman


Constrained Layer Damping dan Tanpa Peredaman
Satu variasi permesinan akan diambil secara acak dari stainless steel dengan CLD yang
akan dibandingkan dengan stainless steel tanpa CLD yang variasi permesinan sama pula.
Variasi yang dibandingkan adalah variasi spindle speed 1000 rpm dengan depth of cut 1 mm.

A)

B)
Gambar 4.3 Grafik fast fourier transform (FFT) Proses milling stainless steel 304 dengan 1000 rpm
pada depth of cut 1 mm A) Dengan CLD dan B) Tanpa CLD
46

Gambar 4.3A merupakan grafik FFT yang dihasilkan oleh proses permesinan milling
stainless steel 304 yang menggunakan metode peredaman CLD spindle speed sebesar 1000
rpm dengan depth of cut 1 mm yang berada pada chatter zone pada stability lobe diagram.
Sedangkan pada gambar 4.3B merupakan grafik proses permesinan milling stainless steel
304 tanpa menggunakan CLD dengan parameter yang sama. Grafik FFT di bawah
menunjukkan bahwa terjadi acceleration shifting pada stainless steel tanpa CLD dengan
nilai terbesar mencapai 1552.4 mm/s2 pada frekuensi 201 Hz dibandingkan dengan stainless
steel dengan CLD yang hanya mencapai 996.2 mm/s2 pada frekuensi 193 Hz.
Sesuai yang dilihat pada dua grafik di atas terlihat jelas bahwa metode CLD mampu
mengurangi chatter yang terjadi saat permesinan. Meskipun variasi permesinan yang dipilih
memasuki zona chatter pada stability lobe diagram, namun terlihat jelas bahwa akselerasi
yang terjadi pada metode CLD jauh lebih baik dibandingkan metode tanpa peredaman
dengan menggunakan variasi yang sama.
Ini disebakan karena adanya penambahan viscoelastic sheet yang mampu menopang dan
meambah kekakuan pada thin-walled plate sehingga mampu mengurangi getaran yang
terjadi (Sheng, 2018). Seperti yang dijelaskan pada bab 2.8 mengenai pemodelan getaran,
nilai amplitudo getaran akan dipengaruhi oleh nilai k atau konstanta peredaman pada benda
kerja yang telah menggunakan metode constrained layer damping.
47

4.3.3 Perbandingan Kekasaran Permukaan Hasil Permesinan Menggunakan Metode


Peredaman Constrained Layer Damping dan Tanpa Peredaman
Pada subbab ini akan dibandingkan kekasaran permukaan dari proses permesinan
milling dengan variasi kecepatan spindle 1000 rpm dengan depth of cut 1 menggunakan CLD
dan tanpa CLD. Akan diambil data kekasaran dengan menentukan tiga titik tertinggi melalui
grafik acceleration-time domain (gambar 4.4 )di mana tiga titik tersebut diasumsikan
sebagai titik terjadinya defect yang dihasilkan oleh cutting tool pada permukaan material
sehingga tiga titik A, B dan C diuji menggunakan Mitutoyo Surface Roughness Tester.
Jumlah titik sampel sebanyak tiga sampel didasari oleh penelitan yang dilakukan oleh
Bhogal et.al (2015).

A B C

A)

A B C

B)
Gambar 4.4 Grafik acceleration-time domain dan letak pengambilan sampel titik uji kekasaran
Proses milling stainless steel 304 menggunakan metode a) Constrained Layer Damping dan b) Tanpa
peredaman pada 1000 rpm dan depth of cut 1 mm.
48

Tabel 4.2
Hasil Perhitungan Jarak Sampel Uji Titik Kekasaran
Metode Titik Waktu Pada Jarak Pada
Grafik (s) Spesimen (mm)
Tanpa Peredaman A 1.25 25
B 2.32 46.4
C 4.08 81.6
Constrained Layer A 0.38 7.6
Damping B 2.55 51
C 4.37 87.4

Feed Direction Feed Direction


C B A C B A
A

A) B)

Gambar 4.5 Pengeplotan titik sampel uji kekasaran pada proses milling stainless steel 304
menggunakan metode a) Constrained layer damping dan b) Tanpa peredaman

