Anda di halaman 1dari 33

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN Ny. S DENGAN TOTAL AV BLOK (TAVB)

DI RUANG ICCU RSUD KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN

Mata Kuliah : Keperawatan Gawat Darurat Dan Kritis


Dosen Koordinator : Ns. Marina Kristi Layun Rining S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh :

Nama : Yulia Puspita, S.kep

Nim : P1908066

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

INSTITUT TEKHNOLOGI KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA


SAMARINDA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN An. R DENGAN PNEUMONIA

DI RUANG PICU RSUD KANUJOSO DJATIWIBOWO BALIKPAPAN

Disusun Oleh :

Nama : Yulia Puspita, S.Kep

NIM : P1908066

Telah disetujui oleh perceptor dan dosen pembimbing

Pada Tanggal ........ .................................. 2020

Dosen Pembimbing Preseptor


Keperawatan Gawat Darurat & Kritis Ruang Ruang ICCU RSKD
ICCU

Ns. Mardhina Isnaini.N,


S.Kep
Ns. Marina Kristi Layun Rining, S.Kep., M.Kep
NIP : 19880321 201106 2
NIK : 113072.93.19.039 012

Mengetahui,
Dosen Koordinator Keperawatan Gawat Darurat

Ns. Marina Kristi Layun Rining, S.Kep., M.Kep


NIK : 113072.93.19.039
Kata Pengantar
Puji syukur penulis ucapkan kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya kepada penyusun, sehingga dapat
menyelesaikan laporan pendahuluan ini degan judul “Asuhan Keperawatan pada
pasien Ny. S dengan Total AV Blok (TAVB)“. makalah ini kami buat berdasarkan
berbagai macam sumber buku-buku refrensi, media elektronik, dan dari hasil
pemikiran kami sendiri. Kami mengharapkan agar para pembaca dapat mengetahui
dan memahami tentang hak dan kewajiban pasien.
Selama penyusunan makalah ini kami banyak mendapat masukan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Ns. Marina Kristi Layun Rining S.Kep, M.kep selaku dosen koordinator dan
dosen pembimbing akademik mata kuliah keparawatan gawat darurat dan
kritis
2. Ns. Rohman, S.Kep, M.kep selaku dosen pembimbing mata kuliah
keperawatan gawat darurat dan kritis.
3. Ns. Mardhina Isnaini.N, S.Kep selaku preseptor Ruang ICCU RSKD
Kanujoso Djatiwibowo Balikpapan
4. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan
kepada penulis baik bersifat moril maupun material
5. Rekan-rekan yang sama-sama melakukan penyusunan dan penelitian dalam
makalah ini
6. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih banyak kekurangan
semoga yang membacanya dapat memberikan kritik atau pun saran untuk
memperbaiki makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih sempurna dalam
penyusunnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada pembacanya dan dapat
dijadikan acuhan terhadap penyusun Laporan Pendahuluan berikutnya .

