Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA

SISTEM KOLOID

Dosen Pembimbing : Lilik Suprianti, ST, Msc.

Nama / NPM : Puspa Prima Andini / 22031010015

Nama Partner / NPM : Adelia Faradilla Santy / 22031010033

Paralel :A

Grup / Sesi : C / A2

Hari, Tanggal Percobaan : Kamis, 2 Maret 2023

LABORATORIUM PENGANTAR TEKNIK KIMIA II


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”
JAWA TIMUR
2023
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
Group :C Nama : Puspa Prima Andini

Rombongan : A2 NPM : 22031010015

Tanggal : 2 Maret 2023 Paralel : A


Praktikum

Dosen : Lilik Suprianti, ST, Msc.


Pembimbing

Judul : Sistem Koloid


Praktikum

BAB I PENDAHULUAN
Sistem koloid berhubungan dengan proses-proses yang mencakup berbagai
bidang. Misalnya, makanan yang dimakan dalam ukuran besar, sebelum digunakan
oleh tubuh terlebih dahulu diproses sehingga terbentuk koloid. Terdapat produk yang
merupakan campuran dari beberapa zat, tetapi zat tersebut dapat bercampur secara
merata. Misalnya saat pembuatan susu, serbuk atau tepung susu yang bercampur
merata dengan air. Kemudisn, es krim yang mempunyai rasa yang beragam yang
disimpan dalam lemari es agar tidak meleleh. Sistem koloid mempunyai sifat yang
dapat digunakan untuk mencampur zat-zat yang tidak saling melarutkan secara
homogen dan bersifat stabil untuk produksi skala besar maupun skala menengah.
Artinya adalah sistem koloid membentuk campuran yang keadaannya terletak antara
larutan dan suspensi atau campuran kasar.
Sistem koloid terdiri dari dua komponen, yaitu fase terdispersi (zat yang
tersebar merata) serta fase pendispersi (zat medium tempat perikel-partikel koloid itu
terpencar). Pada bidang industri penerapan sistem koloid dimanfaatkan sebagai
industri karet, cat, gula, pengambilan endapan, pengotor udara, dan penjernihan air.
Pada kehidupan manusia penggunaan sabun untuk mandi dan mencuci berfungsi
untuk membentuk koloid antara air dengan kotoran yang melekat (minyak).
Campuran logam selerium dengan kaca lampu belakang mobil yang menghasilkan
cahaya warna merah juga merupakan sistem koloid. Oleh karena itu, dilakukan
percobaan sistem koloid dengan tujuan untuk mengetahui cara pembuatan koloid
dengan cara emulsi dan juga untuk mengetahui waktu pemisahan zat dengan cara
emulsi.
II. DASAR TEORI
2.1 Koloid
Koloid berasal dari bahasa Yunani yaitu “kolla” yang berarti lem dan “eidos”
yang berarti seperti lem. Koloid diartikan seperti lem. Hal tersebut dikarenakan sifat
difusinya, karena koloid sendiri mempunyai nilai difusi yang rendah seperti lem.
Sifat koloid dapat dihubungkan dengan luas permukaan yang sangat meningkat
dibandingkan dengan volume karena ukurannya yang kurang. Sifat yang paling
penting dari koloid adalah sifat dispersinya yang dapat dianggap berasal dari fakta
bahwa perbandingan luas permukaan dengan volume sangat besar. Dalam larutan
murni, sistem terdiri dari satu fasa saja dan tidak ada permukaan yang sebenarnya
memisah antara partikel molekul zat terlarut dan pelarut.
Sistem koloid dianggap larutan heterogen dalam karakteristik, karena
mengandung dua fasa. Zat yang terdistribusi sebagai partikel koloid disebut fasa
terdispersi. Fasa kedua yaitu fase kontinyu dimana partikel koloid terdispersi yang
disebut dengan medium pendispersi. Sebagai contoh, untuk larutan koloid tembaga
dalam air, partikel tembaga membentuk fasa terdispersi dan air sebagai fasa medium
pendispersinya. Pada fasa dispersi mengacu pada fasa yang membentuk partikel.
Sedangkan media dispersi adalah tempat untuk terjadinya dispersi pada partikel.
Sebagaimana pada pernyataan diatas, maka sistem koloid terdiri dari fasa terdispersi
dan fase media pendispersinya. Pada dua fasa koloid tersebut dapat berupa gas, cair,
atau padat. Ada delapan kemungkinan dari jenis sistem koloid. Dispersi koloid dari
satu gas lain tidak mungkin ada karena dua gas akan memberikan campuran molekul
