Anda di halaman 1dari 6

MANIFESTO GMKI WILAYAH X

A. Pendahuluan
“Melawan Otokrasi, Meneguhkan Konstitusi, Mempertahankan Integrasi”
Problematika pembentukan struktur fungsionaris Pengurus Pusat GMKI Periode 2022-2024
berujung pada dualisme susunan fungsionaris Pengurus Pusat dengan narasi ‘Pengurus Pusat versi
Ketua Umum’ berdasarkan serah-terima pada tanggal 31 Januari 2023 dan ‘Pengurus Pusat Versi
Sekretaris Umum’ berdasarkan serah-terima pada tanggal 28 Januari 2023. Tindakan ini mencetak
sejarah buruk perjalanan organisasi GMKI yang selalui mengedepankan prinsip kesatuan dan
keutuhan berlandaskan Amsal ut omnes unum sint atau supaya mereka menjadi satu (Yohanes
17:21a). Selain itu, tindakan yang merusak keutuhan dan persaudaraan GMKI tersebut jauh dari
harapan founding father GMKI Johannes Leimena yang dalam pidato bersejarahnya memberikan
pesan bahwa GMKI bukan merupakan suatu gessellschaft, tetapi ia adalah suat gemeinschaft,
persekutuan dalam Kristus Tuhannya dengan Demikian ia berakar baik dalam gereja maupun
dalam nusa dan bangsa Indonesia.
Memaknai amsal ut omnes unum sint adalah dengan mengedepankan kepentingan umum
organisasi dengan tuntunan kasih Yesus Kristus Sang Kepala Gerakan untuk persatuan, bukan
mengedepankan kepentingan pribadi atau segelintir orang untuk tujuan praktis yang
mengakibatkan perpecahan dan sentimen antar sesama kader GMKI.
Tindakan pimpinan yang menunjukan egosentris dapat dikategorikan sebagai suatu gejala
otokrasi yang dikendalikan oleh seorang yang otoriter yakni dengan mengedepankan
kepemimpinan absolut atas suatu upaya menjalankan organisasi yang terkonsentrasi di tangan satu
orang, yang keputusannya tidak tunduk pada batasan konstitusi organisai maupun mekanisme
kontrol anggota melalui forum tertinggi seperti kongres. Gejala ini harus disuarakan dan dilawan
dengan mengedepankan supremasi konstitusi organisasi agar organisasi dapat dijalan berdasarkan
sistem dan mekanisme yang ditetapkan oleh AD/ART sebagai Konstitusi GMKI bukan pada
kehendak pribadi seseorang atau segelintir orang.
Tindakan inkonstitusional dan sewenang-wenang oleh sekelompok kader dalam
pembentukan dan peneguhan fungsionaris Pengurus Pusat haruslah dipandang sebagai
pengkhianatan terhadap organisasi karena tidak sejalan dengan aturan main organisasi (Rules of
Organization) yang ditetapkan oleh konstitusi dan melanggar janji sebagai kader dan pemegang
jabatan organisasi.
Maka demi keselamatan dan keberlangsungan organisasi, kami selaku kader GMKI Wilayah
X mencakup Provinsi Sulawesi Utara-Gorontalo menegaskan MANIFESTO WILAYAH X yang
bersubstansi kajian dan pernyataan sikap terhadap keadaan organisasi saat ini.

