Perjanjian pinjaman tersebut memiliki tenor 4 tahun dengan suku bunga 4,8%.
Sedangkan denda yang disepakati adalah 1/1.000 per hari dari nilai pinjaman.
Kala perjanjian disepakati, Lapindo akan mencicil empat kali sehingga tidak perlu
membayar denda. Atau Lunas pada 2019 lalu.
Berturut-turut tahun 2008 sebesar Rp 1,1 triliun, tahun 2009 sebesar Rp 1,12 triliun,
tahun 2010 senilai Rp 1,21 triliun, tahun 2011 sejumlah Rp 1,28 triliun.
Selanjutnya tahun 2012 senilai Rp 1,53 triliun, tahun 2013 sebesar Rp 2,05 triliun,
tahun 2014 sejumlah Rp Rp 735 miliar, tahun 2015 sebesar Rp 843 miliar, dan tahun
2016 senilai Rp 458 miliar.
"Terakhir tahun 2017 sebesar Rp 448 miliar," imbuh Jarot.
Namun, jumlah tersebut masih belum dapat menuntaskan penanganan ganti rugi.
Hal ini karena masih ada warga dan pengusaha yang belum mendapatkan ganti rugi.
Menurut Jarot, Pemerintah masih membutuhkan dana senilai Rp 1,5 triliun lagi untuk
benar-benar dapat menyelesaikan bencana Lumpur Lapindo.
Jarot menerangkan, kebutuhan anggaran tersebut adalah untuk penyelesaian
masalah sosial di dalam maupun di luar Peta Area Terdampak (PAT).
"Hingga saat ini di dalam PAT terdapat sebanyak 288 berkas milik warga
senilai Rp 54 miliar dan 30 berkas pengusaha senilai Rp 701 miliar," kata Jarot.
Sementara di luar PAT terdapat 753 bidang milik warga serta fasilitas umum,
fasilitas sosial, TKD dan wakaf senilai Rp 805,82 miliar.
Jadi rinciannya lengkapnya sebesar Rp 755 miliar untuk yang di dalam PAT dan
805,82 miliar untuk yang di luar PAT.