Full Text
Full Text
SKRIPSI
Oleh
BAYU PUTIH ARIYANTO PUTRA
NIM 121711133124
SKRIPSI
Oleh
BAYU PUTIH ARIYANTO PUTRA
NIM 121711133124
ii
SKRIPSI
Oleh
BAYU PUTIH ARIYANTO PUTRA
NIM 121711133124
iii
Oleh
Pembimbing Skripsi,
Mengetahui
Ketua Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia,
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Skripsi : Ekspresi Urban dalam Kumpulan Puisi Karena Cinta Kuat
Seperti Maut Karya Adimas Immanuel: Kajian Semiotika
Riffaterre
Nama : Bayu Putih Ariyanto Putra
NIM : 121711133124
Departemen : Bahasa dan Sastra Indonesia
Pembimbing Skripsi
Ketua/Penguji
Mengetahui,
Ketua Departemen Bahasa dan Sastra Indonesia
PERNYATAAN
1. Karya tulis ini merupakan ikhtiar asli saya dan belum pernah diajukan sebagai
syarat memperoleh gelar akademik sarjana, baik di Universitas Airlangga maupun
di perguruan tinggi lain.
2. Usaha yang direalisasikan terhadap penelitian ini murni kerja keras saya dengan
tanpa intervensi pihak lain, kecuali arahan dosen pembimbing.
3. Hasil penelitian ini bukan jiplakan, tiruan, serta plagiat dari karya tulis lain,
kecuali kutipan buku dan kalimat yang dikutip secara jelas disertai nama pengarang
dan sumber.
vi
MOTTO
Berkali-kali
kuhidupkan mimpi
untuk tumbuh
vii
PERSEMBAHAN
viii
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang tiada berhenti melimpahkan karunia
“Ekspresi Urban dalam Kumpulan Puisi Karena Cinta Kuat Seperti Maut Karya
Adimas Immanuel: Kajian Semiotika Riffaterre.” Sholawat serta salam juga selalu
yang termaktub dalam kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut
penulisan skripsi ini tidak lepas dari peran secara langsung maupun tidak langsung
oleh berbagai pihak. Maka dari itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
2. Dr. Adi Setijowati, Dra., M.Hum. selaku Ketua Departemen Bahasa dan
3. Drs. Tubiyono, M.Si. selaku dosen wali yang telah memberi nasihat
4. Dr. Ida Nurul Chasanah, S.S., M.Hum. selaku dosen pembimbing skripsi
ix
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Airlangga atas waktu dan usaha dalam
optimal;
8. Alfi Faridian, M.Pd. selaku guru Bahasa dan Sastra Indonesia semasa
siniar;
10. Kedua orang tua, Ir. Nur Ariani dan Ir. Budiyanto Sabarudin (alm.)
beserta keluarga besar saya yang telah memberi semangat serta motivasi
11. Nanda Alifya Rahmah, selaku senior yang sudah berkenan menjadi
12. Adam Rizkita, Ayu Siti Arohmah, Canty Nadya, Muhammad Fendi,
serta rekan-rekan lain di Sidoarjo Squad yang memberi saya ruang untuk
13. Arif Bahtiar dan Luky Setiyawan yang menjadi teman cangkruk
14. Teman-teman di kelas C Bahasa dan Sastra Indonesia 17,5 untuk kerja
15. Adam Setiyawan, Aufi Izzadine, Brillio Gadiansyah, dan kolega lainnya
16. Enrico Fahreza, Fajar Imani, Parama Hutama, Yusuf Saputra, serta
17. Nama-nama lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang sudah
Penulis juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan
penulis. Semoga penelitian dalam skripsi ini mampu memberikan manfaat bagi
pembaca. Aamiin.
xi
ABSTRAK
xii
ABSTRACT
xiii
DAFTAR ISI
xiv
2.1 Pengantar................................................................................................................. 23
3.1 Pengantar................................................................................................................. 60
3.1.2 Lapis Makna ‘Ikan’ pada Puisi “Penjala” dan Puisi “Pencari” ........................ 61
xv
xvi
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi kehidupan pada masa kontemporer telah menjadi salah satu acuan
penulis yang berfokus pada tiruan alam (mimetik). Puisi merupakan salah satu genre
sastra yang juga turut ambil ‘peran’ dalam perkembangan penyajian tematik
kehidupan sosial yang secara implisit terhimpun dalam bangun ruang arti berupa
pengadaan tanda-tanda sebagai ciri khas pembangun lapis makna yang teruntai
pada diksi dalam frasa, klausa, bahkan bait teks sastra puisi. Berdasarkan persepsi
sederhana tersebut, kode bahasa puisi yang bersubstansi tentang alam dan manusia
secara ekspresif melalui licencia poetika tiap penulis telah mampu mengonversi
Adapun salah satu ide yang merekreasi tentang kehidupan sosial adalah
buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas
melalui diksi bersimbolik di dalam beberapa puisi guna menciptakan ‘semesta lain’
perihal kondisi sosial saat ini. Pemanfaatan keragaman gaya bahasa juga merupakan
salah satu faktor mengenai siratan makna dalam buku kumpulan puisi tersebut yang
menjadikan segala penyusunan kata yang ada pada puisi menjadikan bias makna.
Kreasi ulang penampakan alam serta penampakan buatan yang terbahasakan buku
kumpulan puisi tersebut dilingkup oleh aspek ekspresif nan bersifat pragmatis
berkembangnya zaman. Hal tersebut sekiranya memberi bukti bahwa proses ‘daur
ulang’ mengenai tiruan kehidupan sosial dalam buku kumpulan puisi berjudul
Karena Cinta Kuat Seperti Maut ialah berupa ketidaknormalan suatu hal yang
acuan yang memiliki intensitas paling sering dipaparkan dalam puisi-puisi di buku
kondisi yang dituju dalam buku kumpulan puisi Karena Cinta Kuat Seperti Maut
ialah berupa keurbanan. Urban yang secara Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
dipahami sebagai mobilitas penduduk dari satu tempat ke tempat lain (secara umum
diyakini dari desa ke kota) dapat digeser pemaknaannya dengan menimbang proses
penciptaan dunia tersendiri mengenai urban yang ada pada buku kumpulan puisi.
terakomodasi pada definisi urban secara tersirat dalam buku kumpulan puisi
Karena Cinta Kuat Seperti Maut. Adapun urban yang perlu dibedah dalam buku
kumpulan puisi tidak lepas dari eksistensi teks-teks puisi yang ada di dalam buku
kumpulan puisi tersebut ‘bekerja’ terhadap kondisi urban kontemporer saat ini
sebagai pencuat seluk-beluk urban yang perlu dipahami bagi para pembaca Karena
buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut telah
cara pandang kehidupan urban yang hadir pada kumpulan puisi tersebut. Dengan
kata lain, diperlukan suatu teori yang mampu memanfaatkan beberapa ‘kepingan’
tanda-tanda urban yang melekat pada tiap-tiap puisi yang sekiranya menjadi
pondasi atas proses penemuan ekspresi-ekspresi urban yang akan dijelaskan secara
rinci sesuai dengan regulasi tiap teks puisi yang dimanfaatkan. Pemanfaatan teori
urban yang ekspresif berangsur dari satu puisi ke puisi lain yang disertai dengan
tafsir gaya bahasa yang melingkupi teks-teks puisi tersebut: (1) ketaklangsungan
Adapun rumusan masalah yang dapat disusun berdasarkan fokus kajian terhadap
buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut sebagai berikut.
dalam buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya
Adimas Immanuel?
bentuk ekspresi urban dalam buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta
Adapun tujuan penelitian yang hendak dicapai terhadap buku kumpulan puisi
berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel sebagai berikut.
buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya
Adimas Immanuel.
Manfaat penelitian yang dapat diambil dari pengkajian buku kumpulan puisi
berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel dengan
serta sitasi dalam pemanfaatan teori semiotika Riffaterre yang digunakan untuk
menelaah buku kumpulan puisi. Selain itu, juga diharapkan mampu melengkapi
khazanah penelitian yang sebelumnya telah ada serta dapat menjadi acuan bagi
mengungkap aspek urban dalam buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat
ekspresi urban yang ditawarkan pada beberapa puisi yang telah dikurasi sehingga
amanat yang ingin disampaikan dalam buku puisi tersebut dapat dicerna oleh
pembaca.
skripsi ini adalah sebuah skripsi tahun 2019 berjudul "Deiksis Persona dalam
Kumpulan Puisi Karena Cinta Kuat Seperti Maut" yang ditulis oleh Bagus Arifin.
deskriptif kualitatif yang menekankan pada analisis isi. Pada penelitian ini diambil
6 korpus data dari 40 puisi sebagai objek penelitian. Keenam puisi tadi diperoleh
perbagian bab puisi tersebut. Keseluruhan proses analisis dalam kumpulan puisi
tersebut ditemukan hasil berupa beberapa struktur yang meliputi deiksis persona
dalam mengungkap makna puisi. Hal tersebut sekiranya mampu menjadi tolok ukur
bahwa terdapat aspek lain yang disajikan dalam puisi tersebut selain dari objek
kajian skripsi ini yang mengarah kepada ranah urban. Pertimbangan tersebut dapat
menjadi sarana bantu dalam mendalami karakter urban yang dimaksud dalam buku
kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel.
