Anda di halaman 1dari 5

Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

KEKERASAN GURU TERHADAP SISWA DALAM PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG


BERLANGSUNG DI SEKOLAH

Putri Indah Lestari


Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Surabaya
Kampus Lidah Wetan Surabaya 60213
E-mail: putri.19060@mhs.unesa.ac.id

Abstrak
Pendidikan sering kali tidak lepas dari yang namanya kekerasan. Kekerasan di lembaga pendidikan, seperti
sekolah dari tahun ke tahun terus meningkat. Kekerasan yang terjadi di sekolah biasanya dilakukan oleh
guru kepada siswanya dengan dalih pendisiplinan. Bentuk kekerasan yang dilakukan guru kepada siswa,
mulai dari segi fisik hingga segi psikis. Banyak sekali aspek-aspek dan faktor yang melatar belakangi
terjadinya suatu kekerasan di lembaga pendidikan seperti sekolah. Berdasarkan banyaknya permasalahan
kekerasan guru terhadap siswa di sekolah, harus dilakukan penelitian dan pengkajian mengenai apa
penyebab dan apa yang melatar belakangi pelaku melakukan suatu tindak kekerasan.
Kata Kunci: kekerasan, pendidikan, guru, kedisiplinan.

Abstract

Education is often not separated from the violence. Violence in educational institutions, such as
school from year to year increase. Violence in schools usually performed by teachers to their
students under the pretext of discipline. Forms of violence by teachers to students, ranging from
physical to psychological aspect. There are so many aspects of the background factors and the
occurrence of violence in educational institutions such as do research and recitation about what
causes and what the background of the perpetrators commit an act of violence.

Keywords: violence, education, teacher, dicipline.

