Anda di halaman 1dari 161

KULINER DAYOK BINATUR

(Studi Variasi, Arti dan Makna) di Kabupaten Simalungun

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Dalam Bidang Antropologi

Oleh :

Antriyani Saragih
160905024

PROGRAM STUDI ANTROPOLOGI SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNTVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PENGESA}IAN

Skripsi ini telah dipertahankan oleh :

Nama Anriyani Saragih


NIM 160905024
Program Studi Antropologi Sosial

Judul Slaipsi KIJLINER DAYOK BINATUR


(Studi Variasi, Arti dan Makna) di Kabupaten Simalungun

Medaru September 2020

Pembimbing Skripsi Studi Antropologi Sosial

Drs. Listsr BerutuMA


NIP: I 96007 I 71 98703 1001 122a1989031005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UNIVERSIT$S STJMATEfl.A UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

HALAMAN PERSETUruAN

Skripsi ini telah dipertahankan oleh:

Nama : Antriyani Saragih


NIM :160905A24
Program Studi: Anffopologi Sosial
Jridul Skripsi : Kuliner Duyok Binatur
(Studi Variasi, Arti danMakna) di Kabupaten Sirnalungun

Pada Ujian Komprihensif yang dilaksanakan:

Hari : Jumat

Tanggal :14 Agustus2020

Pukul : 14.00-selesai

Dengan penyempurnaa n/perbaika n yang telah disetuj ui oleh:

Tim Penguji :

L Ketua Penguji : Dr.Irfan Simatupang$.Si {


MP: 1964 I t04l99l 03 1002

3. Penguji II : Drs. ListerBeruttl MA t


MP: 19600717198703 1005

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ABSTRAK

Antriyani Saragih (160905024) KULINER DAYOK BINATUR


(Studi Variasi, Arti dan Makna) di Kabupaten Simalungun.
Makan, makanan dan kuliner makan dapat ditelusuri dengan dua poin
yaitu nafsu makan dan rasa lapar. Kuliner adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan makanan dalam konteks gastronomi makanan khas suatu negara
atau daerah. Penelitian ini memiliki judul: KULINER DAYOK BINATUR (Studi
variasi, arti dan makna) di Kabupaten Simalungun. Peneliti tertarik untuk meneliti
terkait kuliner Simalungun, khususnya dayok binatur. Penelitian ini memiliki
tujuan untuk mengetahui variasi dan arti dayok binatur dalam upacara adat
Simalungun, untuk mengetahui makna dari setiap penyajian dayok binatur dalam
upacara adat Simalungun.
Metode penelitian yang digunakan yaitu dengan penelitian kualitatif.
Adapun teknik pengumpulan data seperti wawancara dan observasi. Melakukan
wawancara yang mendalam dengan beberapa informan di lapangan dan
melakukan observasi partisipatif di beberapa upacara adat dan pengolahan dayok
binatur. Kuliner adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan makanan
dalam konteks gastronomi seperti makanan khas suatu negara atau daerah.
Sebagaimana setiap daerah memiliki jenis makanan khas sebagai identitas budaya
setiap suku bangsa. Dayok binatur menjadi makanan yang paling populer di
Simalungun, karena memiliki nilai filosofi yang tinggi. Dayok binatur terbuat
dari olahan seekor ayam kampung yang diatur seperti ia masih hidup dan tidak
pernah ketinggalan di setiap upacara adat Simalungun. Dayok binatur memiliki
variasi pengolahan dan penyajiannya dalam upacara adat di Simalungun. Variasi
terkait jenis pengolahan dayok binatur, variasi dari penyajian masyarakat wilayah
Simalungun atas, Simalungun tengah dan Simalungun bawah, variasi penyajian
dayok binatur bagi masyarakat Muslim dan non Muslim di Simalungun.
Dayok binatur memiliki makna profan dan sakral. Memiliki makna sakral
bagi suku bangsa Simalungun sebagai makanan adat dan memiliki makna profan
bagi suku bangsa lain sebagai makanan yang biasa saja untuk menjadi lauk makan
dan memiliki nilai jual di beberapa rumah makan tertentu. Ketika dayok binatur
menjadi benda profan yakni disajikan di rumah makan, maka berubah makna dari
yang sakral ke profan atau biasa saja. Ketika diperjualbelikan di rumah makan,
maka akan memiliki nilai jual dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Dari suatu penyajian dayok binatur serta pemilihan jenis ayam, bisa digambarkan
nilai-nilai dam struktur sosial masyarakat Simalungun dalam upacara adat
Simalungun. Dayok binatur mencerminkan salah satu budaya Simalungun yang
harus tetap dijaga kelestariannya. Namun perlu dibuat suatu aturan baik dalam
bentuk karya tulis agar penggunaannya tidak simpang siur dan tidak berbeda
pemahaman dan pengetahuan di tengah masyarakat Simalungun.
Kata-kata Kunci: Kuliner, Makanan Adat, Dayok Binatur, Masyarakat
Simalungun, Upacara Adat Simalungun

iv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


I.]NTVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DA}.I ILMU POLITIK

PERhTYATAA}.I ORIGINALITAS

KULINER DAYOK BINATUR


(Studi Variasi, Arti dan Makna) di Kabupaten Simatungun

SKRIPSI

Den_gan ini saya menyatakan batrwa dalam skripsi ini tidak terdapat karla _yan_g
pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanarm di suatu perguruao tinggi,
dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yaog secara terfulis diacu
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Apabila dikemudian hari terbukti lain atau tidak seperti yang saya nyatakan disini,
saya bersedia diproses hukum dan menanggalkan gelar kesarjanaan saya.

