sangat penting.
Sakit Sehat
+ 80 100 180
- 20 800 820
100 900 1000
Nilai dari suatu tes diagnostik tidak hanya tergantung kepada sensitivitas dan spesifitiasnya, tapi juga
tergantung pada prevalens penyakit di populasi.
Jika prevalensi penyakit menurun:
• Seseorang yang mempunyai hasil tes positif kemungkinan bahwa orang tersebut benar-
benar sakit akan menurun
• Kemungkinan untuk terjadinya false positif menjadi meningkat
Sehingga semakin jarang frekuensi penyakit, maka tes diagnostik yang digunakan sebaiknya yang
mempunyai spesifitas yang tinggi agar dapat berguna secara klinis.
Sebaliknya semakin sering frekuensi suatu penyakit, maka tes diagnostik yang digunakan sebaiknya
yang mempunyai sensitifitas yang tinggi, jka tidak, hasil tes false negatif akan meningkat.
Pada single patien kejadian suatu penyakit biasanya diistilahkan sebagai prior probability.
Prior probability adalah probabilitas terjadinya penyakit pada seseorang individu berdasarkan
karakteritik demografi dan klinis yang dimilikinya (estimasi sebelum tes dilakukan)
• Misalnya prior probability penyakit jantung koroner sangat rendah, hanya 1% pada
kelompok usia sangat muda
• Tapi prior probability penyakit tadi dapat sangat tingggi pada seseorang yang perokok dan
telah mempunyai gejala-gejala angina pectoris.
Hubungan antara prevalensi / prior pribability, sensitifitas, spesifisitas dan kemampuan memprediksi
suatu penyakit.
Hubungan tersebut dikalkulasi dengan cara:
Menghitung PVP dan PVN
o Efek dari perubahan prevalensi pada PVP dan PVN suatu tes diagnostik dapat digambarkan
melalui tabel 2 x 2
Contoh: Peneliti ingin mengukur kemampuan memprediksi suatu tes diagnostik X pada suatu
populasi dimana prevalens karsinoma payudara = 5%. Sensitifitas dan spesifistas dari tes X adalah
95% dan 85%.
Secara umum sensitifitas dan spesisifitas tidak tergantung pada prevalens penyakit di populasi
Prevalens mempengaruhi PVP dan PVN.
• Jika prevalensi penyakit di populasi tinggi PVP akan meningkat dan PVN akan menurun
• Jika prevalensi penyakit di populasi rendah, PVP menurun dan PVN meningkat
Multiple testing / tes diagnostik ganda
• Karena kebanyakan tes diagnostik kurang akurat, maka para klinisi sering menggunakan
beberapa tes diagnostik untuk menentukan suatu penyakit
• Beberapa tes diagnostik yang dipakai bersama-sama tadi dapat dilakukan secara paralel
ataupun secara serial.
Tes diagnostik paralel Tes diagnostik serial
• Contoh : dari 1 sampel darah • Tes dilakukan secara berurutan atau sekuensial
dilakukan 18 macam pemeriksaan • Penggunaan:
rutin • Jika tidak dibutuhkan pengukuran yang cepat
• Penggunaan : tes paralel biasanya • Dilakukan bila suatu tes awal positif
dilakukan bila dibutuhkan hasil • Jika tes yang ada semuanya mahal dan berisiko
pengukuran dengan cepat misal pilih tes yang paling spesifik dulu
pada kondisi emergensi ataupun • Hasil: semua tes harus mempunyai hasil positif
pada pemeriksaan disik yang rutin baru penyakit dianggap positif
• Hasil yang positif dari salah satu • Contoh:
kelompok tes yang dilakukan diambil • Hasil bersamaan suatu tes 1 dan tes 2 untuk
sebagai bukti adanya penyakit penyakit VSD yang dilakukan secara paralel maupun
• Contoh ECG dan Echocardiografi dua serial
produser untuk menentukan adanya
kondisi ventrikel septal defect, hasil
dari kedua tes dapat digunakan
sebagai berikut:
• (T1 +, T2+) à ECG +,
echocardiografi +
• (T1 +, T2-) à ECG +,
echocardiografi -
• (T1 -, T2 +) à ECG -,
echocardiografi +
• (T1 -, T2 -) à ECG -,
echocardiografi –
• Jika salah satu tes menghasilkan
positif, maka penyakit dianggap Dari data diatas, tes paralel
positif atau ada.