Balikpapan, 14 Januari 2020


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
AV Blok merupakan salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang
terjadi bila jalur SA Node ke AV Node (yang membentuk interval PR pada EKG)
terhambat, maka Interval PR menjadi lebih panjang. Ibarat jalan tol macet, maka
jarak tempuh ke tempat tujuan menjadi lebih lama. AV Blok dibagi menjadi 3
derajat sesuai tengan tingkat keparahan. (Lippincot, William, 2011)
Total AV blok merupakan keadaan darurat jantung yang membutuhkan
penanganan segera. Blok biasanya berkembang dari blok derajat I dan II, tetapi
total AV blok dapat juga terjadi tanpa blok parsial sebelumnya atau interval PR
yang bisa normal segera setelah terjadi periode blok total. Letak blok total sering
diperkirakan dengan lebar kompleks QRS dan kecepatan ventrikel. Jika terjadi
distal dari His Bundle kompleks QRS biasanya melebar dan kecepatan ventrikel
biasanya > 50x/ menit.(Hidayat, 2010 ).
Sel otot sebagaimana sel saraf maupun kelenjar digolongkan ke dalam jenis
sel eksitabel. Otot jantung merupakan salah satu jenis otot maka sebelum
melakukan aktivitas khususnya harus mendapatkan picu (rangsangan) terlebih
dahulu; excitation-contraction coupling. Jadi jelaslah bahwa hasil perekaman
aktivitas listrik otot jantung berupa elektrokardiogram sesungguhnya merupakan
gambaran peristiwa yang mengawali terjadinya kontraksi otot jatung.
Pada awalnya pemberian symbol P,Q,R,S; bukan A,B,C,D oleh Einthoven
tidak dimaksudkan untuk menggambarkan kejadian apapun yang terjadi pada otot
jantung. Namun dengan pengalaman klinis yang berulang ternyata EKGpada
akhirnya berkembang sebagai alat bantu diagnostik yang besar peranannyadalam
menegakkan diagnosa walaupun pada kasus-kasus tertentu masih harus diperkuat
dengan prosedur pemeriksaan lainnya seperti halnya, kateterisasi jantung,
echocardiografi dsb.
EKG mula-mula hanya dapat menyajikan gambar Lead I, II dan III secara
evolusioner bertambah menjadi aVR, aVL, aVF dan hantaran precordial, dengan
maksud agar dapat mempertajam analisis pembacaannya. Bahkan alatnya pun
(Elektrokardiograf) menjadi semakin portable sekaligus disertai dengan hasil
bacaanya sehingga semua orang dapat mengoprasikannya dengan mudah.
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak
Menular (PTM) (63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang
disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90%
dari kematian dini tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan
menengah.
Secara global, PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah
penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang
disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti Penyakit
Jantung Koroner, Penyakit Gagal jantung, Hipertensi dan Stroke (Pusdatin, 2014).
Data World Health Organization (WHO, 2017) menyatakan bahwa sekitar
17,9 juta orang atau 31% penduduk dunia meninggal pertahunnya yang
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Lebih dari 3 juta kematian tersebut
terjadi sebelum usia 60 tahun dan seharusnya dapat dicegah. Kematian dini yang
disebabkan oleh penyakit jantung ^terjadi berkisar ^sebesar 4% di negara
berpenghasilan tinggi sampai dengan 42% terjadi di negara berpenghasilan
rendah. Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler, terutama
penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat mencapai
23,3 juta kematian pada tahun 2030. Oleh karena itu, penyakit kardiovaskular
menjadi perhatian utama dunia saat ini.
Penyakit jantung koroner adalah tipe penyakit kardiovaskular yang paling
banyak ditemukan, dan penyebab kematian nomor satu di dunia. Di Iran, sekitar
46% kematian disebabkan oleh penyakit jantung koroner (Sharifnia et al. 2013).
Coronary artery disease (CAD) adalah penyakit yang disebabkan oleh adanya
ruptur plak pada pembuluh darah koroner dan memicu pembentukan trombus di
arteri koroner sehingga mengakibatkan gangguan pada aliran darah ke otot
jantung. Apabila aliran darah ke otot jantung berkurang, maka akan terjadi
kematian jaringan karena kekurangan oksigen dan nutrisi (Cardiac Care Network,
2013).
Di Indonesia, pada tahun 2017 didapatkan data bahwa penyakit jantung
koroner (29,0%) menduduki posisi kedua setelah stroke (29,2%) sebagai
penyebab kematian dini (Health Data, 2017). Sindrom koroner akut (SKA) atau
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah penyakit jantung paling sering ditemukan di
dunia (Monro, 2009). Istilah “SKA” mengacu kepada rentang penyakit jantung
yang bermacam-macam, mulai dari nyeri dada ringan dengan perubahan ST
segmen atipikal pada elektrokardiogram. Menurut American Heart Association
tahun 2014, Sindrom koroner akut diantaranya Unstable Angina Pectoris (UAP),
ST Elevation Myocardial Infarction (STEMI) dan Non ST Elevation Myocardial
Infarction (NSTEMI). Didunia, lebih dari 3 juta penduduk pertahun diperkirakan
mengalami STEMI (Kumar A, et al., 2009).
Menurut American Heart Association tahun 2019, ST Elevation Myocardial
Infarction (STEMI) atau lebih dikenal sebagai “heart attack” disebabkan oleh
suplai darah yang terhambat secara terus menerus yang dapat mempengaruhi area
jantung yang luas (infark). Infark yang mendasari terjadinya SKA adalah
berkurangnya suplai oksigen miokard (disebabkan oleh atherosclerosis dan
spasme arteri koroner) atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard (seperti pada
kejadian takikardi dan anemia berat) atau keduanya (Fauci et al, 2012).
Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI) merupakan indikator
kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner (Perki, 2015). Dalam
gambaran elektrokardiogram (EKG), terjadi elevasi segmen ST, Q patologis,
elevasi segmen PR, T inversi, left bundle branch block (LBBB) atau right bundle
branch block (RBBB), yang disertai takiaritmia, dan AV blok (Ramrakha & Hill,
2012). AV block merupakan salah satu kondisi gangguan konduksi jantung yang
terjadi jika jalur SA node ke AV node terhambat (Ganong, 2003). AV Node dapat
menjadi iskemik jika pasokan darahnya terganggu, yang terjadi karena infark
miokard terutama di Right Coronary Artery (RCA) (Simons et al., 1998).
Secara khusus, oklusi RCA proksimal memiliki insiden tinggi AV block
(24%) karena ada keterlibatan bukan hanya dari arteri nodus AV, tetapi juga
suplai arteri superior menurun, yang berasal dari bagian proksimal RCA
(Batubara, 2014). Waktu yang dibutuhkan impuls listrik untuk menjalar dari
atrium sampai ventrikel akan terekam di EKG sebagai interval PR (Sudoyo,
2010). Jika aliran ini terhambat, maka interval PR menjadi lebih panjang.
Terdapat tiga tingkat AV Block, yaitu AV Block derajat I, AV Block derajat II
(terdiri dari Mobitz I dan II), dan AV Block derajat III atau Total AV Block
(Batubara, 2014).
Total AV Blok merupakan komplikasi yang umum terjadi pada kasus STEMI,
terjadi pada 2,7% - 14% pasien (Kim, Kim, & Seo, 2014). Total AV Block/ blok
AV derajat tinggi terjadi ketika terdapat blok total di nodus AV sehingga impuls
dari atrium sama sekali tidak dapat sampai ke ventrikel. Ventrikel akan berdenyut
sendiri dari impuls yang berasal dari pacemaker nya sendiri. Total AV Block
diatasi dengan medikasi dan pemasangan pacemaker (pacu jantung).
Pacu jantung terdiri dari 2 jenis yaitu permanent pacemaker (PPM) dan
temporary pacemaker (TPM) (PERKI, 2015). Temporary Pacemaker adalah
sebuah alat pacu jantung buatan elektronik yang berfungsi sebagai pengganti
SA node yang berkontraksi dari otot jantung (Sudoyo, 2010). Pemasangan TPM
merupakan prosedur life-saving untuk mengatasi bradiaritmia, sehingga status
sirkulasi efektif dan hemodinamik kembali normal atau terapi jangka panjang
ditentukan (Hayes, 2019). Menurut Sullivan et al., (2015), tujuan utama
pemasangan TPM adalah untuk stabilisasi status sirkulasi dan hemodinamik
dengan meningkatkan ventricular rate, dibantu dengan terapi farmakologis,
sampai penyebab ditentukan dan diatasi.
Tujuan utama pemasangan TPM adalah membuat frekuensi denyut jantung
menjadi normal baik yang disebabkan jantung pasien tersebut terlalu lambat
maupun terjadinya blok pada sistem hantaran irama jantung (Batubara, 2014).
Blok sistem hantaran jantung pada kejadian SKA dapat dilihat dari
interpretasi EKG, sementara itu manifestasi klinis SKA itu sendiri meliputi nyeri
dada khas infark (nyeri menjalar ke leher, rahang, dan lengan kiri), berkeringat
dingin, dyspnea, takikardi, dan fluktuasi tekanan darah (Fauci et al, 2012).
Nyeri dada merupakan keluhan utama pasien SKA. Nyeri dada timbul secara
mendadak, dapat menjalar ke leher, bahu dan terus menuju lengan kiri. Nyeri ini
disertai sesak napas dan pucat (Aspiani, 2014). Nyeri dada disebabkan iskemia
miokard dan injury miokard karena berkurangnya aliran darah ke miokard.
Jaringan yang injury menskresikan bradykinin dan histamin, yang menstimulasi
reseptor nyeri dan menyebabkan nyeri. Nyeri dada meningkatkan aktivitas
simpatetik dan kebutuhan oksigen miokard, yang pada akhirnya menyebabkan
iskemia dan injury (Asgari & Soleimani, 2006).

B. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan manajemen kasus ini adalah sebagai berikut:
a. Tujuan Umum
Untuk menggambarkan pengelolaan asuhan keperawatan pada klien dengan
TAVB
b. Tujuan Khusus
Mampu melakukan asuhan keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan TAVB meliputi:
1) Melakukan pengkajian secara komprehensif baik fisik maupun
data penunjang
2) Merusmuskan diagnosa keperawatan dengan mengklasifikasikan
data berdasarkan data objektif dan data subjektif yang tepat, dan
menentukan prioritas diagnosis keperawatan
3) Menentukan tujuan keperawatan dan menetapkan kriteria
pencapaian tujuan
4) Merencanakan tindakan keperawatan / intervensi
5) Melaksanakan tindakan keperawatan / implementasi
6) Melakukan mengevaluasi asuhan keperawatan yang diberikan,
melakukuan tindakan asuhan keperawatan (follow up care) dengan
pendekatan SOAP (subjektif, objektif, analisa, dan planing)
7) Memodifikasi perencanaan keperawatan berdasarkan hasil
evaluasi
C. Manfaat

a. Bagi lahan praktik


Diharapkan dapat meningkatkan pelayanan pada pasien TAVB
b. Bagi institusi
Sebagai bahan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana mahasiswa
mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien TAVB dan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan baik di laboratorium atau
lahan praktik, menambah keluasan ilmu dan teknologi terapan di
bidang keperawatan, digunakan sebagai informasi bagi institusi
pendidikan dalam pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan
dimasa yang akan datang.
c. Bagi Penulis
Penulis dapat meningkatakan kemampuan dan mengetahui dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien TAVB.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Total AV blok (TAVB) atau juga disebut dengan Aterioventrikular blok
derajat 3 adalah gangguan dari sistem konduksi jantung dimana tidak ada
konduksi melalui nodus aterioventrikuler (AV node) (Budzikowski, Rottman,
2015).
Jadi, pada TAVB tidak ada konduksi sama sekali antara atrium dan
ventrikel. Atrium dan ventrikel masing-masing memiliki “beat” yang berdiri
sendiri dan tidak ada hubungan antara aktivitas atrium dan aktivitas ventrikuler
(Avdissociation) (Huff, 2012). Total AV blok merupakan keadaan gawat jantung
yang membutuhkan penanganan segera.

