Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN KASUS TAVB ( TOTAL AV BLOCK )


DI RUANG CVCU RSUD BANGIL

Disusun Oleh :

Achmad Hafirul Wafaid

14901.05.18001

PROGRAM STUDI PROFESI NERS STIKES HAFSHAWATY


PESANTREN ZAINUL HASAN GENGGONG
PROBOLINGGO
2019
A. A n ato m i d a n p e r j a l a n a n r a n g s a n g j a n t u n g
Kejadian perangsangan jantung dalam keadaan normal dipengaruhi oleh
sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Diawali SA node yang akan mengeluarkan
rangsang, kemudian disalurkan melalui ke tiga jaras internodal di atrium kanan dan
kiri menuju AV node, kemudian melalui bundle His, seterusnya ke branch bundle
kanan dan kiri dan berakhir di serabut Purkinye yang terdapat dalam otot jantung.
Kemudian terjadilah aktivasi elektris pada setiap titik jaringan yang mengandung
unsur‐ unsur listrik yang dilalui yaitu SA node,muscle, AV node, bundle His,
Branch Bundle, Purkinye, yang digambarkan sebagai potensial aksi dari
masing‐ masing titik jaringan tersebut.
Aritmia dapat merupakan kelainan sekunder akibat penyakit jantung atau
ekstra kardiak, tetapi dapat juga primer. Kesemuanya mempunyai mekanisme yang
sama dan penatalaksanaan yang sama. Aritmia dapat dibagi menjadi kelompok
supraventrikular aritmia dan ventrikular aritmia berdasarkan letak lokasi yaitu apakah
di atria termasuk AV node dan bundle His ataukah di ventrikel mulai dari infra
bundle His. dibagi menurut heart rate yaitu bradikardi ataupun takikardi, dengan
nilai normal berkisar antara 60 – 100/menit.Penyebab kardiak yang sering
menyebabkan aritmia yaitu Penyakit Jantung Koroner (PJK) khususnya infark
miokard.Kelainan aritmia yang sering timbul adalah ventricular extra systole (VES)
yang dapat menyebabkan ventricular tachycardia (VT) dan ventricular fibrillation
(VF). Tidak jarang terjadi juga AV block total yang biasanya berkaitan dengan
adanya inferior myocard infarct. Selain itu dengan terjadinya proses degenerasi
pada sistem hantaran di jantung, akan didapatkan AV block derajat 1 atau derajat 2
atapun derajat 3 (AV Block total). Dengan adanya degenerasi di SA nodeakan
menimbulkan fokus‐ fokus baru di atrium sehingga dapat menimbulkan atrial
fibrillation dan atrial flutter.
Tergantung dari letak fokus, selain menyebabkan VES, dapat terjadi Supra
Ventricular Extra Systole (SVES) atau Supra Ventricular Tachycardia (SVT) dimana
fokusnya berasal dari atas bundle His. AVNRT (AV Nodal Reentry Tachycardia)
merupakan salah satu dari SVT dimana terjadi proses reentry mechanism di sekitar
AV node. (Lukman, Hakim, 2010)
B. Definisi

Blok atrioventrikular disebabkan oleh gangguan pada beberapa bagian sistem konduksi
AV. Sinus-denyut awal diperlambat atau secara lengkap diblock dari pengaktivasi ventrikel.
Blok dapat terjadi pada tingkat nodus AV, berkas His, atau cabang berkas karena sistem
konduksi AV terdiri dari semua struktur ini. Pada blok AV derajat pertama dan kedua , blok ini
tidak komplit dimana beberapa atau semua impuls akhirnuya dikonduksi ke ventrikel.

Pada blok AV derajat tiga atau blok jantung komplit, tidak ada sinus impuls yang
dikonduksi.

