Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

“Total Atrio Ventricular Block (TAVB) & Temporary Pace


Maker (TPM)”
(TPM)”
DI RUANG CVCU RSSA MALANG

Disusun untuk memenuhi Tugas Kepaniteraan klinik Departemen Medikal

Disusun Oleh :
Anunggal Lulus Waretna
170070301111029

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

“Total Atrio Ventricular Block (TAVB) & Temporary Pace Maker (TPM)”

Untuk Memenuhi Tugas Individu Pendidikan Profesi Ners

Departemen Medikal Ruang CVCU RSSA Malang

Oleh :

Anunggal Lulus Waretna


170070301111029

Telah diperiksa kelengkapannya pada :

Hari :

Tanggal :

Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Mengetahui

Perseptor Akademik, Perseptor Klinik,

( ) ( )

NIP. NIP.
I. KONSEP TAVB
1.1 DEFINISI
Gangguan konduksi jantung adalah ganguan yang terjadi pada jaringan
konduksi (jalur listrik) jantung sehingga listrik jantung tidak berjalan lancar atau
terhenti ditengah jalan. (Budi Yuli, 2009).
 AV Blok merupakan
merupakan salah
salah satu kondisi gangguan
gangguan konduksi jantung
jantung yang
yang
terjadi bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG)
terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet,
maka jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi
3 deraja
rajatt sesuai tengan t ingkat k eparahan. ( Lippincot, Will iam, 201 1)
Total AV blok merupakan keadaan darurat jantung yang membutuhkan
penanganan segera. Blok biasanya berkembang dari blok derajat I dan II, tetapi
total AV blok dapat juga terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau interval PR
yang bisa normal segera setelah terjadi periode blok total. Letak blok total sering
diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan ventrikel. Jika terjadi
distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar dan kecepatan ventrikel
biasanya > 50x/ menit.(Hidayat, 2010 ).
Hambatan Atrioventrikuler
Atrioventrik uler (Atrioventricular
(Atrioventri cular block) adalah kelainan pada
pada
sistem koduksi jantung dimana depolarisasi atrium gagal untuk mencapai
ventrikel atau depoilarisasi atrial yang terkonduksikan dengan terlambat.
Hambatan Atrioventrikuler (Blok AV) kerap menjadi penyebab bradikardia
meskipun lebih jarang dibandingkan dengan kelainan fungsi nodus SA yang juga
menyebabkan gejala bradikardia.

Blok AV tingkat III. Disebut juga blok jantung komplit atau total av blok.
Pada blok ini impuls dari atrium tidak pernah sampai di ventrikel. Denyut berasal
dari stimulasi oleh fokus pada simpul AV atau fokus di ventrikel sendiri sehingga
ventrikel berdenyut sendiri tidak ada hubungan dengan denyut atrium. Gambaran
EKG menunjukan adanya gelombang P teratur dengan rate 60-90x / menit,
sedangkan kompleks QRS mempunyai rate 40-60x /menit. Blok ini disebabkan
proses degenerasi, peradangan, intoksikasi digitalis dan infark miokard akut. Bila
blok tingkat III ini menetap sebaiknya dipasang pacu jantung menetap
1.2 KLASIFIKASI

 AV Blok terbagi menjadi :


a. Blok AV derajat satu

Blok AV derajat satu merupakan derajat yang paling ringan. Pada jenis ini,
impuls yang dibentuk disimpul SA mengalami perlambatan disimpul AV. Karena
itu, istilah blok AV pada kondisi ini sebenarnya kurang tepat, karena yang terjadi
adalah perlambatan (delay), bukan blok. Pada derajat satu, blok biasanya terjadi
di simpul AV. Pada umumnya durasi kompleks QRS yang mengikuti masih sempit
kecuali bila terjadi aberansi. Interval PR tampak konstan tanpa episode dropped
beat. Karena itu interval RR juga tampak teratur.
Pemanjangan interval ini antara lain disebabkan konsumsi obat-obatan (
seperti penyekat reseptor beta, antagonis kalsium, amiodaron dan digoksin),
penyakit jantung koroner. Meskipun jarang, pemanjangan interval PR (0,21-0,22
det) kadang masih akan ditemukan pada individu tanpa kelainan struktural apa-
apa di jantung. Pasien sering kali tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Blok
 AV derajat satu biasanya tdak memerlukan tindakan apa-apa.
Kriteria diagnostiknya adalah :
1) Setiap gelombang P di ikuti oleh QRS ( tidak ada episode dropped beat).
2) Interval PR > 0,2 detik. Pemanjangan interval ini konstan dari beat ke beat.