Medan, September 2020


Penulis

htr
Antriy-ani Sara_gih

lil

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
kasih dan karuniaNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Adapun judul
skripsi penulis adalah: KULINER DAYOK BINATUR (Studi Variasi, Arti dan
Makna) di Kabupaten Simalungun. Penulis susun dan ajukan untuk
menyelesaikan studi Strata 1 (S1) serta memperoleh Sarjana Sosial pada Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara. Penulis menyadari
masih terdapat kekurangan dan keterbatasan dalam penulisan skripsi ini. Semoga
ke depannya penulis dapat lebih memperbaiki karya ilmiah penulis, baik dari segi
substansi maupun dari segi metodologi penulisan. Semoga skripsi ini berguna
bagi kalangan umum dan khususnya orang yang berkecimpung di bidang kuliner
Simalungun.
Secara khusus, penulis mengucapkan terimakasih kepada orangtua penulis,
Jan Horasman Saragih dan Ibu penulis Tiurma L. Damanik,S.Pd yang tak pernah
lelah mendoakan dan memberikan semangat serta tenaga dan keringat kepada
penulis untuk dapat menjalani dan menyelesaikan studi.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada:
Bapak Rektor USU Prof.Dr.Runtung Sitepu S.H.,M.Hum; Bapak Dekan
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU Dr.Muryanto,S.Sos.,M.Si; Bapak Wakil
Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Politik USU Husni Thamrin S.Sos.,MSP.
Bapak Dr.Fikarwin Zuska,MA, selaku Ketua Departemen Antropologi Sosial
Universitas Sumatera Utara; Bapak Drs.Agustrisno MSP, selaku Sekretaris
Departemen Antropologi Sosial Universitas Sumatera Utara;
Bapak Drs.Lister Berutu, M.A selaku dosen pembimbing penulis yang
telah bersedia memberikan tenaga dan waktunya selama penulisan skripsi mulai
dari penulisan proposal sampai skripsi selesai. Dorongan yang selalu diberikan
agar penulisan skripsi penulis selesai. Segala ilmu dan dukungan berharga
disampaikan dengan tulus dan sabar diberikan mendorong semangat penulis untuk
menulis skripsi.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Bapak Dr. Zulkifli Lubis, M.A selaku dosen penasehat akademik penulis sekarang
yang telah membimbing penulis dalam pengisian KRS. Kepada seluruh staf
pegawai dan staf pengajar Departemen Antropologi : Ibu Aida Harahap,
S.Sos.,M.Si; Bapak Alm. Drs.Ermansyah,M.Hum; Ibu Sabariah Bangun,M.Soc;
Ibu Tjut Syahrini,M.Soc.,Sc; Ibu Dra.Nita Savitri,M.Hum; Bapak
Prof.Dr.R.Hamdani Harahap,M.Si; Bapak Drs.Zulkifli,MA; Bapak
Drs.Yance,M.Si; Bapak Nurman Achmad,S.Sos.,M.Soc.,Sc; Bapak Dr.Irfan
Simatupang,M.Si; Dr.Sri Alem Br. Sembiring,M.Si; Ibu Dra.Rytha
Tambunan,M.Si; Bang Farid Aulia,S.Sos.,M.Si. Terimakasih untuk segala ilmu
dan pembelajaran yang diberikan kepada penulis, semoga dapat menjadi bekal
penulis di dunia pekerjaan dan semoga bapak dan ibu diberikan kesehatan dan
sukacita oleh sang pencipta.
Kak Nurhayati dan Kak Sry sebagai staf administrasi Antropologi yang telah
membantu dalam hal mengurus berkas maupun dokumen untuk kepentingan
penulis di kampus. Kedua abang penulis : Frandi H. Saragih,S.P beserta kakak
ipar penulis Dessy May Damanik,S.AP dan abang penulis yang kedua yaitu Ijon
Party Saragih yang selalu memberikan dorongan semangat, mendoakan serta
membantu penulis dari segi materi.
Teman seperjuangan selama di perkuliahan, keseluruhan kerabat
Antropologi Sosial stambuk 2016, terkhusus penulis mengucapkan terimakasih
kepada sahabat penulis sejak semester satu: Mondang Lasria Sigiro, Prity Yolanda
Siagian, Hetty Lumbantoruan, penulis sangat bangga pada kalian, semoga
persahabatan kita tetap awet selamanya. Terimakasih juga kepada teman-teman
yang lain, yang tidak bisa disebut satu persatu: Devi Situmorang, Ditya Pane,
Friska Sinaga, Melisa Ester, Putri Girsang, Gina Surbakti dan teman-teman
lainnya. Teman tinggal bersama satu rumah penulis sewaktu PKL TBM di
Kabupaten Serdang Bedagai: Senangi Masa Lase, Esra Situmorang, Ribka
Yohana Malau, Sri Hayanti Manullang. Seluruh informan penulis dalam
penelitian skripsi ini.

vi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terimakasih kepada pihak-
pihak yang sangat berpengaruh dalam proses penyelesaian skripsi yang tidak bisa
peneliti sebutkan satu persatu. Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang tidak tersebutkan penulis mohon maaf. Semoga Tuhan
senantiasa membalas semua kebaikan yang telah diberikan. Dengan besar harapan
semoga skripsi ini dapat membantu dan penulis berharap semoga skripsi ini
bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca. Penulis mengucapkan
terimakasih.