yang homogen [1].
2.2 Karakteristik Koloid
Koloid berukuran sekitar 0,001mikron dengan diameter 1 hingga 100 nm.
Satu mikron adalah seperjuta meter, dan satu meter adalah sekitar 40 inci, satu
mikron adalah empat perseratus ribuan. Jadi ukuran koloid sekitar empat per sejuta
inci hingga empat seperatus juta inci, atau long stroak pada ujung yang lebih kecil
dari kisaran ini menempatkan ukuran koloid terkecil sekitar sepuluh kali ukuran atom
hidrogen. Koloid tidak mengendap, dan dapat dibentuk dengan teknik biasa dalam
arti yang sama seperti bakteri yang mudah tumbuh, sedangkan partikel yang lebih
besar dalam ukuran disperse dipertahankan. Mereka berbeda dari “partikel” di sistem
terdispersi secara molekuler dimana koloid yang terdispersi tidak dapat lewat melalui
pori-pori halus membrane pasif. Maka dari itu karena ukurannya, koloid berdifusi
perlahan.
Selain ukuran partikel, sistem koloid harus memiliki tiga sifat agar dapat
dibedakan dari dispersi yang lain, diantaranya yaitu harus heterogen, yaitu terdiri dari
konstituen yang berbeda, misalnya perak dan air. Harus multifase, yaitu padat/cair,
gas atau cair, dan lain-lain. Partikel harus tidak larut dalam larutan atau suspensi.
Masing-masing karakteristik ini berinteraksi satu sama lain, memberikan kualitas
sistem koloid yang unik. Satu hal yang menarik adalah meskipun ukuran dan
konsentrasi partikel dapat bervariasi, selama sebagian besar partikel berada dalam
kisaran yang tepat, sistem akan mempertahankan properti koloidnya, meskipun
mungkin tidak ideal [2].
2.3 Fase Terdispersi dan Pendispersi
Larutan koloid adalah sistem heterogen yang terdiri dari dua fase, diantaranya
yaitu fase terdispersi dan pendispersi. Fase terdispersi sebanding dengan zat terlarut
dalam larutan. Dapat dikatakan komponen yang hadir dalam proporsi yang lebih
kecil adalah fase terdispersi. Sebagai contoh dalam larutan koloid pati dalam air, pati
disini adalah sebagai fase terdispersi. Pada intinya fase terdispersi adalah zat yang
mengalami penyebaran secara merata dalam suatu zat lain.
Fase pendispersi atau media dispersi ini sebanding dengan pelarut dalam
larutan murni. Hal ini dikarenakan komponnen yang hadir dalam proporsi yang lebih
besar. Dalam contoh larutan koloid pati dalam air. Air disini adalah sebagai media
dispersi. Partikel fase terdispersi (partikel koloid) lebih besar dari media dispersi
(molekul atau ion). Pada intinya fase pendispersi yaitu zat yang menyebabkan
terjadinya penyebaran secara merata.
2.4 Klasifikasi Koloid Berdasarkan Afinitas Koloid
Berdasarkan afinitas koloid dapat dibedakan menjadi dua yaitu Koloid
Liofilik dan Koloid Liofobik. Pembahasan pertama yaitu koloid liofilik yang
merupakan sistem koloid dengan partikel-partikel fasa terdispersi yang memiliki
daya tarik yang besar pada medium pendispersinya. Contoh dari koloid liofilik antara
lain adalah pati, gelatin, lem, dan karet. Mereka disebut sol reversible kerena dapat
dipulihkan. Partikelnya mungkin atau tidak mungkin berpindah dalam medan listrik,
perpindahan mereka dapat ke segala arah. Partikel-partikelnya tidak mudah dideteksi
dengan mikroskop ultra. Kemudian sejumlah kecil elektrolit tidak mempengaruhi
pengendapan, tetapi hanya sejumlah elektrolit besarlah yang menyebabkan
pengendapan.
Koloid liofobik adalah sistem koloid yang mengandung partikel-partikel
terdispersi yang tidak dapat berinteraksi (daya tarik rendah) dengan medium
pendispersinya. Koloid ini mudah diendapkan dengan penambahan sedikit elektrolit,
dengan pemanasan, atau pengocokan, sehingga koloid ini tidak stabil. Contoh dari
koloid liofobik antara lain logam, sulfur, sulfida, perak halida, albmen felur, asam
silikat dan besi hidroksida. Koloid ini menghasilkan sistem koloid yang tidak dapat
dipulihkan dari bentuk sel koloidnya karena partikel hanya bermigrasi dalam satu
arah dengan adanya medan listrik. Partikel ini mudah dideteksi dengan menggunakan
