Anda di halaman 1dari 49

HAND SPLINTING

PADA CIDERA
SARAF

KELOMPOK 8 - DIV B
POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
Disusun Oleh :

Aziza Nur Faiza (P27228020176)


Fathaniah Adila M. (P27228020185)
Rafly Tegar Prasetya(P27228020210)
Safira Salsabila (P27228020214)
Uswatun Hasanah (P27228020220)
DAFTAR ISI

A. Materi
Pembelajaran 1
Definisi Sistem Saraf
Persarafan Pada Lengan dan Tangan
Mekanisme Cedera Saraf
Klasifikasi Cedera Saraf
Respon Saraf Terhadap Injury
Assessment Terkait Cedera Saraf

B. Materi
Pembelajaran 2

Plexus Brachialis :
1. Saraf Radialis
2. Saraf Medianus
3. Saraf Ulnaris

C. Materi
Pembelajaran 3

Evaluasi Pemeriksaan Cidera


Saraf dan Quiz
A. Materi Pembelajaran 1

Definisi Sistem Saraf

Sistem saraf merupakan sistem koordinasi berupa


hantaran impuls saraf menuju susunan saraf
pusat, pemrosesan impuls saraf dan pemberi
tanggapan rangsangan (Feriyawati, 2006).

Persarafan Pada Lengan & Tangan

Persarafan pada lengan dan tangan dimulai dari


trunk, saraf lengan dan tangan muncul dari
daerah serviks dan toraks sumsum tulang
belakang. Saraf ini bergabung membentuk
jaringan yang disebut pleksus brakhialis sebelum
memanjang ke lengan.

1. Saraf Aksila
2. Muskulokutaneus
3. Median
4. Radial
5. Ulnaris
Mekanisme Sistem Saraf

Cara sistem saraf bekerja benar-benar unik


dan kompleks. Ia bekerja melalui jaringan
kompleks neuron yang merupakan fungsi
dasar sel-sel dari sistem saraf. Neuron
melakukan sinyal atau impuls antara dua
komponen dari sistem saraf yaitu pusat dan
sistem saraf perifer. Ada tiga jenis neuron
yaitu neuron sensorik, neuron motorik, dan
inter neuron.

Mekanisme kerja sistem


saraf pusat ada dua ,yaitu
gerak sadar dan gerak tak
sadar (refleks).
Gerak Sadar

Rangsangan Reseptor Saraf Sensorik

Effektor Saraf Motorik Otak

Gerak sadar merupakan gerakan yang terjadi


karena disangaja atau disadari. Gerakan
tubuh pada gerak sadar dikoordinasikan
oleh otak. Ketika otak menerima rangsangan,
maka reseptor yaitu indra yang akan
menerima kemudian disampaikan ke otak
melalui neuron sensori. Kemudian
rangsangan tersebut diproses oleh otak. Lalu
otak akan memberikan respon berupa efektor
melalui neuron motorik. Hasilnya, efektor
berupa otot akan bergerak melaksanakan
perintah dari otak.

Contoh gerak sadar : menyapu, menulis,


mengambil makanan, dan berjalan.
Gerak Refleks

Rangsangan Reseptor Saraf Sensorik

Effektor Saraf Motorik Sum-Sum


Tulang Belakang

Gerak refleks atau gerakan tak sadar


merupakangerak yang tidak disengaja
atau disadari. Gerakan tubuh pada gerak
refleks di koodinasi oleh sumsum tulang
belakang. Perjalanan impuls pada gerak
refleks berlangsung sangat cepat,
melewati jalur pendek (karena
dikoordinasi oleh sum-sum tulang
belakang dan tidak melewati otak). Gerak
refleks biasanya terjadi saat kita tiba-tiba
terbentur, jatuh, menginjak duri, kelilipan,
atau gerakan saat menghindari
kecelakaan dan sebagainya.
Klasifikasi Cedera Saraf

Seddon ialah orang pertama yang mengklasifikasi cidera


saraf kedalam 3 kategori berdasarkan demielinasi dan tingkat
kerusakan akson dan jaringan ikat saraf 3 kategori tersebut
adalah :