Dengan kata lain, deiksis persona yang ditemukan dalam penelitian berupa skripsi
di atas turut mengungkap subjek atau objek dalam tatanan urban melalui simbolitas
yang tersedia pada tiap-tiap puisi. Bukan tanpa alasan jika perbedaan pemanfaatan
teori sekiranya juga akan berbeda mengungkap sebuah ranah kajian. Namun kajian
urban yang dirancang pada skripsi ini tentunya juga membutuhkan landasan kuat
terhadap pembahasan skripsi ini adalah sebuah skripsi berjudul "Analisis Puisi
Deutschland Karya Bertolt Brecht Melalui Kajian Semiotika Riffaterre" yang terbit
pada tahun 2013 yang ditulis oleh Rinaldi Seira Yuanda. Deskripsi data dianalisis
secara heuristik tentang puisi Deutschland yang diibaratkan sebagai seorang ibu
yang berwajah pucat karena kehilangan martabat yang disebabkan kelakuan anak-
Jerman yang terjadi di dalam kondisi sosialnya ketika pemerintahan dipimpin oleh
kemungkinan adanya makna yang lebih dari satu dalam deretan diksi yang tersedia
pada puisi tersebut serta penciptaan arti (creating of meaning) yang muncul
disebabkan karena adanya rima dan enjambement sebagai penegasan suatu kata
atau kalimat. Pada penelitian tersebut dirasa kurang sesuai jika dicantumkan ekspert
dengan skripsi ini, maka titik fokus yang dikaji adalah cara pemanfaatan teori
semiotika Riffaterre. Terlepas dari adanya perbedaan subjek dan objek yang dikaji,
tetapi sama-sama menggunakan puisi sebagai genre sastra yang dikaji tentu
memiliki substansi tersendiri tentang cara penggunaan teori semiotika. Hal tersebut
sekiranya mampu menjadi pertimbangan ketika skripsi ini sudah memasuki tahap
Penelitian terakhir yang dapat menjadi pendukung bagi skripsi ini adalah
sebuah skripsi berjudul “Puitika Urban dalam Kumpulan Puisi Melihat Api Bekerja
Karya M. Aan Mansyur” yang ditulis oleh Inka Islamiyah pada tahun 2017 silam
memanfaatkan teori Structuralist Poetics milik Jonathan Culler terkait deiksis yang
deskriptif kualitatif yang menekankan pada analisis isi. Pada kumpulan puisi
tersebut diambil 7 puisi dari 54 puisi didasarkan pada penggunakan diksi yang
condong ke arah sebuah pola cerita atau dinamika kaum urban yang dituangkan ke
dalam teks puisi. Pembahasan skripsi tersebut menunjukkan bahwa deiksis ruang
yang terdapat dalam kumpulan puisi Melihat Api Bekerja terbagi atas tiga bagian
yang meliputi ruang definitif, penunjuk, dan maya. Deiksis waktu terbagi atas
waktu definitif dan penunjuk, serta deiksis persona terdiri dari persona definitif dan
sebagai topik utama yang sesuai dengan latar belakang skripsi ini. Ranah urban
yang digunakan pada skripsi tersebut juga merupakan karya berupa kumpulan puisi
dan diharapkan dapat menjadi acuan yang benar dalam mengungkap hakikat urban
yang valid. Objek kajian yang sama-sama membahas tentang urban dapat menjadi
komparasi penting tentang topik seberapa jauh urban yang dihadirkan dalam genre
sastra berupa puisi. Melalui struktur puisi yang dikenal kuat dengan makna kiasnya,
urban pada buku kumpulan puisi berjudul Melihat Api Bekerja sekiranya dapat
menjadi tolok ukur terhadap urban pada buku kumpulan puisi berjudul Karena
Cinta Kuat Seperti Maut, walau proses pemaknannya pada skripsi tersebut
berupaya mengungkap tentang puitika, tetapi tetap urban adalah sebuah fenomena
yang bermula dari kondisi alam atau kehidupan sebagai hal yang perlu dibahas pada
ruang lingkup kesusastraan. Dengan kata lain, bisa saja urban dalam buku puisi
Melihat Api Bekerja adalah salah satu dari beberapa keterhubungan teks yang
uraian latar belakang masalah di atas adalah berfokus pada penemuan ekspresi-
ekspresi urban dalam kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut
karya Adimas Immanuel yang diungkap melalui pemanfaatan teori yang relevan
dengan cara kerja proses penelaahan sesuai dengan keberadaan signifikasi pada
beberapa puisi di dalam buku kumpulan puisi tersebut ialah sebagai berikut.
(a) Ekspresi
kepada pihak lain. Pada ruang lingkup teks sastra, terutama puisi, ekspresi menjadi
salah satu pendekatan yang dilakukan penulis guna mengemas jalan pikirannya
kemanusiaan atau ekspresi liris langsung dari kepribadian dan kehidupan batin
penyair, puisi-puisi itu adalah ciptaan kolektif (Riffaterre, 198: 1978). Maksud
“ekspresi” yang dapat dicerna dalam wilayah semiotika Riffaterre mengacu kepada
aspek pragmatis teks sastra puisi berupa tanda-tanda yang memiliki makna tidak
langsung dengan diakomodasi oleh pemanfaatan gaya bahasa serta pembaitan puisi
model.
(b) Urban
dua hal yang selalu hadir ketika membicarakan topik urban. Mobilisasi penduduk
yang terjadi dalam ruang urban seolah menciptakan efek samping yang menjadi
awal mula lika-liku hidup urban. Gaya hidup serta perilaku manusia yang ada dalam
tataran urban turut menjadikan beberapa aspek kehidupan menjadi tidak sesuai
kadar dan bergeser daya fungsionalitasnya. Hal tersebut serupa dengan pendapat
dengan proses urbanisasi yang akan membentuk sikap urbanisme bagi tiap individu
Riffaterre yang dikemukakan dalam buku teorinya sendiri yang berjudul Semiotics
diksi yang tersaji dan simbol-simbol berupa kata yang menjadi signifikasi dengan
dengan diawali dengan mengurai beberapa bait dan merumuskan kata kunci atau
aktualisasi berupa kata atau frasa. Analisis yang diterapkan dalam penelitian ini
pembacaan guna menemukan segala gaya bahasa yang juga turut berpengaruh pada
cara perancangan klasifikasi ekspresi urban dan pola ekspresi urban sebagai
10
pada kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut mengacu pada
konsep dual sign yang juga ditawarkan oleh Riffaterre. Sebuah tanda yang
pembacaannya pun tidak pernah stabil (Riffaterre, 1978: 90). Dual sign merupakan
teks, judul teks, bahkan juga meliputi hal di luar teks. Melalui teks, pembaca sastra
akan mengerti arti judul yang ada. Sebaliknya pula, judul akan memberikan
pemahaman kepada para pembaca mengenai teks yang akan/sedang mereka baca.
Menurut Riffaterre (1978: 99), judul bisa mengacu kepada teks-teks di luarnya. Hal
tersebut memungkinkan sastra memiliki substansi dual sign yang dapat terungkap
ketika pembaca sudah sangat memaknai teks yang dibaca. Acuan keterangan makna
signifikasi yang diadaptasi oleh semiotika Riffaterre didasarkan pada satu atau
beberapa tanda yang ada pada teks yang berasosiasi dengan fenomena sekitar yang
bukanlah suatu hal yang sederhana. Perlu adanya pemahaman yang mendalam dari
proses pembacaan yang –bisa jadi– berulang-ulang sesuai kemampuan diri. Dalam
teori semiotik Riffaterre, pembacaan sebuah karya sastra didasarkan pada sistem
semiotik tingkat pertama dan sistem semiotik tingkat kedua. Proses pembacaan teks
sastra (puisi) yang direalisasikan oleh teori Semiotika Riffaterre bermula dari
berdasarkan sistem bahasa pada umumnya. Bahasa sastra harus diubah (parafrase)
11
secara alami menjadi bahasa biasa, mewajarkan hal-hal yang tidak wajar, serta
mengurangi pembahasan arti yang sekiranya tidak perlu dibahas. Adapun teori
tingkat kedua (hermeneutik) yang dapat dipahami sebagai ‘babak’ selanjutnya dari
pembacaan karya sastra. Dalam cara pembacaan ini, perlu ditekankan adanya
perubahan sifat sastra yang pada awalnya makna bersifat individual menjadi
nasional atau bahkan global. Selain konvensi sastra, pada metode pembacaan ini
juga perlu memerhatikan majas-majas maupun gaya bahasa yang diterapkan pada
suatu teks sastra. Pembacaan ini juga disebut sebagai pembacaan retroaktif.
Teks sastra puisi dikenal sebagai salah satu genre sastra yang sering
Adanya persepsi seperti itu menjadikan puisi disebut sebagai ‘wahana’ bagi penulis
kata (diksi) atau citraan (image) yang tidak jarang ikut menghiasi wujud puisi
sehingga sebuah puisi memiliki struktur maupun makna yang kompleks. Riffaterre
dalam hal ini menekankan bahwa arti puisi tercipta melalui tiga prinsip, yaitu: (a)
meaning), dan (c) penciptaan arti (creating of meaning). Ketiga prinsip tersebut
tercipta karena karya puisi mengalami perubahan dari waktu ke waktu, mengingat
zaman. Artinya, karya puisi pun memiliki sifat dinamis yang bertolok ukur dari
12
pemanfaatan bahasa kias yang menggeser suatu tanda dari satu makna tanda ke
makna tanda yang lain. Bahasa kias merupakan salah satu cara yang dilakukan
penulis sastra untuk mampu memberi ragam imaji yang memengaruhi proses
pembacaan tiap-tiap pembaca. Selain itu, bahasa kias juga mampu menciptakan
daya puitis yang memiliki interpretasi ganda dalam suatu atau beberapa teks puisi.
tersebut ialah terdapatnya metafora dan metonimi dalam kandungan sebuah teks
sastra. Metafora dan metonimi diyakini sebagai dua faktor sebagai figurative
language yang sangat penting hingga digunakan untuk mengganti bahasa figuratif
kontradiksi, dan nonsense. Ambiguitas terjadi akibat adanya kata, frasa, atau
kalimat dalam puisi memiliki makna ganda. Kemudian, kontradiksi yaitu bahasa
kias yang memuat adanya makna yang berlawanan. Kontradiksi dapat terjadi
dikarenakan ironi dan paradoks. Kemudian, nonsense adalah kata-kata yang tidak
memiliki arti secara linguistik. Nonsense dalam puisi hadir dan memiliki makna
akibat aspek konvensi sastra yang tidak jarang memiliki nilai magis, terutama
Konvensi sastra yang dimaksud adalah nilai puitik yang hadir dengan
13
wilayah linguistik, tetapi menimbulkan makna pada teks sastra. Penciptaan arti
dapat terjadi karena penyusunan baris yang tidak wajar (tipologi) maupun adanya
digambarkan sebagai satu kata, gabungan kata, bagian kalimat, atau kalimat.
