Oleh:
Ely Fitriyatus Sholihah
NIM. 135070200131009
Kelompok 1B
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
TOTAL AV BLOCK (TAVB) + TEMPORI PACE MAKER (TPM)
( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN
TOTAL AV BLOCK
1. Definisi
Atrioventrikular (AV) blok didefinisikan sebagai keterlambatan atau gangguan
dalam transmisi impuls dari atrium ke ventrikel akibat gangguan anatomis atau
fungsional dalam sistem konduksi. Gangguan konduksi dapat bersifat sementara atau
permanen. Konduksi dapat ditunda, intermiten, atau tidak ada. Terminologi umum
digunakan meliputi derajat pertama (konduksi melambat), derajat kedua, dan derajat
ketiga atau AV blok total . AV block merupakan komplikasi infark miokardium yang
sering terjadi (Boswick, 2008).
3. Klasifikasi
a. Blok AV derajat I
Blok AV derajat satu merupakan derajat yang paling ringan. Pada jenis ini,
impuls yang dibentuk disimpul SA mengalami perlambatan disimpul AV. Karena itu,
istilah blok AV pada kondisi ini sebenarnya kurang tepat, karena yang terjadi adalah
perlambatan (delay), bukan blok. Pada derajat satu, blok biasanya terjadi di simpul AV.
Pada umumnya durasi kompleks QRS yang mengikuti masih sempit kecuali bila terjadi
aberansi. Interval PR tampak konstan tanpa episode dropped beat. Karena itu interval
RR juga tampak teratur.
Pemanjangan interval ini antara lain disebabkan konsumsi obat-obatan ( seperti
penyekat reseptor beta, antagonis kalsium, amiodaron dan digoksin), penyakit jantung
koroner. Meskipun jarang, pemanjangan interval PR (0,21-0,22 det) kadang masih akan
ditemukan pada individu tanpa kelainan struktural apa-apa di jantung. Pasien sering kali
tidak menunjukkan gejala (asimtomatik). Blok AV derajat satu biasanya tdak
memerlukan tindakan apa-apa.
Kriteria diagnostiknya adalah :
1) Setiap gelombang P di ikuti oleh QRS ( tidak ada episode dropped beat).
2) Interval PR > 0,2 detik. Pemanjangan interval ini konstan dari beat ke beat.
b. Blok AV derajat II
Tahun 1899, karel frederik Wenckebach, menjelaskan sebuah fenomena
timbulnya sebuah ketidakteraturan denyut nadi karena blok parsial di atrium ventrikular
junction. Akibat blok parsial ini, terjadi pemanjangan progresif waktu konduksi di
jantung. Fenomena ini kemudian disebut sebagai fenomena Wenckebach. Pada bulan
juli 1923 woldemar mobitz untuk pertama kali membagi blok AV derajat dua menjadi dua
tipe yaitu :
1) Tipe I ( mobitz tipe I atau Wenckebach phenomenon)
Pada mobitz tipe I impuls yang datang dari atrium lebih sulit melawati simpul
AV. Pada EKG tampak pada interval PR memanjang progresif hingga suatu saat
gelombang P tidak diteruskan menjadi kompleks QRS karena simpul AV masih
refrakter (Wenckebach phenomenon). Dengan demikian, depolarisasi dari atrium tidak
lagi diteruskan ke ventrikel atau dropped beat. Setelah dropped beat ini terjadi, masa
refrakter simpul AV telah selesai. Dengan kata lain simpul AV telah siap untuk
menerima dan meneruskan impuls yang baru dari atrium. Karena itu saat ada impuls
yang baru datang, simpul AV kembali dapat meneruskannya ke distal dengan interval
PR lebih pendek dibanding sebelum terjadinya dropped beat. Siklus baru akan di
mulai kembali interval PR perlahan-lahan kembali memanjang hingga suatu saat
kembali terjadi dropped beat demikian seterusnya. Interval PR perlahan-lahan akan
tampak memendek hingga terjadinya blok. Karena adanya fenomena ini kompleks
QRS akan tampak seperti mengelompok seperti adanya blok. Bila menemukan
fenomena seperti ini kita dapat mencurigai terjadinya blok wenckebach sebelum
menyelidiki hubungan antara gelombang P dan kompleks QRS.
Tidak semua blok derajat ini memperlihatkan pemanjangan interval PR yang
jelas. Pada sebagian kasus pemanjangan interval ini terjadi perlahan hingga terjadinya
dropped beat. Meskipun demikian , kita akan selalu melihat bahwa interval PR setelah
dropped beat akan selalu lebih pendek dibanding sebelum episode blok.
Pada blok AV derajat dua tipe I lokasi blok biasanya masih berada disimpul AV
atau bagian atas regio junctional atau supra his. Biasanya kompleks QRS juga akan
normal (sempit). Hemodinamik masih akan normal. Pasien-pasien seperti ini akan
tetap asimtomatik bertahun-tahun tanpa mengalami perburukan derajat.