Medan, September 2020


Penulis

Antriyani Saragih

vii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 04 Mei 1998 di Dolog Kasian, Kecamatan


Raya, Kabupaten Simalungun. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga
bersaudara, buah hati dari pasangan bapak Jan Horasman Saragih dan ibu Tiurma
L. Damanik,S.Pd. Penulis memulai pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri
(SDN) 091336 Silau Buttu, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun pada tahun
2004. Pada tahun 2010 penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah
Pertama (SMPN) 2 RAYA, Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Penulis
melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 RAYA,
Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun pada tahun 2013 selesai pada tahun
2016. Pada tahun 2016 penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Universitas
Sumatera Utara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik jurusan Antropologi
Sosial melalui jalur SNMPTN. Penulis dapat dihubungi via email
antriyanigaringging@gmail.com.
Penulis pernah mengikuti kegiatan kemahasiswaan seperti:
1. Peserta INISIASI Antropologi USU 2016
2. Panitia P3AP Antropologi USU 2017
3. Panitia Natal Antropologi USU 2017
4. Anggota LPMI (Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia) USU 2017
5. Peserta dalam Mission trip LPMI USU ke Palembang 2017
6. Penerima beasiswa PPA 2017
7. Peserta dalam mission trip LPMI USU ke Kecamatan Raya Kahean,
Kabupaten Simalungun 2018
8. Penerima beasiswa KSE (Karya Salemba Empat) 2019/2020

viii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


9. Peserta Leadership camp 1 batch 1 KSE di Medan 2019
10. Divisi KABEL (kampung belajar) KSE USU 2019/2020
11. Panitia divisi dana pada TOSS KSE USU 2020
12. Anggota organisasi kedaerahan HIMAPSI USU
13. Melakukan PKL-TBM Antropologi USU di Kecamatan Tanjung Beringin,
Serdang Bedagai 2019.

ix

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: KULINER DAYOK BINATUR
(Studi Variasi, Arti dan Makna) di Kabupaten Simalungun.
Penulisan skripsi ini diajukan untu memenuhi salah satu syarat kelulusan
dalam jenjang perkuliahan Strata 1 (S1) Universitas Sumatera Utara. Dalam
penulisan skripsi tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun berkat
bimbingan, bantuan, nasehat dan saran serta kerjasama dari berbagai pihak,
khususnya pembimbing, segala hambatan tersebut akhirnya dapat diatasi dengan
baik.
Dalam penulisan skripsi ini tentunya tidak lepas dari kekurangan, baik
aspek kualitas maupun aspek kuantitas dari materi penelitian yang disajikan.
Semua ini didasarkan dari keterbatasan yang dimiliki penulis. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini jauh dari sempurna sehingga penulis membutuhkan kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk kemajuan pendidikan di masa yang akan
datang.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terimakasih.

Medan, September 2020


Penulis

Antriyani Saragih

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................i
HALAMAN PERSETUJUAN ..............................................................................i
PERNYATAAN ORIGINALITAS.......................................................................ii
ABSTRAK......................................................................................................... iv
UCAPAN TERIMAKASIH ............................................................................... v
RIWAYAT HIDUP ......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................ x
DAFTAR ISI ..................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR FOTO ............................................................................................. xiv
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Kajian Pustaka ........................................................................................... 7
1.2.1 Kuliner ................................................................................................. 7
1.2.2 Makanan Dalam Perspektif Antropologi ............................................... 8
1.2.3 Teori Segitiga Kuliner ( Levi-Strauss) .................................................. 9
1.2.4 Teori Ritus ......................................................................................... 10
1.2.5 Manusia Sebagai Pencipta Dan Pegguna Kebudayaan ....................... 11
1.2.6 Fungsi Makanan ................................................................................ 12
1.3 Rumusan Masalah .................................................................................... 15
1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian................................................................. 15
BAB II. LOKASI PENELITIAN ..................................................................... 22
2.1 Gambaran Umum Lokasi Peneletian.......................................................... 22
2.1.1 Pemerintahan ..................................................................................... 24
2.1.2 Kependudukan dan Ketenagakerjaan .................................................. 25
2.1.3 Jumlah Penduduk ............................................................................... 26
2.1.4 Tanaman Pangan ................................................................................ 28
2.2 Mengenal Masyarakat Simalungun Sebagai Suatu Suku Bangsa ............... 29
2.2.1 Pembagian Simalungun Berdasarkan Wilayah .................................... 29
2.2.2 Struktur Sosial Simalungun ................................................................ 32
2.2.3 Upacara Adat Simalungun .................................................................. 36
2.3.4 Falsafah Budaya Simalungun ............................................................. 37
2.3 Jenis Kuliner Simalungun ......................................................................... 38
2.3.1 Labar ................................................................................................. 38
2.3.2 Hinasumba ......................................................................................... 39
2.3.3 Nitak .................................................................................................. 40
2.3.4 Sasagun ............................................................................................. 41
2.3.5 Na irandu ........................................................................................... 42
2.3.6 Salenggam ......................................................................................... 43
2.3.7 Tinuktuk ............................................................................................. 43
BAB III. DAYOK BINATUR ............................................................................ 45
3.1 Pengertian Dayok Binatur ......................................................................... 45
3.2 Sejarah Dayok Binatur .............................................................................. 47
3.3 Bahan-bahan dan Alat Pengolahan Dayok Binatur ................................. 52
3.4 Jenis dan Pengolahan Dayok Binatur ........................................................ 53