B. SISTEM KONDUKSI JANTUNG


Jantung adalah sebuah system yang mempunyai otomatisasi dan irama
konduksi yang teratur dimana system implus atau daya listrik memberikan
rangsangan pada miocard untuk melakukan kontraksi sebagai sebuah system
mekanik. Kemampuan implus ini dialirkan oleh jaringan neuromuscular special
yang disebut system konduksi. Yang termasuk dalam system konduksi jantung
adalah SA Node, Internodal Atrial, AV Node, His bundle, RBB, LBB dan serabut
furkinje. Apabila salah satu atau semua pacu jantung alami tidak memberikan
implus sesuai kebutuhan, diperlukan suatu alat yang memberikan impuls buatan
dengan tujuan menaikan implus listrik jantung. Pacu jantung ini bisa bersifat
sementara (Temporary Pacemaker/ TPM) atau menetap (Permanen Pacemaker/
PPM).

C. ANATOMI DAN PERJALANAN RANGSANG JANTUNG

Kejadian perangsangan jantung dalam keadaan normal dipengaruhi


oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Diawali SA node yang akan
mengeluarkan rangsang, kemudian disalurkan melalui ke tiga jaras
internodal di atrium kanan dan kiri menuju AV node,kemudian melalui
bundle His, seterusnya ke branch bundle kanan dan kiri dan berakhir di serabut
Purkinye yang terdapat dalam otot jantung.
Kemudian terjadilah aktivasi elektris pada setiap titik jaringan yang
mengandung unsur‐ unsur listrik yang dilalui yaitu SA node,muscle,
AV node,bundle His, Branch Bundle, Purkinye, yang digambarkan
sebagai potensial aksi dari masing‐masing titik jaringan tersebut.
Aritmia dapat merupakan kelainan sekunder akibat penyakit
jantung atau ekstra kardiak, tetapi dapat juga primer. Kesemuanya
mempunyai mekanisme yang sama dan penatalaksanaan yang sama.
Aritmia dapat dibagi menjadi kelompok supraventrikular aritmia dan
ventrikular aritmia berdasarkan letak lokasi yaitu apakah di atria
termasuk AV node dan bundle His ataukah di ventrikel mulai dari infra
bundle His. dibagi menurut heart rate yaitu bradikardi ataupun takikardi,
dengan nilai normal berkisar antara 60 – 100/menit.Penyebab kardiak
yang sering menyebabkan aritmia yaitu Penyakit Jantung Koroner (PJK)
khususnya infark miokard.Kelainan aritmia yang sering timbul adalah
ventricular extra systole (VES) yang dapat menyebabkan ventricular
tachycardia (VT) dan ventricular fibrillation (VF). Tidak jarang terjadi
juga AV block total yang biasanya berkaitan dengan adanya inferior
myocard infarct. Selain itu dengan terjadinya proses degenerasi pada
sistem hantaran di jantung, akan didapatkan AV block derajat 1 atau derajat
2 atapun derajat 3 (AV Block total). Dengan adanya degenerasi di SA
nodeakan menimbulkan fokus‐ fokus baru di atrium sehingga dapat
menimbulkan atrial fibrillation dan atrial flutter.
Tergantung dari letak fokus, selain menyebabkan VES, dapat terjadi
Supra Ventricular Extra Systole (SVES) atau Supra Ventricular Tachycardia
(SVT) dimana fokusnya berasal dari atas bundle His. AVNRT (AV Nodal
Reentry Tachycardia) merupakan salah satu dari SVT dimana terjadi proses
reentry mechanism di sekitar AV node. (Lukman, Hakim, 2010).
D. ETIOLOGI
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya TAVB. Secara umum
penyebab TAVB dapat digolongkan menjadi dua yaitu yang menyebabkan
TAVB yang sifatnya sementara dan permanent/ menetap (Thaler, 2012).

AV Blok sering terjadi dari kelanjutan fase buruk dari :


1. Iskemia jantung
2. Infark jantung
3. Gagal jantung kongestif
4. Peradangan jantung, misalnya demam reumatik, peradangan miokard
(miokarditis karena infeksi).
5. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri
koroner), misalnya iskemia miokard, infark miokard.
6. Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin, dan obat-obat
anti aritmia lainnya.
7. Gangguan keseimbangan elektrolit (hiperkalemia, hipokalemia).
8. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi
kerja dan irama jantung.
9. Gangguan psikoneurotik dan susunan saraf pusat.
10. Gangguan metabolic (asidosis, alkalosis).
11. Gangguan endokrin (hipertiroidisme, hipotiroidisme).
12. Gangguan irama jantung akibat gagal jantung.
13. Gangguan irama jantung karena karmiopati atau tumor jantung.
14. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis system
konduksi jantung). Yang akhirnya menghambat konduksi implus dari SA
node ke AV node.
15. SIGN AND SYMPTOMS
Tanda umum yang terjadi pada pasien dengan total AV blok ini adalah :
a. Chest pain
b. Dyspnea
c. Confusion
d. Pulmonary edema