Pada kasus blok wenckebach terdapat kriteria sebagai berikut :
a) Interval PR memanjang progresif hingga suatu saat mengalami blok
b) Interval RR memendek hingga gelombang P mengalami blok
c) Interval RR diantara gelombang P yang mengalami blok lebih pendek dari jumlah
dua interval PP.
Mobitz tipe satu dapat timbul karena konsumsi obat-obat tertentu seperti
digoksin atau penyakat reseptor beta. Blok ini cukup sering terjadi pada infark miokard
inferior akibat gangguan suplai darah ke simpul AV. Selain itu, juga dapat terjadi pada
miokarditis, proses sklerodegeneratif yang melibatkan nodus AV dan tonus vagal yang
tinggi (seperti saat tidur, muntah, atlet terlatih).
2) Tipe II ( mobitz tipe II)
4. Etiologi
a. AV Blok Derajat I
Terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau penyakit jantung. PR yang
memanjang lebih dari 0,2 detik dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti digitalis,
blocker, penghambatan saluran kalsium, serta penyakit arteri koroner, berbagai
penyakit infeksi, dan lesi congenital.
b. AV Blok Derajat II
- AV Blok Derajat II Mobitz I (Wenckebach)
Tipe ini biasanya dihubungkan dengan blok di atas berkas His. Demikian juga
beberapa obat atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus AV seperti
digitalis atau infark dinding inferior dari miocard dapat menghasilkan AV blok tipe
ini.
- AV Blok Derajat II Mobitz II
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok di bawah berkas His. Ini terlihat pada
infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan konduksi.
5. Manifestasi klinis
a. AV blok sering menyebabkan bradikardia, meskipun lebih jarang dibandingkan
dengan kelainan fungsi nodus SA.
b. Seperti gejala bradikardia yaitu pusing, lemas, sinkop, dan dapat menyebabkan
kematian mendadak
c. AV Blok Derajat I
- Sulit dideteksi secara klinis
- Bunyi jantung pertama bisa lemah
- Gambaran EKG : PR yang memanjang lebih dari 0,2 detik
d. AV Blok Derajat II
- Denyut jantung < 40x/menit
- Pada Mobitz I tampak adanya pemanjangan interval PR hingga kompleks QRS
menghilang.
- Blok Mobitz tipe II merupakan aritmia yang lebih serius karena lebih sering
menyebabkan kompleks QRS menghilang. Penderita blok Mobitz tipe II sering
menderita gejala penurunan curah jantung dan akan memerlukan atropine dalam
dosis yang telah disebutkan sebelumnya.
e. AV Blok Derajat III (Komplit)
- Atrium yang berdenyut terpisah dari ventrikel, kadang-kadang kontraksi saat
katup tricuspid sedang menutup. Darah tidak bisa keluar dari atrium dan malah
terdorong kembali ke vena leher, sehingga denyut tekanan vena jugularis (JVP)
nampak jelas seperti gelombang meriam (cannon)
- Tampak tanda-tanda curah jantung yang buruk seperti hipotensi dan perfusi
serebrum yang buruk.
6. Patofisiologi (terlampir)
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara atrium
dan venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus sinus, mengikuti jalur
internodal menuju nodus AV dan ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal);
depolarisasi ventrikel terjadi dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga
bentuk blok jantung yang berturut-turut makin progresif. Pada blok jantung derajat satu
semua impuls dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang.
Pada blok jantung derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke ventrikel tetapi
beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis blok jantung derajat dua, yaitu
Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus berulang waktu penghantaran AV ang
memanjang progresif, yang mencapai puncaknya bila denyut tidak dihantarkan. Jenis
kedua (mobitz II) merupakan panghantaran sebagian impuls dengan waktu hantaran AV
yang tetap dan impuls yang lain tidak dihantarkan.
Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada impuls yang dihantarkan ke ventrikel,
terjadi henti jantung, kecuali bila escape pacemaker dari ventrikel ataupun sambungan
atrioventrikuler mulai berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya hantaran
berkas cabang yang memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari 0,10 detik.
D. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan
tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat
antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard
yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh
endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
E. Penatalaksanaan Medis
Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :
Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker
Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi.
Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
a. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan
hipertensi
b. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang
c. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)
Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia
Terapi Mekanis
Kardioversi
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien dalam keadaan sadar dan
diminta persetujuannya.
Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat darurat.
Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada irama jantung
yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara lengkap semua sel miokard
sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus memperoleh kembali fungsinya sebagai
pacemaker.
Terapi pacemaker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot
jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai dan memeprtahankan
frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak mampu lagi memenuhi
fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien mengalami gangguan hantaran
atau loncatan gangguan hantaran yang mengakibatkan kegagalan curah jantung.