Matriks memiliki sifat sementara (hipotesis) dan terlihat sebagai aktualisasi kata-
kata. Matriks bisa berupa sebuah kata, akan tetapi kehadirannya tidak pernah
muncul dalam suatu teks puisi. Dengan demikian, ketiga unsur merupakan suatu
integritas: matriks dapat dikatakan sebagai ‘bahan bakar’ pada sebuah teks puisi,
kemudian model berfungsi sebagai ‘pengembang’ bagi matriks serta varian yang
telah tersusun pada suatu teks sastra, terutama teks puisi. Dalam
Selanjutnya, tahap penyajian model yang akan mengungkap bentuk matriks secara
sederhana. Cara kerja semiotika Riffaterre dalam memilah dan memilih diksi yang
diupayakan menjadi simbol atau juga berposisi sebagai aktualisasi dari fenomena
yang ada menjadi landasan telaah yang tidak pernah berhenti. Adapun fenomena
atau konteks yang dituangkan ke dalam teks puisi untuk dibaca secara mendalam
perancangan matriks yang diungkap melalui varian tiap bait dan penemuan model.
14
Matriks yang hadir tentunya mampu menjembatani antara bangun makna puisi
dengan faktor luar yang melingkupi proses terciptanya puisi itu sendiri.
Sebuah karya sastra sebaiknya perlu disejajarkan dengan karya sastra lain
yang bertindak sebagai latar belakang penciptaannya agar mampu diberikan makna
yang lebih penuh. Itulah yang disebut sebagai hipogram. Asumsi tersebut sejalan
respon dari karya sastra yang lainnya. Hipogram merupakan latar penciptaan
sebuah karya sastra yang dapat berupa keadaan masyarakat, peristiwa dalam
sejarah, atau alam (mimetik) dan kehidupan yang dialami oleh penulis. Maka dari
itu, hipogram dapat dicari melalui tafsiran-tafsiran pembaca atau kritikus yang
pada teks lain yang merupakan ‘rumah’ bagi penciptaan suatu teks sastra dan bisa
kembali pada metode pembacaan sastra– makna tidak selalu hadir pada teks, tetapi
pembaca atau hadir pada teks karya sastra lain. Selain itu, adanya penyimpangan,
penggantian, maupun penciptaan arti pada suatu teks sastra juga menjadi faktor
hubungan intertekstual yang berdampak pada proses pemilihan teks yang lain.
Beberapa hal di atas mengenai cara kerja semiotika Riffaterre sebagai alat
berdasarkan tahap demi tahap dalam memperlakukan teks sastra sebagai sistem
tanda. Pembacaan heuristik yang menjadi metode baca secara intuitif terhadap teks
15
mengakomodasi perancangan varian guna menjadi satu atau beberapa model yang
lebih padat, yaitu matriks. Pembacaan hermeneutik juga dapat menjadi suatu
petunjuk mengenai adanya keterkaitan dalam beberapa karya sastra yang dapat
tersebut dapat menjadi pedoman guna mengetahui posisi suatu teks sastra terhadap
Penelitian ini menggunakan metode jenis kualitatif karena data yang diolah
tidak berupa angka serta lebih menekankan kepada makna. Metodologi kualitatif
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati (Moelong,
2010: 6). Penelitian berbasis sastra ini memanfaatkan metode penelitian deskriptif
kualitatif dengan teori semiotika Michael Riffaterre. Strategi yang ditempuh dalam
1. Tahap Pembacaan
wawasan pembaca guna menciptakan pemahaman sesuai dengan tema puisi yang
16
ingin dikaji. Pembacaan secara hermeneutik merupakan kunci dari realisasi teori
maupun diciptakan dalam kumpulan puisi Karena Cinta Kuat Seperti Maut.
ekspresi yang memuat beragam jenis gaya bahasa yang dimanfaatkan dalam puisi
yang ditelaah. Pada tahap ini, penjabaran varian adalah langkah awal guna
menentukan model yang harus ditemukan sesuai topik kajian. Model bisa tercantum
dalam satu atau beberapa bait dalam puisi. Upaya penemuan model pada akhirnya
yang keberadaannya diasumsikan tidak pernah hadir secara teks. Namun diketahui
Data utama atau objek material yang digunakan dalam penelitian ini adalah
buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas
Immanuel yang diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama pada tahun 2018.
Buku kumpulan puisi tersebut memuat 40 judul puisi, tetapi variabel yang
urban. Puisi-puisi tersebut antara lain: (1) “Penjala”; (2) “Pejalan”; (3) “Pencari”;
(4) “Pedagang”; serta (5) “Penanya.” Kelima puisi tersebut secara aspek diksi
17
urban yang penuh keberagaman dan kemewahan. Puisi berjudul “Penjala” memiliki
substansi mengenai kondisi alam yang sepi akibat perpindahan penduduk yang
berusaha mencari ‘kematangan diri’ dengan cara meninggalkan ‘Ibu mereka’ dan
masa muda. Selanjutnya, dalam puisi “Pejalan” condong kepada suasana perkotaan
Adapun puisi dengan judul “Pencari” memiliki alur mengenai tokoh aku liris yang
kesedihan akibat kehilangan tokoh kau liris yang diasumsikan sebagai sosok
pasar yang notabene sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk
bersubstansi sebagai respon subjek atau masyarakat kecil yang selalu tidak tenang
Kuat Seperti Maut untuk kemudian mengambil dan mencatat hal-hal yang
18
bagian analisis data untuk pada tahap selanjutnya mampu diperoleh data
yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
dirancang.
penelitian ini. Selain itu, juga secara kontinyu mencatat hal-hal penting dari
dapat diolah dan memberikan jawaban rigid mengenai topik yang akan
Adapun teknik analisis data penelitian dalam skripsi ini dapat diketahui sebagai
berikut.
19
puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut secara teliti dan memberi
kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas
9. Memberi saran.
tanda-tanda yang hadir dalam teks sastra (puisi) sebagai upaya merancang
berasosiasi dengan berbagai tanda tersebut. Pembacaan ini adalah interpretasi tahap
dua yang melibatkan banyak kode di luar bahasa sehingga pembaca dapat
mengungkapkan makna teks sebagai sistem tanda (Riffaterre, 1978: 2). Alhasil,
20
matriks dalam tiap puisi pada buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat
terdahulu. Adapun rincian penyajian pada bab 1 terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian yang terdiri dari manfaat
teoretis dan manfaat praktis, serta batasan konseptual. Landasan teori berisi
mengenai teori yang dimanfaatkan dalam meneliti objek sesuai dengan topik yang
perbandingan posisi kajian dan arah penelitian ini terhadap penelitian sebelumnya.
Batasan konseptual berisi mengenai penjelasan ruang lingkup fokus kajian pada
penelitian ini.
terhadap lima puisi dalam buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti
Maut karya Adimas Immanuel yang terbit pada tahun 2018 lalu.
21
berdasarkan bentuk-bentuk ekspresi urban yang hadir pada objek, yaitu lima puisi
pada buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas
Bab 4 berisi penutup yang berisi simpulan dan saran. Simpulan merupakan
22
BAB II
2.1 Pengantar
Aspek urban yang termaktub dalam buku kumpulan puisi berjudul Karena
Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel yang secara ekspresif berangsur
ekspresi urban beserta tinjauan satu demi satu terhadap bermacam ekspresi urban
tersebut sehingga dalam tiap-tiap puisi tersebut mampu diungkap arah substansi
keurbanannya.
Urban yang secara ekspresif terdapat dalam lima puisi pada buku kumpulan
puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel setidaknya
mampu dicakup oleh tiga operasional teori semiotika Riffaterre: (1) pembacaan
23
penyajian gagasan dan ekspresi dari penyair secara tidak langsung. Menurut
Riffaterre (1978: 2), ketaklangsungan ekspresi disebabkan oleh tiga hal, yaitu
Proses tersebut memungkinkan menandai kesan imajis dan puitis dalam suatu kata,
kalimat, atau bait. Beberapa pemanfaatan bahasa kias yang ditemukan pada buku
kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel
sebagai berikut.
a. Metafora
langsung dua hal yang berbeda guna menyamakannya. Penggunaan bahasa kias
tokoh kita liris. Hal tersebut nampaknya serupa dengan penjelasan mengenai jiwa
yang selalu licin dan bersisik dengan asumsi jiwa tersebut sangat susah untuk
24
dipegang atau memegang sebuah prinsip. Tokoh kita liris juga merasakan terjebak
(yang pada kutipan di atas dimaknai dari diksi terjala) ketika mereka ‘berenang.’