mikroskop ultra [3].
2.5 Sifat-Sifat Koloid
Sifat optik koloid yaitu sifat yang dapat menghamburkan cahaya yang disebut
dengan Efek Tyndall. Dalam kehidupan, Efek Tyndall dapat digunakan untuk
mengamati partikel-partikel koloid dengan menggunakan mikroskop. Karena
intensitas hamburan cahaya bergantung pada ukuran partikel, maka Efek Tyndall
juga dapat digunakan untuk memperkirakan berat molekul koloif. Partikel-partikel
koloid yang mempunyai ukuran kecil, cenderung untuk menghamburkan cahaya
dengan penjang gelombang pendek. Sebaliknya partikel-parikel koloid yang
mempunyai ukuran besar cenderung untuk menghamburkan cahaya dengan Panjang
gelombang yang lebih Panjang).
Sifat kinetik ini terdiri dari dua gerakan, yaitu gerakan termal dan gerakan
akibat gaya gravitasi. Partikel koloid bergerak terus menerus dengan gerakan patah-
patah atau zig-zag yang dikenal dengan Gerak Brown. Gerak Brown terjadi akibat
tumbukan yang tidak seimbang dari molekul-molekul medium terhadap partikel
koloid. Partikel-partikel koloid mempunyai kecenderungan untuk mengendap karena
pengaruh gravitasi bumi. Hal tersebut bergantung pada rapat massa partikel terhadap
mediumnya. Jika rapat massa partikel lebih besar dari medium pendispersinya, maka
partikel tersebut akan mengendap. Sebaliknya bila rapat massanya lebih kecil akan
mengapung. Partikel zat terlarut akan mendifusi dari larutan yang konsentrasinya
tinggi ke daerah yang konsentrasinya lebih rendah. Difusi erat kaitannya dengan
gerak Brown, sehingga dapat dianggap molekul-molekul atau partikelpartikel koloid
mendifusi karena adanya gerak Brown. Butir-butir koloid berdifusi sangat lambat
karena ukuran partikelnya relatif besar [4].
2.6 Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat,
terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan zat pengemulsi atau surfaktan
yang cocok, Emulsi merupakan jenis koloid dengan fase terdispersinya berupa fase
cair dengan medium pendispersinya bisa berupa zat padat, cair, ataupun gas. Fase
terdispersi kadang-kadang disebut sebagai fase internal, dan kontinu sebagai fase
eksternal. Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur. biasanya terdiri dari minyak dan air. Dimana cairan yang satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Emulsi dapat sebagai produk akhir
atau selama pemrosesan produk dalam bidang termasuk industri makanan, industri
pertanian, farmasi, kosmetik dan dalam bentuk makanan.
Pada emulsi gas merupakan emulsi dengan fase terdispersinya berupa fase
cair dan medium pendispersinya berupa gas. Salah satu contohnya adalah hairspray.
Ketika masih di dalam, maka bentuknya berupa cairan, sedangkan ketika di
semprotkan maka terdispersi menjadi gas. Pada emulsi cair merupakan emulsi
dengan fase terdispersinya maupun pendispersinya berupa fase cairan. Emulsi cair
tidak saling melarutkan karena kedua fase bersifat polar dan non polar. Contoh
emulsi air dalam minyak yaitu margarine terdispersi dalam minyak menjadi butiran
air dalam minyak, Pada emulsi padat merupakan emulsi dengan fase terdispersinya
cair dengan fase pendisperisnya berupa fase padat. Hal ini berarti zat terdispersi fase
cair dan medium fase padat. Contohnya yaitu mentega, keju, jeli, dan Mutiara.
Penentuan tipe emulsi tergantung pada sejumlah factor. Jika rasio volume fasa sangat
besar atau sangat kecil, maka fasa yang memiliki volume lebih kecil seringkali
merupakan fasa terdispersi [5].
2.7 Jenis-Jenis Koloid
Berikut merupakan jenis-jenis koloid berdasarkan media pendispersi dan fase
terdisperinya.
Tabel 2.7.1 Jenis-Jenis Koloid
Media Pendispersi Fase Terdispersi Nama Contoh
Gas Padatan Aerosol Asap
Gas Cairan Aerosol Kabut
Cairan Padatan Sol Susu magnesia
Cairan Cairan Emulsi Mayonais
Cairan Gas Busa Krim kocok
Padatan Padatan Sol padat Baja
Padatan Cairan Gel Jelly, mentega
Padatan Gas Busa Busa platik
[6]