1. Neuropraksia
Merupakan lesi saraf yang paling ringan, terjadi karena
demielinasi fokal dengan akson yang masih utuh sehingga
tidak terjadi degenerasi wallerian. Ini adalah jenis jejas yang
paling ringan, dengan tingkat kesembuhan sempurna. Pada
kasus ini struktur dari jaringan saraf tetap utuh, namun terjadi
gangguan dalam konduksi impuls ke serat-serat saraf. Hal ini
lebih sering terjadi pada kondisi kompresi atau adanya
hambatan pada asupan aliran darah (iskemik). Hilangnya
fungsi akan kembali normal dalam beberapa jam sampai
beberapa bulan (rata-rata adalah 6-8 minggu). Untuk alasan
yang tidak diketahui, serat motorik lebih rentan terhadap jenis
cedera ini daripada serat sensorik atau simpatik. Kerentanan
modalitas secara berurutan adalah: motorik, proprioseptif,
sentuhan, sensasi suhu, sensasi nyeri, dan fungsi simpatik.
Klasifikasi Cedera Saraf

2. Aksonotmesis
Terjadi akibat adanya trauma yang lebih berat atau kompresi
saraf, lesi yang mengenai selubung mielin dan akson. Ini
adalah jejas pada jaringan saraf dengan tingkat keparahan
lebih tinggi, ditemukannya kerusakan pada neuronal axon,
tapi selubung myelin tetap utuh. Kerusakan saraf seperti ini
dapat menyebabkan paralisis pada saraf motorik, sensorik
dan autonom. Jenis ini lebih sering ditemukan pada crush
injury. Jika gaya yang menyebabkan kerusakan pada saraf
tersebut diangkat pada waktu yang tepat, axon akan
melakukan regenerasi, yang akan berlanjut pada
penyembuhan. Secara elektris, saraf menunjukkan degenerasi
yang cepat dan komplit. Regenerasi dari motor end plate
akan terjadi selama tubulus endoneural tetap intak.

Axonotmesis mengalami kehilangan hubungan kontinuitas


dari axon dan selubung myelin yang melingkupinya, tapi
masih menyisakan jaringan ikat yang merupakan rangka dari
saraf (jaringan capsul, epineurium, dan perineurium masih
baik). Karena kontinuitas axon terputus, degenerasi Wallerian
terjadi.
Klasifikasi Cedera Saraf

3. Neurotmesis
Neurotmesis merupakan cedera saraf yang paling berat yang
akan mengenai meilin, akson dan lapisan penyangga.
Terjadinya kerusakan endoneural tube sehingga pada
regenerasi akson re-inervasi sensorik dan motorik tidak sesuai
dengan target aslinya. Tingkatan ini merupakan yang paling
parah dari cedera saraf yang melibatkan hilangnya
kontinuitas badan sel saraf. Saraf yang putus mungkin tetap
terpisah, atau mungkin bergabung dengan jaringan parut
yang terdiri dari fibroblast, sel Schwann, dan regenerasi
akson.
Sunderland telah memperluas klasifikasi ini untuk
membedakan tingkat kerusakan pada jaringan ikat.
Dalam skema klasifikasinya, grade I dan V berhubungan
dengan Neuroproxia dan Neurotmesis. Namun, pada
grade II-IV adalah segala bentuk Axonotmesis dengan
meningkatnya jumlah kerusakan jaringan ikat. Pada
grade II kerusakan akson diamati tanpa adanya
kerusakan pada jaringan ikat. Grade III melibatkan
kerusakan pada endoneurium dan grade IV meliputi
kerusakan perineurium. Kemudian sebuah lesi grade VI
diperkenalkan oleh McKennon dan Dellon untuk
menunjukan kombinasi cedera grade III-V di sepanjang
saraf yang rusak.
Menurut Sunderland (1951), cedera saraf secara
umum dapat diklasifikasikan menjadi lima derajat,
yaitu: (1) Cedera derajat pertama disebut juga
neurapaxia, (2) Cedera derajat kedua disebut juga
axonotmesis, (3) Cedera derajat tiga melibatkan
kerusakan myelin, akson, dan endoneurim. Semakin
besar kerusakan saraf, maka penyembuhan yang
terjadi akan semakin lama, (4) Cedera derajat empat
melibatkan kerusakan myelin, akson, endoneurium,
dan perineurium. Cedera ini bersifat permanen dan
penyembuhan secara spontan sangat jarang, dan (5)
Cedera derajat lima disebut juga neurotmesis, yaitu
saraf yang terpotong atau terputus.
Respon Saraf Terhadap Injury

Degenerasi Wallerian

Suatu proses yang terjadi akibat terpotong atau rusaknya serabut


saraf dimana bagian akson terpisah dari badan sel saraf sehingga
bagian distal dari cidera tersebut berdegenerasi. Degenerasi
Wallerian terjadi setelah cidera akson, baik pada sistem saraf tepi
ataupun sistem saraf pusat.
Hal ini terjadi pada bagian distal dari bagian akson yang
mengalami cidera dan biasanya terjadi 24-26 jam setalah
terjadinya lesi. Sebelum terjadi degenerasi, bagian distal dari akson
cenderung untuk tetap dapat mengalami eksitasi. Setelah terjadi
cidera, kerangka akson terdisintegrasi dan membran akson hancur.
Degenerasi akson diikuti oleh degradasi selubung myelin dan
infiltrasi makrofag. Makrofag-makrofag ini dosertai oleh sel
schwann berperan untuk membersihkan sisa-sisa dari degenerasi.
Regenerasi
Saraf Perifer

