nasional
melalui kebijakan
dengan
penataan
mengedepankan
kembali kurikulum
aspek
pendidikan
sebaliknya menuju ke arah negatif. Laju dampak globalisasi berdampak pula pada
lahirnya pemikiran sebagian masyarakat kita yang seolah-olah
mendewakan
demokrasi dengan mengusung Hak Azasi Manusia (HAM) sebagai senjata untuk
pembenaran kebebasan diri. Ironisnya era reformasi yang sudah lebih sepuluh
tahun kita jalani ternyata justru seolah melahirkan peradaban masyarakat yang
jauh dari nilai-nilai karakter dan jati diri Bangsa Indonesia itu sendiri. Sekolah
sebagai lembaga yang mempunyai tugas dan fungsi untuk menjaga, membina dan
membentuk generasi bangsa agar sejalan dengan nilai-nilai dan norma serta
kepribadian bangsa Indonesia itu sendiri.
Untuk mewujudkan hal tersebut, sudah seharusnya sekolah menjadi tempat
yang nyaman, menyenangkan dan penuh kedamaian bagi semua peserta didik
serta seluruh warga sekolah. Hal ini sejalan dengan konsep Bapak Pendidikan
Nasional,
mewujudkan
lingkungan
sekolah
yang
nyaman,
aman
dan
menyenangkan bagi peserta didik serta seluruh warga sekolah, tidaklah mudah
untuk mewujudkannya. Diantara masalah-masalah yang terjadi dilingkungan
sekolah adalah menyangkut hal-hal sebagai berikut :
1. Kekerasan Antar Siswa.
Sekolah dihuni oleh peserta didik yang berasal dari latar belakang keluarga
yang beragam. Baik dari latar belakang ekonomi, sosial dan pendidikan. Dengan
demikian memungkinkan terjadinya perbedaan sikap dan perilaku siswa karena
kebiasaan yang dibawa dari kehidupan keseharian dikeluarganya masing-masing.
3
guru
peserta
didik.
Tanpa
disadari
dalam
kegiatan
terhadap
siswa.
Melakukan bullying sampai kekerasan pisik kepada siswa yang dimata guru
dianggap bermasalah. Hal inilah yang bagi siswa tertentu akan menjadi tekanan
yang luar biasa, sehingga siswa yang bersangkutan melakukan pemberontakan
bahkan melakukan tindak kekerasan kepada gurunya.
3. Kekerasan Yang dilakukan Oleh orangtua siswa kepada Guru.
Kurangnya komunikasi yang baik antara sekolah dan orang tua siswa, akan
berakibat terjadinya kesalahan informasi berbagai hal yang terkait dengan
perkembangan siswa selama berada dilingkungan sekolah. Terkait dengan
perlakuan guru disekolah terhadap seorang siswa, terkadang informasi yang
disampaikan siswa yang bersangkutan kepada orang tuanya ditelan secara
mentah tanpa konfirmasi kepada sekolah. Dalam hal ini tidak jarang orang tua
tersulut emosinya yang kemudian melakukan tindakan kekerasan terhadap guru
dan pihak sekolah.
C. Pembahasan Masalah Dan Solusinya
1. Kekerasan Antar Siswa.
Sekolah sebagai lembaga pendidikan mengemban tugas yang sangat berat
terutama terkait dengan pembentukan perilaku peserta didik, baik menyangkut
segi kogninif, afektif maupun psykomotor.Orang tua berharap melalui lembaga
pendidikan terjadinya perubahan perilaku yang menyangkut tiga ranah tersebut,
sehingga siswa
dimasyarakat selepas lulus dari sekolah. Salah satu masalah besar yang dihadapi
guru dan sekolah adalah ketika terjadi ketimpangan nilai-nilai ideal yang diajarkan
disekolah dengan kenyataan yang terjadi dirumah maupun dimasyarakat.
4
Sehingga seolah terjadi benturan antara nilai nilai yang berlaku sekolah dengan
kenyataan yang dialami siswa dalam kehidupannya.
Keberagaman latar belakang siswa menjadi salah satu pemicu lahirnya
geng / kelompok siswa yang menjurus kepada tindakan kriminal melalui bullying
yang dilakukan antar geng yang ada disekolah. Perkelahian, pemalakan dari
siswa senior kepada juniornya atau dari alumni terhadap adik kelasnya.
Disinilah kemampuan guru dan institusi sekolah diuji, bagaimana guru mampu
menanamkan sejak dini kepada siswa bahwa perbedaan itu adalah suatu hal yang
tidak bisa dihindari dalam kehidupan. Sebagai negara yang berlandaskan
Pancasila dan Bhineka Tunggal ika, maka siswa diajarkan harus dapat
mengharagai perbedaan yang ada dilingkungan barunya yaitu sekolah.
