Anda di halaman 1dari 5

Polemik Penundaan Pemilu 2024

A. Pendahuluan

Lahirnya reformasi menjadikan Pemilu sebagai salah satu instrument yang mendorong
proses demokratisasi di Indonesia. Setelah menggantikan Soeharto, Presiden B.J Habibie
memberlakukan adanya Undang-Undang Partai Politik dan Undang-Undang Pemilu pada
tanggal 1 Februari 1999. Dengan diberlakukannya kedua undang-undang tersebut telah
menjadikan landasan dalam pelaksanaan Pemilu yang bersifat bebas dan demokratis di
Indonesia. Sebagai salah satu elemen penting dari sebuah negara demokrasi, Pemilu yang
dilaksanakan di Indonesia secara bebas, jujur, dan kompetitif dan hal tersebut akan tercapai
apabila terdapat kebebasan berpendapat, berkumpul, dan pers, serta apabila kandidat dan partai
oposisi dapat melakukan kritik terhadap penguasa tanpa adanya tekanan dari pihak manapun.

Indonesia sebagai negara demokrasi dan menganut sistem presidensil selalu


melaksanakan Pemilu yang berkala dalam 5 tahun sekali. Namun, dengan adanya wacana yang
sering menjadi perbincangan akhir-akhir ini terkait penundaan pemilu, hal ini akan menjadi
suatu permasalahan yang serius untuk ditanggapi, karena ini merupakan isu yang menjadi salah
satu indikator adanya pelecehan terhadap konstitusi sebagai dasar negara. Gagasan terkait
penundaan Pemilu dianggap sebagai bentuk ekspresi dari kelompok yang memiliki
kepentingan dan kekuasan untuk memuaskan serta menikmati kepuasan politiknya. Beberapa
alasan seperti adanya pandemi wabah Covid-19; kondisi perekonomian yang belum stabil; dan
situasi konflik global yang tengah terjadi, di antaranya perang antara Rusia dengan Ukraina,
dijadikan sebagai argument dalam penundaan Pemilu 2024, namun tidak sepatutnya hal
tersebut menjadi alasan yang dapat merasionalisasikan untuk mengesahkan adanya gagasan
dalam penundaan Pemilu 2024 sebagai bentuk keputusan politik.

Selain menjadi salah satu indikator adanya pelecehan terhadap konstitusi, penundana
Pemilu ini juga mencederai hak konstitusional yang dimiliki oleh warga negara asasi manusia,
yang mana hal ini telah diatur dalam konstitusi yaitu UUD 1945 yang berbunyi “Setiap warga
negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak
melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan”, dengan adanya wacana terkait penundaan pemilu
ini tentunya hak bagi setiap warga negara baik hak dipilih ataupun memilih ini hilang dan
secara tidak langsung Negara telah melanggar hak asasi manusia karena tidak menjamin kedua
hak yang dimiliki oleh warga negara tersebut.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan tersebut menjadikan beberapa


rumusan masalah dalam paper ini diantaranya yaitu bagaimana dampak penundaan Pemilu
2024 terhadap demokrasi di Indonesia? Dan apa solusi yang dapat dilakukan terkait adanya
wacana penundaan Pemilu 2024 di Indonesia?

B. Pembahasan

Indonesia sebagai negara demokrasi merupakan sebuah pernyataan ideologis dan


faktual yang tidak dapat lagi ditolak. Keniscayaan sebagai sebuah negara demokrasi terlihat
dari diberlakukannya pemelihan umum dalam kurun waktu setiap 5 (lima) tahun sekali, mulai
dari tingkat kabupaten dan kota sampai tingkat pusat. Pemilu tersebut dapat berupa pileg
(pemilihan legislatif), pilgub (pemilihan gubernur), pilpres (pemilihan presiden) dan
sebagainya. Selain itu, keberadaan lembaga Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR), dan lembaga Kepresidenan yang dilengkapi dengan
beberapa kementerian semakin mempertegas bahwa kenyataan Indonesia sebagai negara
demokrasi. Meskipun hal tersebut masih dalam standar minimal atau prosedural dari negara
demokrasi.

Demokrasi kekinian adalah demokrasi yang mampu meningkatkan partisipasi politik


masyarakat, sehingga mampu menjadi jawaban terhadap setiap masalah-masalah kebangsaan
hari ini. Seperti halnya pemilihan umum baik pemilihan kepala daerah ataupun pemilihan
Presiden, seharusnya menjadi momen penting untuk untuk menjalankan setiap sendi-sendi
demokrasi, karena demokrasi bagi bangsa Indonesia merupakan tatanan kenegaraan yang
paling sesuai dengan martabat manusia yang menghormati dan menjamin pemenuhan Hak
Asasi Manusia (HAM).