1
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

PENDAHULUAN Dalam berjalannya proses pendidikan formal, tidak


Pendidikan anak seringkali tidak lepas dari tindak sedikit terjadi gesekan antara guru selaku pendidik, dan
kekerasan. Di Indonesia sendiri angka kekerasan siswa selaku peserta didik. Gesekan ini dapat terjadi
terhadap anak dari tahun ke tahun semakin meningkat. dalam banyak wujud, diantaranya adalah hubungan yang
Padahal latar budaya Indonesia sendiri menyatakan kurang harmonis antara guru dengan siswa. Wujud
bahwa anak merupakan aset bangsa. Anak merupakan kurang harmonisnya hubungan guru dengan siswa, data
sosok generasi penerus bangsa, perannya sangat berupa sikap yang melenceng dari norma atau aturan,
diperlukan untuk meneruskan cita-cita bangsa yang baik aturan sekolah maupun peraturan perundang-
tertuang dalam alenia 4 Undang-Undang Dasar tahun undangan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan
1945 yang bahkan sampai saat ini belum tercapai kementerian. Dari adanya gesekan ini akan menimbulkan
dengan maksimal. Secara umum, kekerasan sebuah tindak kekerasan, baik itu kekerasan fisik maupun
didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan kekerasan psikis.
oleh satu individu terhadap individu lain yang Kekerasan secara fisik bisa dikatakan sebagai
mengakibatkan gangguan fisik atau mental. Menurut penganiayaan, baik itu penganiayaan berat maupun
(Nurani, 2010: 86-88) Kekerasan pada siswa adalah ringan. Tindak pidana penganiayaan yang termuat dalam
tindakan kekerasan yang dilakukan guru dengan dalih Putusan Pengadilan Negeri Prabumulih, disitu terlihat
mendisiplinkan siswa. jelas wujud kekerasan yang dilakukan guru terhadap
Menurut Ketua Federasi Guru Independen muridnya.
Indonesia, Tetty Sulastri, selama ini guru masih kerap Di sisi lain, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 74
berdalih menengkkan kedisiplinan saat melakukan tahun 2008, dalam melaksanakan kewajibannya
kekerasan terhadap peserta didik. Tetty juga mendidik, guru diberi wewenang mengenai sanksi
mengatakan bahwa guru belum meninggalkan apabila peserta didik melanggar peraturan maupun norma
kebiasaan berkata-kata kasar di dalam kelas selama yang berlaku. Hal ini dijelaskan dalam Pasal 39 PP No.
proses belajar mengajar berlangsung. 74 Tahun 2008, berbunyi “Guru memiliki kebebasan
“sebanyak 90% pengajar menolak kampanye memberi sanksi kepada peserta didiknya yang
sekolah ramah anak dengan berkata, jika dalam praktik melangggar norma agama, kesusilaan, kesopanan,
belajar-mengajar penuh dengan kelembutan, peraturan tertulis maupun tidak tertulis yang ditetapkan
kedisiplinan tidak akan muncul”, ujar Tetty via guru, peraturan tingkat satuan pendidikan, dan peraturan
telepopon, Senin (23/07). perundang-undangan dalam proses pembelajaran yang
Selain data tersebut, Kementerian Pemberdayaan berada di bawah kewenangannya”. Maka dari itu, dengan
Perempuan dan Perlindungan Anak juga mencatat, ini perlu adanya suatu pengkajian mendalam mengenai
84% pelajar atau 8 dari 10 peserta didik di Indonesia kasus kekerasan yang menimpa siswa yang dilakukan
pernah menjadi korban kekerasan yang dialaminya di oleh guru.
sekolah. Komisi Perlindungan Anak Indonesia menilai Sekolah sebagai institusi pendidikan, seharusnya
tradisi kekerasan di sekolah dapat menurunkan menjadi tempat yang ideal bagi peserta didik, yang
kualitas pendidikan di Indonesia. artinya sekolah harus mampu memberi jaminan dalam
Bentuk kekerasan yang umumnya dialami siswa keberlangsungan proses belajar mengajar. Dalam
antara lain kekerasan fisik yang merupakan suatu Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 ayat (1)
bentuk kekerasan yang dapat mengakibatkan luka atau disebutkan bahwa “Pendidikan adalah usaha sadar dan
cedera pada siswa, seperti memukul, menganiaya, dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
lain-lain. Kemudian, kekerasan fisik yaitu kekerasan pembelajaran agar peserta didik secara aktif
secara emosional yang dilakukan dengan cara mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
menghina, melecehkan, mencela atau melontarkan kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
perkataan yang menyakiti perasaan, melukai harga kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
diri, menurunkan rasa percaya diri, membuat siswa keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
menjadi merasa jelek, tidak berguna dan tidak berdaya. bangsa dan negara”. Guna mencapai tujuan tersebut,
Fenomena kekerasan seperti ini sangat diperlukan proses belajar mengajar yang kondusif dan
memprihatinkan. Sekolah merupakan salah satu jauh dari kekerasan.
lembaga pendidikan formal yang secara langsung Dalam semboyan Ki Hajar Dewantara disebutkan
berupaya dalam membentuk perilaku, pengalaman, bahwa: “Ing ngarso sung tulodho, ing madya mangun
dan pengetahuan peserta didik. Masa-masa di sekolah karsa, tut wuri handayani” yang artinya di depan member
seharusnya menjadi masa yang paling penting dalam contoh, di tengah membangun prakarsa dan kerjasama,
menetukan kualitas anak, dengan harapan setiap siswa dan di belakang memberi dorongan. Seharusnya guru-
mampu belajar, bertemu, bermain, berinteraksi dengan guru atau tenaga pendidik lainnya menerapkan semboyan
siswa yang lain, serta saling tolong menolong dan ini, jadi tidak ada lagi tindak kekerasan yang terjadi pada
memberi bantuan. siswa.
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