1. Blok AV Derajat Pertama


Pada Blok AV derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi semua impuls
akhirnya dkonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan mendahului tiap-tiap QRS
dengan perbandingan hubungan 1 : 1. interval PR konstan tetapi durasi melebihi diatas
batas 0,2 detik.
2. Blok AV Derajat Kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe yang kedua, Blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara progresif pada
masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke ventrikel diblok secara komplit. Siklus
kemudian berulang dengan sendirinya. Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan
berhubungan dengan QRS di dalam sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif
memanjang pada tiap-tiap denyut sampai komplek QRS tidak dikonduksi. Komplek QRS
mempunyai bentuk yang sama seperti irama dasar. Interval antara kompleks QRS
berturut-turut memendek sampai terjadi penurunan denyut.
3. Blok AV Derajat Dua Mobitz II
Blok AV tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV sebelum
perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika konduksi AV ada dan
gelombang P tidak dikonduksikan saat blok terjadi. Blok ini dapat terjadi kadang-kadang
atau berulang dengan pola konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau bahkan 4 : 1. karena tidak ada
gangguan pada nodus sinus, interval PP teratur. Sering kali ada bundle branch block
(BBB) atau blok cabang berkas yang menyertai sehingga QRS akan melebar.
4. Blok AV Derajat Ketiga (Komplit)
Pada Blok jantung komplit atau derajat ketiga, nodus sinus terus memberi cetusan secara
normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel dirangsang dari sel-
sel pacu jantung yang keluar dan dipertemu (frekuensi 40-60 denyut / menit) atau pada
ventrikel (frekuensi 20-40 denyut / menit), tergantung pada tingkat blok AV.
Pada gambaran EKG gelombang P dan komplek QRS ada tetapi tidak ada hubungan
antara keduanya. Interval PP dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu
jantung pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung idioventrikular
akan mengakibatkan kompleks QRS yang lebar.

C. Etiologi

1. Blok AV derajat Pertama


Pada blok AV tipe pertama terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau
penyakit jantung. PR yang memanjang dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti
digitalis, β bloker, penghambatan saluran kalsium, serta penyakit arteri koroner,
berbagai penyakit infeksi dan lesi kongenital.

2. Blok AV derajat dua

 Block AV kedua Mobitz I (Wenckebach)


Blok Wenckebach atau Mobitz I biasanya dihubungkan dengan blok diatas berkas
His. Demkian juga beberapa obat atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus
AV, seperti digitalis atau infark dinding inferior dari miocard dapat menghasilkan
blok derajat kedua tipe ini.
 Blok AV derajat Kedua Mobitz II
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok dibawah berkas His. Ini terlihat pada
infark dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan konduksi.

3. Blok AV derajat Ketiga (Komplit)


Penyebab dari tipe terakhir ini sama dengan penyebab pada blok AV dengan derajat
yang lebih kecil.
Jadi secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ada berbagai keadaan yang dapat
menurunkan konduksi impuls melalui berkas AV atau yang sama sekali memblok
adalah:
a. Iskemia nodus AV atau serat-serat berkas AV seringkali memperlambat atau
menghambat konduksi dari atrium ke ventrikel. Insufisiensi koroner dapat
menyebabkan iskemia nodus AV dan juga berkas His dengan cara yang sama,
sehingga dapat menyebabkan iskemia myocardium
b. Kompresi berkas AV oleh jaringan parut atau oleh bagian jantung yang
mengalami perkapuran dapat menekan atau memblok konduksi dari atrium ke
ventrikel
c. Imflamasi nodus AV atau berkas AV dapat menekan konduktifitas antara
atrium dan ventrikel