Regenerasi saraf perifer menunjukkan kemampuan saraf perifer


untuk memperbaiki dirinya termasuk membuat kembali koneksi yang
dapat berfungsi lagi secara fungsional. Regenerasi ini diikuti oleh
aktivitas dari makrofag, sel schwan, dan akson. Keberhasilan
regenerasi tergantung dari tingkat keparahan degenerative. Setelah
saraf mengalami cidera, hilangnya kontak dengan akson akan
merangsang sel schwan untuk berproliferasi dan mengubah
fenotipenya dari mielinasi menjadi nonmielinasi yang mendukung
pertumbuuhan.

Ekpresi messager Ribo Nucleic Acid (mRNA) dari protein yang


berhubungan dengan myelin seperti P0 dan glikoprotein yang
berhubungan dengan myelin berkurang. Neutropik (seperti faktor
pertumbuhan saraf, faktor neutropik yang berasal dari otak, dan faktor
nerotropik yang berasal dari glia), resptornya (p75, GFRA-1, GFRA-2)
dan molekul adhesi (molekul adhesi sel neural) meningkat sebagai
persiapan untuk proses regenerasi akson. Gen yang meningkat ini
disebut dengan regeneration-associated genes (RAGs).
s s e s m e n t
A
Wartenberg's Sign

Tinel Test
s s e s m e n t
A
Phalen's Test

Froment Test
s s e s m e n t
A
Jeane's Sign
B. Materi Pembelajaran 2
PLEXUS BRACHIALIS
Plexus brachialis C5-C8 dan T1. Ada perbedaan antara bagian yang
terletak di atas clavicula (pars supraclavicularis) dan bagian yang terletak
di bawawh clavicula (pars infraclavicularis). Rami anterior dari nervus
spinalis berjalan di antara celah yang terdapat di musculus scalenus
menuju trigonum cervicalis posterior, rami anterior akan membentuk tiga
truncus primer di atas clavicula, yaitu : truncus superior, truncus medialis,
dan trancus inferior. Saraf-saraf ini membentuk pars supraclavicularis
(Kahle and Frotscher, 2003). Plexus brachialis terbagi menjadi 5 bagian,
yaitu :
Radix atau roots
Truncus atau trunks
Divisi
Cord atau Fassiculus
n. Terminalis
Dari lima bagian di atas, pada bagian akhir dari plexus brachialis disebut
dengan saraf terminal / n. terminalis, dari sana akan keluar beberapa
saraf. Fasiculus posterior atau posterior cord akan keluar saraf axilaris
dan saraf radialis. Dari Fasiculus lateralis atau lateral cord akan keluar
saraf musculocuneus. Dan dari fassiculus medial atau medial cord akan
keluar saraf ulnaris dan saraf cutaneus.
1. Saraf Radialis

a. Definisi

Nervus radialis merupakan cabang terbesar dari plexus brachialis. Berasal


dari radiks spinalis servikalis V - VIII. Cabang ini berjalan di posterior a.
axillaris dan anterior m. subscapularis, pada batas bawah m. pectoralis
minor sebagai lanjutan dari trunks posterior plexus brachialis. Setelah dari
axila saraf ini akan melilit pada lekukan spiral (musculo spiral groove) pada
humerus dan menempel erat pada tulang bersama dengan cabang profunda
dari arteri brachialis.
Nervus radialis merupakan saraf perifer yang paling sering
mengalami cidera. Saraf ini terkena pada lesi medulla
spinalis bagian cervical dan plexus brachialis. Trauma
perifer dapat mengenai truncus atau sebagian cabang
nervus, seperti dislokasi bahu, fraktur humerus,
pembentukan callus di sekitar fraktur, tekanan yang timbul
dari penopang (crutch) selama tidur, dalam keadaan
anasthesia atau mabuk (saturday night palsy) dan
polyneuritis yang mengenai nervus radialis (Chusid, 1990).