Namun terdapat tanda gejala yang kompleks dari masing masing stage total
AV blok yaitu:
a. Stage 1 biasanya belum muncul tanda dan gejala namun sudah dapat
dilihat gambaran EKG yang menunjukkan terlihat perpanjangan interval
P –R > 0,21 detik.
b. Stage 2 Biasanya asimtomatik, tetapi pada beberapa pasien, merasakan
kejanggalan dari detak jantung, presinkop, atau sinkop dapat terjadi; dapat
bermanifestasi pada pemeriksaan fisik sebagai bradikardia (terutama
Mobitz II) dan / atau ketidakteraturan denyut jantung (terutama Mobitz I
[Wenckebach])
c. Stage 3 sering dikaitkan dengan gejala seperti kelelahan, pusing, pusing,
presinkop, dan sinkop; terkait dengan bradikardia kecuali lokasi blok yang
terletak di bagian proksimal dari node atrioventrikular (AVN).
(Chirag M Sandesara, MD, FACC, 2014. Journal Of Cardiology.
Medscape).
16. STAGE AV BLOCK
a. AV blok derajat I: letak kelainan pada AV node dan pada EKG
terlihat perpanjangan interval P –R > 0,21 detik. Semua impuls
dihantarkan ke ventrikel. Kelainan ini sering terdapat pada usia lanjut.

b. AV blok derajat II tipe Wenckebach, Mobitz II ataupun AV blok total


biasanya disebabkan oleh infark miokard akut inferior.
Pada gambaran EKG pada AV blok derajat II terlihat ada
gelombang P yang tidak mempunyai pasangan gelombang QRS yang
artinya bahwa ada rangsang yang tidak disalurkan kebawah karena ada
gangguan pada AV node ataupun His‐ Purkinye.

Sedangkan pada AV blok total terlihat tidak ada asosiasi antara


gelombang P dan gelombang QRS yang artinya tidak ada hubungan
sama sekali antara atrium dan ventrikel dimana masing‐masing
mengeluarkan impulsnya.

Pengobatan pada AV blok derajat I tidak ada yang khusus, hanya


memperhatikan faktor penyebab seperti efek digitalis ataupun
mengobati penyakit penyebab yaitu PJK. Sedangkan pada AV blok II
dan III disamping penyakit penyebab, simtomatis dapat diberikan sulfas
atropin, atau isoproterenol. Khusus untuk AV blok total tindakan terbaik
adalah dengan pemasangan pacu jantung.
Ekstra Sistole

Dibagi berdasar asal fokus yaitu : supraventrikel dan ventrikel. Gambaran


EKG pada ES supraventrikel adalah gambaran gelombang QRS lancip atau
sama dengan gambaran gelombang QRS lain yang normal. Fokus berasal
dari supra His. Gambaran EKG pada ES ventrikel adalah gelombang
QRS yang melebar (>0.12 ms). Focus berasal dari ventrikel.

Penyebab terbanyak adalah karena: Infark Miokard dan jenis Penyakit Jantung
Koroner lain, efek digitalis, ataupun karena psikologis.

Pada pemeriksaan fisik: terdengar bunyi jantung ekstra disela irama jantung
yang reguler. Frekuensi dapat terdengar sering atau jarang. Berdasarkan
frekuensi ini dapat ditentukan bigemini atau trigemini. Klasifikasi ES
umumnya pada ES ventrikel adalah sebagai berikut:
1. jumlahnya < 5/menit atau <30/jam
2. konsekutif
3. Fenomena R on T
4. Multifokal
5. Bigemini atau lebih
Kesemuanya ini sudah merupakan indikasi untuk pengobatan.
Pemeriksaan penunjang adalah EKG. Untuk pengamatan lama (24 atau
48 jam) dapat dilakukan dengan alat Holter Monitoring. Pengobatan: dengan
obat anti aritmia kelas I atau kelas III.
E. TANDA DAN GEJALA
Secara umum tanda dan gejala TAVB dapat dibedakan menjadi TAVB
asimptomatik dan simptomatik. Tanda dan gejala TAVB biasanya tergantung dengan
irama ventrikel yang muncul.

1. TAVB asimptomatik
a. Biasanya blok berada di AV node atau bundle his, memiliki irama ventrikel
antara 40-60x/menit, sehingga menghasilkan rate ventrikel yang relatif normal
dan akan membentuk kompleks QRS yang sempit.
b. Apabila irama ventrikel berada dalam rentang normal, pasien biasanya relatif
tidak menunjukkan gejala (asimptomatik), atau dengan simptom minor seperti
kelemahan fisik, letih, pusing, atau tidak toleran terhadap aktivitas.