D. Klasifikasi
1. AV block derajat pertama
Pada AV block derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi semua impuls
akhirnya dikonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan mendahului tiap-tiap QRS
dengan perbandingan 1:1, interval PR konstan tetapi durasi melebihi di atas batas 0,2
detik.
2. AV block derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe yang kedua, blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara progresif pada
masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke ventrikel diblok secara komplit. Siklus
kemudian berulang dengan sendirinya.
Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan QRS di dalam sebuah
pola siklus. Interval PR secara progresif memanjang pada tiap-tiap denyut sampai
kompleks QRS tidak dikonduksi. Kompleks QRS mempunyai bentuk yang sama seperti
irama dasar. Interval antara kompleks QRS berturut-turut memendek sampai terjadi
penurunan denyut.
3. AV block derajat kedua Mobitz II
AV block tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV sebelum
perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika konduksi AV ada dan
gelombang P tidak dikondusikan saat blok terjadi.
Blok ini dapat terjadi kadang-kadang atau berulang dengan pola konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau
bahkan 4 : 1, karena tidak ada gangguan pada nodus sinus, interval PP teratur. Sering kali
ada bundle branch block (BBB) atau blok cabang berkas yang menyertai sehingga QRS
akan melebar.
4. AV block derajat ketiga (komplit)
Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan secara normal, tetapi tidak
ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang
keluar dan dipertemu (frekuensi 40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel (frekuensi 20-40
denyut/menit) tergantung pada tingkat AV blok. Pada gambaran EKG gelombang P dan
kompleks QRS ada tetapi tidak ada hubungan antara keduanya. Interval PP dan RR akan
teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu jantung pertemuan memacu ventrikel, QRS
akan mengecil. Pacu jantung idioventrikular akan mengakibatkan kompleks QRS yang
lebar.

E. Patofisiologi

Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara atrium dan
venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus sinus, mengikuti jalur
internodal menuju nodus AV dan ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal);
depolarisasi ventrikel terjadi dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga
bentuk blok jantung yang berturut-turut makin progresif. Pada blok jantung derajatderajat
satu semua impuls dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang.
Pada blok jantung derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke ventrikel tetapi
beberapa impuls lainnya dihambat. Terdapat dua jenis blok jantung derajat dua, yaitu
Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus berulang waktu penghantaran AV ang
memanjang progresif, yang mencapai puncaknya bila denyut tidak dihantarkan. Jenis kedua
(mobitz II) merupakan panghantaran sebagian impuls dengan waktu hantaran AV yang tetap
dan impuls yanglain tidak dihantarkan.
Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada impuls yang dihantarkan ke ventrikel,
terjadi henti jantung, kecuali bila escape pacemaker dari ventrikel ataupun sambungan
atrioventrikuler mulai berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya hantaran berkas
cabang yang memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari 0,10 detik.

F. Manifestasi klinik

Manifestasi klinis akan ditentukan berdasarkan derajat dari blok AV,


1. Blok AV derajat I
Blok derajat pertama tidak ada konsekuensi hemodinamik pada pasien tetapi harus diliha
sebagai indikator terjadinya gangguan sistem konduksi AV. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi blok AV derajat kedua atau ketiga, irama teratur, umumnya normal
antara 60 – 100 denyut permenit, gelombang P normal, Interval PR memanjang, lebih
dari 0,20 detik, gelombang QRS komplek normal.
2. Blok AV derajat II mobitz I
Klien yang menunjukkan gejala pada blok AV derajat kedua karena frekuensi ventrikel
biasanya adequat. Seringkali ini terjadi sementara dan bila berlanjut ke blok derajat
ketiga, pacu jantung pertemuan (junctional) pada frekuensi 40 – 60 denyut/menit
biasanya akan mengambil alih pacu ventrikel. Irama tidak teratur, frekuensi normal atau
kurang dari 60 denyut permenit, gelombang P normal tetapi ada satu gelombang P yang
tidak diikuti komplek QRS, interval PR makin lama makin panjang sampai ada
gelombang P yang tidak diikuti komplek QRS, kemudian siklus diulang kembali.
Gelombang QRS normal (0,06-0,12 detik).