Saraf ini menginervasi kulit di sisi posterior


regio brachii, antebrachii et manus, otot-otot
ekstensor regio brachii et antebrachii,
artikulasi cubiti dan beberapa artikulasi di
regio manus. Nervus radialis mempersarafi
seluruh pergerakan ekstensi dan memiliki resiko
lebih besar terjadinya cedera sepertiga distal
humerus karena tidak adanya proteksi dari
otot.
b. Letak Lesi

Lesi ini merupakan lesi pada level tertinggi


yang terjadi pada bagian lengan atas / os.
humerus. Lesi ini dapat terjadi akibat
kompresi/tekanan kruk terhadap saraf yang Level Upper arm
melilit pada tulang humerus atau otot
ketiak, dislokasi shoulder, luka tusuk yang
mengenai saraf, fraktur humerus bagian
proksimal. Lesi ini akan mengakibatkan
kelemahan semua otot bagian distal yang
diinervasi saraf radial.

Lesi ini cenderung memiliki kelemahan otot


yang dipersarafi radial kecuali ekstensi
Level Elbow
elbow. Fungsi yang hilang yaitu fungsi ulnar
dan radial wrist ekstensi oleh m. extensor
carpi ulnaris dan m. extensor carpi radialis,
fungsi MCP joint ekstensi jari 2-5 oleh m.
extensor digitorum communis, fungsi thumb
ekstensi oleh m. extensor pollicis brevis dan
m. extensor pollicis longus, dan fungsi
radial abduksi thumb oleh m. abduuctor
pollicis longus. Serta adanya hilang sensasi
pada kulit pada lengan bawah atau tangan
saja.
b. Letak Lesi

Lesi ini dapat menyebabkan hilangnya


fungsi M. extensor Digitorum Communis,
Extensor carpi ulnaris, Extensor digiti
minimi, Abductor Pollicis Brevis, Extensor Level Forearm
Pollicis Brevis, Extensor Indicis Propius pada
gerakan ekstensi semua jari MCP Joint,
fungsi ulnar wrist ekstensi, thumb radial
abduksi, fungsi sensoris dorsal thumb dan
dorsal jari 2-3, PIP setengah bagian jari 4.
LESI NERVE RADIAL BESERTA
SPLINTINGNYA

Wrist drop radial nerve palsy (wrist drop dan


paralisis otot ekstensor metacarpophalangeal)

Wrist drop merupakan gangguan yang disebabkan oleh


kelumpuhan yang terjadi pada saraf radial. Karena
persarafan dari otot ekstensor pergelangan tangan dan
jari-jari tangan, yang saraf radialnya terganggu tidak
dapat bergerak secara aktif. Kondisi seperti ini dapat
menyebabkan tangan tampak terlihat lemas pada posisi
fleksi saat pasien mencoba membawa lengan ke posisi
horizontal. Penyebab penurunan pergelangan tangan
dapat beragam, bisa dimulai dari trauma penetrasi hingga
kompresi eksternal (kelumpuhan sabtu malam) hingga
defisiensi nutrisi sistemik. Perawatan dapat berkisar dari
tidak ada hingga operasi, tergantung pada sifat dan
luasnya cedera pada saraf radial.

Manifestasi Klinis

Pasien juga mengeluhkan rasa nyeri yang menjalar di


sepanjang aspek posterior atau lateral lengan atas yang
menjalar ke aspek posterior lengan bawah, dan kemudian
ke punggung tangan. Mati rasa juga dapat meluas ke
aspek posterior dari tiga setengah digit (jari) pertama.
Pada pemeriksaan fisik, individu akan mengalami
kelemahan ekstensi pada pergelangan tangannya dan
ketidakmampuan untuk mengulurkan jari. Selain itu,
penderita wrist drop ini juga mengalami kelemahan dalam
kemampuan genggamannya.
Gambaran Splint

Untuk penderita wrist drop dapat menggunakan


splint dinamis yang di desain seperti pada gambar
yang bertujuan untuk memfasilitasi wrist dan jari-jari
untuk ekstensi secara pasif dengan cara menarik
pegangan tali secara pasif pada gambar splint yang
warna.

Sindrom Warternbeg

Sindrom Wartenberg merupakan cabang


saraf radial yang terjebak pada bagian
superfisial (sensorik), sindrom wartenberg
adalah neuropati tekan yang berhubungan
dengan manifestasi sensorik seperti nyeri
parestesia pada dorsum ibu jari dan
tangan radial.

Sindrom ini tidak terkait dengan defisit motorik


apapun. Sindrom ini merupakan kompresi cabang
superfisial saraf radial di lengan bawah. Saraf radial
superfisial murni sensorik dan tidak memiliki komponen
motorik apapun. Kondisi ini muncul dengan gejala
seperti nyeri dan rasa terbakar yang terletak di sisi
punggung dan radial tangan. Hal ini sering kali
diperburuk oleh aktivitas seperti pronasi, mencubit,
dan mencekeram.
Gambaran Splint

Splint yang digunakan untuk sindrom


wartenberg yaitu splint statis seperti pada
gambar. Dimana splint akan memblocking area
wrist radial dan thumb agar pasien tidak
melakukan gerakan radial deviasi ataupun
ekstensi wrist radial.