xi

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4.1 Dayok Binatur Na Pinanggang........................................................... 54
3.4.2 Dayok Binatur Na Iloppah ................................................................. 58
3.4.3 Dayok Binatur Na Ilomang................................................................. 62
3.5 Jenis Ayam dan Penggunaan Untuk Dayok Binatur ................................ 67
3.6 Penyajian Dayok Binatur .......................................................................... 69
3.7 Pembagian Gori Dayok Binatur DalamUpacara Adat Simalungun ........... 75
3.8 Dayok Binatur di Simalungun Atas ........................................................... 81
3.9 Dayok Binatur di Simalungun Tengah ...................................................... 84
3.10 Dayok Binatur di Simalungun Bawah ..................................................... 86
3.11 Makna dan Simbol.....................................................................................90
BAB IV. DAYOK BINATUR DALAM UPACARA ADAT SIMALUNGUN . 92
4.1 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Parhorasan ..................................... 92
4.2 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Marhajabuan (Perkawinan) ............. 95
4.3 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Kematian ....................................... 103
4.4 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Mamongkot Rumah Baru ............... 109
4.5 Dayok Binatur Dalam Acara Syukuran Telah Wisuda ............................. 112
4.6 Dayok Binatur Dalam Acara Syukuran Perayaan Ulang Tahun .............. 115
4.7 Dayok Binatur Dalam Upacara Aat Tardidi (DiBaptis) ........................... 119
4.8 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Manaksihon Haporsayaon ............. 123
4.9 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Menabalkan Nama ........................ 128
4.10 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Khitanan ...................................... 131
4.11 Perspektif Ekonomi Dayok Binatur ....................................................... 133
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 140
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 140
5.2 Saran ...................................................................................................... 141
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 143
GLOSARIUM ................................................................................................ 145

xii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR TABEL

Tabel 1. Luas wilayah menurut kecamatan di Kabupaten Simalungun 2018........24


Tabel 2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, rasio kelamin dan kecamatan
di Kabupaten Simalungun 2018.............................................................................28
Tabel 3. Jenis kuliner Simalungun.........................................................................40
Tabel 4. Bahan dan alat..........................................................................................55
Tabel 5. Jenis ayam................................................................................................71
Tabel 6. Pembagian gori........................................................................................85

xiii

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR FOTO

Foto 1. Peta Kabupaten Simalungun......................................................................37


Foto 2. Labar..........................................................................................................52
Foto 3. Hinasumba.................................................................................................53
Foto 4. Nitak...........................................................................................................54
Foto 5. Sasagun .....................................................................................................55
Foto 6. Na irandu...................................................................................................56
Foto 7. Tinuktuk.....................................................................................................57
Foto 8. Dayok binatur yang dipanggang ...............................................................67
Foto 9. Dayok binatur yang digulai di Simalungun atas ......................................72
Foto 10. Dayok binatur yang digulai di Simalungun tengah................................73
Foto 11. Dayok binatur yang digulai di Simalungun bawah................................74
Foto 12. Tombuan untuk upacara adat kematian...................................................76
Foto 13. Tombuan untuk upacara adat sukacita.....................................................76
Foto 14. Ayam yang telah dibersihkan..................................................................84
Foto 15. Bulung tinapak.........................................................................................85
Foto 16. Penyembelihan.........................................................................................86
Foto 17. Ulu (kepala) ............................................................................................89
Foto 18. Ulu, borgok (kepala dan leher)................................................................90
Foto 19. Habong (sayap) .......................................................................................90
Foto 20. Gurung ( punggung) ...............................................................................91
Foto 21. Bilalang (dokkei bagas/organ dalam) .....................................................91
Foto 22. Tulan bolon (paha paling dalam) ............................................................91
Foto 23. Tulan bona (paha) ...................................................................................92
Foto 24. Kais-kais (ceker) .....................................................................................92
Foto 25. Tuppak (ekor) .........................................................................................92
Foto 26. Darah ayam.............................................................................................93
Foto 27. Mambere parhorasan (memberikan makanan) ....................................99
Foto 28. Mamboras tenger (memberikan beras).................................................100
Foto 29. Memberikan dayok binatur pada upacara adat perkawinan.................102
Foto 30. Upacara adat pada kematian sayur matua.............................................113
Foto 31. Memberikan dayok binatur pada syukuran wisuda Lastrika saragih....119
Foto 32. Memberikan dayok binatur pada syukuran wisuda Desi damanik.......120
Foto 33. Memberikan dayok binatur pada syukuran ulang tahun Rildo.............122
Foto 34. Memberikan dayok binatur pada syukuran ulang tahun........................123
Foto 35. Ulang tahun ibu dari Lastrika Saragih...................................................124
Foto 36. Memberikan dayok binatur pada syukuran ulang tahun......................125
Foto.37 Memberikan dayok binatur pada upacara adat tardidi..........................126
Foto 38. Memberikan dayok binatur pada upacara adat tardidi(dibaptis)...........128
Foto 39. Memberikan dayok binatur pada saat upacara adat manaksihon
haporsayaon........................................................................................................130
Foto 40. Dayok binatur pada masyarakat yang menganut agama Islam............135

xiv

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang terdiri berbagai jenis suku, budaya dan

bahasa. Salah satunya yaitu suku bangsa Simalungun. Suku bangsa Simalungun

memiliki adat istiadat, budaya, bahasa dan makanan yang membedakannya

dengan suku bangsa yang lain. Etnis batak Simalungun mempunyai khas makanan

adat yang berbeda dengan etnis lain. Jenis makanan khas adatnya antara lain:

“nitak, dayok binatur, hinasumba, ikan na iarsik”. Seperti halnya pada

masyarakat lain, Simalungun juga mengenal banyak aneka dan cita rasa makanan

adat. Ada beberapa makanan adat yang diperuntukkan bagi sebuah upacara adat,

ritual dan sebagainya. Adapun dalam melaksanakan kegiatan adat tersebut tidak

lepas dari adanya kuliner yang juga memiliki peranan penting. Kata kuliner

merupakan unsur serapan bahasa inggris yaitu culinary yang berarti berhubungan

dengan masak-memasak atau aktivitas memasak. Saat ini kuliner sudah

merupakan sebuah gaya hidup yang tidak dapat dipisahkan.

Kuliner menjadi topik pembicaraan yang banyak diminati masyarakat.

Kuliner adalah hasil olahan yang berupa masakan. Masakan tersebut berupa lauk

pauk, makanan dan minuman. Karena setiap daerah memiliki cita rasa tersendiri

maka tidak heran jika setiap daerah memiliki tradisi kuliner yang berbeda-beda.