3. Blok AV derajat II Mobitz II


Blok Mobitz II secara potensial lebih berbahaya daripada Mobitz I. Ini sering terjadi
secara permanen, dapat memburuk dengan cepat menjadi blok jantung derajat tiga
dengan respon ventrikel yang lambat 20-40 denyut permenit. Irama umumnya tidka
teratur, frekuensi lambat kutang dari 60 denyut permenit. Gelombang P normal tetapi ada
satu atau lebih yang tidak di ikuti komplek QRS interval PR noral atau memanjang secara
konstan. Komplek QRS normal
4. Blok AV derajat III (komplit)
Blok jantung komplit kurang ditoleransi bila pelepasan irama berasal dari ventrikel,
biasanya lambat dan tidak dapat dipercaya. Klien dapat tetap asimtomatik bila pelepasan
irama mendukung curah jantung normal. Irama teratur, frekuensi kurang dari 60 denyut
permenit, gelombang P normal, tetapi gelombang P dan gelombang QRS berdiri sendiri-
sendiri sehingga gelombang P kadang di ikuti gel QRS kadang tidak. Interval PR
berubah-ubah Komplek QRS normal atau memanjang lebih dari 0,12 detik.

G. Pemeriksaan penunjang

1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan


tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan
dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja).
Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia.
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung sehubungan dengan
disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan area iskemik/kerusakan miokard yang
dapat mempengaruhi konduksi normal atau mengganggu gerakan dinding dan
kemampuan pompa.
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan untuk mendemonstrasikan latihan yang menyebabkan
disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat
mnenyebabkan disritmia.
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan
atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum dapat
menyebabkan meningkatkan disritmia.
9. Laju sedimentasi: Penignggian dapat menunjukkan proses inflamasi akut contoh
endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia.
H. Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai derajat AV blok.
1) Obat anti aritmia
Reseptor Klas Obat Cara kerja obat
Saluran Na+, 1A Procainamide, - Mencegah masuknya
K+ Quinidine, Na ke dalam sel
Amiodarone - Menghambat konduksi,
Saluran Na+ 1B Lidocaine, Phenitoin memperlambat masa
pemulihan (recovery)
dan mengurangi
kecepatan otot jantung
untuk discharge secara
spontan
- Class 1A
memperpanjang aksi
potensial
ß-adrenergik 2 Esmolol, Metoprolol, - Anti simpatetik,
Propanolol, Sotalol*, mencegah efek
Amiodarone katekolamin pada aksi
potensial
- Termasuk golongan ß-
adrenergik antagonis
Saluran K+ 3 Sotalol*, Bretylium, Memperpanjang waktu
Ibutilide, Dofetilide aksi potensial
Saluran Ca+ 4 Verapamil, Diltiazem,- Mencegah masuknya
Amiodarone Ca ke dalam sel otot
jantung
- Mengurangi waktu
plateau aksi potensial,
efektif memperlambat
konduksi di jaringan
nodal.