Radial Tunnel Syndrome

Radial tunnel syndrome ini terjadi karena adanya penekanan


pada saraf radialis. Penekanan ini terjadi di beberapa tempat
sepanjang tunnel dan menimbulkan rasa nyeri. Ada beberapa
gerakan yang dapat menyebabkan penekanan dan mengiritasi
saraf radialis antara lain yaitu gerakan mendorong dan
menarik dengan kuat dan berulang, gerakan mencengkeram,
gerakan menegangkan pergelangan tangan, gerakan
mencubit secara berulang, gerakan memutar lengan secara
konstan dan berulang (dalam pekerjaan perakitan).
Manifestasi Klinis

Menyebabkan nyeri tumpul di bagian atas lengan


bawah ke bagian luar siku, ataupun punggung
tangan. Hal ini sering terjadi ketika seseorang
meluruskan pergelangan tangan atau jari.Radial
Tunnel Syndrome dapat menyebabkan kelelahan
dan kelemahan pada otot lengan bawah dan
pergelangan tangan.

Gambaran Splint

Splint yang cocok digunakan untuk radial tunnel


syndrome yaitu splint statis dengan strap yang
tidak menekan daerah saraf radial yang
mengalami tekanan pada sarafnya yang terletak
di tunnel radial.
2. Saraf Medianus
a. Definisi
Nervus medianus adalah salah satu saraf lengan bawah
yang merupakan saraf utama kompartemen anterior.
Saraf ini berasal dari dua radix yaitu radix lateralis
dan radix medialis. Nervus medianus adalah saraf yang
paling sering mengalami cedera oleh trauma langsung,
sering disertai dengan luka dipergelangan tangan.
Tekanan dari N. median menghasilkan rasa kesemutan
yang berupa parestesia atau hipestesia dari carpal tunnel
syndrome (Huldani, 2013).
Otot-otot pada lengan bawah yang diinervasi oleh nervus
medianus antara lain adalah
1. M. Flexor carpi radialis
2. M. Flexor digitorum provundus
3. M. Flexor pollicis longus
4. M. Flexor pollicis brevis
5. M. Pronator teres
6. M. Palmaris longus
7. M. Opponens pollicis.
Cabang serabut sensorik melewati kulit sisi
palmar dari ibu jari, jari telunjuk, jari tengah,
dan sepertiga radial jari manis. Nervus
medianus menginervasi otot-otot bagian flexor
lengan bawah dan otot-otot flexor
pergelangan tangan sampai dengan jari-jari
sehingga apabila ada lesi yang mengenai
nervus medianus akan terjadi gangguan
berupa pengurangan sensoris dan kelemahan
pada bagian polar lengan bawah, daerah
palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan
sepertiga jari manis.
b. Etiologi

Penyebab dari lesi nervus medianus adalah trauma.


Trauma dapat terjadi dapat secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat karena dislokasi
shoulder atau fraktur humerus, sehingga fragmen
tulang menekan saraf yang mengakibatkan saraf
terjepit.Secara tidak langsung yang mempergunakan
internal fixasi dan external fixasi, yang mengakibatkan
ischemik jaringan saraf, sehingga saraf mengalami
necrosis.

c. Letak Lesi

1) low lession (level wrist) : Kerusakan pada saraf


median dipergelangan tangan, lesi ini menyebabkan
hilangnya kemampuan otot opponens pollicis dan
abductor pollicis brevis tidak berfungsi dengan
baik. Sehingga membuat kesulitan gerakan abductor.
2) High lession in elbow : Cedera saraf median ini
terjadi akibat dari cedera pada saraf di atau dekat
siku. Pada lesi ini, tangan kehilangan kemampuan otot
fleksor digitorum profundus dari jari telunjuk dan jari
tengah serta fleksor digitorum superfisialis sehingga
kehilangan kemampuan menekuk jari-jari tangan
kecuali fungsigenggaman kasar minimal.
Lesi Saraf Medianus
CTS (Carpal Tunel Syndrome)
Di pergelangan tangan nervus medianus
berjalan melalui terowongan karpal
(carpal tunnel) dan menginnervasi kulit
telapak tangan dan punggung tangan di
daerah ibu jari, telunjuk,jari tengah dan
setengah sisi radial jari manis
(Rambe,2004). Tanda dan gejala yang
terjadi pada sindromini dikarenakan
adanya penekanan saraf medianus pada
pergelangan tangan dengan manifestasi
rasa tidak nyaman dan nyeri yang juga
dapat mengurangi aktifitas sehari-hari
sepertiADL (Dimitrios,2004).