Tentunya hal tersebut dapat direlasikan dalam suatu kehidupan seseorang yang
b. Personifikasi
samudra mampu terdiam. Hal tersebut dapat diyakini sebagai salah satu cara bahasa
kias personifikasi mewujudkan gurun dan samudra berdiam diri seperti yang
dilakukan oleh manusia. Maka dari itu, tidak dapat dipungkiri bahwa jika gurun dan
samudra mampu berdiam, mereka pun juga akan dapat bergerak layaknya manusia
pada umumnya. Diksi ‘diam’ pada penggalan puisi di atas secara implisit
25
untuk membangunkan tokoh kita liris. Cinta yang identik dengan kata benda
kata benda berupa suatu subjek yang mampu melakukan hal yang dilakukan oleh
manusia.
tokoh kita liris sebagai dua manusia. Waktu pagi yang sangat secara denotatif
memiliki nuansa damai, tentram, dan sejuk seolah memiliki makna yang sangat
berbeda ketika diberi predikasi berupa ‘melemparkan.’ Tokoh aku liris seakan tidak
berdaya di hadapan pagi yang begitu kasar hingga mampu melemparkan mereka
berdua ke atas mobil bak terbuka. Pagi dinarasikan sebagai sosok yang kuat dan
kasar.
c. Hiperbola
26
Kutipan di atas memberi pandangan terhadap tokoh kau liris yang seolah
menjadi pusat dari kehidupan sebuah kota. Maka dari itu, ketika tokoh kau liris
diyakini hilang menjadi tidak ada dan enggan mampu ditemukan akan terjadi suatu
peristiwa yang kacau (chaos). Ketidakadanya tokoh kau liris memunculkan repetisi
kata berupa ‘menjadi’ yang diikuti dengan peristiwa yang kurang baik. Tokoh kau
liris dianggap sebagai juru selamat (messiah) yang dipahami bahwa lingkungan
akan rusak ketika sosok tersebut tidak hadir. Lingkungan akan penuh dengan duka
dan derita, penyakit dan bencana, bahkan masyarakat kota akan selalu menemukan
berita berisi tajuk utama yang penuh dengan hilangnya harapan serta hidup.
Kutipan di atas menunjukkan suatu kondisi ramai dalam sebuah pasar yang
seolah menjadi ancaman bagi tokoh kita liris. Tokoh kita menganggap bahwa
mereka akan binasa tanpa sisa di hadapan pasar tersebut. Selain itu, harta/sumber
daya yang tokoh kita liris miliki akan terampas, bahkan kisah cinta (hati dan rindu)
sekali pun. Hal itu dapat menandakan bahwa pasar tidak selalu berkaitan dengan
27
d. Metonimia
dihubungkan dengan hal yang lain. Contoh pemanfaatan bahasa kias berupa
Pada kutipan di atas, tokoh kami liris memiliki anggapan mengenai jiwa
mereka yang mampu digambarkan bersisik dan licin yang mengarah kepada
perwujudan anatomi ikan. Di sisi lain, tokoh kau liris seolah adalah subjek yang
mampu memberikan keselamatan berupa sikap yakin bagi tokoh kami liris, walau
kutipan puisi di atas memiliki kesan retoris dan masih samar mengenai berhasil atau
gagalnya ‘juru selamat’ tersebut menyelamatkan jiwa-jiwa yang penuh sisik dan
licin.
Kutipan di atas memberi gambaran bahwa tokoh kau liris seolah menjadi
pusat dari benda-benda mewah yang identik dengan wanita. Tokoh kau liris yang
28
tersebut memberi tanda bahwa ada jarak yang tidak begitu jauh antara tokoh kau
disematkan kepada tokoh kita liris yang berposisi sebagai manusia. Keberadaan
diksi ‘sayap’ tersebut memunculkan suatu persepsi mengenai burung, tetapi tokoh
kita liris seolah menolak bahwa mereka mampu terbang layaknya burung. Hal
serupa juga terjadi ketika sebuah kebebasan yang diberikan kepada tokoh kita liris
gagal menciptakan sebuah hak yang dimiliki oleh mereka, yaitu kebebasan untuk
bersuara. ‘Sayap’ dan ‘kebebasan’ seolah menjadi dua hal yang asing bagi tokoh
kontradiksi, dan nonsense. Pada penelitian terhadap buku kumpulan puisi berjudul
Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel, penyimpangan arti dapat
a. Ambiguitas
Ambiguitas atau kegandaan makna dapat terjadi pada sebuah frasa, klausa,
29
samar/misteri bagi keberadaan makna dalam suatu karya sastra, terutama puisi.
Contoh ambiguitas pada buku kumpulan puisi objek penelitian ini sebagai berikut.
‘sesuatu’ yang direpetisikan sebanyak tiga kali. Hal tersebut seolah memberikan
ketidakjelasan bagi tokoh kita liris mengenai hal-hal yang membuat mereka tertawa
dan bersedih. Diksi ‘sesuatu’ dapat dimaknai sebagai hal yang misterius.
Asumsinya ialah tokoh kita liris bersedih karena sesuatu yang seharusnya membuat
bahagia serta juga bisa bahwa sesuatu yang membuat mereka tertawa adalah yang
b. Kontradiksi
ironi maupun paradoks. Pada buku kumpulan puisi, kontradiksi yang ditemukan
30
dimaknai dari tokoh aku liris sebagai sebuah sikap yang lemah lembut. Hal itu
membuat proses deskripsi kata ‘kekuatan’ tidak lagi dihubungkan dengan hal yang
keras dan kasar. Di sisi lain pun, lemah lembut juga tidak harus dikaitkan dengan
hal yang gemulai. Kelemahlembutan dianggap sebagai salah satu kekuatan yang
visual yang secara tatanan linguistik tidak memiliki makna. Hal tersebut
memungkinkan adanya makna lain yang hadir di luar organisasi teks puisi.
dan homologues. Pada penelitian terhadap buku kumpulan puisi Karena Cinta Kuat
Seperti Maut karya Adimas Immanuel, penciptaan arti dapat ditemukan sebagai
berikut.
tersebut dilakukan guna memberikan kesan rapi dan dapat diketahui akumulasi
penulisan baris dalam tiap bait pada sebuah puisi. Adapun pemahaman terhadap
aspek persajakan (rima) merupakan pemanfaatan bunyi akhir. Pada buku kumpulan
puisi Karena Cinta Kuat Seperti Maut, sang penulis (Adimas Immanuel)
31
Puisi berjudul “Pejalan” terdiri atas tiga bait dengan variasi baris tiap bait
c. Karakteristik tiap bait yang memiliki baris dengan jumlah ganjil. Selain itu, hal
yang menarik pada puisi di atas terdapat pada baris yang diakhiri dengan rima
bervokal huruf [u] secara kontinyu, yang terdapat pada bait pertama baris ke-5, 6,
dan 7, bait kedua baris ke-1, 2, 3, dan 4, serta pada bait ketiga di dalam semua baris
(1, 2, dan 3). Hal tersebut memberikan kesan sedih yang berorientasi kepada tokoh
aku dan kau liris sebagai dua figur yang diorientasikan mengalami perpisahan
secara perlahan.
32
yaitu 4-5-4 dengan rima a-a-b-b, b-b-a-b-b, dan a-a-a-a. Hal menarik yang dapat
ditemukan pada puisi tersebut ialah repetisi yang hadir pada bait pertama baris
pertama dengan bait ketiga baris pertama juga. Selain memanfaatkan diksi ‘bumi’
yang diulang sebanyak dua kali, rima bervokal [i] juga turut memberikan ketegasan
dalam beretorika bahwa antara bait pertama dan bait ketiga adalah sebuah
b. Enjambement
Enjambement merupakan loncatan tatanan makna dari satu bait kepada bait
yang lain. Pada buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut,
33
tokoh kau liris yang dibicarakan sebagai sosok yang memiliki substansi penting
dalam kehidupan alam. Selain itu pula, beberapa kali juga disebutkan diksi ‘orang-
orang’ yang seolah menjadi pemuja dari tokoh kau liris tersebut. Namun, pada bait
ke-5 dimunculkan subjek sudut pandang orang pertama jamak berupa kami liris
yang menganggap jiwa mereka seperti ikan yang bersisik dan licin. Hal tersebut
mengenai keadaan beserta penghuninya yang kusyuk ketika memuja tokoh kau liris.