2) AV blok derajat I
 Tidak ada tindakan yang diindikasikan.
 Interval PR harus dimonitor ketat terhadap kemungkinan blok lebih lanjut,
 Kemungkinan dari efek obat juga harus diketahui
3) AV blok derajat II Molitz I
 Tidak ada tindakan yang diindikasikan. Kecuali menghentikan obat jika ini
merupakan agen pengganggu
 Monitor klien terhadap berlanjutnya blok.
 Tipe ini biasanya tidak diterapi kecuali sering kompleks QRS menghilang dengan
akibat gejala klinis hipotensi dan penurunan perfusi serebrum. Bila ada gejala ini
maka pada penderita bisa diberikan 0,5 sampai 1,0 mg atropine IV sampai total
2,0 mg.
4) AV blok derajat II Molitz II
 Observasi ketat terhadap perkembangan menjadi blok jantung derajat III.
 Obat seperti atropine atau isopreterenol, atau pacu jantung mungkin diperlukan
bila pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika blok terjadi dalam situasi IMA
akut pada dinding anterior.
5) AV blok derajat III (komplit)
 Atropin (0,5 sampai 1 mg) bisa diberikan dengan dorongan IV. Bila tidak ada
kenaikan denyut nadi dalam respon terhadap atropine maka bisa dimulai tetesan
isoproterenol 1 mg dalam 500 ml D5W dengan tetesan keciluntuk meningkatkan
kecepatan denyut ventrikel. Penderita yang menunjukkan blok jantung derajat tiga
memerlukan pemasangan alat pacu jantung untuk menjamin curah jantung yang
mencukupi
 Pacu jantung diperlukan permanen atau sementara
6) Implantasi pacu jantung (pace maker)
Merupakan terapi terpilih untuk bradiatritmia simtomatik. Pacu jantung permanen
adalah suatu alat elektronik kecil yang menghasilkan impuls regular untuk
mendepolarisasi jantung melalui electrode yang dimasukkan ke sisi kanan jantung
melalui system vena.
Suatu pacu jantung satu bilik memiliki electrode pada ventrikel kanan atau atrium
kanan. Pacu jantung dua bilik memberikan impuls ke atrium dan ventrikel melalui dua
electrode dan bisa menghasilkan impuls yang sinkron pada ventrikel setelah tiap
gelombang P yang terjadi di atrium. Sehingga timbul impuls yang mendekati depolarisasi
fisiologis pada jantung, dan memungkinkan jantung berdenyut sesuai dengan nodus
sinus.
Nomenklatur pacu jantung :
 huruf pertama -- rongga yang dipacu (V : ventrikel, A : atrium, D : keduanya)
 huruf kedua – rongga yang dituju (V, A, atau 0 bila tidak ada)
 huruf ketiga – pacu jantung merespon terhadap deteksi aktivitas listrik jaunting (I :
diinhibisi, T : dipicu, D : keduanya)
 huruf keempat – menunjukkan apakah pacu jantung menstimulasi lebih cepat saat
aktivitas fisik yang disimbolkan dengan huruf R, artinya denyut responsive (misal VVI-
R) (Davey, 2012).
I. Komplikasi
Komplikasi bradikardi ventrikal.
ASUHAN KEPERAWATAN
TEORI
A. Pengkajian
1. Identitas
Pengkajian mengenai nama ,umur, dan jenis kelamin perlu di kaji pada penyakit gagal
jantung alamat menggambarkan kondisi lingkungan tempat klien berada,status
perkawinan,gangguan emosional yang timbul dapat terjadi penyakit gagal jantung
2. Riwayat keperawatan
a. Keluhan utama :
Dispneu, batuk,Mudah lelah, Denyut jantung cepat, Edema.
b. Riwayat penyakit sekarang
Riwayat serangan gagal jantung,waktu serangan, riwayat pengobatan yang di
lakukan untuk meringankan gejala penyakit.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Perlunya pengkajian tentang riwayat penyakit keluarga yang lain pada anggota
keluarga yang mungkin pernah menderita panyakit gagal jantung.

3. Pemeriksaan BioPsikososial
1. Aktivitas/istirahat :
§ Tanda : keletihan sepanjang hari, nyeri dada dengan aktivitas, disepnea pada
saat istirahat.
§ Gejala : gelisah, letargi, tanda vital berubah pada saat aktivitas.
2. Sirkulasi :
§ Gejala : riwayat hipertensi, infark miokard, penyakit katup jantung, bedah jantung,
endokarditis, anemia, syok septik, edema ekstermitas, dan abdomen.
§ Tanda : tekanan darah rendah/tinggi, tekanan nadi menyempit, takikardi, disritmia,
S1dan S2 melemah, murmur sistolik,perubahan denyut pada nadi sentral, kebiruan,
pembesaran hepar, krekels dan ronkhi.
3. Integritas ego
§ Gejala : ansietas, dan stres.
§ Tanda : ansietas, marah, ketakutan dan mudah tersinggung.
4. Makanan/cairan
§ Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah, penambahan BB, edema
ekstermitas, dan penggunaan diuretik.
§ Tanda : penambahab BB, edema pada abdomen.
5. Eliminasi
§ Gejala : penurunan berkemih, urine berwarna gelap, nokturia, dan
konstipasi/diare.