Dalam Undang-Undang No.35.Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak
dijelaskan bahwa Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang
berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual,
dan/atau
penelantaran,
termasuk
ancaman
untuk
melakukan
perbuatan,
bersama. Dalam hal ini bukan hanya tanggung jawab guru, akan tetapi tanggung
jawab bersama antara guru, orang tua dan masyarakat.
Dalam pasal 20 Undang-Undang Perlindungan anak disebutkan bahwa
Pemerintah, Pemerintah Daerah, Masyarakat,Keluarga, dan Orang Tua atau Wali
berkewajiban danbertanggung jawab terhadap penyelenggaraanPerlindungan
Anak. Guru hendaknya memahami perkembangan peserta didik, termasuk
didalamnya sikap dan perilaku siswa dalam berhubungan serta berinteraksi
dengan semua warga sekolah. Dalam menangani siswa yang dianggap
bermasalah, sekolah dapat melakukan dua pendekatan yaitu :
1) Pendekatan disiplin yang merujuk pada aturan dan ketentuan Tata Tertib
yang berlaku disekolah beserta sanksinya. Dalam rangka menjaga wibawa
sekolah sebagai institusi pendidikan maka, pelanggaran siswa terhadap
tata tertib perlu mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahannya.
Sebagai lembaga pendidikan tentu saja bentuk sanksi yang diberikan harus
bersifat edukasi dan memberi efek jera sehingga tidak mengulanginya
dikemudian hari. Sebab sanksi itu diberikan dalam rangka membina dan
mendidik siswa agar menyadari bahwa tindakannya melanggar aturan yang
berlaku dan telah disepakati bersama.
2) Pendekatan melalui Bimbingan Konseling. Berbeda dengan pendekatan
disiplin yang memberikan sanksi, penanganan siswa bermasalah melalui
bimbingan dan konseling lebih menekankan pada upaya mencari akar
masalah yang dialami siswa yang bersangkutan dan menemukan
solusinya.
Penanganan
siswa
bermasalah
melalui
Bimbingan
dan
preman, penjatuh mental anak didik, dan telah membuat kelas menjadi tempat
pelecehan. Mereka mengajar dengan gaya konvensional yang hampir seperti
praktik pendidikan kaum tertindas (Dunia Tanpa Sekolah, 2007). Pendapat lain
dikemukakan oleh Dr.Seto Mulyadi, Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA)
yang mengatakan bahwa Sistem pendidikan di Indonesia belum membebaskan.
Peserta didik menjalani proses belajarbagaikan dalam penjara. Karena sekolah
tidak
memberikan
ruang
mengekspresikanperasaannya,
bagi
siswa
untuk
Intinya
tidak
membebani
berkreasi,
anak
dan
dan
tidak
mendapatkan sanksi dari gurunya. Hindari perkataan guru yang menyakiti dan
mempermalukan siswa didepan teman-temannya, sebab hal tersebut akan
membekas dalam diri siswa, karena merasa dipermalukan didepan umum. Hal
tersebut akan menutup ruang dialog antara siswa dengan gurunya. Dan yang
terpenting siswa menyadari bahwa sanksi yang diberikan guru bukan karena guru
benci kepada siswa melainkan bentuk tanggungjawab guru sebagai pendidik yang
mendapat amanah dari orang tua siswa.
Penanganan siswa yang bermasalah tidak terselesaikan secara tuntas
akan berakibat pada sikap tidak puas bahkan akan memunculkan dendam dari
siswa yang bersangkutan terhadap gurunya.Yang paling memprihatinkan adalah
ketika siswa melibatkan pihak ketiga untuk melampiaskan rasa dendamnya yang
berujung dikepolisian.