34
urban yang telah dikurasi dari buku kumpulan puisi Karena Cinta Kuat Seperti
Maut bermula dari proses uraian satu demi satu varian yang berfokus pada
penafsiran terhadap tiap-tiap puisi secara utuh. Alhasil, melalui varian dapat
digagas pemerolehan model yang memiliki susunan lebih sederhana berupa frasa,
a. Puisi “Penjala”
kepada penampakan alam dan penampakan sosial yang sama-sama dilanda oleh
kesunyian. Hal tersebut yang sekiranya menjadi awal pemunculan tokoh ‘-mu’ yang
sepadan dengan komposisi tokoh kau liris dalam puisi. Tokoh tersebut dianggap
dikiaskan bahwa jejak tokoh kau liris tersebut masih membekas di sudut-sudut
daerah tanpa terhapus oleh apa pun serta siapa pun. Adapun tokoh tersebut juga
berposisi sebagai juru selamat yang digadang-gadangkan oleh tokoh ‘kami liris’
35
“Penjala” juga hadir melalui pengadaan suatu penduduk dengan acuan berupa tokoh
‘kami liris’ yang berusaha mencari kemakmuran di wilayah yang lain dengan cara
meninggalkan wilayah lama mereka. Siratan dalih berupa ‘perkabungan diri’ yang
kenyamanan rumah, warna masa muda, hingga meninggalkan Ibu mereka adalah
sebab utama mereka bernasib bagaikan ikan di kehidupan yang baru: bersisik dan
licin. Fase yang ditanggung oleh ‘kami liris’ tidak terlepas dengan kondisi mereka
yang kehilangan juru selamat yang bahkan tanpa sepengetahuan mereka memiliki
b. Puisi “Pejalan”
dan tengara-tengara ruang publik, seperti taman dan pasar yang menjadi lingkungan
sosial tempat hidup tokoh aku dan kau liris. Munculnya suatu ide berupa kata
simbolik “kerumunan” yang identik dengan ramai dan bahagia, justru dalam puisi
ini dipahami sebagai sesuatu yang menyedihkan. Selain itu, keberadaan objek-
objek berupa nomina sederhana, yakni perada, vas bunga, serta gulungan linen yang
dapat dijadikan tolok ukur mengenai ragam objek kehidupan urban yang ada pada
puisi “Pejalan.” Bukan tanpa akibat, kedua tokoh (aku dan kau liris) seolah
mengalami fase perpisahan sebagai sisi negatif adanya kondisi lingkungan yang
“memulangkan” yang dikemas menjadi dilema terhadap tokoh aku dan kau liris
36
c. Puisi “Pencari”
mengarah kepada cara pandang terhadap penduduk yang tinggal di suatu wilayah
kota urban. Pada puisi ini, figur tokoh aku liris lebih condong kepada daya imajinasi
yang ia bangun mengenai peristiwa kehilangan tokoh kau liris. Tokoh aku liris
menganggap bahwa kekacauan yang terjadi di kota urban tersebut akibat dari
hilangnya tokoh kau liris yang kemudian menjadi suatu tragedi bagi masa lampau,
masa kini, hingga masa depan tokoh aku liris dengan ditandai oleh acuan “duka dan
Kelindan permasalahan antara tokoh aku dan kau liris mengarahkan kepada
eksistensi “cinta” yang diharapkan menjadi kekuatan bagi mereka berdua untuk
kembali bersama. Keniscayaan seperti itu muncul akibat asumsi dari tokoh aku liris
yang memaknai kota seperti laut sehingga tokoh aku beserta tokoh kau liris ibarat
ikan yang menanti untuk terjala oleh nelayan. Keadaan kota yang dimaksud
merupakan imajinasi lebih lanjut dari tokoh aku liris yang merasa sia-sia atas segala
usaha dalam menemukan tokoh kau liris di dalam urban perkotaan yang penuh
ketidakpastian.
d. Puisi “Pedagang”
37
fungsi pasar. Hal tersebut diawali mengenai tokoh aku dan kau liris yang
bahwa warna segar atau warna yang telah pudar diafiliasikan kepada aura dari tokoh
aku dan kau liris, walau mereka merasa bahwa telah diberi anugerah dengan
condong kepada diksi “sayap” dan “burung” sebagai premis mengenai kebebasan.
Namun, mereka juga mendapati diri mereka berdua ialah kerugian yang diakibatkan
atas tokoh aku dan kau liris mengacu kepada ‘usaha agraria’ dua tokoh tersebut.
“Kebun” yang menjadi simbolitas tempat bagi tokoh aku dan kau liris dalam
bertempat tinggal yang seharusnya mampu ‘memanen’ banyak buah dan sayur
sebagai salah satu bentuk kebahagiaan, justru mereka berdua seolah dirantai di
kebun sendiri. Mereka tidak sanggup untuk ‘saling menggoda’ dan ‘mencuri’
pandang’ sebagai bentuk sisi romansa seperti pasangan manusia pada umumnya.
sebelumnya yang pada puisi “Pedagang” ini dicitrakan sebagai tempat penuh
e. Puisi “Penanya”
memberi suatu kontradiksi atas segala yang terjadi dalam kehidupan urban.
Keprihatinan tokoh aku liris dalam mencerna tempat tinggal berupa “rumah-
38
‘kelemahlembutan.’ Artinya, tidak ada yang bisa ia lakukan selain melihat adanya
pertumpahan darah akibat bahaya yang ada pada urban perkotaan dalam puisi
berjudul “Penanya.”
selamat dan tidak memiliki prinsip dalam kehidupan urban merasa ibarat
ikan, yaitu bersisik dan licin sehingga tidak mampu beraktivitas secara
hal dan kekuatan tidak selalu dihubungkan dengan kasar dan tegas.
39
pembeli justru dapat menampilkan sisi buruk dari regulasi pasar, yaitu
korban jiwa.
sosial kehidupan urban yang diawali dari culture shock dan culture lag yang
perumusan model pada pembahasan sebelumnya yang ditemukan pada lima puisi
40
dan culture lag yang melanda dalam suatu penampakan alam atau pada
urban.
berupa utopia dari tiap-tiap penduduk dalam kondisi lingkungan urban dapat
Proses aktualisasi matriks terhadap varian dan model yang ditemukan pada
beberapa puisi dalam buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti
Maut menemukan lima bentuk ekspresi urban. Adapun lima ekspresi urban
41
Lima aspek keurbanan yang secara ekspresif terwujud dari hasil varian,
model, hingga matriks juga dapat mengarahkan kepada gagasan secara universal
mengenai urban: Urban Sprawl dan Wilayah Peri Urban. Maksud dari Urban
Sprawl adalah fenomena pelebaran kota, sedangkan Wilayah Peri Urban ialah
pengambilan area di pinggiran kota. Lekat kemungkinan urban yang tersirat pada
buku Karena Cinta Seperti Maut karya Adimas Immanuel cenderung pada gagasan
kaitan adanya suatu hal atau peristiwa yang terjadi menyimpang dari kadarnya
beserta dampak yang meliputinya. Adapun lima ekspresi urban yang dapat ditinjau
serta direlasikan mengenai Wilayah Peri Urban dalam beberapa puisi sebagai
berikut.
Secara harfiah, sifat yang pengorbanan hidup begitu lekat mengenai urban
KBBI memiliki dua pengertian: (1) berkenaan dengan kota; bersifat kekotaan; (2)
orang yang berpindah dari desa ke kota. Peristiwa mobilisasi dari satu zona ke zona
42
dijumpai pada pengalaman tokoh aku liris dalam buku kumpulan puisi berjudul
Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas Immanuel yang digambarkan pada
dua puisi berjudul “Penjala” dan “Pedagang.” Berikut penggalan teks puisi yang
orang pertama yang membicarakan karakteristik atau sifat khas dalam urban dengan
Penggambaran suasana kemah atau bisa dikatakan sebagai hunian yang telah
dibengkalaikan oleh pemiliknya dan rumah ibadah yang kosong telah memberi arah
bahwa konsep dalam penggalan tersebut adalah tempat berlindung manusia yang
beserta tempat ibadah yang dibangun dengan begitu mewah yang memiliki tujuan
utama sebagai tempat terbaik untuk bermukim, berteduh, dan beribadah bukan
43
menjadi patokan utama bahwa akan sering dikunjungi bahkan ditinggali oleh
banyak manusia.
bondong orang telah memberanikan diri mengeksplorasi wilayah asing (keluar dari
negerinya sendiri) guna mendapatkan sebuah daya hidup baru yang belum pernah
ditemukan di daerah asalnya. Mereka yang pergi menuju wilayah asing yang jauh
dari kehangatan rumah yang dapat direlasikan dengan diksi ‘Ibunya’ dan merelakan
masa muda yang seyogyanya dilakukan dengan penuh tawa gembira. Karakteristik
urban dalam penggalan tersebut mampu menjelaskan bahwa usia bukanlah menjadi
hal utama dalam menjalani masa urban, justru dari datangnya fase urban tersebut
mengorbankan segala sisi lain hidup demi menemukan sisi yang belum pernah
tercapai dalam hidup. Peristiwa semacam itu tentu sebagai wujud dari proses
sistem tujuan hidup manusia yang telah dikenal secara konvensional: revolusi.
negeri yang telah ditinggalkan apabila dipandang melalui konsep Wilayah Peri
Urban dapat menjadi penentu bahwa perkembangan urban tidak hanya dilakukan
pemengaruhan paradigma manusia yang akan diambil alih sumber dayanya atau
44
baru dengan mengedepankan asumsi yang terpengaruh dari pihak yang berusaha
urban yang hadir pada puisi berjudul “Pedagang.” Sudut pandang jamak berupa
‘kita’ telah memberikan satu hal pokok mengenai terjadinya urban, yaitu dampak
yang harus dialami dalam sumber daya dalam lingkungan. Penggunaan rincian diksi
yang tertulis pada kalimat kedua di kutipan tersebut seolah mewakili keadaan ragam
tersebut akan dihilangkan guna membangun taraf urban yang semakin hari semakin
besar persentasenya bagi hidup manusia. Diksi ‘kendaraan ini’ ibarat laju
kehidupan konvensional yang semakin mendekati suasana urban yang penuh teka-
teki. Mengacu pada konsep Wilayah Peri Urban yang menganggap perluasan
daerah kota sebagai kiblat urban diharuskan mengambil area pinggiran kota yang
notabene masih memiliki kekayaan alam asli. Peristiwa itulah yang sekiranya
menjadi ‘keremukan’ bagi jalan hidup tokoh kita yang selama ini masih
mengandalkan hidup sepenuhnya dari keasrian alam dengan dihadapkan pada satu
fase ketika dampak urban mulai melampaui batas perwilayahan suatu lingkungan.
