Anda di halaman 1dari 3

Calon Wakil Presiden yang Berhasil Melangkahi

Konstitusi Indonesia

Pemilu di Indonesia sudah terlaksana dari 1955 yang merupakan pemilu pertama
Indonesia yang sering dikatakan sebagai pemilu yang paling demokratis di Indonesia dimana
keamanan nasional sedang tidak kondusif. Sedangkann, pemilu 2004 merupakan pemilu
pertama yang calon presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat Indoesia.
Pemilu di Indonesia dilaksanakan setiap 5 tahun sekali sesuai konstitusi yang jatuh pada
tahun 2024 ini dimana pemilu kali ini sangat kontroversial dengan konstitusi yang ada
sehingga membuat kericuhan serta judgement dari akademisi hingga rakyat Indonesia
sekalipun.
Konstitusi (disebut pula undang undang dasar) adalah norma sistem politik dan
hukum bentukan pada pemerintahan negara, yang biasanya dikodifikasi sebagai dokumen
tertulis. Hukum ini tidak mengatur hal-hal yang rinci, melainkan hanya menjabarkan prinsip-
prinsip yang menjadi dasar politik suatu negara. Dalam kasus konstitusi negara, konstitusi
memuat aturan dan prinsip-prinsip entitas politik dan hukum. Istilah ini merujuk secara
khusus untuk menetapkan konstitusi nasional sebagai prinsip-prinsip dasar politik, prinsip-
prinsip dasar hukum termasuk dalam bentukan struktur, prosedur, wewenang dan kewajiban
pemerintahan negara pada umumnya.
Indonesia memiliki lembaga negara bernama Makamah Konstitusi yang merupakan
sebuah lembaga yang bergerak di bidang yudikatif. MK berkedudukan sebagai lembaga yang
menjalankan kekuasaan kehakiman yang mandiri untuk menegakkan hukum dan keadilan
untuk negara Indonesia. MK bertugas memberikan putusan berdasarkan pendapat DPR
mengenai dugaan pelanggaran yang dilakukan presiden dan/atau wakil presiden berlandaskan
UUD yang sebagaimana disebutkan pada Pasal 7A UUD 1945, yaitu melakukan pelanggaran
korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, perbuatan tercela, atau tidak lagi mengadakan
rapat.
Indonesia juga memiliki KPU (Komisi Pemilihan Umum) yang berperan sebagai
Lembaga penyelenggara Pemilu di Indonesia. KPU didirikan oleh pemerintah pusat tetapi
beroperasi secara mandiri. KPU juga merupakan Lembaga independen yang bertanggung
jawab atas penyelenggaraan pemilihan umum di Indonesia agar pemilihan umum terlaksana
dengan adil dan jujur. Tetapi justru KPU malah berfungsi tidak sebagaimana mestinya pada
Pemilu tahun 2024 ini.
Gibran Rakabuming Raka, seorang pengusaha muda dan putra sulung dari Presiden
Joko Widodo, telah menciptakan gebrakan politik yang mengejutkan dengan menjadi wakil
presiden bagi Prabowo Subianto. Keputusan ini menimbulkan beragam reaksi dari berbagai
kalangan masyarakat. Dalam esai ini, akan dibahas implikasi dan analisis mendalam terkait
Gibran yang lolos menjadi wakil presiden Prabowo.
Pertama-tama, penting untuk memahami latar belakang politik di Indonesia. Sejak
reformasi pada tahun 1998, politik Indonesia telah menjadi panggung yang dinamis dan
sering kali penuh dengan intrik. Sistem multipartai yang beragam menciptakan situasi di
mana aliansi politik bisa berubah dengan cepat dan tak terduga. Dalam konteks ini, keputusan
Gibran untuk bergabung dengan Prabowo menunjukkan adanya pergeseran politik yang
menarik.
Sebagai seorang pengusaha muda sukses, Gibran memiliki popularitas yang cukup
besar di kalangan masyarakat. Namun, keputusannya untuk bergabung dengan Prabowo
menimbulkan pertanyaan tentang motivasinya. Apakah ini semata-mata karena keinginan
untuk memperluas pengaruh politiknya, atau apakah ada alasan-alasan lain di balik
keputusannya, atau atas dasar keinginan ayahnya untuk melanjutkan kekuasaanya (politik
dinasti)? Ini menjadi salah satu titik sentral dalam analisis tentang fenomena ini.
Selanjutnya, kita perlu mengeksplorasi dampak dari keputusan Gibran ini terhadap
dinamika politik Indonesia secara keseluruhan. Aliansi antara Gibran dan Prabowo bisa
menjadi simbol dari perubahan dalam politik Indonesia, di mana kepentingan politik individu
mungkin menjadi lebih dominan daripada ideologi partai. Ini juga bisa memicu perdebatan
tentang etika politik dan hubungan antara kepentingan bisnis dan kepentingan publik.
Keputusan MK terkait naiknya nama Gibran Rakabuming Raka sebagai Cawapres
dari Prabowo Subianto sudah membuat seluruh politikus dan masyarakat yang tidak memiliki