Adapun yang disebut dengan wisata kuliner, merupakan perpaduan menikmati

suatu makanan sambil menikmati suasana jalan-jalan, bersantai atau sedang

berlibur, sehingga memanfaatkan waktu ke tempat-tempat yang menyediakan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


makanan khas. Dengan kata lain istilah kuliner dapat diuraikan secara bebas tanpa

menghilangkan makna perpaduan antara berwisata sambil mencari makanan khas.

Wisata kuliner dapat diartikan sebagai suatu pencarian akan pengalaman kuliner

yang unik dan selalu terkenang dengan beragam jenis, yang sering dinikmati

dalam setiap perjalanan, akan tetapi bisa juga kita menjadi wisatawan kuliner

dirumah sendiri. Sebagian orang sulit membedakan makanan adat dengan

makanan khas suatu suku bangsa. Makanan khas yaitu makanan yang dimiliki

oleh daerah itu sendiri, makanan yang menunjukkan identitas dari daerah itu

sendiri, karena makanan hanya ditemukan di daerah itu sendiri sedangkan

makanan adat adalah makanan yang dihidangkan pada saat upacara adat.

Makanan adat memiliki peran yang signifikan dalam berlangsungnya suatu

upacara adat. Koentjaraningrat menjelaskan dalam bukunya “Pengantar

Antropologi II” Dalam bab V halaman 25 dijelaskan:

“Makanan (dan juga minuman) dapat juga dianggap sebagai sesuatu


hal yang dalam antropologi dapat dibicarakan dalam rangka pokok
mengenai teknologi dan kebudayaan fisik. Makanan dapat dipandang
dari bahan mentahnya. Suatu hal yang sangat menarik dari segi
teknologinya adalah cara pengolahannya, cara memasaknya dan cara
penyajiannya.”

Menurut Stephen Mennell (1987) dalam jurnal Hugo S. Prabangkara

dengan judul “Kuliner Yogyakarta dari identitas ke komuditas (2018)” : makan,

makanan, dan kuliner makan, dapat ditelusuri melalui dua poin yaitu nafsu makan

dan rasa lapar. Rasa lapar menurut Mennell merupakan dorongan biologis yang

secara wajar dirasakan oleh manusia. Sedangkan nafsu makan cenderung,

dipengaruhi aspek psikologis manusianya. Nafsu makan merupakan kondisi

kesadaran mental seseorang yang merujuk pada rasa lapar dan mendorong orang

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


itu untuk mengonsumsi nafsu makan. Dengan kata lain, makan dalam konteks

nafsu makan menjadi bukan pemenuhan biologis yang wajar. Menurut Kivela dan

Crotts dalam jurnal Hugo. S Prabangkara (2018) kuliner adalah istilah yang

digunakan untuk menggambarkan makanan dalam konteks gastronomi seperti

makanan khas suatu negara atau daerah. Sebelum memulai mengaitkan urusan

identitas dalam ranah kuliner, perlu ada pemahaman mengenai konsep identitas.

Bagi antropologi kebiasaan makan sebagai sesuatu yang sangat kompleks

karena menyangkut tentang cara memasak, suka dan tidak suka, serta adanya

berbagai kepercayaan (religi), pantangan-pantangan dan persepsi mitis (tahayul)

yang berkaitan dengan kategori makan: produksi, persiapan dan konsumsi

makanan. Melalui fenomena itu, dan dalam perkembangannnya, kategori makan

akan berhadapan dan berkaitan dengan kategori-kategori budaya lainnya seperti,

kategori kehidupan sosial, agama, kehidupan perekonomian, ilmu pengetahuan,

teknologi dan sebagainya. Peran makanan dalam kebudayaan merupakan kegiatan

ekspresif yang memperkuat kembali hubungan-hubungan dengan kehidupan

sosial, sanksi-sanksi, agama, ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi dengan

berbagai dampaknya. Dengan kata lain, kebiasaan makan atau pola makan tidak

hanya sekadar mengatasi tubuh manusia saja, melainkan dapat memainkan

peranan penting dan mendasar terhadap ciri-ciri dan hakikat budaya makan.

Berbicara tentang konsep makanan, maka makanan dapat berasal dari laut,

tanaman yang tumbuh di pertanian, yang dijual di pasar tradisional maupun

supermarket. Makanan tidaklah semata-mata sebagai produk organik hidup

dengan kualitas biokimia, tetapi makanan dapat dilihat sebagai gejala budaya.

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Gejala budaya terhadap makanan dibentuk karena berbagai pandangan hidup

masyarakatnya. Suatu kelompok masyarakat melalui pemuka ataupun mitos-mitos

(yang beredar di masyarakat) akan mengijinkan warganya memakan makanan

yang boleh disantap dan makanan yang tidak boleh disantap.

Dalam tulisan Hugo. S Prabangkara (2018), dijelaskan bahwa Identitas

menurut Calhoun (1994), merujuk pada kebudayaan sebuah kelompok dan tidak

membedakan antara identitas dan etnisitasnya. Sedangkan menurut Tajfel (1982),

identitas merujuk pada common identification (identif kemiripan) yang ditemukan

secara kolektif pada sebuah kelompok. Dari sini dapat ditemukan common culture

(kemiripan budaya) di dalam relasi antar individu dalam kelompok. Akan tetapi,

menjadi bermasalah apabila membayangkan identitas itu sama saja bahkan dalam

sebuah komunitas karena pada dasarnya tiap individu memiliki cara ekspresi

identitas yang beragam. Akan tetapi, ekspresi identitas nasional atau daerah

seseorang tidak melulu diungkapkan melalui bahasa dan juga seringkali menjadi

konsumsi pribadi. Rahyu Swisty Sipayung (2013) “falsafah dayok binatur pada

masyarakat simalungun”, hasil penelitian ini adalah mengenai falsafah dayok

binatur dalam kehidupan masyarakat Simalungun. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui latar belakang penyajian dayok binatur, makna dan nilai yang

terkandung dalam dayok binatur, serta pesan dan petuah yang diperoleh melalui

penyajian dayok binatur tersebut.