Pemanfaatan daya lingkungan yang berasal dari manusia setempat maupun keasrian
alam sebagai hal yang perlu dikorbankan dalam pengembangan gagasan keurbanan.
45
Kutipan (15) tersebut memiliki pergerakan kuat dari posisi urban yang
menuntut tokoh aku liris menjadi korban dalam pemanfaatan infrastruktur yang ada
(rumah, kemah, dan wilayah). Akumulasi urban yang berarus abstrak dan kuat
untuk mendapatkan tempat teduh yang cocok untuk ditinggali. Semua infrastruktur
acuannya didasarkan kebermaknaan tokoh kau liris yang tidak dapat dipahami
secara baik bagi kelangsungan urbanitas yang terjadi pada tokoh aku liris.
Simbolisasi urban yang terdapat pada frasa ‘menumpahkan darah’ seakan menjadi
sisi lainnya dalam perluasan urban sebagai kebutuhan utama masyarakat modern.
Sikap keraguan selalu membayangi dalam proses hidup tiap makhluk yang
berakal. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keraguan juga berasosiasi
buku kumpulan puisi berjudul ‘Karena Cinta Kuat Seperti Maut, kondisi keraguan
yang tersibak dari tatanan urban hadir dalam puisi dengan judul Penjala yang
dicitrakan memiliki lapis ketidakyakinan oleh tokoh kau liris yang mulai berusaha
menghidupi sistem urban. Selain itu, kapasitas tokoh aku liris dikadarkan dengan
46
sangat lekat melalui citraan yang ia tempuh selama mengamati pergerakan tokoh
kau liris yang perlahan juga mampu menghadirkan keraguan ke dalam cara berpikir
tokoh aku liris sehingga keduanya diarahkan sebagai dua subjek yang saling tidak
aku liris yang dengan saksama memerhatikan kondisi alam yang ditandakan melalui
yang perlu dijaga. Keberadaan tokoh kau liris yang juga diasosiakan melalui
pemanfaatan pronominal berupa ‘-mu’ tersirat sebagai sosok anak yang menjalani
hidup secara sendiri dan dirundung kesedihan tanpa bisa menikmati kondisi alam
Dalam kutipan (17) tersebut tokoh aku liris mencoba untuk meretorika garis
hidup yang sedang dijalani dengan implisit memetaforkan dirinya bersama dengan
47
tokoh kau liris sebagai ikan yang penuh sisik dan licin. Kelindan kebergantungan
makna yang hadir di antara dua kutipan tersebut adalah kondisi kehidupan daratan
yang sarat kesedihan dan penuh diam (kutipan 16) disebabkan karena kedua tokoh,
yaitu aku-kau liris merasa bagai ikan penuh kepasrahan ibarat terjerat jala nelayan
(kutipan 17) yang tidak sanggup jika harus hidup di daratan dengan kondisi
memiliki sisik dan bersifat licin seperti ikan pada umunya. Dalam kutipan (17) di
atas juga mengindikasikan bahwa tokoh aku liris memasrahkan segala keraguan
kepada tokoh kau yang berkapasitas sebagai kata pengganti untuk alam yang sedang
berada dalam kondisi urban dengan bertumpu pada hilangnya keindahan dan
keramaian yang biasa ditemukan dalam alam. Jika dua kutipan tadi diacukan pada
konsep Wilayah Peri Urban, dapat ditemukan asumsi bahwa kondisi alam yang
Kata “dinamika” dalam KBBI memiliki arti: gerak atau tenaga yang
kata “dinamika” jika dialokasikan pada aspek urban ialah gerak oleh pengaruh kuat
yang mendatangkan akibat yang bersifat positif maupun negatif. Pengaruh urban
yang ditemukan dalam buku antologi puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti
Maut secara ekspresif termaktub dalam tiga puisi yang masing-masing hadir dengan
judul “Penjala,” “Pejalan,” dan “Pencari.” Pengaruh urban yang ada pada tiga puisi
48
tersebut memiliki akibat yang beragam bagi tokoh aku dan kau liris. Kedua tokoh
tersebut menjumpai semesta urban yang penuh dengan daya positif dan daya negatif
Pada kutipan (18) tokoh aku liris seolah memandang kondisi sosial yang
mendapatkan acuan dari diksi ‘mereka’ sebagai subjek-subjek di luar tokoh liris
(aku dan kau) memberikan perlakuan yang dramatis. Tokoh kau liris mendapat daya
positif dianggap sebagai sosok yang perlu diabadikan pada sudut-sudut hidup
kau liris yang penuh memiliki kegiatan yang panjang, perjalanan tanpa henti,
bahkan perjuangan tidak kenal usai. Perilaku tokoh kau liris yang dianggap
mengembara erat kaitannya dengan kondisi urban yang beregulasi rigid dan penuh
dengan orang-orang yang mudah memuja dan tidak sulit membenci. Konsepsi
dalam sudut pandang Wilayah Peri Urban yang mencoba untuk melakukan
pembaharuan dalam tatanan sosial lama untuk diubah kepada kondisi sosial yang
baru bisa jadi akan menghadirkan cara berpikir masyarakat setempat yang lebih
sederhana atau bahkan menjadi rumit. Kedua cara pandang tersebut seolah memberi
tanda bahwa fase culture shock yang melanda suatu proses peralihan wilayah dapat
49
menyebabkan benturan yang keras antara satu subjek dengan subjek lain, entah
Dalam kutipan (19) memaktubkan tokoh aku dan kau liris berada dalam
lewati selama berkehidupan dalam urban. Posisi kondisi lingkungan bagi tokoh aku
dan kau liris seolah asing dan tidak berhenti untuk meminta tafsir yang melebihi
kemampuan berpikir kedua tokoh tersebut. Dinamika lingkungan yang terlalu rancu
mengakibatkan tokoh aku dan kau liris gagal dalam memahami hal-hal yang
sederhana, seperti jalan, pasar, dan taman. Mereka dipaksa menjeda proses
pemahaman dan pengenalan terhadap gerakan urban yang berubah-ubah. Hal itu
terjadi melalui dua asumsi: tokoh aku dan kau liris belum siap berada pada hasil
proses Wilayah Peri Urban atau fase urban yang terjadi tidak sepenuhnya mampu
50
Kutipan (20) di atas merupakan retorisasi yang diutarakan oleh tokoh aku
liris ketika dihadapkan dengan arus dinamis urban yang berubah dan secara
langsung menciptakan distorsi yang mengarah kepada dua sikap berlawanan yang
dimiliki oleh tokoh aku liris: kekuatan dan kelemahlembutan. Ruang urban yang
digagas oleh tokoh aku liris seolah memberikan keraguan kepada kondisi alam yang
tidak lagi aman untuk ditempati secara bebas tanpa ada regulasi yang mengikat bagi
Kutipan puisi (21) tersebut dapat menjadi penguat dari kutipan (20)
sebelumnya yang memiliki relasi langsung berbentuk pertanyaan tokoh aku liris
terus mengubah regulasi kehidupan bumi. Adanya repetisi pada kedua kutipan di
atas berupa diksi ‘bagian mana dari sisi bumi’ seakan memberi dasar simpulan
bahwa bumi sudah menjadi tempat yang memiliki sedikit ruang: sesak.
“Tragedi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti: (1)
sandiwara sedih (pelaku utamanya menderita kesengsaraan lahir dan batin yang luar
biasa atau sampai meninggal); (2) peristiwa yang menyedihkan. Pada buku
kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut ini regulasi urban hadir
melalui pergerakan tokoh aku dan kau liris yang selalu menemui ketidakbahagiaan
51
menciptakan kekacauan dalam keyakinan mereka berdua untuk menjaga satu sama
lain. Beberapa judul puisi dalam buku tersebut yang dimanfaatkan karena memuat
Kutipan ke (22) dapat menjadi tanda mengenai pihak ‘kami liris’ yang
mendapat daya negatif dari urban yang menjadi pemisah antara tokoh aku dan kau
liris. Dalam kutipan tersebut, mereka berdua seolah dinobatkan sebagai sepasang
kekasih yang selalu gagal bersama dikarenakan arus urban yang memungkinkan
memberi pengaruh kurang baik ke dalam diri tokoh kau liris. Kapasitas tokoh kau
liris dalam kutipan (22) menjadi pengguna yang gagal memaknai keindahan benda-
benda (baju, vas bunga, linen, dan satin) yang fungsionalitasnya bisa jadi memberi
kesan urban. Segala jenis benda tadi kemudian dikerucutkan sebagai simbol sesuatu
yang tidak pernah bisa dimiliki oleh tokoh dan kau liris. Namun, tetap saja segala
yang tidak termiliki tersebut harus dibereskan. Alih-alih segala hal yang belum bisa
termiliki tersebut akan hilang, rupanya proses pembaharuan kondisi urban yang
dijalani oleh dua tokoh tersebut mengisyaratkan bahwa selalu ada pergeseran atau
52
(23) Kucari kau di jantung waktu, tapi kau tak ada di sana.
Kucari kau di semesta bahasa tapi kau meledakkan diri
dan tidak menyisakan sedikit pun kata-kata
untuk kubaca
-----
(24) Kau tak ada di mana-mana dan ketiadaanmu meluap
menjadi berita-berita, menjadi duka dan derita
menjadi penyakit dan bencana, menjadi kota-kota
yang memulai hari dengan kematian
sebagai tajuk utama
(Adimas, 2018: 27).
‘kucari kau’ yang diutarakan oleh tokoh aku liris yang tergambar mengalami
perjalanan yang tidak henti dalam menemukan dan memahami tokoh kau liris.