kepentingan terhadap paslon ini terkejut akan keputusan MK ini. Berdasarkan pasal 169 UU
Pemilu No.7 Tahun 2017 telah diatur sebagaimana syarat untuk menjadi calon presiden dan
wakil presiden yang salah satunya adalah tentang batas usia calon presiden dan calon wakil
presiden, dimana Gibran Rakabuming Raka masih berusi 36 tahun. Disini jelas keputusan
MK tersebut sudah tidak sesuai dengan konstitusi. Nama Anwar Usman dituding sebagai
ketua MK saat ini atas keberhasilan pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon
wakil presiden.
Lalu Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia juga terkait atas naiknya nama
Gibran tersebut sebagai calon wakil presiden. Nama Hasyim Asyari sebagai ketua KPU RI
juga dituding telah melanggar kode etik karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming
Raka sebagai Calon Wakil Presiden untuk Pemilu 2024. Hasyim Asyari akhirnya
mendapatkan buah dari perbuatannya tersebut, yaitu dikenakan sanksi berupa peringatan
keras terakhir, sedangkan enam orang komisioner lainnya dikenakan sanksi peringatan keras.
Putusan DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu) ini telah memperkuat putusan
MK bahwa pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden RI cacat
secara etika. Putusan DKPP sekaligus menunjukkan bahwa KPU RI selaku penyelenggara
Pemilu berkontribusi besar atas Nepotisme dan politik dinasti yang dillakukan oleh Presiden
Joko Widodo.
Namun, ada juga sudut pandang yang menyatakan bahwa keputusan Gibran ini adalah
bagian dari dinamika demokrasi yang sehat. Setiap individu memiliki hak untuk mengejar
aspirasi politik mereka, dan kehadiran Gibran di panggung politik bisa menjadi sinyal bahwa
politik tidak lagi menjadi monopoli dari elite politik yang sudah mapan. Ini bisa menjadi
dorongan bagi generasi muda lainnya untuk terlibat dalam politik dan membawa perubahan
yang positif.
Selain itu, kehadiran Gibran di dalam kabinet Prabowo juga bisa membawa dampak
langsung dalam pembuatan kebijakan. Sebagai wakil presiden, Gibran akan memiliki akses
dan pengaruh yang besar dalam proses pengambilan keputusan di tingkat pemerintahan. Hal
ini mengundang pertanyaan tentang kemampuannya untuk memimpin dengan efektif dan
memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan negara.
Tidak dapat dipungkiri bahwa keputusan Gibran ini juga akan mempengaruhi
hubungan antara Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto. Meskipun secara pribadi
mereka mungkin memiliki hubungan yang baik, keputusan politik Gibran bisa menciptakan
ketegangan di antara kedua pemimpin ini dan memengaruhi kerja sama di tingkat
pemerintahan.
Selain itu, kehadiran Gibran di politik juga menciptakan pertanyaan tentang
kredibilitas dan independensinya. Sebagai putra presiden, apakah Gibran benar-benar dapat
memutuskan kebijakan secara independen tanpa pengaruh dari ayahnya? Ini adalah tantangan
besar yang harus dihadapi Gibran dalam menjalankan tugasnya sebagai wakil presiden.
Dalam konteks yang lebih luas, keputusan Gibran juga bisa menjadi cerminan dari
dinamika politik global. Di berbagai belahan dunia, kita sering melihat tokoh-tokoh politik
yang berasal dari latar belakang yang berbeda-beda, termasuk dunia bisnis, hiburan, dan
olahraga. Ini menunjukkan bahwa batasan antara dunia politik dan dunia lainnya semakin
kabur, dan bahwa kemampuan untuk membangun hubungan dan mempengaruhi masyarakat
menjadi kunci dalam dunia politik modern.
Dalam menghadapi tantangan dan peluang yang muncul dengan kehadiran Gibran di
politik, penting bagi masyarakat Indonesia untuk tetap kritis dan waspada. Sementara
kehadiran Gibran bisa menjadi dorongan bagi partisipasi politik generasi muda, kita juga
harus tetap mempertimbangkan implikasi jangka panjang dari keputusan politik seperti ini.
Dengan demikian, keputusan Gibran untuk menjadi wakil presiden bagi Prabowo
Subianto menciptakan beragam pertanyaan dan analisis yang mendalam tentang dinamika
politik Indonesia. Ini menggambarkan kompleksitas politik di era modern di mana individu,
ideologi, dan kepentingan bisnis saling bersilangan. Dalam menghadapi tantangan ini,
penting bagi masyarakat untuk tetap terlibat dan kritis terhadap proses politik, demi
menciptakan masa depan yang lebih baik bagi bangsa dan negara.

Anda mungkin juga menyukai