Juliati stefana sinaga (2009) ”makna tanda dalam dayok binatur”, hasil

penelitian ini membahas tentang tanda pada dayok binatur yang merupakan suatu

lambang makanan adat Simalungun. Dayok binatur yang merupakan suatu

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


lambang makanan adat sebagai perantara, untuk menyampaikan pesan, nasehat,

ataupun petuah yang disampaikan dari salah satu pihak keluarga ke pihak keluarga

lain. Aspek yang dikaji adalah tampilan dan makna tanda dalam dayok binatur

teori yang digunakan adalah petanda dan penanda oleh Ferdinand de Saussure.

Dina Mariana Saragih (2017) “manuk (dayok nabinatur): sejarah kuliner batak

Simalungun Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun”, penelitian ini bertujuan

untuk mengetahui sejarah kuliner pada batak Simalungun Kecamatan Purba

Kabupaten Simalungun. Peran dan nilai manuk (dayok) nabinatur pada budaya

batak Simalungun. Makna dan fungsi manuk (dayok) nabinatur pada budaya

batak Simalungun. Proses penyajian manuk (dayok) nabinatur pada batak

Simalungun Kecamatan Purba Kabupaten Simalungun.

Makanan khas sebagai bentuk pengenalan identitas setiap bangsa

dimanapun berada pasti memiliki kebudayaan. Kebudayaan merupakan

keseluruhan sistem gagasan manusia yang menghasilkan karya cipta di dalam

kehidupan manusia yang telah menjadi aktifitas secara terus menerus di

lingkungan masyarakat melalui proses belajar. Kebudayaan mencakup komplek

ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma dan sebagainya komplek aktifitas atau

tindakan pola hidup masyarakat dan benda-benda hasil karya manusia. Makanan

adat dapat diartikan sebagai makanan yang disajikan atau diberikan (disurdukkan)

sewaktu dilaksanakanya upacara adat atau dapat dikatakan sebagai makanan

tradisi masyarakat dalam melaksanakan acara besar atau makanan tradisional dari

suatu suku bangsa/etnis yang biasanya dijadikan sebagai suatu lambang atau

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memiliki arti khusus yang biasanya digunakan pada upacara adat dari suku yang

bersangkutan.

Setiap suku bangsa pastinya memiliki upacara adat masing-masing.

Makanan adat dapat diartikan sebagai makanan yang disajikan atau disuguhkan

sewaktu dilaksanakannya upacara adat. Dikatakan khas berarti makanan tersebut

memiliki keunikan tersendiri baik dari segi bentuk hidangan, rasa, atau bahan

baku untuk membuatnya. Tentunya makanan adat tersebut memiliki makna dan

nilai yang dijadikan sebagai pedoman dan harapan bagi masyarakat yang

menggunakannya. Suku bangsa Simalungun juga mempunyai kuliner sekaligus

juga makanan adat, yaitu yang dikenal dengan dayok binatur. Dayok binatur di

samping berfungsi sebagai lauk makanan tetapi memiliki fungsi yang sangat

penting bagi setiap suku bangsa Simalungun. Selain mengkaji terkait nilai,

peneliti juga mengkaji tentang variasi, makna yang terkandung dalam penyajian

dayok binatur, penyajian dan pengolahan, manfaat, pesan yang disampaikan di

setiap acara adat Simalungun, karena harapan, doa-doa yang disampaikan di

setiap acara adat pasti berbeda demikian juga makna yang disampaikan.

Peneliti juga mengkaji variasi pengolahan dan penyajian dayok binatur,

beserta makna dan arti dari setiap pengolahannya. Penelitian ini mengkaji tentang

penggunaan dan penyajian setiap dayok binatur dalam upacara adat Simalungun.

Terkhusus juga variasi dari setiap pengolahan dan penyajian dayok binatur dalam

upacara adat Simalungun. Simalungun diketahui memiliki tiga pembagian

wilayah yaitu Simalungun atas yang melingkupi Kecamatan Purba, Tiga runggu,

Saribudolok. Simalungun tengah yaitu melingkupi Kecamatan Raya dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Simalungun bawah berada pada daerah Kecamatan Sindar raya, Nagori Dolog.

Peneliti mengkaji terkait variasi dari aspek pengolahan dari ketiga pembagian

wilayah untuk melihat perbedaan dari masing-masing wilayah terkait pengolahan

dayok binatur. Pada tulisan sebelumnya belum ada yang menulis terkait

penggunaan dayok binatur pada upacara adat Simalungun, pada skripsi ini pada

bagian bab empat, penulis menuliskan tentang penggunaan dayok binatur dalam

upacara adat Simalungun.

1.2.Kajian Pustaka

1.2.1 Kuliner

Pengertian kuliner secara umum adalah kegiatan yang berhubungan dengan

memasak atau aktivitas memasak. Kuliner juga dapat dimaknai sebagai hasil

olahan yang berupa masakan berupa lauk-pauk, panganan maupun minuman.

Kuliner tidak terlepas dari kegiatan masak-memasak yang erat kaitannya

dengan konsumsi makanan sehari-hari. Kata kuliner merupakan unsur serapan

bahasa inggris yaitu culinary yang berarti berhubungan dengan masak-memasak

atau aktivitas memasak.