2.8 Pembuatan Koloid


Terdapat dua cara dalam pembuatan koloid, diantaranya yaitu dengan cara
dispersi dan cara kondensasi.
2.8.1 Cara Dispersi
Cara dispersi adalah dengan menghaluskan butir-butir zat yang bersifat
makroskopis (kasar) menjadi butir-butir zat yang bersifat mikroskopis (halus). Cara
ini dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
a) Dispersi Mekanik
Pada cara dispersi mekanik, koloid dibuat dengan cara penggerusan dan
penggilingan (untuk zat padat) atau pengadukan dan pengocokan (untuk zat cair).
Contohnya, pembuatan sol belerang.
b) Dispersi Elektrolitik
Dispersi elektrolitik dikenal juga dengan istilah busur Bredig. Dengan cara
disperse elektrolitik, zat padat diubah menjadi partikel koloid dengan bantuan arus
listrik bertegangan tinggi. Biasanya digunakan untuk membuat sol logam, misalnya
sol platina emas atau perak.
c) Dispersi Peptisasi
Pada cara dispersi peptisasi, partikel kasar diubah menjadi partikel koloid
dengan penambahan zat kimia (zat elektrolit) yang mengandung ion sejenis.
Contohnya, sol belerang dibuat dari endapan nikel sulfida dengan cara mengalirkan
gas asam sulfida.
2.8.2 Cara Kondensasi
Cara kondensasi adalah dengan menggabungkan ion-ion, atom-atom,
molekul-molekul, atau partikel yang lebih 15 halus membentuk partikel yang lebih
besar dan sesuai dengan ukuran partikel koloid. Cara kondensasi dilakukan melalui
reaksi-reaksi kimia, seperti :
a) Reaksi Redoks
Reaksi redoks merupakan reaksi pembentukan partikel koloid melalui
mekanisme perubahan bilangan oksidasi. Misalnya: Pembuatan sol belerang dengan
mengalirkan gas hidrogen sulfida (H2S) kedalam larutan belerang dioksida (SO2).
2 H2S (g) + SO2 (aq) → 3S (s) + 2 H2O (l)
b) Reaksi Hidrolisis
Reaksi hidrolisis merupakan reaksi pembentukan koloid dengan
menggunakan pereaksi air. Misalnya, pembuatan sol Fe(OH)3 dari larutan FECl3
dengan air
panas.
FeCl3 (aq) + 3 H2O (l) → Fe(OH)3 + 3HCl (aq)
c) Reaksi Penggaraman
Garam-garam yang sukar larut dapat dibuat menjadi koloid melalui reaksi
pembentukan garam. Untuk menghindari pengendapan biasanya digunakan suatu zat
pemecah.
AgNO3 (aq) + NaCl (aq) → AgCl (s) +NaNO3 (aq)
d) Penjenuhan Larutan
Penjenuhan larutan dilakukan dengan cara menembahkan pelarut alcohol
sehingga akan menghasilkan koloid berupa gel. Contohnya, pembuatan kalsium
asetat
dengan cara penjenuhan larutan kedalam larutan jenuh kalsium asetat dalam air.
[7]
2.9 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Sistem koloid dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :
1. pH
Besarnya hasil kali kelarutan dapat berubah sebanding dengan perubahan pH
atau dengan konsentrasi ion hidroksil. Contohnya kelarutan endapan garam
yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh pH. Hal ini
disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya.
2. Suhu
Pengaruh perubahan suhu terhadap proses pengendapan adalah dengan
bertambahnya suhu reaksi maka kelarutan akan meningkat. Hal ini
disebabkan karena dengan menaikkan suhu berarti menambah energi
sehingga Gerakan partikel semakin cepat dan semakin mudah reaktan
mencapai ion logam yang ada sehingga reaksi yang berlangsung lebih
sempurna.
3. Waktu pengendapan
Jika semakin lama waktu pengendapan, maka akan semakin banyak jumlah
endapan yang diperoleh. Karena semakin banyaknya waktu kontak antara zat
pengendap dengan ion logam pada larutan tersebut.
4. Kecepatan pengadukan
Berpengaruh terhadap kecepatan dan hasil reaksi. Karena semakin cepat
pengadukan maka akan semakin besar jumlah tumbukan antar molekul,
sehingga makin banyak zat pengendap yang bereaksi dengan ion logam.
Reaksi dapat berlangsung lebih cepat serta merata sehingga didapatkan
endapan.
[8]