2. TAVB simptomatik
a. Jika blok terjadi di berkas cabang (bundles branch), akan menghasilkan QRS
kompleks yang lebar dan irama ventrikel yang lebih rendah ( kurang dari
40x/menit).
b. Ketika irama ventrikel ekstrem lambat, maka akan terjadi penurunan cardiac
output dan muncul gejala-gejala TAVB simptomatik:
 Stoke- Adam syncope (paling sering terjadi)
 Hipotensi
 Sesak napas
 Gagal jantung
 Nyeri dada
TAVB dapat secara cepat berubah menjadi ventricular stand still (asistole)
tanpa didahului oleh tanda peringatan sebelumnya. Maka penatalaksanaan segera
harus dilakukan pada pasien dengan TAVB simptomatik atau TAVB
asimptomatik tetapi dengan kompleks QRS yang lebar.

F. PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan fisiologis pembentukan rangsang irama jantung bermula dari
SA node yang kemudian menyebar ke seluruh atrium dan diteruskan ke AV node.
Dari AV node impuls diteruskan ke his bundle kanan dan kiri sampai ke serabut
purkinye dan miokard ventrikel yang kemudian menimbulkan suatu mekanisme
kontraksi jantung.
Pada AV block total, SA node melepaskan impuls dan menyebar ke seluruh
atrium sehingga gelombang P terlihat pada EKG. Impuls ini tidak diteruskan ke
ventrikel karena dihambat / diblock secara total, tempat hambatan bisa di AV Node,
his bundle atau cabang berkas hiss. Bila blok terjadi di tingkat AV node, suatu pacu
penyelamat di junctional akan mengawali depolarisasi ventrikel dengan QRS sempit
dan frekuensi 40 – 60 X/menit, sedangkan bila blok terjadi di tingkat hiss
bundle/cabang berkas hiss, pacu penyelamat di ventirkel dengan konfigurasi
menyimpang (QRS lebar) dan frekuensi 20 – 40 X/menit. Pacu penyelamat ini bersifat
denyut ektopik sebagai pengambil alih pace maker. Pada saat terjadi TAVB dimana
frekuensi denyut jantung berkisar antara 20-60x/menit / bradikardi, maka akan terjadi
penurunan cardiac output. Saat cardiac output turun aliran darah pun akan melambat /
menurun. Sehingga menyebabkan fungsi jantung menjadi tidak adekuat, dan
menyebabkan aliran darah / perfusi ke organ- organ vital terganggu dan menjadikan
penurunan pada fungsi organ-organ vital tersebut.
G. PATWAY
Pathway Total atriumventrikular blok
H. PENATALAKSANAAN

1. Terapi medis
Obat-obat antiaritmia dibagi 4 kelas yaitu :

a.Anti aritmia Kelas 1 : sodium channel blocker


 Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk
mencegah berulangnya atrial fibrilasi atau flutter.
Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang.
 Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel
takikardia.
Mexiletine untuk aritmia entrikel dan VT
 Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi

b. Anti aritmia Kelas 2 (Beta adrenergik blokade)


Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan
hipertensi
c. Anti aritmia kelas 3 (Prolong repolarisation)
Amiodarone, indikasi VT, SVT berulang

d. Anti aritmia kelas 4 (calcium channel blocker)


Verapamil, indikasi supraventrikular aritmia

2. Terapi mekanis
a. Kardioversi
Kardioversi mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia
yang memiliki kompleks QRS, biasanya merupakan prosedur elektif. Pasien
dalam keadaan sadar dan diminta persetujuannya.
b. Defibrilasi
Defibrilasi adalah kardioversi asinkronis yang digunakan pada keadaan gawat
darurat. Biasanya terbatas penatalaksanaan fibrilasi ventrikel apabila tidak ada
irama jantung yang terorganisasi. Defibrilasi akan mendepolarisasi secara
lengkap semua sel miokard sekaligus, sehingga memungkinkan nodus sinus
memperoleh kembali fungsinya sebagai pacemaker.
c. Defibrilator kardioverter implantable
Adalah suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode takiakrdia
ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang mempunyai risiko tinggi
mengalami fibrilasi ventrikel.
d. Terapi pacemaker
Pacemaker adalah alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik
berulang ke otot jantung untuk mengontrol frekwensi jantung. Alat ini memulai
dan memeprtahankan frekwensi jantung kerika pacemaker alamiah jantung tak
mampu lagi memenuhi fungsinya. Pacemaker biasanya digunakan bila pasien
mengalami gangguan hantaran atau loncatan gangguan hantaran yang
mengakibatkan kegagalan curah jantung.

