Anda di halaman 1dari 3

EKSISTENSI MK SEBAGAI BENTENG TERAKHIR PENEGAK

PANCASILA

JANUARIUS KAROLUS SEBO TENA


2310030037
MANAJEMEN 1A
Baru baru ini Mahkama konstitusi mengeluarkan putusan nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dalam putusan tersebut MK memutuskan bahwa kepala daerah dibawah usiah 40 tahun dapat
mengajukan diri sebagai calon presiden atau calon wakil presiden asalkan pernah atau sedang
menjabat sebagai kepala daerah. Putusan MK ini dinilai sangat kontroversial dan mendapat
banyak sorotan dari pihak,baik itu para politisi,pakar negara hingga masyarakat biasa ikut
mengkritik putusan MK tersebut. Hal ini dinilai sebagai sebagai upaya untuk melenggangkan
jalan Gibran Rakabuming Raka putra sulung Joko Widodo dan wali kota Solo untuk maju dalam
kontestasi pemilu tahun depan. Ketua MK Anwar Usman juga tak lepas dari sorotan dan kritikan
public. Ia dinilai sebagai dalang dari putusan ini,ditambah lagi ia merupakan paman dari seorang
Gibran yang dikaitkan sebagai orang yang dipermudah jalannya untuk ikut dalam pilpres tahun
depan. Dari hal ini masyarakat menarik banyak sekali kesimpulan dan benang merah yang
berpusat pada upaya pelaksanaan apa yang disebut sebagai ‘Politik Dinasti’. Lantas apakah
putusan mk dan indikasi adanya politik dinasti Jokowi di atas dapat dinilai sebagai sebuah upaya
untuk menggerogoti nilai nilai Pancasila terutama nilai keadilam social bagi seluruh rakyat
Indonesia yang sudah ditanamkan sejak dulu oleh para pejuang dan pendiri bangsa ini. Dan
apakah ini merupakan sebuah tanda bahwa nilai dan kekuatan Pancasila mulai ditelanjangi oleh
para politisi bangsa ini?. Hal ini yang akan coba saya bahas dengan argumentasi dan penilaian
saya dari sudut pandang saya sebagai seorang mahasiswa dan generasi penerus bangsa ini
Pertama tama saya mau mengatakan bahwa hal yang dilakukan oleh oknum oknum
pembuat proyek dinasti ini adalah hal yang sangat kasar dan menghina Pancasila, bagaimana bisa
di sebuah negara bersistem demokrasi muncul sebuah ide untuk menetapkan system politik
dinasti. Hal ini mengindikasikan bahwa system pemerintahan di negara ini dan orang orang di
dalamnnya belum benar benar mengerti dan memahami Pancasila terutama sila kelima tentang
keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia. Pancasila yang sebenarnya dibuat sebagai patokan
atas semua aturan aturan dan menjadi acuan dalam penggambilan keputusan seolah ditelanjangi
oleh para politisi negeri ini. Sebagai seorang warga negara yang masih berpikir waras ,saya
merasakan adanya sebuah kejanggalan dalam pengambilan keputusan mk ini, dan saya bisa
menjamin bahwa kita semua yang masih berpikir waras dan masih mencintai negeri ini serta
mempunyai harapan dan keinginan untuk kemajuan negeri ini pasti bertanya Tanya dan ikut
mrasakan kejanggalan. Bagaimana bisa lembaga sebesar Mahkama Konstitusi yang menjadi
benteng terakhir penegak Pancasila di negeri ini dengan begitu lugu tanpa dosanya mengeluarkan
putusan yang secara langsung menyetujui atau ikut dalam mega proyek dinasti ini. Masalah
mahkama konstitusi ini tidak berhenti sampai di situ saja kemarin, selasa 7 November Majelis
Kehormatan Mahkama konstitusi (MKMK) melakukan sidang dengan dengan putusan
mencopot Anwar Usman dari jabatannya sebagai ketua MK. Lalu bagaimana denganputusan mk
tentang batas usia cawapres?, yah hal tersebut tak dapat diganggu digugat, Gibran tetap maju