2.10 Aplikasi dalam Bidang Industri


Salah satu aplikasi dalam bidang industri yaitu tannin kulit dimana dalam
suatu prosesnya memanfaatkan sifat koloid. Kulit mentah yang mengandung
molekul-molekul besar tersusun dalam serat-serat panjang yang kusut. Penyamakan
dianggap sebagai proses utama yang melibatkan lebih banyak reaksi kimia dan
operasi mekanis. Selama prosesnya, bahan yang meliputi tannin dan senyawa dari
kromium dan aluminium dalam keadaan koloid dan serat protein bermuatan positif
menyerap muatan negatif dari bahan logam ini. Dalam prosesnya langkah-langkah
yang dilakukan adalah proses soaking, liming, deliming, bating, degreasing, tanning,
dan fixing.
Perendaman adalah langkah pertama yang terlibat dalam penyamakan di
mana kulit mentah yang diawetkan untuk membuat kulit bebas dari kotoran dan
lembut. Tujuan utama perendaman adalah untuk menghilangkan garam, merehidrasi
kulit kering dan juga menghilangkan bahan yang tidak diinginkan seperti darah,
tanah, kotoran, dan lain-lain. Langkah kedua adalah pengapuran yang melibatkan
penghilangan rambut. Ini juga melonggarkan epidermis dan juga menghilangkan
kulit yang larut protein. Ini menggunakan kapur dan natrium sulfida. Deliming
adalah proses penyesuaian pH antara 8-9 yang meningkatkan aktivitas enzim dan
mengubah protein menjadi bentuk yang larut. Bating membuat permukaan butiran
menjadi lembut dan lentur. Ini mempersiapkan kulit untuk penyamakan. Ini adalah
sebuah operasi enzimatik yang menghilangkan protein yang tidak diinginkan dan
meningkatkan derajat peregangan. Degreasing adalah proses yang digunakan untuk
menghilangkan lemak dan minyak ekstra yang memungkinkan tanin untuk
menembus
dengan mudah melalui kulit. Langkah ini dapat dilakukan dengan emulsi lemak
menggunakan deterjen atau surfaktan. Penyamakan langkah tanin untuk berinteraksi
dengan kulit yang disiapkan yang bekerja pada kolagen dan membuatnya stabil [9].
2.11 Sifat Bahan
2.11.1 Aquadest
Tabel 2.11.1 Sifat Bahan Aquadest
Sifat Fisika
Fase Cair
Warna Tidak berwarna
Bau Tidak memiliki bau
Titik Lebur 0℃
Titik Didih 100℃
pH 6,8-7 pada suhu 20℃
Sifat Kimia
Rumus Molekul : H20
Berat Molekul : 18,02 g/mol
Fungsi : Sebagai larutan terdispersi
2.11.2 Minyak Goreng
Tabel 2.11.2 Sifat Bahan Minyak Goreng
Sifat Fisika
Fase : Cair
Warna : Oranye / Kuning
Bau : Memiliki bau khas minyak kelapa
Sifat Kimia
Rumus Molekul : R-COOH
Fungsi : Sebagai larutan terdispersi
2.11.3 Detergen
Tabel 2.11.3 Sifat Bahan Detergen
Sifat Fisika
Fase : Cair
Warna : Tidak berwarna
Bau : Memiliki bau yang khas
Titik Didih : 100℃
pH : 11,2
Sifat Kimia
Rumus Molekul : NaCl2H25SO4
Fungsi : Sebagai zat pengemulsi
2.12 K3 Terkait Percobaan Sistem Koloid
Dalam melakukan praktikum terdapat beberapa aspek yang perlu
diperhatikan. Menggunakan bahan-bahan tertentu dapat mengakibatkan kecelakaan
dalam praktikum. Berikut adalah penanganan dalam penggunaan bahan :
A. Aquadest
a) Jika terhirup : Tidak diperlukan penggunaan khusus (tidak berbahaya)
b) Jika mengenai kulit : Tidak diperlukan penanganan khusus (tidak
berbahaya)
c) Jika mengenai mata : Tidak diperlukan penanganan khusus
[10]
B. Minyak Goreng
a) Jika terhirup : Tidak terpapar
b) Jika mengenai mata : Segera bilas menggunakan air bersih selama 15
menit. Segera lakukan penanganan khusus jika terjadi iritasi.
c) Jika mengenai kulit : Segera bilas dengan sabun dan air
d) Jika tertelan : Bersihkan mulut dengan air mengalir, minum obt jika
terjadi iritasi.
[11]
C. Detergen Cair
a) Jika mengenai mata : Segera bilas menggunakan air yang banyak
b) Jika mengenai kulit : Segera melepaskan pakaian dan bilas hingga bersih
c) Jika tertelan : Segera minum air dan susu
d) Jika terhirup : Apabila terjadi paparan besar, segera menjauh dari sumber
paparan.
[12]

Anda mungkin juga menyukai