Pengadaan diksi ‘semesta bahasa’ seolah menegaskan bahwa sosok kau liris
menjadi sangat fundamental yang diperlukan tokoh aku liris guna mengkhatamkan
pemikirannya tentang seluk-beluk urban. Untaian tafsir yang dihasilkan dari pola
pemikiran tokoh aku liris menemukan titik kelam yang dialami oleh tokoh kau liris
yang menghilang tanpa adanya musabab yang dapat dicerna dalam perputaran
waktu. Repetisi ‘kucari kau’ tersebut juga dapat menjadi tanda bahwa peristiwa
urban yang sedang terjadi memiliki intensitas kompleks yang baru bisa dipahami
oleh tokoh aku liris ketika melakukan perulangan berpikir dengan acuan tokoh kau
liris. Kedua tokoh liris tersebut terjerembab pada pergeseran kondisi lingkungan
yang baru dan lebih rancu, mengingat konsep Wilayah Peri Urban hadir dengan
cara memilah segala yang tradisional dan berusaha membangun peradaban yang
lebih maju.
53
Pada kutipan (24) tersebut seakan menciptakan ruang hidup bagi tokoh aku
liris yang merasa keberadaan tokoh kau liris dikesankan lebur dengan sekelilingnya.
Pemaknaan lebur yang terorientasi dengan suasana sedih melalui pemanfaatan frasa
‘menjadi berita,’ ‘menjadi duka dan derita,’ serta ‘menjadi penyakit dan bencana’
mengesampingkan kadar fungsi ruang hidup dalam kutipan di atas mengenai tempat
yang penuh warna dan bahagia. Intensitas urban yang hadir melalui acuan nuansa
ruang publik tersebut menggambarkan bahwa daya negatif urban terjumpai melalui
sistem latar waktu yang dimiliki oleh tokoh aku liris yang ‘mengais’ keberadaan
Pada kutipan (25) tokoh aku dan kau liris seolah menjadikan diri mereka
sebagai ikan yang terjala oleh nelayan. Keduanya dihadapkan dengan dua perasaan,
yaitu rasa pasrah karena tidak akan dilepas dan rasa yakin bahwa nelayan tersebut
akan melepas mereka. Kutipan di atas berusaha mencuatkan ekspresi bagi tragedi
yang disebabkan oleh urban yang memiliki gelombang naik dan turun yang dapat
memengaruhi situasi hidup subjek di dalamnya. Tokoh aku dan kau liris sama-sama
terjerat oleh corak peristiwa yang menyedihkan ketika keduanya berusaha berjuang
melawan arus urban hingga pada akhirnya tertangkap oleh nelayan yang berafiliasi
54
tokoh aku dan kau liris yang memasrahkan diri mereka akibat ketidakadanya
kejelasan dalam perjalanan hidup mereka yang diibaratkan pada sebuah laju
dilenyapkan oleh arus hidup tadi yang merampas kemesraan yang tercipta di
wilayah mereka sendiri. Persentase urban yang hadir dan merenggut kebahagiaan
mereka terdapat juga pada usaha komunikasi sosial dan mata pencaharian bagi
tertinggi/tingkatan teratas dari suatu hal, kejadian, keadaan, dan sebagainya yang
tokoh aku dan kau liris dalam memperjuangkan posisi mereka sebagai ‘penjelajah’
kehidupan urban secara perlahan terkungkung oleh regulasi urban yang memuncak
dan terlalu sukar untuk mereka perjuangkan. Tatanan lingkungan yang mendiami
harus terjadi oleh tiga sentral penggerak urban: tokoh aku liris, tokoh kau liris,
ruang waktu urban. Ketiga faktor tersebut seakan menjadi penghidup daya
keberlangsungan urban hingga mencapai fase puncak yang alhasil membuat tokoh
55
aku dan kau liris kehilangan makna hidup mereka masing-masing. Pada buku puisi
ini, kulminasi urban ditemukan pada puisi berjudul “Pencari” dan “Pedagang.”
(27) Kucari kau tapi tak ada di sini, tak juga di masa lalu atau
di masa depan. Kau lesap dari peristiwa dan makna
remuk terimpit jarak dan ruang, tenggelam
dalam waktu yang bergelombang
(Adimas, 2018: 27).
Kutipan (27) di atas mengisahkan fase tokoh aku liris yang menjadi
penjelajah antarruang dan antarwaktu demi menemukan tokoh kau liris yang hilang
entah ke mana. Hal tersebut dapat menjadi pemahaman dasar yang diacukan kepada
tokoh aku liris bahwa ia telah mampu menemukan puncak dari lingkup urban, yakni
memberanikan dirinya menyusuri segala aspek hidup urbannya. Dari hal tersebut
juga dapat dimengerti bahwa suasana urban yang memuncak semakin menciptakan
ruang-ruang waktu yang melorongkan tokoh aku liris dalam taraf urban. Maka dari
itu, kapasitas tokoh aku liris yang sudah terjebak dalam kekacauan bercorak urban
Pada kutipan (28) tokoh aku dan kau liris yang dileburkan menjadi ‘kita’
mendapati peristiwa yang menjadikan diri mereka sebagai korban dari puncak
urban yang penuh sumber daya: anggur, gandum, sutra, linen, dan permata.
56
Keberlangsungan klimaks urban yang hadir pada diri mereka berdua terjadi ketika
menciptakan kesenjangan yang kuat antara hak dan kewajiban mereka berdua.
Untaian kata ‘diberi sayap tapi tak semata burung’ dan ‘terima kebebasan tapi tak
bersuara’ seolah menjadi aspek malfungsi yang melekat pada diri tokoh aku dan
kau liris sehingga pada akhirnya mereka berdua ibarat menjadi ‘korban’ dari puncak
kondisi urban yang semakin mengikat bagi kehidupan para subjeknya. Berikut
57
penelitian ini tampak dari bentuk matriks dari puisi-puisi yang telah dibahas, yaitu
Immanuel yang merupakan penulis buku kumpulan puisi Karena Cinta Kuat
kumpulan puisi pun memiliki regulasi seperti eksistensi cinta: misteri dan tak
Orientasi buku kumpulan puisi Karena Cinta Kuat Seperti Maut mengacu
kepada proses daya gerak tokoh aku dan kau liris di dalam kehidupan urban yang
ekspresi dalam wahana lain: lukisan, musik, dan game. Adapun buku kumpulan
puisi selanjutnya, yaitu Pelesir Mimpi terarah kepada cara pandang ia mendalami
kehidupan Ayah dan Ibu sebagai orang tua. Ketiga buku kumpulan puisi tersebut
kehidupan yang begitu dekat dengan dirinya. Alhasil, tokoh aku dan kau liris yang
selalu dimanfaatkan pada puisi-puisi adalah common sense subjek yang memiliki
kapasitas sebagai narator guna menggali ruang hidup yang dinamis makna.
58
Selanjutnya, sisi lain buku kumpulan puisi Karena Cinta Kuat Seperti Maut
adalah visualisasi sampul depannya yang mengambil objek sebuah pintu. Menurut
Aan Mansyur yang bertindak sebagai fotografer gambar penunjang buku puisi
Karena Cinta Kuat Seperti Maut, judul buku beserta beberapa sajak di dalam buku
puisi tersebut mampu mewakili kebermaknaan cinta dan maut. Singkat cerita, pintu
tersebut merupakan hasil jepretan seorang Aan Mansyur pada salah satu pintu di
kamp konsentrasi di Auschwitz. Pada foto pintu tersebut, juga terdapat beberapa
untai bunga yang dipasang seolah memeringati suatu hal yang penting. Bunga-
Maximilianus Kolbe yang dikisahkan sebagai orang yang sukar untuk meninggal
ketika dijatuhi hukuman oleh Nazi di kisaran tahun 1940-an. Kolbe yang saat itu
dikumpulkan bersama tahanan lain yang dihukum dengan cara tidak diberi makan
dan minum hingga seluruh tahanan lain meninggal, tetapi Kolbe masih bertahan.
Akhirnya, Nazi memberi suntikan carbolic acid kepada pastor tersebut untuk
mempercepat kematiannya.
59
BAB III
RANCANGAN POLA
3.1 Pengantar
Kebermaknaan lima puisi dalam buku antologi puisi berjudul Karena Cinta
Kuat Seperti Maut yang mengarah kepada urban secara ekspresif secara tidak
langsung menciptakan adanya pola yang berkelindan antara satu puisi dengan puisi
lainnya. Kalimat subjektif maupun kalimat objektif yang ditawarkan melalui kode
dan puitika dalam kelima puisi merupakan aspek-aspek yang berusaha ditafsir
‘permainan’ kelirisannya. Hal tersebut tidak terlepas dari upaya pemadatan kembali
dari lima bentuk ekspresi urban yang telah ditemukan dan dibahas pada bab
sebelumnya. Pola yang dapat dirancang pada subbab ini didasarkan pada
pertimbangan kehadiran bentuk ekspresi urban yang sama dalam puisi-puisi yang
yang saling melekat. Adapun beberapa pola yang dapat dibahas sebagai berikut.
juga dapat dikatakan sebagai motorik oleh subjek yang ada pada bangun diksi puisi.