e. Pembedahan hantaran jantung


Takikardian atrium dan ventrikel yang tidak berespons terhadap
pengobatan dan tidak sesuai untuk cetusan anti takikardia dapat ditangani
dengan metode selain obat dan pacemaker. Metode tersebut mencakup isolasi
endokardial, reseksi endokardial, krioablasi, ablasi listrik dan ablasi frekwensi
radio.
Isolasi endokardial dilakukan dengan membuat irisan ke dalam endokardium,
memisahkannya dari area endokardium tempat dimana terjadi disritmia. Batas
irisan kemudian dijahit kembali. Irisan dan jaringan parut yang ditimbulkan
akan mencegah disritmia mempengaruhi seluruh jantung.
Pada reseksi endokardial, sumber disritmia diidentifikasi dan daerah
endokardium tersebut dikelupas. Tidak perlu dilakukan rekonstruksi atau
perbaikan.
Krioablasi dilakukan dengan meletakkkan alat khusus, yang didinginkan
sampai suhu -60ºC (-76ºF), pada endokardium di tempat asal disritmia selama 2
menit. Daerah yang membeku akan menjadi jaringan parut kecil dan sumber
disritmia dapat dihilangkan. Pada ablasi listrik sebuah kateter dimasukkan pada
atau dekat sumber disritmia dan satu sampai lima syok sebesar 100 sampai 300
joule diberikan melalui kateter langsung ke endokardium dan jaringan
sekitarnya. Jaringan jantung menjadi terbakar dan menjadi parut, sehingga
menghilangkan sumber disritmia.
Ablasi frekwensi radio dilakukan dengan memasang kateter khusus pada
atau dekat asal disritmia. Gelombang suara frekwensi tinggi kemudian
disalurkan melalui kateter tersebut, untuk menghancurkan jaringan disritmik.
Kerusakan jaringan yang ditimbulkan lebih spesifik yaitu hanya pada jaringan
disritmik saja disertai trauma kecil pada jaringan sekitarnya dan bukan trauma
luas seperti pada krioablasi atau ablasi listrik.

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG

3. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan


tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
4. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di
rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek
obat antidisritmia.
5. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan
dengan disfungsi ventrikel atau katup
6. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan
miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan
dinding dan kemampuan pompa.
7. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan yang
menyebabkan disritmia.
8. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium
dapat mnenyebabkan disritmia.
9. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat
jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
10. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan.meningkatkan disritmia.
11. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut
contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
12. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi
disritmia.

J. KOMPLIKASI
Komplikasi dan gejala sisa dari TAVB adalah:
1. Torsades de pointes
2. Adam’s stokes attack
3. Hipotensi
4. Cardiac failure
5. Syncope

K. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pengkajian primer
1) Airway : peningkatan sekret, suara nafas, terpasang alat bantu atau
tidak
2) Breathing : Adakah distress pernafasan, hipoksemia berat, retraksi otot
interkosta, dispnea, sesak nafas, takipnoe,bunyi whezing, hasil
laboratorium AGD, saturasi oksigen.
3) Circulation : Apakah ada takikardi,haluaran urin menurun, terjadi
penurunan TD, Bagaimana kapilery refill, sianosis
4) Disability : tingkat kesadaran, pemeriksaan head to toe.
5) Exposure : alat- alat yang terpasang di pasien.
b. Pengkajian sekunder
1) Riwayat penyakit
2) Faktor resiko keluarga contoh penyakit jantung, stroke, hipertensi
3) Riwayat sebelumnya (disritmia), kardiomiopati, GJK, penyakit katup
jantung, hipertensi
4) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya
kemungkinan untuk terjadinya intoksikasi
5) Kondisi psikososial
c. Pengkajian fisik
1) Aktivitas : kelelahan umum
2) Sirkulasi : perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak
teratur; defisit nadi; bunyi jantung irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut
menurun; kulit warna dan kelembaban berubah misal pucat, sianosis,
berkeringat; edema; haluaran urin menruun bila curah jantung menurun
berat.
3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut,
menolak,marah, gelisah, menangis.
4) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap
makanan, mual muntah, perubahan berat badan, perubahan kelembaban
kulit.
5) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung,
letargi, perubahan pupil.
6) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau
tidak dengan obat antiangina, gelisah.
7) Pernafasan : penyakit paru kronis, nafas pendek, batuk, perubahan
kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels, ronki,
mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada
gagal jantung kiri (edema paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal,
hemoptisis.
8) Keamanan : demam, kemerahan kulit (reaksi obat), inflamasi, eritema,
edema (trombosis siperfisial), kehilangan tonus otot/kekuatan.
2. Diagnosa Keperawatan

Asuhan Keperawatan AV BLOK

Pengkajian Diagnosa Keperawatan


1. Identitas 1. Hipertermi
2. Keluhan utama 2. Gangguan Keseimbangan cairan
3. Riwayat penyakit
dan eliktrolit
4. Pola fungsional gordon
3. Resiko infeksi
5. Pemeriksaan fisik
4. Penurunan curah jantung