Kasus kekerasan di sekolah yang marak terjadi di hukuman, terutama fisik. Hukuman sendiri dapat berupa
sekolah seringkali dibenarkan oleh masyarakat bahkan pemberian sanksi. Bila sanksi yang diberikan melebihi
orang tua peserta didik. Banyak sekali regulasi batas atau tidak sesuai dengan pelanggaran yang dibuat,
menentang tindakan kekerasan tersebut, seperti yang maka terjadilah bentuk kekerasan. Selain itu, kekerasan
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun juga dapat terjadi karena adanya balas dendam antara
2003 Bab 54, yang isinya “Guru dan siapapun lainnya pelaku dan korban.
di sekolah dilarang memberikan hukuman fisik kepada Kedua, kekerasan yang terjadi di dalam sekolah dapat
anak-anak”. Ditambah dengan keikutsertaan Indonesia diakibatkan oleh buruknya sistem dan kebijakan
dalam menandatangani Konvensi PBB untuk hak-hak pendidikan yang berlaku di Indonesia. Di Indonesia
anak dimana pada artikel ke-37 jelas dinyatakan sendiri kurikulum yang ditetapkan hanya mementingkan
“Negara menjamin tak seorang anakpun boleh aspek kognitif dan mengabaikan aspek afektif. Di mana
mendapat siksaan atau kekejaman lainnya. siswa yang tidak pandai dalam suatu mata pelajaran
Namun pada kenyataanya masih banyak kekerasan dikatakan bodoh. Dengan adanya hal seperti ini,
yang terjadi di sekolah. Kekerasan ini tidak hanya menyebabkan proses humanisasi yang ada di sekolah
terjadi antar siswa saja, bahkan banyak kekerasan yang
menjadi menurun.
dilakukan guru kepada siswa. Hasil penelitian yang Ketiga, kekerasan yang terjadi mungkin pula
dilakukan UNICEF di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dioengaruhi oleh lingkungan sekitar (lingkungan
dan Sumatera Utara pada tahun 2006 menunjukkan masyarakat) dan tanyangan media massa. Berdasarkan
bahwa kekerasan terhadap anak hampir 80% dilakukan banyaknya penelitian-penelitian menunjukkan bahwa
oleh guru (Jawa Pos, 20 Nopember 2007). tanyangan media massa yang cenderung menayangkan
Kasus-kasus kekerasan pada anak banyak sekali serta memberitakan tentang kekerasan justru mampu
yang diliput oleh media massa. Contohnya saja mempengaruhi pemirsanya.
kekerasan yang terjadi di salah satu SMP di kota Keempat, kekerasan bisa jadi merupakan refleksi dan
Surabaya. Guru olahraga di SMP ini menghukum perkembangan kehidupan masyarakat yang mengalami
siswanya yang terlambat datang ke sekolah dengan pergeseran cepat, sehingga menimbukan sikap instant
memerintahkan siswanya untuk berlari beberapa solution dan jalan pintas.
putaran. Namun karena fisiknya lemah, siswa tersebut Kelima, kekerasan yang terjadi di lingkungan sekolah
akhirnya meninggal (Jawa Pos, 17 Oktober 1997). Di bisa saja disebabkan oleh sosial-ekonomi pelaku.
Riau seorang guru SD menghukum muridnya dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2002)
berlari mengelilingi lapangan dalam kondisi telanjangdalam Buku Pedoman Pelaksanaan Model Praktik
bulat (Jawa Pos, 25 April 2002). Keperawatan menerangkan faktor penyebab terjadinya
Beberapa contoh kekerasan di atas, menunjukkan perilaku kekerasan dapat dikelompokkan menjadi
bahwa banyak sekali kekerasan yang dilakukan guru beberapa kelompok.
kepada siswa. Fenomena kekerasan terhadap anak Yang pertama, faktor biologis, perilaku kekerasan
masih menyisakan keprihatinan yang mendalam. merupakan akibat dari dorongan naluri (instinctual drive
Tidak kekerasan terhadap anak biasanya memiliki akar theory) yaitu teori yang menyatakan bahwa kekerasan
permasalahan yang berbeda-beda, baik dilihat dari disebabkan oleh suatu dorongan kebutuhan dasar yang
faktor struktural maupun kultural. Banyaknya sangat kuat. Di samping itu, perilaku kekerasan
kekerasan di sekolah maupun institusi pendidikan merupakan manifestasi dari pengalaman marah
lainnya, menunjukkan sisi buram pendidikan, di (physchomatis theory), yaitu teori yang menjalaskan
tengah tuntutan masyarakat akan layanan pendidikan bahwa kekerasan berasal dari respon psikologis terhadap
yang berkualitas. Apapun penyebabnya, tetap saja stimulus eksternal, internal maupun lingkungan, dalam
kekerasan merupakan perbuatan yang tidak bisa hal ini sistem limbic berperan sebagai pusat untuk
ditolerir, karena dapat menimbulkan dampak negatif mengekspresikan maupun menghambat rasa marah. Jadi
bagi orang lain. Berdasarkan banyaknya fenomena secara biologis, kekerasan timbul dari adanya perpaduan
kekerasan yang terjadi pada siswa yang dilakukan olehantara dorongan yang sangat kuat untuk marah dan rasa
guru di sekolah perlu dilakukan pengkajian mengenai marah yang pernah dialami.
apa penyebab dan latar belakang timbulnya kekerasan Yang kedua, faktor psikologis, perilaku kekerasan
tersebut. terjadi sebagai hasil dari akumulasi frustasi, hal ini
berdasarkan teori agresif frustasi. Teori ini menjelaskan
HASIL DAN PEMBAHASAN bahwa, frustasi terjadi apabila keinginan seseorang gagal
Banyak sekali asumsi yang diajukan untuk mengkaji atau terlambat untuk dicapai atau terlaksana. Di sisi lain
penyebab terjadinya kekerasan yang dilakukan guru teori perilaku (behavioral theory) yang menyatakan
kepada siswa di sekolah dengan dalih untuk bahwa kekerasan merupakan bagian dari sebuah
membentuk suatu kedisiplinan. Pertama, kekerasan kemarahan. Bertingkah laku merupakan kebutuhan dasar
dalam proses belajar mengajar dapat muncul sebagai 3 manusia, apabila kebutuhan tersebut tidak terpenuhi
akibat adanya pelanggaran yang disertai dengan melalui berperilaku secara konstruktif, am seseorang
Header halaman genap: Nama Jurnal. Volume 01 Nomor 01 Tahun 2012, 0 - 216