medampingi Prabowo Subianto sebagai cawapres dari koalisi Indonesia maju. Namun yang
menjadi permasalah dan mengganggu analisis saya adalah putusan MKMK. Bagaimana bisa
seorang yang sudah secara terang terangan melanggar kode etik dan mendukung pihak yang
salah masih dipertahankan menjadi seorang hakim. Saya merasa bahwa orang orang seperti itu
sudah seharusnya dipecat dan dicabut statusnya sebagai seorang hakim agung. Dari sini saya
melihat adanya indikasi adanya sebuah pergerakan bawah tanah yang dilakukan oleh bapak
presiden kita. Hal ini mungkin saja dapat terjadi mengingat beliau masih memiliki kewenanggan
penuh dan memegang kekuasaan atas segala keputusan yang ada di negara ini.
Hal selanjutnya yang saya akan bahas adalah bagaimana peran jokowi sebagai presiden
serta dalang dalam upaya politik dinasti yang sedang ia bangun. Bukan hanya mk dan Gibran
yang menjadi sorotan utama masyarakat terkait isu hangat ini. Presiden kita joko Widodo
menjadi sosok yang paling ditunggu tunggu langkahnya. Semua orang tahu kinerja jokowi 9
tahun terakhir dalam membangun Indonesia. Jokowi menjadi presiden yang dinilai mampu
membawa Indonesia ke negara yang lebih baik ketimbng pendahulu sebelumnya. Jujur sebagai
seorng yang pro jokowi saya cukup terkejut dengan berita yang bersedar sekarang tentang politik
dinasti yang sedang hangat dibicarakan public. Saya cukup heran bagaimana seseorang yang
bekerja dengan jiwa dan hatinya untuk republic ini yang dengan sabar meranggkak dari solo ke
istana negara yang dengan perlahan namun pasti membangun kepercayaan public tentang dirinya
harus melakukan kesalahan yang mementingkan kelompoknya sendiri, mungkin saja jokowi
ingin melanjutkan program kerja dan ambiinya yang belum selesai dalam 2 periode
kekuasaannya sehingga sang putra Gibran rakabuming raka menjadi opsi yang paling tepat untuk
memuluskan ambisinya. Namun saya merasakan ada pengambilan langkah yang salah yang
dilaukan oleh seorang jokowi, saya melihat bahwa jokowi terlalu buru buru mengusug dan
menunjuk Gibran maju dalam kotestasi pemilu tahun ini ditemani oleh prabowo yang adalah
musuhnya dalam 2 kali kontestasi pemilu terakhir.
Kembali ke pokok utama pembahasan kita yakni tentang eksistensi mk sebagai penegak
konstitusi dan Pancasila di negara demokrasi kita ini. Seperti yang sudah saya katakana
sebelumya, putusan ini tentunya menguntungkan salah satu pasangan calon yakni prabowo
subianto dan Gibran rakabuming raka. Melihat adanya hubungan kekeluargaan yang terjadi
antara Gibran dan anwar usman rasa rasanya sulit untuk tidak mengambil keputusan bahwa ini
benar benar membentangkan karpet merah bagi Gibran dalam kontestasi pilpres tahun depan.
Saya merasa bahwa putusan mk tentang batasan usia capres dan cawapres ini akan merusak
tatanan demokrasi yang ada di negara Indonesia ini. Eksistensi MK sebagai lembaga dan benteng
terakhir penegak konstitusi dan Pancasila di negeri ini patut dipertanyakan. Hal ini saya rasa
dapat mempengaruhi tingkat kepercayaan public terhadap mk.
Sebagai seorang mahasiswa dan generasi milenial penerus bangsa ii saya merasakan
bahwa sistenm perundangan dan konstitunsi di negara ini sudah tidak beres. Putusan mk sudah
seharusnya dipertanyakan dan keberadaaan mk juga perlu utuk dipertanyakan. Namun saya
dengan yakin akan tetap menggunakan hak pilih saya pada 2024 nanti dengan baik.

Anda mungkin juga menyukai