b. Blok AV derajat dua


Tahun 1899, karel frederik Wenckebach, menjelaskan sebuah fenomena
timbulnya sebuah ketidakteraturan denyut nadi karena blok parsial di atrium
ventrikular junction. Akibat blok parsial ini , terjadi pemanjangan progresif waktu
konduksi di jantung. Fenomena ini kemudian disebut sebagai fenomena
Wenckebach. Pada bulan juli 1923 woldemar mobitz untuk pertama kali membagi
blok AV derajat dua menjadi dua tipe yaitu :
1) Tipe I ( mobitz tipe I atau Wenckebach phenomenon)
Pada mobitz tipe I impuls yang datang dari atrium lebih sulit melawati
simpul AV. Pada EKG tampak pada interval PR memanjang progresif hingga
suatu saat gelombang P tidak diteruskan menjadi kompleks QRS karena
simpul AV masih refrakter (Wenckebach phenomenon). Dengan demikian,
depolarisasi dari atrium tidak lagi diteruskan ke ventrikel atau dropped beat.
Setelah dropped beat ini terjadi, masa refrakter simpul AV telah selesai.
Dengan kata lain simpul AV telah siap untuk menerima dan meneruskan
impuls yang baru dari atrium. Karena itu saat ada impuls yang baru datang,
simpul AV kembali dapat meneruskannya ke distal dengan interval PR lebih
pendek dibanding sebelum terjadinya dropped beat. Siklus baru akan di mulai
kembali interval PR perlahan-lahan kembali memanjang hingga suatu saat
kembali terjadi dropped beat demikian seterusnya. Interval PR perlahan-lahan
akan tampak memendek hingga terjadinya blok. Karena adanya fenomena ini
kompleks QRS akan tampak seperti mengelompok seperti adanya blok. Bila
menemukan fenomena seperti ini kita dapat mencurigai terjadinya blok
wenckebach sebelum menyelidiki hubungan antara gelombang P dan
kompleks QRS.
Tidak semua blok derajat ini memperlihatkan pemanjangan interval PR
yang jelas. Pada sebagian kasus pemanjangan interval ini terjadi perlahan
hingga terjadinya dropped beat. Meskipun demikian , kita akan selalu melihat
c. Blok AV 2:1
Blok AV 2:1 merupakan kondisi yang khusus. Pada blok AV rasio 2:1 ( 2
gelombang P dengan 1 QRS), sangat sulit ditentukan apakah termasuk blok
mobitz tipe I atau tipe II. Pada tipe I harus ada pemanjangan proresif interval PR
sedangkan pada tipe II harus ada bukti bahwa interval PR konstan.

d. Blok AV derajat tiga (Blok AV total)


Pada blok AV total seluruh impuls dari supraventrikel gagal diteruskan ke
ventrikel akibat adanya blok di AV junction. Akibatnya aktifitas ventrikel tidak lagi
distimulasi oleh pacu jantung(pace maker) normal yaitu simpul SA, melainkan dari
sumber atau fokus yang berada distal terhadap lokasi blok, bisa di AV jantung atau
lebih distal seperti berkas cabang. Fokus ini disebut subsidiary pacemaker.
Karena itu baik aktifitas atrium dan ventrikel akan tampak berjalan sendiri-sendiri.
Tidak ada hubungan konstan atau koordinasi antara gelombang P dan kompleks
QRS ( independent satu sama lain). Interval PP dan RR tampak teratur, kecuali
ekstra sistol. Pada pasien dengan irama dasar fibrilasi atrium atau kepak atrium
(atrial flutter), terjadinya blok AV Total dapat dikenali jika respon ventrikel menjadi
teratur.
Dalam interpretasi perlun disebutkan irama yang mengambil alih. Dengan
demikian , kriteria blok AV total adalah :
a) Tidak terdapat hubungan antara aktifitas atrium (gelombang P) dan ventrikel
(komplek QRS).
b) Laju gelombang P biasanya lebih cepat dari laju QRS.
c) Irama ventrikel dipertahankan oleh irama junctional atau idioventrikular.