Tabel 4.3
Pengambilan Data Ra Pada Kecepatan Spindle 1000 RPM dan Depth of Cut 1 mm
Nilai Nilai
Titik
Metode Kekasaran Metode Titik Ke Kekasaran
Ke
(μm) (μm)
A
Constrained 0.260 A 0.383
Layer Tanpa
B
Damping 0.287 Peredaman B 0.375
C 0.276 C 0.412
Rata-Rata 0.274 Rata-Rata 1.17

Melalui tabel 4.3 dan gambar 4.6, dapat dilihat stainless steel 304 dengan CLD
mempunyai nilai surface roughness pada titik A, B, C secara berurutan sebesar 0.260 μm,
0.287 μm, dan 0.276 μm, serta nilai rata-ratanya didapatkan sebesar 0.274 μm. Sedangkan
pada stainless steel 304 tanpa CLD didapatkan nilai surface roughness sebesar 0.383 μm,
0.375 μm dan 0.412 μm serta nilai rata-ratanya yang didapat lebih besar, yaitu sebesar 1.17
μm. Melalui hasil pengujian kekasaran (Ra) yang dilakukan, terbukti bahwa stainless steel
304 dengan CLD memiliki rata-rata nilai kekasaran yang lebih rendah dibandingkan dengan
stainless steel 304 tanpa CLD. Hasil kekasaran yang lebih baik pada material yang diberikan
damper menunjukkan bahwa adanya getaran yang lebih stabil saat proses permesinan
(Wahid, 2018).
49

A)

B)

C)
Constrained Layer Damping Tanpa Peredaman

Gambar 4.6 Data Surface Roughness Proses Milling Constrained Layer Damping dan Tanpa
Peredaman Dengan 1000 rpm dan Depth of Cut 1 mm A) Pengambilan Titik A, B) Pengambilan
Titik B, C) Pengambilan Titik C

Gambar 4.7 Spesimen hasil permesinan menggunakan metode constrained layer damping (atas);
tanpa peredaman (bawah)

Pada gambar 4.7, permukaan benda kerja dengan menggunakan metode Constrained
Layer Damping (CLD) memiliki hasil permukaan baik dibandingkan dengan benda kerja
yang tanpa menggunakan peredemanan. Hal ini dikarenakan adanya penambahan kekakuan
baik dari viscolastic layer (neoprene) maupun constrained layer sehingga mampu meredam
getaran yang terjadi pada benda kerja saat proses milling berjalan. Adanya getaran yang
teredam membuat amplitudo yang terdapat pada grafik Fast Fourier Transform (FFT) lebih
50

rendah dibandingkan dengan metode tanpa peredaman. Hal ini berhubungan dengan nilaik
kekasaran yang mana nilai kekasaran pada benda kerja dengan CLD lebih rendah.
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulana
Berdasarkanapenelitianayangatelahadilakukan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Dari Stability Lobe Diagram (SLD) yang didapatkan, dapat dilihat bahwa pilihan efektif
dalam permesinan milling thin-walled stainless steel 304 adalah menggunakan
parameter spindle speed 1000 rpm dan 3000 rpm dikarenakan memiliki zona chatter
free tinggi dibandingkan dengan variasi parameter spindle speed lainnya, yakni
mencapai depth of cut sebesar 0,6 mm.
2. Metode peredaman constrained layer damping dapat meredam getaran dan
meminimalisir chatter yang terjadi saat permesinan milling. Hal ini diverifikasi melalui
hasil pengukuran nilai kekasaran, nilai rata-rata yang didapat pada stainless steel 304
dengan CLD sebesar 0,274 μm. Sedangkan stainless steel 304 tanpa menggunakan CLD
memiliki kekasaran yang lebih tinggi, yaitu sebesar 1,17 μm.

5.2 Sarana
1. Untukapenelitianaselanjutnyaadisarankan untuk menggunakanamaterialayangaberbeda
dalam usaha untuk menguji keefektifan constrained layer damping pada variasi material
2. Untuk penelitian selanjutnya disarankan menggunakan metode analitik untuk
pembuatan stability lobe diagram agar menghemat tenaga, waktu dan biaya.

51
52

Anda mungkin juga menyukai