Anda di halaman 1dari 3

Apakah Bisa Menjalin Hubungan Emosional

dengan Karakter Fiksi?


Perasaan ini semu atau nyata, sih?

Siapa, sih, yang nggak pernah merasa kagum, sedih, kecewa, hingga senang terhadap seorang
karakter dari film ataupun buku?

Untuk seorang penikmat karya sastra ataupun sinema, menonton dan membaca itu merupakan
hal yang menyenangkan, terlebih lagi saat dipertemukan dengan karakter menarik yang
membuat kita merasakan hal-hal yang biasa kita rasakan pada manusia nyata. Hal ini
disebabkan karena adanya hubungan atau koneksi emosional yang terjalin dengan karakter
tersebut. Walaupun hanya karakter fiksi, koneksi tersebut menghasilkan emosi yang nyata.
Penasaran, kan, mengapa bisa timbul rasa demikian? Mari kita cari tahu!

Hubungan Emosional Ini Namanya Apa, Sih?

Saat membaca buku, sering kali kita terhanyut dalam cerita, bahkan tidak jarang juga kita
menempatkan diri sendiri sebagai beberapa karakter fiksi, sehingga kita dapat merasakan
secara jelas perjuangan dan emosi dari si karakter yang secara tidak sadar juga menguras
emosi kita. Terdengar melelahkan, namun untuk pecinta karya sastra, hal ini termasuk aspek
kesuksesan seorang penulis menyampaikan ceritanya. Dalam perfilman pun juga seperti itu,
semakin banyak yang menangis, marah, tertawa, malah semakin bagus dan menandakan
bahwa film tersebut sukses menarik emosi penonton.

Setelah diperhatikan, emosi merupakan faktor terbesar kesuksesan sebuah karya, mau itu dari
penciptanya maupun penikmatnya. Emosi tersebut dapat membuat seolah-olah karakter fiksi
tersebut menjadi nyata dan berhasil menyatu dengan sang penikmat. Pada akhirnya dari
emosi tersebut terbentuklah hubungan emosional. Beberapa mengatakan bahwa hubungan
dengan karakter fiksi adalah hubungan parasosial. Hubungan parasosial dirasakan sebagai
hubungan interpersonal antara dua pihak. Namun kebanyakan hal ini hanya dirasakan satu
sisi karena tidak ada timbal balik yang terjadi (Pulung S. Perbawani dan Almara J. Nuralin,
2021). Paparan tersebut membuktikan bahwa hubungan parasosial dapat dijalankan dengan
karakter fiksi, sebab tidak ada timbal balik dari karakter tersebut.

Masuk ke dunia psikologi, kondisi ini dapat disebut sebagai Fictophilia dimana terjadi
fenomena yang berbeda dari respon langsung manusia seperti, ajakan motorik, keterlibatan
yang terwujudkan, dan proses simulasi pra-reflektif dalam mengkonsumsi fiksi (Power, 2008;
Kuzmièová, 2012; Kukkonen and Caracciolo, 2014). Simpelnya, kondisi ini adalah dimana
penikmat merasakan keinginan, ketertarikan, bahkan jatuh cinta terhadap karakter fiksi yang
tidak dapat dimiliki.
Mengapa Bisa Terbentuk Hubungan Ini?

“Kenapa Percy Jackson keren sekali, ya?”, “Kenapa karakter ini sangat mirip denganku,
ya?”. Merupakan beberapa monolog yang awalnya sering dipertanyakan oleh pecinta
karakter fiksi sebelum sungguh-sungguh terlanjur cinta dengan karakter tersebut.

Untuk pecinta karakter fiksi, waktu yang dihabiskan dengan karakter fiksi juga pun sama
dengan menghabiskan waktu dengan manusia nyata. Seiring menghabiskan waktu bersama
karakter itu juga, perasaan yang tadinya hanya kagum dan relate dengan si karakter akan
perlahan-lahan berubah menjadi perasaan yang lebih, juga seakan-akan sangat mengetahui
dan mengenal karakter tersebut. Hal ini tentunya dikarenakan penikmat ‘melekat’ pada
sebuah karakter fiksi dalam waktu yang lama, sedangkan menurut Jennifer Barnes (2015)
pada video Youtube Tedx Talks yang berjudul Imaginary friends and real-world
consequences: parasocial relationships, otak kita tidak bisa membedakan hubungan dengan
manusia nyata dan hubungan dengan karakter fiksi. Maka dari itu, otak kita dapat memiliki
ide-ide alam bawah sadar dan mengatakan bahwa karakter fiksi itu nyata.