Penurunan curah jantung Hipertermia Gangguan keseimbangan Risiko Infeksi


cairan dan elektrolit Fr: Leukosit meningkat,
DS: - DS: - DS: pasien merasa haus
DO: Gambaran ekg DO: Apneu, Gelisah, Hb meningkat, suhu
DO: Perubahan status mental, meningkat (demam).
menunjukkan AV Blok, Hipotensi, Penurunan turgor kulit dan lidah,
Kejang,Koma, Kulit
Takikardi Penurunan pegeluaran urin,
kemerahan, Kulit Penurunan pengisian vena, Kulit dan
terasa hangat, Latergi, membrane mukosa kering,
Postural abnormal, Hematokrit meningkat, Suhu tubuh
Stupor, Takikardia, meningkat, Peningkatan frekuensi
Takipnea, nadi, penurunan TD, penurunan
Vasodilatasi volume dan tekanan nadi,
Konsentrasi urin meningkat,
Penurunan berat badan yang tiba-
tiba, Kelemahan
Asuhan Keperawatan :
a. Kelebihan volume cairan (gangguan keseimbangan cairan dan eloktrolit)
b. Penurunan curah jantung
c. Hipertermia
d. Resiko Infeksi

3. Intervensi Keperawatan
 Penurunan curah jantung

NOC: Cardiac Pump effectiveness


setelah di lakukan tindakan keperawatan selama menunjukkan penurunan curah
jantung dalam rentang normal dengan Kriteria hasil :
- Tanda-tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah , nadi, respirasi)
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak ada kelelahan
 NIC
Cardiac Care
1. Monitor status kardiovaskular
2. Monitor disritmia jantung
3. Monitor keseimbangan cairan
4. Monitor respon klien terhadap medikasi antiaritmia
5. Beritahukan klien dan keluarga untuk membatasi aktivitas
6. Beritahukan klien untuk segera melaporkan adanya ketidaknyamanan dada

Vital Signs Monitoring


1. Monitor tekanan darah, nadi, suhu dan status respirasi

 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

NOC: Fluid Balance


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam kelebihan volume cairan
teratasi, dengan kriteria hasil:
1. Tekanan darah dalam batas normal
2. Nadi perifer dalam batas normal

NIC : Electrolyte Monitoring


1. Identifikasi kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2. Monitor adanya kehilangan cairan dan elektrolit
3. Monitor adanya mual,muntah dan diare

 Fluid Management
1. Monitor status hidrasi ( membran mukus, tekanan ortostatik, keadekuatan
denyut nadi)
2. Monitor keakuratan intake dan output cairan
3. Monitor vital signs
4. Kolaborasi pemberian terapi IV
5. Kolaborasi pemberian medikasi
6. Batasi pemasukan cairan

 Hipertermi

NOC: Thermoregulation
Kriteria Hasil:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam hipertermi teratasi
dengan kriteria hasil:
TTV dalam batas normal
NIC : Fever Treatment
1. Monitor suhu dan warna kulit
2. Monitor kehilangan cairan
3. Berikan antipiretik jika diperlukan
4. Monitor intake dan output
5. Berikan cairan IV
6. Berikan kompres dengan handuk
 Risiko Infeksi

NOC : Risk Control


Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi infeksi pada klien dengan kriteria hasil:
1. Klien tidak menunjukan adanya tanda-tanda infeksi
2. TTV dalam rentang normal

NIC : Infection Control


1. Monitor TTV
2. Pertahankan teknik aseptif, kebersihan tangan atau menggunakan alkohol
sebelum kontak dengan pasien
3. Mengkaji warna, turgor, kelenturan serta suhu kulit, membran mukosa
terhadap kemerahan dan panas
4. Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal.
Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai ketentuan
DAFTAR PUSTAKA

Philip I, Aaronson, Jeremy PTW. 2009. At a glance: sistem kardiovaskular. Jakarta: PT.
Gelora Aksara Pratama.

Karo SK, Rohajoe AU, Sulistyo S, Kosasih A.2015.Buku panduan bantuan hidup
jantung lanjut: ACLS (Advanced cardiac life support). Jakarta: PERKI.

http://emedicine.medscape.com/article/151456-overview#a0156. Diakses online 14


Januari 2020 jam 19.50

Surya dharma.2015.Cara Mudah Membaca EKG. Jakarta : Penulis Surya Dharma.

Abu Nazmah.2012. Panduan Belajar Membaca EKG. Jakarta : Buku Kesehatan.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K. Douchterman, J. M. Wagner, C. M.2013. Nursing


Intervention Classifications NIC 6thed. United States of America : Mosby Inc.

Blackwell, Wiley, 2014, Nursing Diagnoses, Definitions and Classifications 2015 –


2017, UK: Blackwell

Morehand, 2012, Nursing Outcome Classification. UK: Elsevier

NANDA International,(2018) edisi 11 ;Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi


2018-2020; editor T. Heater herdman, shigemi kamitsuru; alih bahasa ; Budi anna
keliat, Henny suzana mediana, Tuku tahlil; Editor penyelaras ; monica ester, wuri
praptini, .Jakarta:EGC.

Anda mungkin juga menyukai