Secara fundamental, adanya wacana penundaan Pemilu 2024 inkonstitusional


merupakan pelecehan terhadap konstitusi (contempt of the constitution), dan merampas hak
rakyat. Karena dalam Pasal 7 dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 telah ditegaskan mengenai
pembatasan kekuasaan eksekutif dan legislatif selama 5 (lima) tahun dan mengamanatkan
bahwa Pemilu diselenggarakan dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sekali. Gagasan penundaan
Pemilu 2024 juga mencerminkan inkonsistensi partai atas keputusan politik yang sudah dibuat,
mencerminkankan pragmatisme politik kepentingan partai, serta menunjukan rendahnya
komitmen partai politik untuk menjaga dan menegakan prinsip-prinsip demokrasi.
Adanya wacana terkait penundaan Pemilu 2024 tentunya menyebabkan berbagai
dampak terhadap demokrasi di Indonesia. Diantaranya yaitu (1) Penundaan Pemilu
menyebabkan munculnya ketidakpastian dalam politik, (2) Penundaan Pemilu di tahun 2024
berdampak pada demokrasi yang stagnant, (3) Penundaan Pemilu dapat membahayakan
system ketatanegaraan Indonesia, hal ini akan berdampak pada perpanjangan masa jabatan
presiden yang membuat bangsa Indonesia kembali pada tahun 1945 hingga 1960 dimana
lembaga eksekutif memegang penuh kekuasaan, (4) Penundaan Pemilu akan memunculkan
dilemma bagi lembaga yang berwenang dalam mengesahkan perpanjangan masa jabatan
presiden, hal ini terjadi karena semua Lembaga yang dipilih melalui pemilu, sudah berakhir
masa jabaatannya di tahun 2024, sehingga terjadilah kekosongan pada pemerintahan, (5)
Penundaan Pemilu dapat menimbulkan delegitimasi pemerintah, instabilitas hingga potensi
yang menimbulkan konflik di masyarakat.

Adanya isu penundaan Pemilu 2024 yang dianggap sebagai agenda jahat dan
berdampak massif dalam konteks hak asasi manusia sudah sepatutnya kita tolak, Adapun
beberapa pendapat dari berbagai organisasi di Indonesia diantaranya yaitu pendapat dari ketua
umum YLBHI yaitu Muhammad Isnur menyebutkan bahwa sudah sepatutnya masyarakat
Indonesia bersama-sama membunyikan tanda bahaya, hal ini perlu dilakukan karena
menimbulkan kekhawatiran melihat rekam jejak yang dibuat dari bebrapa kebijakan oleh
Pemerintahan Jokowi, diantaranya yaitu melihat rekam jejak pemerintah dalam merevisi
UU KPK, UU Minerba, pengesahan UU Cipta Kerja hingga UU IKN. Semua kebijakan
tersebut dibuat dengan cara yang benar-benar tertutup dan tidak partisipatif serta sangat
jauh dari kehendak rakya t.

Selain itu kebijakan yang dilakukan pemerintahan pada masa Jokowi dinilai lebih
dalam memfasilitasi keinginan kelompok oligarki dan untuk sekelompok kekuatan
tertentu. Karena itu menegaskan bahwa cara kerja pemerintahan Jokowi kerap berulang
kali mengkhianati dan menindas rakyat. Dalam pemerintahan pada masa Jokowi juga
terjadi pelimpahan kekuasaan yang sentralistik.

Selain pendapat yang dituturkan oleh ketua umum YLBHI yaitu Muhammad Isnur,
terdapat pula pendapat dari Perludem yaitu Kahfi Adlan yang menyebutkan bahwa Pemilu
yang selalu menjadi siklus dalam lima tahunan dan telah diamanatkan oleh konstitusi sehingga
pemerintah seharusnya sudah mengantisipasi kebutuhan anggarannya. Salah satu alasan yang
dijadikan dalam penundaan Pemilu 2024 ini adalah untuk menjaga stabilitas ekonomi, karena
terkait pengajuan anggaran pada Pemilu 2024 yang disampaikan oleh KPU terlalu besar.
Padahal hal tersebut dapat didiskusikan para pihak supaya menghemat anggaran serta
menentukan solusi dari setiap penyederhanaan yang dilakukan.