Bundle Branch Blok


Jika gelombang depolarisasi mencapai septum interventrikular secara
normal, interval antara permulaan gelombang P dan defleksi pertama pada
kompleks QRS (interval PR) akan normal pula. Namun, jika terdapat kondisi
abnormal melalui cabang-cabang berkas kanan atau kiri (blok cabang berkas),
akan timbul perlambatan depolarisasi pada sebagian otot ventrikel. Penambahan
waktu yang diperlukan untuk mendepolarisasikan seluruh otot ventrikel
menyebabkan kompleks QRS melebar.
Jika durasi QRS lebih besar dari 0,12 detik , pasti kondusi ventrikel
melewati jalur yang abnormal dan lambat. Walaupun komplek QRS yang lebar
dapat menunjukkan BBB, pelebaran jika terjadi jika depolarisasi dimulai di dalam
otot ventrikel itu sendiri. Bundle branch blok dibagi menjadi dua yaitu
:
a. Right Bundle Branch Blok (RBBB)
RBBB merupakan gambaran EKG yang terjadi akibat adanya hambatan
atau blok implus pada tingkat berkas cabang kanan. Tidak serta merta berarti
kelainan jantung. Banyak individu normal menunjukkan RBBB (pre-existing
RBBB).
Dalam keadaan normal gelombang depolarisasi dari nodus AV akan
diteruskan ke berkas HIS lalu ke berkas cabang kanan dan kiri pada waktu yang
bersamaan. Karena adanya blok diberkas cabang kanan, depolarisasi ventrikel
kanan kiri tidak terjadi simultan. Impuls akan di teruskan ke distal lebih dahulu
secara normal melalui berkas cabang kiri. Karena itu proses awal (aktifasi septum)
tetap berlangsung normal dari sisi kiri septum ke kanan. Proses eksitasi berlanjut
ke ventrikel kiri melalui fasikulus anterior dan posterior lalu terakhir ke ventrikel
kanan. Dengan demikian terjadi perubahan urutan aktifasi ventrikel.
Fase awal aktifasi ventrikel pada RBBB adalah aktifasi septum yang tetap
berlangsung normal dari sisi kiri septum ke kanan. Proses ini tidak terganggu
karena seperti halnya dalam keadaan normal septum memang di aktifasi oleh
cabang-cabang septal yang berasal dari berkas cabang kiri. Karena itu, RBBB
tidak menimbulkan perubahan pada bagian awal kompleks QRS, lain halnya
dengan LBBB. Karena arah vektornya adalah dari kiri belakang ke kanan depan,
pada EKG proses ini akan terekam sebagai defleksi R di V1 dan Q di V6.
Setelah aktifasi septum, fase berikutnya adalah aktifasi ventrikel kiri.
Proses ini juga berjalan seperti dalam keadaan normal, hanya saja dalam keadaan
normal proses ini stimultan dengan eksitasi ventrikel kanan melalui berkas cabang
kanan. Vektornya menuju ventrikel kiri. Pada EKG akan terekam gelombang S di
V1 dan R di V6, masih sama dengan EKG normal.
Masalahnya terletak pada fase terakhir aktifasi ventrikel. Fase terakhir
adalah depolarisasi ventrikel kanan yan terlambat. Pada EKG proses ini terekam
sebagai R di V1 dan sebaliknya, S di V6. Gelombang R tampak lebar, biasanya
lebih tinggi dari r. Gelombang S juga tampak lebar (slurred). Proses terakhir inilah
yang membedakan aktifasi ventrikel pada RBBB dibanding keadaan normal.
 Akibatnya adalah perubahan arah vektor terminal QRS ke kanan depan dengan
gambaran S lebar (slurred) di sadapan precordial kiri, menuju ventrikel kanan.
Kriteria diagnosis RBBB yaitu:
1.6 MANIFESTASI KLINIS
- AV blok sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang
dibandingkan dengan kelainan fungsi nodus SA.
- Seperti gejala bradikardia yaitu pusing, lemas, sinkop, dan dapat
menyebabkan kematian mendadak
AV blok derajat I
- Sulit dideteksi secara klinis
- Bunyi jantung pertama bisa lemah
- Gambaran EKG : PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik
AV blok derajat II
- Denyut jantung < 40x/menit
- Pada Mobitz I tampak adanya pemanjangan interval PR hingga kompleks
QRS menghilang.
- Blok Mobitz tipe II merupakan aritmia yang lebih serius karena lebih sering
menyebabkan kompleks QRS menghilang. Penderita blok Mobitz tipe II
sering menderita gejala penurunan curah jantung dan akan memerlukan
atropine dalam dosis yang telah disebutkan sebelumnya.
AV blok derajat III (komplit)
- Atrium yang berdenyut terpisah dari ventrikel, kadang-kadang kontraksi saat
katup tricuspid sedang menutup. Darah tidak bisa keluar dari atrium dan
malah terdorong kembali ke vena leher, sehingga denyut tekanan vena
 jugularis (JVP) nampak jelas seperti gelombang “meriam (cannon)”
- Tampak tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi dan perfusi
serebrum yang buruk.
Cara membaca gelombang EKG :
NO GELOMBANG GAMBARAN NORMAL
1 Gelombang P Depolarisasi atrium < 0.12 s dan , 0.3 mV
2 QRS kompleks Waktu depolarisasi 0.06 – 0.12 s
ventrikel Gel. Q = < 0.04 s &
<1/3R
3 Gelombang T Repolarisasi ventrikel
4 Segmen ST Akhir depolarisasi Isoelektris
ventrikel – awal
repolarisasi ventrikel
5 PR Interval Awal depolarisasi atrium – 0.12 – 0.20 s
awal depolarisasi ventrikel
6 QT Interval Awal depolarisasi ventrikel 0.38 – 0.42 s
 – akhir repolarisasi
ventrikel
Menghitung HR :
Metode Cara menghitung
KOTAK BESAR 300 / ?? KOTAK BESAR R  – R
KOTAK KECIL 1500 / ?? KOTAK KECIL R  – R
IRAMA IREGULER ?? QRS X 10 selama 6 detik