Serial
D+ D-
_+ 60 5 65
- 15 + 20 + 5 20 + 15 + 60 135
100 100
Paralel
D+ D-
_+ 15+20 + 60 20+15+5 135
- 5 60 65
100 100
Kesimpulan Kesimpulan
Tes paralel memberikan: Tes serial memberikan
• Sensitifitas yang lebih tinggi dari • Spesifisitas yang lebih tinggi dari pada tes
pada tes serial paralel
• Memberikan PVN yang lebih baik • PVP yang lebih baik
• Spesifitas yang lebih renda dari • Sensitifias yang lebih rendah dari tes paralel
pada tes serial
A = populasi terdiri dari C = Jika cut off poin pada D = jika cut off poin kadar
orang-orang sehat dan kadar gula yang relatif tinggi, gula yang relatif rendah
penderita DM yang masih maka: makan
berbarus menjadi 1 • Sensitifitas tes = 5/20 • Sensitifitas tes =
B = Populasi dikelompokkan = 25% 17/20 = 85%
menjadi orang-orang sehat • Spesifitas tes = 18/20 • Spesifitas tes = 6/20
dan penderita DM = 90% = 30%
Pada prakteknya:
• Sering sulit menentukan cut of poin dari suatu hasil tes yang berskala kontinyu
• Selalu ada trade off antara sensitifitas dan spesifitas tes artinya jika sensitifitas dinaikkan
maka spesifisitas akan turun dan sebaliknya.
Pilihan atas cut of poin suatu hasil tes yang bersifat kontinyu tergantung kepada kepentingan atas
makna dari false positif dan makna dari false negatif
Makna dari false positif Makna dari false negatif
• Orang tidak sakit tapi hasil tes menunjukkan • Orang sakit tapi hasil tes menunjukkan
positif negatif
• Merupakan beban mental terutama untuk • Pasien tidak segera diobati hal tersebut
penyakit yang serius akan berbahaya untuk penyakit yang
• Jika hasil tes yang positif tadi di follow up serius
ternyata kemudian orang tersebut sebetulnya
tidak sakit maka hal tersebut akan memberikan
beban finansial
Dengan demikian, pemilihan atas cut of poin dari suatu hasil tes yang bersifat kontinyu berkaitan
dengan kepentingan makna false positif atau false negatif terhadap penyakit yang di tes
• Jika suatu tes penyakit menginginkan hasil false positif yang rendah maka spesifisitas tes
harus tinggi
• Jika suatu tes penyakit menginginkan hasil false negatif yang rendah maka sensitifitas tes
harus tinggi.
Cara lain untuk menentukan “cut-off point” dari suatu hasil tes yang bersifat kontinyu yaitu dengan
menggunakan ROC:
• ROC merupakan singkatan dari Receiver Operator Characteristic
• Memberikan gambaran “trade off” antara spesifisitas dan sensitifitas dari suatu tes yang
digambarkan pada suatu kurva
• Peneliti memilih berbagai nilai “cut-off point” dan menentukan sensitifitas serta spesifisitas
dari tiap-tiap nilai “cut-off point” yang dipilih
• Peneliti menggambarkan sensitifitas sebagai fungsi dari (1-spesifisitas) pada kurva, dimana
(1-spesifisitas) sesungguhnya adalah False positive (FP)
• Nilai dari tes tadi digambarkan sepenjang kurva
• Suatu tes yang ideal maka nilai dari tes akan mencapai puncak sebelah pojok kiri dari kurva.
Pada posisi tersebut suatu tes mempunyai nilai sensitifisitas 100% dan 0% (1-spesifisitas)
atau spesifisitas 100%. Pada prakteknya tes ideal seperti itu sulit ditemukan
• Berikut ini merupakan contoh penggunaan ROC untuk menentukan “cut -off point”
Dari kurva di atas maka pilhan cut of poin 50 mg/ml merupakan nilai yag terbaik dari trade of antara
spesifisitas dan spesifisitas dimana sensitifitasnya=90% dan spesifisitasnya =90%
Karakteristik performance dari suatu tes diagnostik
1. Sensitifitas
• Besaranya probbilitas bahwa seseorang yang sakit akan memberikan hasil tes positif pada tes
diagnostik.
• Sensitifitas adalah True Positive Rate (TPR)
• Notasi : P (T+ ! D+)
• Kalkulasi : Sensitifitas P (T+ ! D+) = TPR
𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 h𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑠+
• Sensitifitas =
𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡
2. Spesitifitas
• Besarnya probalititas bahwa individu yang tidak sakit / sheat akan memberikan hasil tes
yang negatif
• Notasi : P (T- ! D-)
• Kalkulasi : Spesifisitas = P (T- ! D-) = TNR
• Spesitifitas adalah True Negatif Rate (TNR)
𝐼𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑒h𝑎𝑡 𝑑𝑒𝑛𝑔𝑎𝑛 h𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑡𝑒𝑠 𝑛𝑒𝑔𝑎𝑡𝑖𝑓
• Spesitifitas =
𝑆𝑒𝑚𝑢𝑎 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢 𝑠𝑒h𝑎𝑡
5. Prevalence
• Proporsi individu di populasi yang telah sakit
• Notasi : P (D+)
• Kalkulasi : Prevalensi = P(D+)
• Prevalensi = jumlah individu sakit / jumlah populasi