Gejala yang ditimbulkan umumnya dimulai dengan


gejala sensorik walaupun pada akhirnya dapat
pula menimbulkan gejala motorik. Pada awalnya
gejala yang sering dijumpai adalah rasa nyeri
tebal (numbness), dan rasa seperti aliran listrik
(tingling) pada daerah yang diinervasi oleh nervus
medianus.Sering kali gejala ini timbul di malam hari
yang menyebabkan penderita terbangun dari
tidurnya. Sebagian besar penderita biasanya baru
mencari pengobatan setelah gejala yang timbul
berlangsung selama beberapa minggu. Kadang-
kadang pijatan atau menggoyang-goyangkan
tangan dapat mengurangi gejalanya, tetapi bila
diabaikan penyakit ini dapat berlangsung terus
secara progresifdan semakin memburuk (Wiacek,
2007). Untuk menegakkan gejala CTS dapat
dilakukan pemeriksaan Tinel Test dan Phalen Test
APE HAND
Ape hand adalah suatu kondisi di mana
gerakan ibu jari sangat terbatas saat
melakukan fleksi dan ekstensi. Selain itu, ape
hand juga merupakan kondisi dimana ibu jari
terbatas atau sama sekali tidak bias
melakukan abduksi dan oposisi. Hal ini
menyebabkan bagian palmar tidak bisa
menggenggam dan mencubit. Ape hand
biasanya disebabkan oleh kelumpuhan saraf
median, yang biasanya disebabkan oleh
cedera yang dalam pada pergelangan tangan
atau lengan bawah. Ini dapat merusak fungsi
otot tenar

PRONATOR SYNDROME
Pronator syndrome adalah kumpulan gejala yang disebabkan oleh terjepitnya
saraf median di siku. Saraf median adalah salah satu dari tiga saraf yang
memasok fungsi sensorik dan motorik ke ekstremitas atas. Pada Pronator
Syndrome, kompresi saraf terjadi di siku. Jebakan dan kompresi saraf median
terjadi akibat pembengkakan dan pembengkakan struktur yang mengelilingi saraf
median saat melewati siku. Faktor risiko terjadinya Pronator Syndrome antara lain
hipotiroidisme, diabetes, dan aktivitas yang membutuhkan pronasi lengan bawah,
yaitu tindakan memutar lengan bawah dari posisi telapak tangan ke atas ke
posisi telapak tangan ke bawah seperti makan dan minum. Untuk mendiagnosia
kondisi ini bisa dilakukan compression test, forearm resisted pronation test, dan
middle finger flexor superficialis test
Aplikasi Splint pada Lesi Saraf Medianus

A. Carpal Tunnel Syndrpme (CTS)

B. Ape Hand

C. Pronator Syndrome
3. Saraf Ulnaris

Saraf ulnaris adalah saraf yang terletak pada sepanjang


bahu hingga jari kelingking. Di luar siku, saraf ulnaris
bergerak di bawah otot bagian dalam lengan bawah
dan telapak tangan bagian jari kelingking. Saraf ulnaris
memberi rasa pada jari kelingking dan setengah dari jari
manis. Memiliki fungsi untuk mengatur otot-otot yang
yang memungkinkan terjadinya gerakan halus dengan
jari-jari.

Saraf ulnaris tidak seperti


kebanyakan saraf dalam tubuh yang
dilindungi oleh otot dan tulang.
Saraf ulnaris rentan terjadinya
cedera karena posisi anatominya
yang berada dibelakang siku yang
merupakan salah satu sendi yang
sering bergerak. Saraf ulnaris sering
memunculkan sensasi seperti
kesetrum pada siku.
Otot-otot yang disarafi oleh ulnar nerve
diantaranya adalah sebagai berikut :

M. Flexor Carpi Ulnaris


M. Digitorum Profundus IV dan V
M. Abductor Pollicis
M. Abductor Digitiminimi M. Opponens Digitiminimi
M. Flexor Digitiminimi M. Flexor Pollicis Brevis
M. Lumbricales IV dan V
M. Interosseus Palmaris
M. Interosseus Dorsalis