B. Kajian
1. Konstitusionalitas Susunan Pengurus Pusat GMKI
Kedudukan Anggaran Dasar (AD) sebagai konstitusi haruslah dipandang sebagai hukum
tertinggi organisasi, sebagaimana tingkat keputusan organisasi yang ditetapkan Pasal 11 Anggaran
Rumah Tangga (ART). Terkait Konstitusi Organisasi, penjelasan AD/ART GMKI mengambarkan
Istilah konstitusi organisasi disamakan dengan negara yang mempergunakan untuk menunjuk
kepada Hukum Dasar yang tertulis dari suatu negara yang kita kenal dengan Undang-Undang
Dasar. Untuk memudahkan kita memahami kedudukan dan peranan AD/ART suatu organisasi
maka dapatlah dianalogikan dengan Hukum Dasar atau Undang-Undang Dasar. Konstitusi
merupakan hukum berarti mengikat anggota maupun lembaga sebagai aparat organisasi di segala
tingkatan. Konstitusi berarti pula hukum dasar yang berarti sebagai hukum yang tertinggi di mana
semua hukum dan peraturan di dalam organisasi lahir dari padanya. Karena konstitusi merupakan
hukum yang tertinggi dalam suatu organisasi maka konstitusi hendaknya telah dapat mengatur hal-
hal pokok bagi kehidupan organisasi. Hal-hal pokok itu adalah yang mengatur kelembagaan
organisasi dan yang mengatur keanggotaan serta hubungan antara kelembagaan dan anggota.
Oleh karena itu rujukan utama dalam setiap aktivitas organisasi adalah konstitusi, dalam hal
ini pembentukan struktur pengurus pusat sesuai ketentuan Pasal 4 angka 3 huruf a ART yang
mengatur Pengurus Pusat dipilih oleh Kongres dengan sistem pemilihan langsung dan/atau
pemilihan formatur, lebih lanjut dalam aturan penjelasan Pasal 4 angka 3 huruf a mengartikan
bahwa terdapat tiga cara pembentukan susunan pengurus yakni pertama, memilih keseluruhan
fungsionaris; kedua, memilih beberapa orang fungsionaris dan ditambah beberapa orang anggota
menjadi formatur; dan ketiga, memilih beberapa orang menjadi formatur tanpa memilih terlebih
dahulu fungsionaris. Formatur adalah mandataris Kongres untuk melaksanakan tugas tersebut.
Pada kasus ini, Keputusan Kongres XXXVIII di Toraja menetapkan bahwa mekanisme
pembentukan susunan Pengurus Pusat 2022-2024 menggunakan mekanisme formatur tanpa
memilih terlebih dahulu fungsionaris diluar Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih yang juga
merangkap sebagai Ketua dan Sekretaris Formatur. Secara mendasar mekanisme kerja formatur
harusah didasarkan pada asas musyawarah untuk mufakat dan jika asas tersebut tidak tercapai
maka ditempuh mekanisme voting atau pemungutan suara terbanyak (Pasal 8 huruf a AD).
Problematika keabsahan susunan Pengurus Pusat 2022-2024 haruslah dinilai secara objektif
dengan sudut pandang konstitusi bukan dengan kekuasaan politik atau dengan cara lain yang tidak
sesuai dengan mekanisme yang ditetapkan konstitusi melalui kongres yakni pembentukan Struktur
PP melalui Formatur.
Haruslah dipandang tidak sah atau inkonstitusional jika struktur pengurus terbentuk bukan
dari keputusan formatur hasil Kongres XXXVIII di Toraja yang menetapkan Ketua Umum
Terpilih, Sekretaris Umum Terpilih, Cabang Tondano, Cabang Makale dan Cabang Makasar
sebagai formatur. perihal perbedaan struktur PP yang menimbulkan narasi ‘versi ketum dan versi
sekum’, haruslah dibuktikan dengan agenda-agenda kerja formatur yang dimulai sejak berakhirnya
Kongres yakni tanggal 2 Desember 2022 dengan masa kerja formatur paling lambat 30 hari, yakni
keputusan formatur yang ditetapkan melalui Berita Acara Rapat Formatur yang disepakati seluruh
anggota formatur atau lahir dari mekanisme pemungutan suara terbanyak (voting) formatur.
2. Perihal Serah Terima Pengurus Pusat
Pengaturan serah terima Pengurus Pusat dapat dilihat pada Pasal 4 angka 8 ART yang
mengatur “Pergantian Pengurus Pusat harus disertai dengan serah-terima yang selengkap-
lengkapnya” dan penjabaran lebih lanjut pada Peraturan Organisasi (PO) Pasal 3 angka 3 bahwa
“Serah Terima Pengurus Pusat dilaksanakan selengkap-lengkapnya termasuk inventarisasi
kekayaan organisasi”, proses pergantian Pengurus Pusat melalui serah-terima jika merujuk pada
aturan penjelasan ART Pasal 4 bahwa “selama Pengurus Pusat yang baru belum terbentuk, maka
Pengurus Pusat yang lama tetap bertanggung jawab” memberikan mandat kepada Pengurus Pusat
Demisioner untuk melaksanakan acara serah-terima tersebut.
Perihal serah-terima Pengurus Pusat Periode 2020-2022 kepada Pengurus Pusat 2022-2024
yang dilakukan secara dualisme yakni pada tanggal 28 Januari 2023 dan tanggal 31 Januari 2023,
harusalah dinilai keabsahannya dengan melihat pelaksana dan proses administrasi organisasi
dalam kegiatan serah-terima tersebut. Pelaksana dalam hal ini Pengurus Pusat Demisioner harus
mengacu dengan mekanisme kerja internal, seperti perencanaan kegiatan dan pengambilan
keputusan keseharian melalui rapat harian.
Haruslah dipandang cacat administratif jika agenda serah-terima PP dilakukan secara
sepihak oleh salah satu pihak atau sebagian pihak Fungsionaris PP. Sebab pada dasarnya
kepemimpinan organisasi adalah kolektif (Pasal 4 angka 5 ART) atau secara kolektif kolegial.
Sehingga, keabsahan agenda serah-terima PP dapat merujuk pada hasil rapat harian atau
mekanisme kolektif kolegial dari Pengurus Pusat Demisioner.
3. Fungsionaris Pengurus Pusat Inkonstitusonal dan Implikasi Terhadap Organisasi
Konsep sentralisasi organisasi sebagaimana bentuk organisasi yang ditetapkan pada Pasal 5
angka 2 AD, menempatkan kedudukan pengurus pusat sebagai sentral atau penentu jalannya
organisasi sampai pada tingkat cabang. Sebagaimana uraian pada penjelasan AD bahwa “Bentuk
organisasi ini adalah kesatuan. Ini berarti bukan bentuk federasi. Sebagai akibat dari benruk
kesatuan tersebut maka harus ada pimpinan tertinggi dan dalam hal ini adalah Pengurus Pusat
(juncto AD pasal 7 ayat 3 dan pasal 1 ayat 2). Karena itu Pengurus Pusat selaku pimpinan
organisasi adalah pelaksanaan, kebijaksanaan organisasi setelah Kongres. Cabang-cabang
adalah pelaksana kebijakan organisasi yang telah ditentukan Pengurus Pusat. Oleh karena itu
susunan Badan Pengurus Cabang dilantik dan disahkan oleh Pengurus Pusat (juncto ART pasal
6 ayat 3.b.) dan Badan Pengurus Cabang bertanggung jawab kepada Pengurus Pusat (juncto ART
pasal 6 ayat 4.a.). Wewenang pimpinan organisasi ini juga tampak dalam pembentukan dan
pembubaran cabang (juncto ART pasal 8).”
Berdasarkan landasan konstitusional diatas, peran Pengurus Pusat sangatlah strategis sebagai
penentu kebijaksanaan organisasi dan jalannnya aktivitas organisasi. Adanya dua struktur yang
berbeda saat ini pada Pengurus Pusat periode 2022-2024 yang menurut fakta dipelopori oleh pihak
Ketua Umum dan Sekretaris Umum akan berdampak buruk pada jalannya organisasi yang akan
berujung pada stagnasi organisasi (terhentinya organisasi). Sebab, Ketua Umum dan Sekretaris
Umum adalah penanggungjawab organisasi yang dihasilkan secara bersama melalui forum
kedaulatan anggota yakni Kongres. Hasil kongres yang menetapkan struktur dan uraian tugas
haruslah menjadi rujukan kepemimpinan organisasi oleh Ketua umum dan Sekretaris umum,
sehingga dualisme fungsionaris dibawah Ketua Umum dan Sekretaris Umum tidak dibenarkan
oleh organisasi dan dianggap inkonstitusonal.
Fungsionaris Pengurus Pusat Inkonstitusonal tidak memiliki hak dan wewenang dalam
menjalankan organisasi, maka segala keputusan yang dihasilkan tidak memiliki daya ikat pada alat
kelengkapan organisasi dan civitas organisasi pada umumnya.
4. Penyelesaian Konstitusional
Tindakan saling klaim keabsahan fungsionaris yang dipertunjukan oleh Ketua Umum dan
Sekretaris Umum menunjukan adanya sikap ego dan mengesampingkan aspek konstitusional,
maka diperlukan kebijaksanaan kedua belah pihak melalui proses rekonsiliasi yang
mengedepankan aturan main (rule of organization) yakni mekanisme yang ditetapkan konstitusi
bukan pada sikap egoisme pribadi. Kesepakatan yang dicapai dalam rekonsiliasi adalah mengakui
struktur hasil kerja formatur yang dimandatkan Kongres XXXVIII di Toraja, sebab pembentukan
struktur baru tidak dapat dibenarkan secara konstitusi selain hasil kerja Formatur.