Adapun pendapat dari AJI Indonesia yang diwakili oleh Sasmito bahwa dengan adanya
isu terkait penundaan Pemilu 2024 ini menjadi kegagalan rezim Jokowi. Hal ini didasari oleh
beberapa fakta diantaranya yaitu yang pertama membatasi ruang lingkup pers di Indonesia,
dimana dalam hal ini jurnalis di Indonesia di kriminalisasi, mereka tidak dapat mengkritik
pemerintah yang mana hal tersebut sudah sewajarnya dalam negara demokrasi. Kedua
dibatasasinya kebebasan berserikat, dimana dalam hal ini seluruh organisasi profesi harus
beradah tunggal. Dan ketiga hilangnya fungsi control sosial yang dimiliki oleh pers karena
kebebasan pers yang dikekang. Dalam hal ini Sasmito menyarankan supaya terjadi dialog yang
baik dalam partai politik sehingga membuka ruang diskusi bersama.

Dan pendapat selanjutnya yaitu dari akademisi yang diwakili oleh Bivitri Susanti yang
mana agenda pnundaan Pemilu ini menjadi sebuah penghianatan konstitusi untuk
melanggengkan kekuasaan oligarki, hal ini dibuktikan dari actor yang terdapat dalam
pemerintaha yang menyuarakan bahwa terdapat 110 juta masyarakat Indonesia yang
menyetujui terkait penundaan Pemilu pada tahun 2024. Dengan adanya suara 110 juta
masyarakat tersebut tidak sepatutnya direalisasikan mengingat bahwa konstitusi sebagai dasar
negara sekaligus menjadi pembatas kekuasaan dan apabila pemerintah tetap bersikeras untuk
menunda Pemilu 2024 maka kemungkinan besar terjadi amandemen dalam konstitusi yang
mana hal ini telah menjadi indikator dalam penghianatan terhadap konstitusi, mengapa
demikian? Mengingat bahwa para pejabat sebelum menjalankan pemerintahan tentunya
mereka telah bersumpah dibawah dasar konstitusi. Jadi suara dari 110 juta masyarakat
Indonesia yang dianggap menolak Pemilu 2024 tidak dapat dijalankan karena hal tersebut tidak
sesuai dengan konstitusi negara.

Adapun solusi yang dapat dilakukan setelah melihat beberapa pendapat yang telah
dipaparkan yaitu dengan melawan, karena apabila wacana terkait Pemilu ini dibiarkan begitu
saja akan semakin berbahaya. Melawan dalam hal ini dapat melalui narasi, berdemo atau turun
kejalan serta mengawal demokrasi supaya tetap dalam koridor yang seharusnya. Melalui
YLBHI dapat melakukan Langkah-langkah litigasi terkait upaya pelanggaran terhadap
konstitusi. Organisasi jurnalis yang dapat membongkar praktik pada pemerintah yang
melakukan pelanggaran terhadap konstitusi dan melibatkan bisnis.
C. Penutup

Pemilu yang menjadi aspek terpenting dalam negara demokrasi dan telah tercantum
dalam konstitusi merupakan suatu hal yang seharusnya tetap dijalankan. Isu terkait dengan
penundaan Pemilu 2024 tidak memiliki alasan yang menjadi tolak ukur untuk membenarkan
hal tersebut. Oleh karena itu sebagai warga negara sudah seharusnya tetap mengawal adanya
Pemilu 2024 untuk tetap berjalan sebagaimana mestinya.

DAFTAR PUSTAKA

Paat, Yustinus, “DPD Beberkan 5 Dampak Penundaan Pemilu 2024”,


https://www.beritasatu.com/politik/898667/dpd-beberkan-5-dampak-penundaan-
pemilu-2024 (diakses pada 26 Maret 2022).
Sadono, Bambang “Habibie dan Lahirnya UU yang Demokratis”,
https://mediaindonesia.com/opini/260750/habibie-dan-lahirnya-uu-yang-demokratis
(diakses 26 Maret 2022).
Yuliani, Andi “Hak Konstitusional Warga Negara”,
http://jdih.sukabumikab.go.id/v1/artikel/detail/5/hak-konstitusional-warga-negara/
(diakses 26 Maret 2022).
Sumber Youtube: Penundaan Pemilu dan Perpanjangan Masa Jabatan Presiden adalah Khianat
terhadap UUD 1945, https://youtu.be/b7z0NSvLlw8.

Anda mungkin juga menyukai