Kerusakan pada saraf ulnaris


dapat menyebabkan
kehilangan sensasi dan kelemahan otot pada tangan, sering
disebut sebagai Ulnar nerver palsy. Gejala yang muncul
pada ulnar nerve palsy :
1. Kehilangan sensasi pada tangan;
2. Kehilanggan kemampuan untuk koordinasi jari-jari;
3. Kesemutan atau sensasi terbakar pada tangan;
4. Kelemahan tangan yang mungkin bertambah buruk
dengan aktivitas fisik;
5. Kehilangan kekuatan untuk menggenggam.
Penyebab kelumpuhan saraf tidak selalu diketahui, namun
kerusakan saraf ulnaris dapat terjadi karena penyakit pada
saraf, tekanan yang berlebih pada saraf, fraktur atau
dislokasi.
DEFORMITAS PADA SARAF ULNARIS

1.Cubital Tunnel Syndrome

Cubital tunel syndrome yaitu cidera yang


terjadi karena gerakan siku berulang, fleksi siku
yang berkepanjangan, atau kompresi langsung.
Gejala cubital tunnel syndrome :
Mati rasa dan kesemutan pada jari manis
dan jari kelingking, terutama pada malam
hari.
Rasa “tertidur” pada jari manis dan jari
kelingking, terutama saat siku ditekuk.
Kekuatan genggam melemah.
Atrofi otot, jika terjadi dalam waktu yang
lama.
splint yang dapat digunakan pada
kondisi ini yaitu Medspec Cubital Tunnel
Syndrome Splint, berfungsi untuk Imeng-
imobilisasi siku memastikan posisi siku
netral, hal itu mengurangi ketegangan
pada saraf ulnar, sehingga keluhan
menurun atau mengilangkan
ketegangan.

Aplikasi spliint untuk


Cubitel Tunnel Syndrome

PROBLEM OT
Penderita Cubital tunnel Syndrom akan mengalami
problem pada aktivitas ADL, Work dan Leisure yang
melibatkan gerakan fleksi, ekstensi siku, mcp jari 4 dan
5. Misal pada aktifitas mengetik, merias diri, menjemur
DEFORMITAS PADA SARAF ULNARIS

2. Claw Hand

Claw hand merupakan suatu kondisi yang


terjadi akibat kerusakan saraf ulnaris yang
mempersarafi otot- otot pada jari. Terjadi
karena kerusakan saraf akibat cedera atau
penyakit yang ditandai dengan hiperekstensi
sendi metacarpophalangeal (MCP), flexi sendi
proksimal (PIP) dan distal interphalangeal (DIP).
Sehingga menyebabkan kelemahan fungsional
untuk menggenggam.
Splint yang dapat digunakan untuk
kondisi claw hand adalah lumbrical
blocking splint yang membantu untuk
memblokir lumbrical splint atau MCP
blocking splint, dengan posisi MCP
sendi 90° fleksi agar mencegah
hiperekstensi. Orthosis memfasilitasi
sambungan sendi PIP.

Aplikasi spliint untuk


Claw hand

PROBLEM OT
Penderita Claw Hand akan
mengalami problem pada aktivitas
IADL dan ADL yang melibatkan
gerakan menggenggam misal
pada aktifitas makan makan,
minum, sikat gigi, berkendara, dan Contoh alat bantu
lain-lain untuk pasien
Tes khusus yang dapat digunakan untuk pemeriksaan
kelumpuhan saraf ulnaris, diantaranya :

FROMENT TEST

JEANNE SIGN

WASTENBERG SIGN
C. MATERI PEMBELAJARAN 3
EVALUASI PEMERIKSAAN
CEDERA SARAF

Fase Akut
Awal post injury dan post surgery : dilakukan
imobilisasi/splinting yang bertujuan untuk
meminimalkan tension pada area yang mulai
membaik serta melindungi saraf dari kerusakan.
Selama imobilisasi terapis melakukan monitoring
pada sendi yang tidak digerakkan dan exercise
untuk mempertahankan LGS.

Periode post immobilisasi: memiliki prioritas


tujuan untuk mengembalikan ROM selama
diimobilisasi, meningkatkan fungsi dan
memberikan edukasi kepada pasien untuk
proteksi dan prevensi/pencegahan

PEMERIKSAAN
- Sensibilitas/sensori
- Pemeriksaan fungsional
- Pemeriksaan KO, LGS, ROM
EVALUASI PEMERIKSAAN
CEDERA SARAF

Fase Recovery
Motor retraining: Sebaiknya dimulai sedini
mungkin bila otot sudah diinervasi kembali dan
sebelum reinervasi terjadi dengan latihan:

a. Passive range of
motion (PROM):

Untuk mencegah kerusakan pada unit otot. Pada


latihan ini terapis membantu pasien untuk latihan
menggerakkan bagian tangan yang mengalami
deficit secara pasif. Setelah pasien sudah mulai
mampu melakukan gerakan secara ROM penuh
dan sudah mulai ada kemampuan untuk bergerak
secara baru pasien di beri aktivitas.
EVALUASI PEMERIKSAAN
CEDERA SARAF

b. Hindari Kelelahan

Desensitization (hipersensitif diturunkan):


Teknik perawatan yang digunakan untuk
mengubah seberapa sensitif suatu area
terhadap rangsangan, Teknik ini digunakan
untuk mengurangi atau menormalkan respon
tubuh terhadap sensasi tertentu.