Makanan adalah salah satu kebutuhan pokok manusia. Makanan yang

dikonsumsi manusia dianjurkan mengandung gizi yang sesuai dengan kebutuhan

tubuh. Indonesia yang terkenal dengan keanekaragaman budayanya, juga

memiliki keanekaragaman dalam makanannya. Setiap suku di Indonesia

mempunyai masakan khas yang berbeda dengan cita rasa yang berbeda pula. Jika

diolah secara profesional menjadi makanan khas dan sajian kuliner yang lezat,

kuliner Indonesia dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat dan

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menjadi identitas bangsa. Kuliner menjadi sangat penting sebagai budaya bangsa.

Indonesia memiliki banyak keanekaragaman makanan yang berbeda antar daerah,

harus dijaga agar tidak diklaim oleh negara lain. Seperti halnya tarian, kuliner

adalah bagian dari identitas budaya Indonesia.

1.2.2 Makanan Dalam Perspektif Antropologi

Ditinjau dari aspek ilmu Antropologi bahwa makanan adalah yang tumbuh di

sawah, ladang dan kebun. Namun dari sudut ilmu antropologi atau foklore,

makanan merupakan fenomena kebudayaan. Oleh karena itu makan bukanlah

sekedar produksi organisma dengan kualitas-kualitas biokimia, yang dapat

dikonsumsi oleh organisasi hidup, termasuk juga untuk mempertahankan hidup

mereka; melainkan bagi anggota setiap kolektif, makanan selalu ditentukan oleh

kebudayaan masing-masing. Agar suatu makanan dapat dikonsumsikan, perlu

diperoleh dahulu cap persetujuan dan pengesahan dari kebudayaaan, tidak semua

kolektif biarpun dalam keadaan kelaparan mereka sangat mempergunakan segala

bahan bergizi sebagai makanan mereka.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Koentjaraningrat, bahwa pengertian

kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia

dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan

belajar. Segala aspek kehidupan manusia, tingkah laku, hasil karya merupakan

wujud dari kebudayaan. Makan dan makanan merupakan bentuk dari kebudayaan,

sebagaimana dituliskan oleh Dr.Sugeng Pujileksono, M.Si.:

“Setiap mahluk hidup (manusia dan binatang) membutuhkan makanan


(termasuk di dalamnya minuman, ramuan, obat tradisional) untuk
keberlangsungan hidupnya.”

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Makanan adat merupakan hasil karya manusia dan makanan terdapat dari

upaya manusia dalam cara pengolahan, mendapatkan makanan tersebut. Setiap

makanan memiliki fungsi masing-masing dalam kehidupan manusia. Terdapat

fungsi ritual yang berhubungan dengan magis, ritual dalam penggunaan makanan

dalam suatu kegiatan adat. Fungsi sosial yaitu makna makanan di suatu

lingkungan sosial, bagaimana berlakunya makanan adat tersebut bagi masyarakat.

Fungsi komunikasinya makanan juga bagaimana makanan itu dapat membangun

hubungan, komunikasi antar keluarga maupun antar wilayah dalam acara adat,

makan bersama. Dalam buku Heddy Shri Ahimsa-Putra yang berjudul :

Strukturalisme Levi strauss dijelaskan :

“Levi strauss memandang fenomena sosial budaya, seperti misalnya


pakaian, menu makanan, mitos, rituil, seperti halnya gejala
kebahasaan, yaitu sebagai kalimat atau teks. Menurut Pettit, di
sekeliling kita ada tiga macam fenomena yang memiliki ciri-ciri
seperti kalimat yaitu fenomena seni sastra yang naratif, dramatik dan
sinematik. Fenomena seni bukan sastra seperti misalnya pakaian,
masakan dan sebagainya.”

1.2.3 Teori Segitiga Kuliner ( Levi-Strauss)

Dalam metode-metode yang dikembangkan oleh Lévi-Strauss, dikenal

metode segitiga kuliner (triangle culinaire). Metode ini diterapkan untuk

mengamati unsur-unsur makanan yang dikonsumsi manusia. Beberapa pengamat

mengatakan, alasan ketertarikan Lévi-Strauss mengamati makanan adalah karena

makanan merupakan kebutuhan alamiah manusia maupun binatang. Makanan

dipakai oleh Lévi-Strauss untuk menjelaskan antara sesuatu yang alami dan

produk budaya. Dalam pengamatannya, Lévi-Strauss menjelaskan bahwa

makanan manusia terdiri dari tiga jenis, yaitu:

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“1) Makanan melalui proses pemasakan, 2) melalui proses
fermentasi, dan 3) makan yang mentah, jadi yang bebas dari salah
satu proses (non-élaboré). Akal manusia akan memilih untuk
memanfaatkan makanan yang ingin dikonsumsinya, baik yang
„bebas dari proses‟ ataupun yang melalui „proses‟.
Makanan yang melalui proses fermentasi adalah merupakan sesuatu yang

alami, dan yang melalui proses dimasak merupakan kebudayaan, sedangkan

makanan yang mentah ditempatkan oleh Lévi-Strauss sebagai bagian dari alam

dan kebudayaan. Makanan mentah digolongkan pada makanan alam karena ia

tidak melalui proses pengolahan oleh manusia, dan digolongkan pada makanan

yang diproses adalah karena sumber makanan berupa tumbuhan harus terlebih

dahulu ditanam dan makanan berupa hewan harus lebih dahulu diperlihara atah

diburu.

1.2.4 Teori Ritus

Rebertson Smith (dalam Koentjaraningrat, 2007 :167-168) mengemukakan

tiga gagasan penting yang menambah pengertian tentang ritus sebagai sistem

upacara keagamaan ini, diantaranya: Gagasan pertama, mengenai soal bahwa di

samping sistem keyakinan dan doktrin, sistem upacara merupakan suatu

perwujudan religi atau agama yang memerlukan studi dan analisis yang khusus.

