Anda di halaman 1dari 2

Pemilu Serentak dan Ketidak Efektifan Politik Bernegara

Indonesia telah melewati berbagai sejarah yang Panjang dan penuh tetesan darah, kita telah
melwwati berbagai masa dan sistem politik dari feudal hingga demokrasi sekarang ini.
Perjalanan bangsa ini hingga mencapai demokrasi merupkan hasil perjuangan pemikiran yang
sangat melelahkan, telah beberapak kali kita mencoba menjadi negara yang demokratis dari awal
kemerdekaan yang berdarah hingga orde baru yang terbungkam.
Sebagai negara yang menganut sistem presidensial maka kekuasaan eksekutif berada
dangan presiden dan di imbangi dengan kekuasaan legislatif. Oleh karenanya pemilu yang jujur
dan adil akan sangat mempengaruhi pengawasan kekuasaan dan demokrasi di Indonesia. Hal ini
hanya dapat terjadi jika memiliki sistem pemilu yang baik dan kredibel, baik regulasinya,
Lembaganya yang independent, penyeleingaraan, pengawasan, penyelesaian sengketa.
Sepanjang reformasi ini sejak tahun 1999 hingga 2014, penyelengaraan pemilu antara
legislatif dan eksekutif (pilpres) dilakukan secara terpisah. hingga pemilu 2019 kemarin terjadi
perubahan dimana pemilu presiden dan legislatif di selengarakan secara serentak, dan
rencanananya pemilu 2024 nanti dalam RUU pemilu yang baru akan tetap dilakukan secara
serentak.
Tujuan dari keserentakan ini dikatakan agar bertujuan untuk mempermudah pemilih dan
memciptakan kestabilan politik melalui efek ‘ekor jas’. Namun berkaca dari pemilu 2019
keserentakan ini justru menjadi masalah yang cukup rumit mulai dari penyelengaraan hingga
pengelolaan negara oleh penguasanya. Dari sisi penyelenggaraan pemilu serentak diharapkan
mempermudah pemilih, namun kenyataannya justru membuat pemilih pusing karena banyaknya
kertas suara yang harus di coblos, dan tidak menenuntuk kemungkinan akhirnya mereka
mencoblos secara asal atau mencoblos sesuai partai calon presieden pilihanya. Hal tersebut dapat
terlihat dari banyaknya pemilih yang sebenarnya tidak tau siapa yang mereka pilih untuk
memenuhi bangku legislatif.
Masalah lain adalah dari ambang batas presiden dan ambang batas parlemen yang cukup
tinggi dalam uu pemilu 2017 yaitu 4 persen dan rencananya dalam RUU untuk pemilu 2024 akan
dinakan menjadi 7 persen, serta ambang batas presiden yang di anka 20 persen. Hal ini akan
membuat kompetisi politik akan mengerucut dan hanya akan mengahasilkan kolalisis yang besar
untuk mencapai ambang batas tersebut. Hal ini akan membuat adanya bagi-bagi kekuasaan poltik
yang lebih besar dan dapat saja akan menurunkan kinerja dari pemerintahan itu sendiri, bahkan
lucunya dalam pemilu 2019 prabowo yang seharusnya menjadi oposisi malah ikut masuk dalam
pemerintahan. hal ini akan menurangi tekanan politik untuk pemerintah dan menghasilkan
kebijakan yang satu arah, hal ini seakan mengatakan bahwa partai politik di Indonesia tidak
memiliki platform bernegaranya sendiri, seperti kita ambil contoh partai republican dan democrat
di US, cara mereka bekerja akan berbeda satu sama lain karena platform bernegaranya berbeda.
Selain itu banyaknya koalisis yang harus diberi ‘jatah’ membuat presiden akan terus dituntut
oleh koalisisnya hal ini tentu menyulitkan pengambilan kebijakan dalam pemerintah.
Dalam mengelola sebuah negara pemimpin haruslah mengerti dan mampu mengambil
keputusan dalam negri dan luar negri. Kalau pemimpin tidak mampu mengontrol pembagian
jabatan, maka pengelolaan negara akan kacau balau, pemimpin ini bahkan berpotensi besar dapat
‘dikendalikan’ oleh koalisisnya yang hasilnya terjadi bagi-bagi kontrol dari jabatan dan
kebijakan. hal ini akan diperparah jika calon presiden hanya dilihat berdasarkan popularitasnya,
yang mana populeritas belum tentu kredibel dalam pengelolaan negara, karena mengelola negara
artinya membuat negara kapable dalam menangani kesempatan dan resiko dari dalam maupun
luar negri.
Oleh karenannya sebaiknya pemilu serentak dan peningkatan ambang batas tidak
dilakukan untuk mencegah kekuasaan pemenang yang sangat besar dari legislatif dan eksekutif
dari koalisi yang bengkak, lalu mencegah buruknya tata Kelola negara akibat banyaknya jatah
poltik yang harus diberikan, serta mempermudah pemilih agar focus pada siapa yang akan
dipilihnya pada masing-masing pemilu legislatif dan presiden.

Anda mungkin juga menyukai