akan memenuhinya dengan berperilaku secara sistem pendidikan, serta aspek kultur masyarakat.
destruktif, demikian menurut teori eksistensi. Satu, aspek dari dalam diri siswa. Misalnya saja,
Berdasarkan uraian di atas, secara psikologis, siswa kurang disiplin, siswa kurang sopan terhadap guru,
kekerasan timbul sebagai akibat frustasi karena tidak menaati peraturan, tidak mengerjakan PR, tidak
kegagalan, baik kegagalan mencapai tujuan maupun mengikuti pelajaran, pulang sebelum berbunyi, berkelahi,
kegagalan dalam memenuhi kebutuhan hidup ribut di kelas ketika proses belajar mengajar berlangsung,
Yang ketiga, faktor sosial kultural, di mana teori dan hal-hal lain yang dapat mengundang perilaku guru
lingkungan sosial menjelaskan bahwa lingkungan untuk melakukan tindak kekerasan kepada siswa.
mampu mempengaruhi sikap seseorang dalam Dua, aspek dari dalam diri guru. Kekerasan yang
mengekspresikan sikap kemarahan. Dan menurut teori dilakukan guru terhadap muridnya sebagai alat
belajar sosial, perilaku kekerasan dapat dipelajari pendisiplinan instan, sehingga siswa dapat berperilaku
secara langsung maupun melalui proses sosialisasi. sesuai dengan harapan guru. Selanjutnya, tidaklayakan
Dengan demikian, kekerasan secara sosio-kultural, guru dalam mengajar dan mendidik dikarenakan
merupakan dampak dari pengaruh lingkungan sosial intelektualitas guru yang rendah namun dipaksa untuk
baik secara langsung maupun tidak langsung (melalui mengejar target kurikulum. Dan yang terakhir,
proses sosialisasi). ketidakmampuan guru dalam mengelola emosi negatif
Yang keempat, faktor pencetus atau faktor tekanan. akibat pergaulan hidup yang berat sebagai dampak dari
Pada dasarnya tekanan yang mencetuskan perilaku kurangnya perhatian pemerintah terhadap kesejahteraan
kekerasan setiap orang bersifat unik. Tekanan ini dapat guru. Hal ini dapat menyebabkan guru mengalami stress
disebabkan dari luar maupun dalam. Contoh tekanan saat mengajar di kelas, sehingga menyebabkan guru
dari luar adalah adanya serangan fisik, kehilangan, melakukan tindak kekerasan pada siswanya.
kematian, dan lain-lain. Sedangkan tekanan dari dalam Tiga, aspek dari sistem pendidikan sendiri. Kekerasan
seperti putus hubungan dengan orang yang disayangi, yang dilakukan guru terhadap siswanya disebabkan
kehilangan rasa cinta, ketakutan terhadap penyakit karena terdapatnya relasi yang tidak seimbang antara
fisik dan lain-lain. Selain itu, lingkungan yang terlalu guru dengan siswa, yang bersumber dari kebijakan dan
ribut, padat kritikan yang mengarah pada penghinaan, sistem pendidikan yang menganut ideologi dan kultur
tindakan kekerasan dapat memicu perilaku kekerasan. hierarkis. Sehingga muncul paham, “Siapa yang struktur
Dapat disimpulkan bahwa kekerasan dapat terjadi hierarkisnya lebih tinggi, dialah yang kuat, sebaliknya
karena adanya tekanan baik yang berasal dari dalam siapa yang struktur hierarkisnya rendah, dialah yang
maupun luar seseorang. lemah”. Dalam hal ini, struktur hierarkis guru ada di atas
Faktor penyebab kekerasan di sekolah dapat dilihat siswa, sehingga hal ini menimbulkan ketidaksetraan
pada gambar berikut relasi dan paham kekuasaan yang lebih dari guru
terhadap siswanya. Bentuk-bentuk kekerasan yang
Gambar 1: Faktor-Faktor Terjadinya Kekerasan dilakukan guru terhadap siswanya merupakan manifestasi
dalam Pendidikan dari konteks kekuasaan guru terhadap siswa, yang
dimaksudkan agar siswa merasa takut dan tunduk pada
kemauan seaat aturan yang dibuat oleh guru sebagai
pihak yang lebih berkuasa.
Empat, aspek dari kultur masnyarakat, kekerasan
yang dilakukan guru terhadap siswanya banyak diakui
oleh masyarakat sekitar sekolah. Kultur masyarakat juga
sangat mempengaruhi bagaimana seorang guru dalam
menerapkan proses belajar mengajar di sekolah serta
mempengaruhi bagaimana guru mendidik anak secara
Berdasarkan analisis hasil Konsultasi Anak benar. Jika proses belajar mengajar berjalan lancer dan
terhadap Kekerasan Tingkat Nasional yang dilakukan mendapat pengakuan dari masyarakat yang baik, maka
pada tahun 2005 (dalam Adiningsih, 2006), didapat guru tidak akan melakukan tindak kekerasan. Namun,
beberapa faktor yang menyebabkan kekerasan yang jika yang terjadi justru kebalikannya dimana proses
dilakukan guru terhadap siswanya. Beberapa faktor belajar mengajar mendapat respon negatif dari
tersebut terangkum dalam 4 aspek, yaitu aspek dari masyrakat, akan mempengaruhi guru untuk melakukan
dalam diri siswa, aspek dari daam diri guru, aspek dari tindak kekerasan terhadap siswanya.
Header halaman gasal: Penggalan Judul Artikel Jurnal