3. Kekerasan Yang Dilakukan oleh Orang tua Kepada Guru.
Sekolah harus menyadari bahwa salah satu komponen terpenting untuk
keberhasilan dalam mewujudkan visi dan misi sekolah adalah terbangunnya
komunikasi yang baik dan intensif antara sekolah dan orang tua siswa. Kenyataan
yang ada menunjukan bahwa sekolah seperti menara gading yang terpisah dan
tertutup dari orang tua siswa yang notabene pemberi amanat kepada sekolah
untuk mendidik putra putrinya. Kalaupun dibentuknya Komite sekolah sebagai
jembatan komunikasi antara orang tua siswa dan sekolah, kenyataannya tidak
lebih hanya sebagai formalitas belaka untuk memenuhi ketentuan peraturan yang
ada. Banyak diantara orang tua siswa yang merasa tidak terwakili oleh komite
sekolah, terutama dalam hal menyalurkan kepentingan orang tua siswa atas
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh sekolah.Komunikasi yang kurang baik
antara pihak sekolah dan orang tua siswa akan berdampak dalam menyelesaikan
permasalahan siswa disekolah. Tidak sedikit orang tua yang melaporkan guru ke
pihak kepolisian dan berujung dipengadilan, hanya karena orang tua terhasut oleh
laporan anaknya terkait tindakan guru dalam menyelesaikan atas tindakan
pelanggaran yang dilakukan siswa tersebut disekolah. Bullying guru terhadap
siswa dan orang tua siswa terhadap guru terjadi karena sekolah tertutup dan tidak
membangun komunikasi antara sekolah dan orangtua siswa.
Masih segar dalam ingatan kita kasus yang menimpa Dasrul guru SMK 2
Makasar yang dipukuli oleh orang tua muridnya sendiri Muhamad Alif. Kasus
9
bermula ketika siswa dihukum oleh guru Arsitektur karena tidak mengerjakan
tugas yang diberikan. Siswa merasa tidak terima kemudian melapor kepada orang
tuanya. Tidak terima sanksi yang diberikan Dasrul kepada anaknya kemudian
orang tua tersebut melakukan penganiayaan yang mengakibatkan mata Dasrul
mengalami gangguan dalam penglihatannya.
Atau kasus
Iwan
marah-marahdanmengancam
balik
Aop.
Bahkan Iwan mencukur balik rambut sang guru sebagai tindakan balasan. Namun
tak puas sampai disitu saja, Iwan juga melaporkan Aop ke pihak berwajib. Guru
honorer itu pun dikenakan pasal berlapis yaitu tentan Perlindungan Anak dan
tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Atas tuntutan itu, pengadilan negeri
akhirnya menjatuhkan hukuman percobaan. Yaitu dalam waktu 6 bulan.Masih
banyak kasusu-kasus yang sejenis lainnya yang berujung ke pengadilan.
Kasus yang mencoreng dunia pendidikan kita ini sebenarnya tidak akan
terjadi, jika guru ketika memberikan sanksi kepada siswanya menggunakan
pendekatan hubungan orang tua dan anak. Sehingga terjalin kedekatan hati
antara guru dan siswa yang bersangkutan. Dan masalah yang terjadi antara siswa
dan gurunya diselesaikan secara tuntas. Karena anak menganggap masalahnya
sudah tuntas maka, tidak akan terjadi pengaduan dari siswa kepada orang tuanya
apalagi dilebih-lebihkan, yang memicu konflik baru antara guru dan orang tuanya.
Guru adalah sebuah profesi yang ketika menjalankan tugas dan fungsinya
sebagai pendidik dipagari oleh kode etik yang melekat pada profesinya sebagai
guru. Kode Etik Guru Indonesia, adalah norma dan asas yang disepakati dan
diterima oleh guru-guru Indonesia sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat, dan warga
negara.( Pasal 1 ayat 1 ) Sedangkan dalam Pasal 1 ayat (2) dijelaskan bahwa
10
pedoman sikap dan perilaku sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat (1) pasal
ini adalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru yang baik dan buruk,
yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas
profesionalnya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik, serta pergaulan sehari-hari di dalam dan
di luar sekolah.
Dengan ditetapkannya Kode Etik Guru Indonesia, maka terbentuk pula
Dewan Kehormatan Guru Indonesia, yang berwenang untuk memberikan
rekomendasi sanksi kepada guru yang dianggap melanggar kode etik guru dalam
menjalankan tugas sebagai guru. Sanksi yang diberikan tentu saja dalam upaya
pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan dalam rangka menjaga
harkat
dan
martabat
profesi
guru.
Hal ini
seperti
Dewan
Pers
yang
menilai
dan
merekomendasikan
apakah
tindakan
guru
tersebut
bertentangan dengan kode etik guru atau tidak. Sehingga guru dalam
menjalankan tugasnya tidak gamang serta terbelenggu oleh isu-isu tentang Hak
Asasi Manusia (HAM) ketika guru menegur dan membetulkan sikap siswa yang
dinilai melanggar etika dan norma-norma yang berlaku baik dilingkungan sekolah
maupun dimasyarakat.