Sensory Reeducation:
Kombinasi Teknik yang membantu
pasien dengan impairmen sensori
belajar untuk reinterpretasi
sensasi (Dellon, 1997)
K E R A N G K A A C U A N

Kerangka acuan yang digunakan


adalah kerangka acuan Biomekanik
dengan menggunakan Teknik
stretching dan Teknik meningkatkan
tahanan. Teknik stretching bertujuan
untuk meningkatkan LGS, sedangkan
Teknik meningkatkan tahanan untuk
meningkatkan kekuatan otot
TREATMENT OT

1. Wrist Flexion and Extention

Peregangan ini dapat dilakukan setiap hari, terutama


sebelum beraktivitas. Setelah pemulihan, peregangan ini
dapat dimasukkan sebagai bagian dari pemanasan.
Pengulangan : 5 kali pengulangan
Days per week : 6-7 hari
Langkah-langkah :
Luruskan lengan dan tekuk pergelangan tangan ke
belakang (extensi)/ tekuk pergelangan tangan ke bawah
(fleksi).
Gunakan tangan yang berlawanan untuk memberikan
tekanan lembut ditelapak tangan hingga merasakan
regangan dibagian dalam lengan.

Tahan regangan selama 15 detik.

Ulangi 5 kali, lalu lakukan peregangan ini pada lengan lainnya


1234

Wrist Extention Wrist Flexion


2. Nerve Glide Exercise

Tujuan dari latihan saraf adalah untuk menjaga


fleksibilitas saraf dan ligamen
Pengulangan: 10-15 kali/hari
Days per week: 6-7 hari
Langkah-langkah:

Buat kepalan dengan posisi ibu


jari fleksi

Buka kelima jari sambil


menjaga ibu jari tetap dekat
ke sisi tangan

Jaga agar jari-jari tetap lurus


dan tekuk tangan ke
belakang
LANJUTAN

Rentangkan ibu jari

Jaga agar pergelangan


tangan dan ibu jari tetap
terbuka dan puar telapak
tangan ke atas

Jaga agar jari, pergelangan


tangan, dan ibu jari tetap
terbuka dan gunakan tangan
yang lain untuk meregangkan
ibu jari dengan lembut
QUIZ
1. Sebutkan tingkat keparahan cedera
menurut Seddon!
2. Sebutkan permasalahan yang sering
terjadi pada saraf radialis!
3. Saraf medianus berasal dari dua radix,
sebutkan!
4. Pada lesi saraf ulnaris bagian cubital
tunel syndrome, splint yang digunakan
ialah?
5. Pada fase apa evaluasi defisit
fungsional harus dilakukan?
JAWABAN
1. Neuropraksia, Aksonotmesis,
Neurotmesis
2. Wrist drop, Radial tunnel syndrome,
Sindrom Wartenberg
3. Radix lateralis dan radix medialis.
4. Medspec Cubital Tunnel Syndrome
Splint
5. Fase kronik
Daftar Pustaka
Chan, R. K. Y. (2002). Splinting For Peripheral Nerve Injury in Upper
Limb. Hand Surgery, 7 (2), 251-259.

Dahlin, L. B., & Wibreg, M. (2017). Nerve Injuries of the Upper


Extremity and Hand. EFORT open reviews, 2 (5), 158-170.

Dimitrios, K. (2004). Treatment of Carpal Tunnel Syndrome: a


review of the non-surgical Approaches with Emphasis in Neural
Mobilization. Journal of Bodywork and Movement Therapis. 8(1), 2-
8. Doi : 10.1016/S1360-8592(03)00068-8.

Feriyawati, Lita. (2006). Anatomi Sistem Saraf dan Peranannya


dalam Regulasi Kontraksi Otot Rangka. Medan : Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Huldani. (2013). Carpal Tunnel Syndrome. Thesis. Universitas


Lambung Mangkurat Banjarmasin.

Palmer, B. A., & Hughes, T. B. (2010). Cubital tunnel syndrome. The


Journal of hand surgery, 35(1), 153-163.

Wiyanjana, K.D.F. (2017). Proses Degenerasi Wallerian Pada


Cedera Saraf Tepi, 1-13.

Anda mungkin juga menyukai