1.7 PATOFISIOLOGI
(terlampir)
1.8 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. EKG
Pada EKG akan ditemukan adanya Blok AV sesuai dengan derajatnya
2. Foto dada
Dapat ditunjukkan adanya pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel dan katup
3. Elektrolit
Peningkatakn atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
menyebabkan disritmia.

1.9 PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan total AV blok dilakukan dengan obat obatan dan
pemasangan pacu jantung. Obat-obatan yang diberik an berupa sulfas atropin 0,5
mg intravena dengan dosis maksimal 2 mg merupakan obat pilihan, dan sebagai
alternatif adalah isoproterenol. Bila obat tidak menolong, dipasang alat pacu
 jantung temporer. Biasanya jarang diperlukan alat pacu jantung permanen.
Sangat perlu diperhatikan kondisi hemodinamik pasien. American Heart
 Association/ American College of Cardiology membagi indikasi pemasangan
pacu jantung ke dalam 3 kelas: kelas I,II,III. Yang dimaksud kelas I adalah
keadaan dimana pacu jantung harus dipasang, kelas II keadaan dimana masih
terdapat perbedaan mengenai kepentingannya, dan kelas III keadaan dimana
tidak diperlukan pacu jantung. Khusus untuk indikasi kelas I pemasangan pacu
 jantung pada blok AV adalah sebagai berikut:

1. AV blok derajat III pada setiap tingkatan anatomik yang dihubungkan dengan
salah satu komplikasi berikut:

a. Bradikardia simtomatik.
b. Aritmia dan kondisi medis lain yang membutuhkan obat-obat yang
menimbulkan bradikardia simtomatik.
c. Periode asistol yang terekam > 3 detik atau setiap kecepatan yang hilang < 40
denyut/menit pada pasien yang bebas dari gejala.
d. Setelah ablasi kateter AV junction.
e. Blok AV pasca operasi yang tidak diharapkan terjadi.
f. Penyakit neuromuskular dengan blok AV seperti: distrofi miotonik muskular,
Kearns-Sayre syndrome, Erb's dystrophy dan atrofi muskular peroneal.

2. Blok AV derajat II tidak memandang jenis atau letak blok dengan bradikardia
simtomatik. Pemasangan pacu jantung sebagai sumber energi eksternal yang
digunakan untuk menstimuli jantung jika gangguan pembentukan impuls dan/
atau transmisi menimbulkan bradiaritmia diharapkan dengan pacu jantung
mengembalikan hemodinamik ke tingkat normal atau mendekati nomal pada saat
istirahat dan aktivitas. Pemasangan pacu jantung temporer biasanya untuk
memberikan stabilisasi segera sebelum pemasangan pacu jantung permanen.
Insersi biasanya dilakukan transvena ke apeks ventrikel kanan. Sedang pacu
 jantung permanen insersinya dilakukan melalui vena subklavia atau sefalika
dengan sadapan yang diletakkan dalam aurikula kanan untuk pemasangan
atrium dan apeks ventrikel kanan untuk pemasangan pacu jantung ventrikel.
Pada kasus ini mula-mula diberikan Alupent (isoproterenol) 2 x 10 mg kemudian
diberikan injeksi sulfas atropin 0,5 mg-1 mg IV, total 0,04 mg/kgBB, namun tidak
terjadi perbaikan sehingga pasien dipasang alat pacu jantung temporer melalui
vena femoralis kanan. Pada akhirnya pasien harus membutuhkan pacu jantung
permanen melalui vena subklavia dengan keadaan hemodinamik pasien yang
membaik.
Kemudian diaspirasi sheath tersebut melalui threeway yang tersedia dan
dilakukan flushing agar terbebas dari bekuan darah.
 Masukkan electrode melalui sheath sampai ke ruang ruang jantung yang kita
inginkan (ventrikel kanan), setelah betul lokasi yang kita inginkan kemudian
kita hubungkan g g electrode tersebut dengan kabel (sebelumnya kabel telah
tersambung ke generator) sesuai muatannya positif ke positif, negative ke
negative.
 Set generator .
o Pacing rate di atas HR pasien.
o Output kita pasang 5 mA.
o Sensitivity kita pasang demand atau 1.5  – 3.0 mV.
 Kemudian kita nyalakan generator, dengan menekan tombol ON.
 Kemudian kita lihat pada generator lampu pacing menyala/ tidak, pastikan
menyala dan pastikan capture pada gambaran EKG.
 Setelah benar benar capture,kita ukur threshold output, ingat threshold output
harus dibawah 1 mA.
   Kemudian kita ukur kita ukur threshold sensitivity, bila pasien dengan
hemodinamik stabil (tidak terganggu). Atau kita pasang pada daerah yang
aman yaitu 1.5 – 3.0 Mv.
 Setelah selesai semua kita fiksasi sheath dan electrode tersebut dengan
menjahit pada kulit pasien. Dan kita tutup luka tersebut dengan kassa steril
yang telah diberi betadhin cair kemudian difiksasi dengan dengan plester.
 Perekaman sandapan EKG 6 sandapan terakhir.
 Pasien dipindah ke ruangan.
• TPM baru bisa dilepas jika ada irama intrinsic yaitu irama dari jantung sendiri
bukan dari TPM. Gambarannya sebagai berikut:
- Gambaran ECG tidak ada spike.
- Rate pada jantung lebih tinggi dari rate generator TPM.
- QRS dari generator lebar sedangkan intrinsic sempit.
Jika sudah ada irama intrinsic observasi 24 jam jika tetap baik maka TPM
bisa dilepas.
DAFTAR PUSTAKA