Oleh karena itu PGRI dan Organisasi guru lainya dapat mensosialisasikan
Kode Etik Guru kepada anggotanya, masyarakat dan pihak-pihak terkait. Hal ini
menjadi penting karena sebagian besar guru belum mengetahui tentang isi Kode
Etik Guru dan Dewan Kehormatan Guru yang baru ditetapkan, termasuk orang tua
siswa dan pihak terkait lainnya seperti kepolisian. Diharapkan dimasa yang akan
datang tidak ada lagi guru yang dipolisikan hanya karena ada pelanggaran
kode etik dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dengan demikian
adanya jaminan dan perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan
profesinya sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Guru dan Dosen.
11
Dari semua itu yang terpenting bagi guru dalam menjalankan tugasnya
terutama dalam hubungannya dengan peserta didik hendaknya dilandasi rasa
kasih sayang dengan penuh keihlasan serta menghindari tindak kekerasan fisik
yang diluar kaidah dan koridor pendidikan. Jalin komunikasi yang intensif dan
berkelanjutan dengan orang tua siswa sehingga terjadi kesepahaman
dan
sinergis dalam menghantarkan peserta didik yang cerdas, terampil, dan berahlak
mulia sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pendidikan nasional.
Pada hakekatnya guru dan orang tua dalam pendidikan yang mempunyai
tujuan yang sama, yakni mengasuh, mendidik, membimbing, serta membina
anaknya menjadi orang dewasa dan dapat memperoleh kebahagiaan hidupnya
dalam arti yang seluas-luasnya. Kesamaan persepsi antara guru, siswa dan orang
tua siswa dalam menterjemahkan visi dan misi sekolah akan memuluskan jalan
dalam mencapai target yang telah ditetapkan oleh sekolah. Hubungan yang
harmonis antara pihak sekolah dan orang tua, akan menumbuhkan sikap saling
mempercayai diantara kedua belah pihak. Disisi lain siswa merasa aman,
nyaman dan terlindungi selama berada dilingkungan sekolah.
D.Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Berkaitan dengan tindak kekerasan yang terjadi dilingkungan sekolah baik
yang dilakukan antara sesama siswa, antara guru terhadap siswa dan sebaliknya
maupun antara orang tua terhadap guru, dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut :
1. Latar belakang kehidupan dan kebiasaan siswa dalam keluarga, sangat
berpengaruh terhadap perilaku siswa dilingkungan sekolah.
2. Perkelahian siswa dilingkungan sekolah biasanya bermula dari hal-hal yang
sepele, terutama terjadinya bullying secara verbal, yang dilakukan antara
siswa yang satu terhadap siswa lainnya.
3. Guru tanpa disadari sering melakukan bullying kepada siswa nya baik
secara fisik maupun secara psykis, hal ini yang kemudian menimbulkan
konflik antara siswa dan guru.
4. Konflik yang terjadi antara orang tua dan guru terjadi karena kurang
harmonisnya hubungan antara pihak sekolah dengan orang tua siswa,
12
sehingga orang tua hanya menerima informasi sepihak dari anaknya, tanpa
melakukan konfirmasi kepada pihak sekolah.
b. Saran-saran
1. Sekolah hendaknya menciptakan lingkungan sekolah yang bersih, sehat,
nyaman, rindang dan indah, sehingga tercipta lingkungan sekolah yang
kondusif untuk kegiatan belajar mengajar.
2. Sekolah hendaknya membina dan mengembangkan hubungan saling
menghormati, menghargai dan mengasihi diantara seluruh warga
sekolah, sehingga tercipta suasana kekeluargaan serta siswa merasa
sekolah sebagai rumah keduanya.
3. Sekolah hendaknya mengembangkan berbagai macam kegiatan
ekstrakulikuler, yang dapat menampung berbagai bakat dan kreativitas
siswa, sehingga potensi siswa dapat tersalurkan untuk hal-hal yang
positif bagi pengembangan dirinya.
4. Guru hendaknya berupaya meningkatkan kompetensinya, secara terus
menerus dan berkesinambungan sebagai bekal dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya sebagai guru professional.
5. Guru hendaknya berhati-hati dan menghindari pemberian sanksi kepada
siswa yang menjurus kepada kekerasan fisik, sebab hal tersebut akan
melahirkan sikap kekerasan baru baik yang dilakukan oleh siswa
maupun orang tua terhadap guru.
6. Guru dan Wali kelas hendaknya menjalin komunikasi yang intensif
kepada orang tua siswa, agar terjadi kesamaan persepsi dalam
membimbing dan membina perilaku siswa sesuai dengan tujuan yang
diharapkan.
13
E. Daftar Pustaka
14
15