6. Higiene
§ Gejala : kelemahan dalam perawatan diri.
§ Tanda : penampilan menandakan kelalaian higiene personal.
7. Neurosensori
§ Gejala : kelemahan, pening dan pingsan.
§ Tanda : letargi, kusut pikir disorientasi, perubahan prilaku, dan mudah
tersinggung.
8. Kenyamanan
§ Gejala : nyeri dada, angina akut, nyeri abdomen, sakit pada otot.
§ Tanda : tidak tenang, gelisah, menarik diri, dan prilaku melindungu diri.
9. Pernafasan
§ Gejala : disepnia, posisi semifowler, batuk tanpa sputum, riwayat penyakit paru
kronis,
10. Keamanan
§ Gejala : perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan otot, kulit lecet.
11. Interaksi sosial
§ Gejala : Ketidakikutsertaan dalam kegiatan aktivitas.
12. Pengajaran
§ Gejala : Lupa menggunakan obat-obatan yang dianjurkan.
§ Tanda : Terbukti pengobatan tidak berhasil.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
2. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen
3. Defisit pengetahuan: proses penyakit dan prosedur terapi b.d kurangnya paparan
informasi
4. Resiko Infeksi b.d pertahanan sekunder inadequate dan prosedur invasive
C. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal, penurunan kontraktilitas miokardia.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan jantung
pasien dapat kembali memompa darah dengan bak
Kriteria hasil :

No Skala outcome keseluruhan 1 2 3 4 5


1 Tekanan darah sistol
2 Tekanan darah diastol
3 Denyut jantung apikal
4 Urin output
5 Keseimbangan intake dan output

Intervensi :

1. Pastikan tingkat aktifitas pasien yang tidak membahayakan curah jantung


2. Monitor tanda-tanda vital
3. Monitor keseimbangan cairan
4. Monitor status pernapasan terkait dengan adanya gejala gagal jantung
2. Kurang pengetahuan tentang penyebab atau kondisi pengobatan berhubungan
dengan kurang informasi/salah pengertian kondisi medis/kebutuhan terapi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan pasien dan
keluarga pasien dapat memahami tentang pengobatan, pencegahan dan komplikasi
Kriteria hasil :

No Skala outcome keseluruhan 1 2 3 4 5


1 Tanda dan gejala awal penyakit
2 Tanda dan gejala komplikasi
3 Tindakan dasar jantung
4 Tanda dan gejala kelelahan
5 Intake cairan yang direkomendasikan
6 Diet yang di anjurkan
Intervensi :
1. Scrining pasien mengenai kebiasaan yang beresiko
2. Intruksikan pasien dan keluarga tentang tanda dan gejala
3. Intruksikan pasien dan keluarga tentang faktor resiko
4. Berikan dukungan olah raga rutin
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antar suplai
oksigen, kelemahan umum, tirah baring lama/imobilisasi.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam diharapkan pasien dapat
merespon terhadap fisiologis terhadap pergerakan yang memerlukn energi uantuk aktifitas
sehari hari
Kriteria hasil :

no Skala outcome keseluruhan 1 2 3 4 5


1 Satuasi oksigen ketika ber aktifitas
2 Frekuwensi nadi ketika beraktifitas
3 Kecepatan berjalan
4 Jarak berjalan
5 Kekuatan tubuh bagian bawah
6 Tekanan darah sistol dan diastol saat dan sesudah beraktifitas

Intervensi :

1. Pastikan tingkat aktifitas pasien yang tidak membahayakancurah jantung


2. Evaluasi perubahan tekanan darah
3. Lakukan penilaian komprehensif terhadap sirkulasi perifer
4. Monitor keseimbagan cairan
5. Dorong pasien untuk latihan aktifitas yang tidak berisko
DAFTAR PUSTAKA

 ACC/AHA/HRS. 2008. Guidelines for Device Based Therapy of Cardiac Rhythm

Abnormalities. Circulation; 117:2820-2840.

 Boyle AJ, Jaffe AS. Acute Myocardial Infarction. In: Crawford MH ed. Current
Diagnosis & Treatment Cardiology 3rd ed. New York: McGraw-Hill;
2009:51-72.1.
 Boswick, John A. 1988. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta : EGC.
 Davey. 2012. At a Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.
 Myocardial Infarction.http://www.emedicine.medscape.com/article/155919.htm.
 Verdy. 2012. Inferior Myocardial Infarction dengan Complete Heart Block. CDK
189/vol 39 no 1.

Anda mungkin juga menyukai