C. Pernyataan Sikap
Berdasarkan penilaian objektif atas keadaan organisasi dan kajian kami diatas, maka kami
menyatakan sikap:
1. Menolak dualisme susunan Pengurus Pusat periode 2022-2024;
2. Mendesak Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih untuk melakukan rekonsiliasi
penyatuan susunan Pengurus Pusat periode 2022-2024;
3. Apabila Ketua Umum dan Sekretaris Umum terpilih tidak melaksanakan rekonsilisasi
untuk penyatuan susunan Pengurus Pusat periode 2022-2024 maka kami akan menarik
seluruh kader yang dikukuhkan sebagai Pengurus Pusat periode 2022-2024;
Demikian pernyataan sikap ini kami buat, untuk segera ditindaklanjuti demi keutuhan dan
keberlangsungan organisasi sesuai dengan spirit ut omnes unum sint.

Tinggi iman…
Tinggi Ilmu…
Tinggi Pengabdian…
Mengetahui,
Penanggungjawab Cabang GMKI Wilayah X (Sulut-Gorontalo)

Ketua BPC GMKI Manado Sekretaris BPC GMKI Manado

Ketua BPC GMKI Gorontalo Sekretaris BPC GMKI Gorontalo

Ketua BPC GMKI Airmadidi Sekretaris BPC GMKI Airmadidi

Ketua BPC GMKI Kotamobagu Sekretaris BPC GMKI Kotamobagu

Ketua BPC GMKI Bitung Sekretaris BPC GMKI Bitung

Ketua BPC GMKI Tondano Sekretaris BPC GMKI Tondano

Ketua Careteker GMKI Tahuna Sekretaris Careteker BPC GMKI Tahuna

Ketua Caretaker GMKI Tomohon Sekretaris Caretaker GMKI Tomohon

Anda mungkin juga menyukai