F. Pengkajian
Pengkajian Primer
1) Airway
Penilaian akan kepatenan jalan nafas meliputi pemeriksaan mengenai adanya
obstruksi jalan nafas, karena benda asing. Pada klien yang dapat berbicara dapat
dianggap bahwa jalan nafas bersih. Dilakukan pula pengkajian adanya suara nafas
tambahan misalnya stridor
2) Breathing
Inspeksi frekuensi nafas, apakah ada penggunaan otot bantu nafas, adanya sesak
nafas, palpasi pengembangan paru, auskultasi adanya suara nafas tambahan seperti
ronchi, wheezing, kaji adanya trauma pada dada yang dapat menyebabkan takipnea
dan dispnea.
3) Circulation
Dilakukan pengkajian tentang volume darah dan kardiak output serta adanya
perdarahan. Monitor secara teratur status hemodinamik, warna kulit, nadi.
4) Disability
Nilai tingkat kesadaran serta ukuran dan reaksi pupil
Pengkajian sekunder :
Meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik. Anamnesis dapat menggunakan format
AMPLE (Alergi, Medikasi, Post illness, Last meal, dan Event/environment, yang
berhubungan dengan kejadian perlukaan).
b. Terapi Aktivitas
- Kaji kemampuan klien melakukan aktivitas
- Evaluasi motivasi dan keinginan klien untuk meningkatkan aktivitas
- Jelaskan pada klien manfaat aktivitas secara bertahap
- Bantu dalam pemenuhan aktivitas perawatan diri jika klien belum dapat
mentoleransi aktivitas tersebut
- Orientasikan klien beraktivitas secara bertahap sesuai toleransi
- Tetap sertakan O2 selama aktivitas
- Bantu klien mengidentifikasi pilihan aktivitas
3. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan prosedur terapi b.d kurangnya paparan
informasi
NOC:
Pengetahuan: proses penyakit dan prosedur terapi
- Familiar terhadap nama penyakit
- Mampu mendiskripsikan proses penyakit
- Mampu mendiskripsikan penyeban, tanda dan gejala, komplikasi dari penyakit
NIC:
a. Pembelajaran : proses penyakit
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang penyakit
- Jelaskan patofisiologi penyakit dan bagaimana kaitannya dengan anatomi
dan fisiologi tubuh
- Identifikasi kemungkinan penyebab dan tanda dan gejala umum penyakit
- Berikan informasi tentang kondisi klien dan hasil pemeriksaan diagnostik
- Instruksikan klien untuk melaporkan tanda dan gejala kepada petugas
b. Pembelajaran : prosedur/perawatan
- Informasikan klien waktu dan lama waktu pelaksanaan prosedur/perawatan
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang prosedur yang akan dilakukan
- Jelaskan tujuan prosedur/perawatan dan hal-hal yang perlu dilakukan
setelah prosedur/perawatan
- Instruksikan klien menggunakan tehnik koping untuk mengontrol beberapa
aspek selama prosedur/perawatan (relaksasi da imagery)
4. Resiko Infeksi b.d pertahanan sekunder inadequate dan prosedur invasive
NOC:
a. Pengendalian risiko
- Monitor factor risiko lingkungan
- Monitor perubahan status kesehatan
- Pengguanaan strategi kontrolrisikoyang efektif
b. Deteksi risiko
- Mengenali tanda dan gejala timbulnya risiko
- Mengidentifikasi risiko potensial kesehatan
- Menggunakan perawatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
NIC:
a. Pengendalian infeksi
- Ajarkan kepada pengunjung untuk cuci tangan sewaktu masuk dan
meninggalkan ruangan
- Ajarkan kepada pasien dan keluarga tentang tanda/gejala infeksi
- Kolaborasi pemberian antibiotic bila diperlukan
- Lakukan tindakan perawatan secara aseptic
- Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
- Gunakan universal precaution
- Batasi jumlah pengunjung
b. Perlindungan terhadap infeksi
- Pantau tanda dan gejala adanya infeksi
- Monitor hasil laboratorium (limfosit, leukosit, granulosit, DPL, protein
serum)
- Monitor tanda-tanda vital
- Monitor kulit dan membrane mukosa adannya kemerahan, panas, dan
drainase
- Anjurkan untuk meningkatkan intake cairan sesuai dengan kebutuhan
- Anjurkan untuk istirahat yang cukup
- Anjurkan untuk meningkatkan mobilitas dan latihan
- Ajarkan pada pasien dan keluarga bagaimana menghindari infeksi.
Daftar Pustaka
ACC/AHA/HRS. 2008. Guidelines for Device Based Therapy of Cardiac Rhythm
Abnormalities. Circulation; 117:2820-2840.
Boyle AJ, Jaffe AS. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current
Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill; 2009:51-
72.1.
Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
Davey. 2005. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga..
Ganong F. William, 2003, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Edisi 20, EGC, Jakarta.
Myocardial Infarction.http://www.emedicine.medscape.com/article/155919.htm.
Price & Wilson, 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6,
Volume I, EGC, Jakarta.
Verdy. 2012. Inferior Myocardial Infarction dengan Complete Heart Block. CDK
189/vol 39 no 1.