 Ammons MA, Moore EE, Moore FA. Intraaor! c balloon pump for combined myocardial
contusion and thoracic aortic rupture. J Trauma. 1993;30:1606 .
 Anwar A, Mooney MR, Sterzer SH. Intra-aortic balloon counterpulsation support for
elective coronary angioplasty in the seing of poor left ventricular function: A two
center experience. J.Invas.Cardiol . 1990;4:175.
Baradero, M, dkk., 2008. Seri  Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskuler.
Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bruner & Suddart. 2001. Buku Ajar keperawatan Medical Bedah . Edisi 8. Jakarta
Bolooki H. Emergency cardiac procedures in patients in cardiogenic shock due to
complica! ons of coronary artery disease. Circulation. 1989;79:1-13
Caplan L.R.200.Caplan’s Stroke : A Cliniacl Approach 3rd ed Boston : Butterworth -
Heinemann ; 2000
Christenson JT. Intra aortic balloon counterpulsation in coronary artery disease:
indica! ons, complications and current prac! ce. Kuwait Medical Journal .
2002;34:183-94.
Darovic GO. Intraaor! c balloon pumping counter pulsation. Handbook of
Hemodinamik Monitoring. 2004;14:194-208.
Gottlieb DJ, et al. Prospective study of obstructive sleep apnea and incident coronary
heart
disease and heart failure: The Sleep Heart Health Study . Circulation.
2010;122:352.
Jessup M, et al. 2009 Focused update:  ACCF/AHA guidelines for the diagnosis and
management of heart failure in adults . Circulation. 2009;119:1977.
Junadi, Purnawan. (1982). Kapita Selekta Kedokteran . Media aesculapius Universitas
Indonesia. Jakarta.
Khir AW, Price S, Henein MY, Parker KH, Pepper JR. Intra-aorti c balloon pumping:
effects on left ventricular diastolic function. Eur J Cardiothorac Surg .
2003;24:277-82.
Markum, AH, dkk. Editor . Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak . Jilid I. Jakarta: Balai
penerbit FKUI; 2002. hal. 628-635.
Mansjoer, 2000. Kapita Selekta Kedokteran . Media aesculapius Universitas
Indonesia. Jakarta.
Morady, F, dkk., 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler . Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Mueller DK, Stout M, Blakeman BM. Morbidity and mortality of intra-aor! c balloon
pumps placed through the aortic arch. Chest . 1998;114:85-8.
Muttaqin, A., 2009.  Asuhan Keperawatan Pasien dengan Gangguan System
Kardiovaskuler dan Hematologi . Salemba Medika, Jakarta.
Muttaqin, Arif.2009. Asuhan Keperwatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular dan Hematologi .Jakarta:Salemba Medika.
Price, S; Wilson, L., 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit . Edisi
6. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Rian EW, Foster E. Augmenta! on of coronary blood flow with intra-aortic balloon pump
counter-pulsation. Circulation. 2000;102:364-5.
Russel C Swanburg, Pengantar keparawatan, 2000, EGC, Jakarta.
Setiawan.2010.http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31637/4/Chapter%20
II.pdf.(online)
Tatar H, Cicek S, Demirkilic U, Ozal E, Aslan M, Ozturk OY. Vascular complica! ons
of intraaortic balloon pumping: unsheathed versus sheathed insertion. The
 Annals of Thoracic Surgery . 1993;55:1518-21.
Weil KM. On guard for intra-aor! c balloon pump problems. Juli Nursing . 2007;37:1-2.

Anda mungkin juga menyukai