Jika diaplikasikan ke dalam hubungan parasosial, tentu saja akan tersugesti bahwa hubungan
itu hanya satu arah, lantas semakin sering kita melihat atau membaca tentang karakter itu,
secara tidak langsung kita akan beranggapan bahwa kita mengenal karakter tersebut.

Apa Efek dari Hubungan Ini?

Terkadang pasti juga timbul pertanyaan seperti, “kenapa menghabiskan banyak waktu dan
emosi untuk sesuatu yang pada faktanya tidak nyata?” dari seseorang yang tidak
mengkonsumsi hal-hal yang berbau fiksi.

Secara logika pecinta karakter fiksi juga tahu bahwa hubungan tersebut hanya satu arah dan
berbentuk imajinasi. Namun, ada efek dari hubungan emosional atau parasosial dengan
karakter fiksi terhadap manusia menurut Jennifer Barnes (2015) yang harus kamu tahu, yaitu
hubungan parasosial dapat menghambat hilangnya kepercayaan diri dan penolakan sosial dari
diri kita.

Dengan menyukai karakter fiksi, hal-hal tersebut terhambat sedemikian rupa, dikarenakan
kita mendapatkan dukungan sosial dan emosi tidak hanya dari teman dan orang terdekat saja,
tetapi juga melalui karakter fiksi. Menurut Gardner dan Knowles (2018), paparan gambaran
dari karakter kesukaan kita dapat meningkatkan kinerja tugas-tugas kognitif. Hal ini disebut
juga fenomena teori fasilitas sosial dimana kehadiran orang lain atau karakter fiksi
mengembangkan performa sebuah individu. Maka dari itu, dengan adanya dukungan dari
karakter fiksi, banyak sekali hal-hal positif yang secara tidak sadar dapat berkembang dalam
diri kita. Nyatanya, beberapa benefit berhubungan dengan manusia asli nyatanya lumayan
sesuai hingga mirip dengan efek berhubungan dengan karakter fiksi.
Jadi bagaimana? Apakah masih penasaran kenapa kita dapat merasakan berbagai emosi dari
sebuah karakter fiksi? Atau apakah kamu malah jadi semakin menyukai karakter fiksi
kesayanganmu? Tentu saja dari hubungan ini pastinya ada hal baik yang dapat diambil. Maka
dari itu, yuk, kita sama-sama mengenali emosi yang timbul dari dalam diri kita saat
berhadapan dengan sebuah karakter fiksi.

DAFTAR PUSTAKA

Karhulati, Veli-Matti dan Valisalo, Tanja. 2021. Fictosexuality, Fictoromance, and


Fictophilia: A Qualitative Study of Love and Desire for Fictional Characters. Diakses pada
16 Desember, dari https://www.frontiersin.org/articles/10.3389/fpsyg.2020.575427/full.

Luciana, Anisa. 2017. "Nonton Film Sampai Terbawa Emosi Justru Bagus". Diakses pada 16
Desember, dari
https://cantik.tempo.co/amp/859179/nonton-film-sampai-terbawa-emosi-justru-bagus.

Perbawani, Pulung S. dan Nuralin, Almara J. 2021. "Hubungan Parasosial dan Perilaku
Loyalitas Fans dalam Fandom KPop di Indonesia" dalam Jurnal Lontar Volume 9 Nomor 1
(hal. 43). Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.

Barnes, Jennifer. Imaginary friends and real-world consequences: parasocial relationships.


Youtube. Diunggah oleh TedxTalks, 3 Maret 2015.
https://www.youtube.com/watch?v=22yoaiLYb7M&t=189s&ab_channel=TEDxTalks.

Anda mungkin juga menyukai