PENUTUP
Simpulan
Kekerasan merupakan hal yang sering terjadi dan tidak
bisa dipungkiri. Kekerasan dapat dilakukan oleh siapa
saja dan dimana saja tanpa tahu kapan kekerasan itu akan
terjadi. Kekerasan juga sering terjadi di lembaga
pendidikan, seperti sekolah. Di mana, sekarang ini masih
banyak oknum pendidik yang justru melakukan tindak
kekerasan tersebut. Bentuk kekerasan yang dilakukan
guru kepada siswa, ada yang secara fisik maupun secara
psikis. Dari banyaknya kasus-kasus dan fenomena
kekerasan yang dilakukan guru kepada siswa di sekolah
perlu dilakukan pengkajian lebih lanjut mengenai latar
belakang terjadinya kekerasan tersebut. Banyak sekali
aspek yang melatar belakangi terjadinya kekerasan, mulai
dari aspek siswanya sendiri, aspek dari dalam gurunya,
aspek kebijakan pendidikan yang berlaku bahkan
lingkungan masyarakat yang ada di sekitar sekolah, serta
faktor-fakor lain yang melatar belakangi terjadinya
kekerasan di sekolah.

Saran
Tindak kekerasan yang sering terjadi, entah itu di sekolah
atau di mana saja, pasti ada yang melatar belakangi
timbulnya kekerasan tersebut. Maka dari itu, harus ada
penelitian lebih lanjut mengenai apa yang melatar
belakangi terjadinya suatu kekerasan. Penelitian yang
dimaksud bukan hanya sekedar fakta dan melihat apa
yang terjadi di lapangan, namun juga harus dikaitkan
dengan suatu disiplin ilmu agar penelitian yang dilakukan
lebih relevan.

DAFTAR PUSTAKA

Muis, T., Syafiq, M. and Savira, S. I. (2011) ‘Bentuk,


Penyebab, dan Dampak dari Tindak Kekerasan Guru
terhadap Siswa dalam Interaksi Belajar Mengajar dari
Perspektif Siswa di SMPN Kota Surabaya: Sebuah
Survey’, Jurnal Psikologi Teori dan Terapan, 1(2),
pp. 63–74.
Saptarini, Y. (2009) ‘Kekerasan dalam lembaga
pendidikan formal (studi mengenai kekerasan oleh
guru terhadap siswa sekolah dasar di Surakarta)’.
Universitas Sebelas Maret.
Istri, D. and Asyanti, S. (2017) ‘Hubungan antara kontrol
diri dan keterampilan sosial dengan kecanduan
internet pada siswa SMK’. Muhammadiyah
University Press.
Apsari, F. (2013) ‘Hubungan antara harga diri dan
disiplin sekolah dengan perilaku bullying pada
remaja’. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Ilham, M. (2013) ‘KEKERASAN GURU TERHADAP
SISWA (Studi Fenomenologi Tentang Bentuk
Kekerasan Guru dan Legitimasi Penggunaannya)’,
Paradigma, 1(3).
5

Anda mungkin juga menyukai