Urban yang hadir pada kedua puisi yang berjudul “Penjala” dan “Pedagang” yang
60
dalam urban menunjukkan adanya ‘jalinan’ dengan mengacu pada tingkah laku
tokoh yang teruntai pada puisi “Penjala” ketika memahami diksi ‘jejak-jejak’ yang
ditinggalkan dan tempat peribadatan yang kosong. Selain itu, penggalan kalimat
‘jutaan orang keluar dari negerinya’ pun menjadi arah bagi tokoh kita ‘liris’ dalam
tokoh aku dan kau liris yang dijadikan sebagai penghidup babak baru kehidupan
yang bertransisi dari secara luas (pada puisi “Penjala”) secara objektif hingga
dimaksud ialah upaya penghadiran dua atau beberapa tokoh yang seolah melampaui
ruang untuk menuju ruang lain tanpa diimbangi oleh persiapan yang cukup guna
3.1.2 Lapis Makna ‘Ikan’ pada Puisi “Penjala” dan Puisi “Pencari”
Pemanfaatan figur ikan dalam puisi berjudul “Penjala” dan “Pencari” seolah
diksi ikan yang berkapasitas secara lapis makna pada puisi berjudul “Penjala”
mengacu pada analogi yang mengikutsertakan tokoh kami liris sebagai jiwa-jiwa
yang terbawa arus sehingga menjadikan mereka penuh sisik dan licin. Dengan kata
lain, jiwa-jiwa yang demikian tersebut sangat sukar untuk dapat hidup dalam
kepekatan urban yang memiliki ‘arus’ begitu samar, sehingga licin dan bersisik
61
adalah karakter yang tidak mudah memertahankan dan memegang prinsip hidup
dalam keurbanan. Lapis makna ikan yang juga ditemukan pada puisi “Pencari”
lebih berorientasi kepada aspek cinta yang seolah menjerumuskan tokoh aku dan
kau liris kepada ‘jaring’ yang begitu menyesakkan. Maka dari itu, puisi “Penjala”
memiliki arus begitu kacau, bahkan cinta pun juga tidak menutup kemungkinan
akan menjebak jiwa mereka yang bersisik dan licin seolah kesulitan memegang
prinsip hidup untuk dapat selamat dari urban. Aspek itulah yang dapat dijadikan
landasan puisi berjudul “Pedagang” dalam memunculkan kembali tokoh aku dan
Substansi kata kerja ‘kepedihan’ yang ada pada tiga puisi berjudul
kepedihan itu sendiri sebagai cara mengungkap dan diungkap. Puisi berjudul
berbagai kehidupan yang ada di dalam bangunan kota. Tokoh aku aku liris seolah
menelusuri tiap-tiap kerumunan perihal pencarian terhadap tokoh kau liris yang
menemukan. Pada akhirnya, mereka berdua malah akan bertemu dengan peristiwa-
bagi keduanya. Substansi tersebut kiranya dapat direlasikan pada orientasi puisi
berjudul “Penanya” yang juga memuat kepedihan yang dicondongkan pada tokoh
aku liris dengan visualisasi ‘bumi saat ini’ yang jauh dari kata damai.
62
Keterhubungan pada puisi “Pejalan” dengan puisi “Penanya” ialah adanya proses
penciptaan suasana kota yang difokuskan secara motorik dari tokoh aku dan kau
liris yang menyusuri sudut-sudut kota yang memiliki daya urban cukup rigid hingga
kepedihan pada diri masing-masing. Pola visualisasi latar antara kedua puisi
mencoba untuk memberikan ekspresi urban yang begitu dekat dengan masyarakat:
toko, binatu, rumah, taman, pasar, hingga jalanan berbatu yang semuanya
keterkaitan predikasi, lapis makna ikan, serta kartografi kesedihan. Maka dari itu,
substansi puisi berjudul “Pedagang” selalu muncul dalam semua pola. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa tokoh aku dan kau liris yang ada ketika jiwa mereka
dianggap licin dan penuh sisik hingga tidak mampu memegang keteguhan prinsip
dalam menghadapi hidup urban adalah akibat dari meninggalkan objek-objek yang
dihadirkan pada puisi “Penjala,” yaitu peristiwa ketika jutaan individu lebih
memilih untuk meninggalkan suatu ruang yang lama (dalam hal ini ialah
rumah/kampung halaman) untuk mendatangi sebuah tempat yang dinilai lebih layak
seolah ‘ikan’ tidak hanya ditemukan pada puisi “Penjala” sebagai ruang yang
ditinggalkan, tetapi pada puisi “Pedagang” pun juga terdapat diksi yang menunjang
63
Adapun pola lain, yaitu kartografi kepedihan juga tersambung melalui puisi
“Pedagang” yang menghadirkan suasana tempat tokoh aku dan kau liris melakukan
usaha mereka untuk meraih kebahagiaan di kehidupan urban, yaitu suatu tempat
yang penuh ragam sumber daya dan keramaian. Namun mereka selalu gagal dalam
setiap usahanya. Kapasitas puisi berjudul “Penanya” dan puisi berjudul “Pencari”
sebagai perinci bahwa visualisasi keadaan lingkungan (bumi) sekitar telah berubah
total ketika fenomena urban berkembang dalam suatu wilayah. Substansi pada puisi
“Pedagang” seolah memberikan gerak bagi puisi “Penanya” dan “Pencari” bahwa
kondisi alam yang indah dan riuh tidak selalu menandakan alam tersebut
berikut.
“Penjala” Keterkaitan
Predikasi
“Pejalan”
Kartografi
Kepedihan
“Penanya”
64
BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya
ragam keadaan urban yang terwakili dalam ekspresi pada beberapa puisi. Hal
tersebut disajikan melalui tanda-tanda yang termaktub dalam frasa, klausa, bahkan
kalimat tiap-tiap puisi sebagai pelebur licencia poetika penulis mengenai kondisi
urban melalui keterlapisan makna. Ekspresi urban yang mampu ditemukan dan
matriks, model, varian. Ketiga langkah kerja dalam teori semiotika Riffaterre
tersebut berusaha memadatkan satu demi satu tanda perihal urban yang secara
65
tanda perihal ekspresi urban. Hal tersebut dibuktikan dengan terdapatnya variasi
gaya bahasa sebagai wujud penggantian arti (displacing of meaning) yang ada pada
beberapa puisi: (a) “Penjala”: metafora dan metonimia; (b) “Pejalan”: metonimia;
meaning) yang ditemukan dalam beberapa puisi: (a) “Pejalan”: ambiguitas; dan (b)
persajakan. Puisi berjudul “Pejalan” adalah puisi yang paling kompleks perihal
objek variabel penelitian ini. Artinya, dalam penelitian ini menemukan adanya lima
mengemukakan perihal kondisi sosial yang begitu sunyi dan miris akibat
dalam suatu lingkungan tidak selalu ramai dan mampu menciptakan kesedihan; (3)
bencana dan bahaya bagi penduduk; (4) puisi “Pedagang” mengemukakan perihal
66
pasar sebagai ruang publik yang penuh dengan kerugian; dan (5) puisi “Penanya”
kehilangan prinsip hidup; (2) kesedihan yang diakibatkan oleh kerumunan dalam
suatu kota; (3) kontradiksi dalam kehidupan yang justru disebabkan oleh dua hal
yang saling lekat; (4) kekacauan dalam kehidupan telah menciptakan suatu
fungsi pasar yang telah menjadi sumber kerugian bagi manusia; (6) hilangnya hak
(7) terjadinya culture shock dan culture lag dalam kehidupan diindikasikan sanggup
menyebabkan kematian. Maka dari itu, matriks yang dapat diaktualisasi dari tujuh
model sebelumnya sebagai berikut: (1) kerugian beserta pertumpahan darah dalam
(2) kehilangan jiwa dan prinsip hidup akibat kehilangan cinta mengaktualisasi
lingkungan urban dengan adanya culture shock dan culture lag mengaktualisasi
ekspresi urban berupa dinamika sosial urban; (4) beberapa individu yang terpaksa
merelakan suatu hal yang begitu disayangi mengaktualisasi ekspresi urban berupa
tragedi urban; serta (5) suasana kacau sebagai sebab dari munculnya suatu utopia
67
tragedi urban, serta kulminasi urban telah membuktikan bahwa ruang urban yang
disemestakan dalam buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti
Maut yang tersaji dalam lima puisi (“Penjala,” “Pejalan,” “Pencari,” “Pedagang,”
Adapun pola yang dapat dirumuskan melalui lima ekspresi urban tersebut sebagai
berikut: (1) keterkaitan predikasi didasarkan pada cara laku tokoh aku dan kau liris
dalam melakukan pengorbanan yang saling terkait dalam puisi “Penjala” dan
“Pedagang”; (2) lapis makna ‘ikan’ didasarkan pada wujud anatomi ikan sebagai
berkelindan oleh puisi “Penjala” dan “Pencari”; serta (3) kartografi kepedihan
didasarkan pada proses penciptaan ruang dan suasana urban yang teruntai di antara
sebagai ‘jembatan’ yang memberi keterikatan pada ketiga pola tersebut yang juga
Lima ekspresi urban yang ditemukan dalam puisi-puisi yang telah dikurasi
dari buku kumpulan puisi berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut karya Adimas
utuh kesedihan dalam penuh kebahagiaan. Hal itu tidak terlepas dari adanya sistem
tanda mengenai segala sesuatu yang berasosiasi dengan urban yang dimanfaatkan
secara berangsur dalam tiap-tiap puisi. Buku puisi tersebut seolah berusaha
68
berhati-hati dalam berpikir serta bertindak pada suatu kehidupan urban sebagai
4.2 Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan pada penelitian buku kumpulan puisi
berjudul Karena Cinta Kuat Seperti Maut dengan topik bahasan ekspresi urban
sebagai berikut.
bersamaan, tetapi mengacu pada wujud teks (puisi) sebagai objek material
lain-lain.
69
70
DAFTAR PUSTAKA
71
72