Dalam agama upacaranya itu tetap, tetapi latar belakang, keyakinan, maksud atau

doktrinnya berubah. Gagasan kedua adalah bahwa upacara religi atau agama, yang

biasanya dilaksanakan oleh banyak warga masyarakat pemeluk religi atau agama

yang bersangkutan bersama-sama mempuyai fungsi sosial untuk mengintesifkan

solidaritas masyarakat. Para pemeluk suatu agama menjalankan upacara dengan

sungguh-sungguh dan ada yang menjalankannya setengah-setengah. Mereka

menganggap upacara adalah untuk mengalami kepuasan keagamaan secara

10

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pribadi dan upacara adalah kewajiban sosial. Gagasan ketiga adalah teori

mengenai fungsi upacara sesaji. Pada pokoknya dalam upacara seperti itu,

manusia menyajikan seekor binatang, terutama darahnya, kepada dewa, kemudian

memakan sendiri sisa daging dan darahnya.

Selanjutnya, ritus merupakan suatu kegiatan, biasanya dalam bidang

keagamaan, yang bersifat seremonial dan bertata. Ritus terbagi menjadi tiga

golongan besar, yaitu:

1. Ritus peralihan, umumnya mengubah status sosial seseorang, misalnya:

pernikahan, pembaptisan, atau wisuda.

2. Ritus peribadatan, di mana suatu komunitas berhimpun untuk beribadah

bersama-sama, misalnya: umat Muslim shalat berjamaah, umat Yahudi di

Sinagoga dan umat Kristen menghadiri Misa.

3. Ritus devosi pribadi, di mana seseorang melakukan ibadah pribadi,

termasuk berdoa dan berziarah, misalnya Muslim dan Muslimah menunaikan

ibadah haji.

1.2.5 Manusia Sebagai Pencipta Dan Pegguna Kebudayaan

Tercipta atau terwujudnya suatu kebudayaan adalah sebagai hasil interaksi

antara manusia dengan segala isi alam raya ini. Menurut ilmu antropologi,

“kebudayaan adalah: keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya

manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik manusia

dengan cara belajar. Bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan

kemampuan naluri yang terbawa oleh mahluk manusia bersama gennya bersama

11

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kelahirannya (seperti misalnya makan, minum atau berjalan dengan kedua

kakinya), juga dirombak olehnya menjadi tindakan berkebudayaan.

1.2.6 Fungsi Makanan

Dalam sudut pandang Antropologi, makanan merupakan konsep

kebudayaan. Oleh karena itu, makanan bukan sebagai bahan produksi organisme

dengan kualitas-kualitas bahan kimia melainkan bagian dari mempertahankan

hidup yang ditentukan oleh masing-masing kebudayaan. Makanan memiliki

fungsi majemuk dalam masyarakat setiap bangsa. Fungsi tersebut bukan hanya

sebagai fungsi biologis, tetapi juga fungsi sosial, komunikasi, budaya dan agama.

Fungsi biologis makanan: adalah untuk memenuhi kebutuhan fisik tubuh

manusia, yaitu energi yang diperolehnya dari bahan-bahan makanan dalam bentuk

kalori, karbohidrat, vitamin, nutrisi, cairan untuk melakukan aktivitas sehari-

harinya. Pandangan Malinowsky dalam buku Sugeng pujileksono dengan judul

“Pengantar Antropologi”:

“Fungsi dari satu unsur budaya adalah kemampuannya untuk


memenuhi beberapa kebutuhan dasar atau beberapa kebutuhan yang
timbul dari kebutuhan dasar yaitu kebutuhan sekunder dari para
warga masyarakat. Kebutuhan dasar masyarakat adalah makanan,
reproduksi (melahirkan keturunan), merasa enak badan, keamanan,
kesantaian, gerak dan pertumbuhan.”
Fungsi sosial makanan dapat dicermati dari hubungan antara makanan

dengan pelapisan sosial dan makanan dengan gaya hidup. Fungsi sosial makan

dan makanan juga berkaitan dengan dimensi etis. Dimensi etis (etika makanan)

terhadap pola perilaku makan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Pola

makan seseorang atau masyarakat akan dibentuk oleh latar belakang budaya

yang dimilikinya dengan berbagai perubahan sosial-budaya yang terjadi. Dimensi

12

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


etis juga terlihat dalam proses makan bersama di lingkungan keluarga besar dan

masyarakat. Beberapa etika yang perlu diperhatikan dalam makan bersama,

misalnya: usia yang lebih muda tidak boleh mengambil makanan/minuman

terlebih dahulu, makan bersama baru dimulai setelah memanjatkan doa yang

dipimpin oleh orang yang dituakan atau tokoh agama, selama makan tidak

diperkenankan berbicara, tidak diperbolehkan mengambil makanan/minuman

yang jauh dari jangkauan, pada tradisi tertentu, untuk menunjukkan seseorang

bahwa sudah selesai makan, sendok dan garpunya dapat ditengkurapkan atau

sendok dan garpu ditaruh secara silang di atas piring. Makanan tidak sekedar

diolah dan disajikan asal-asalan, melainkan perlu mempertimbangkan aspek

keindahan.

Fungsi komunikasi makanan merupakan media penting dalam upaya

manusia berhubungan satu sama lain. Makan dan makanan menjadi media

komunikasi sosial. Makan bersama yang dilakukan di dalam keluarga merupakan

media untuk berkomunikasi antar anggota keluarga. Kehangatan emosional antar

keluarga dapat terbangun pada saat makan bersama. Begitu pula makan bersama

yang dilakukan oleh keluarga besar dalam kaitannya dengan ritual siklus

kehidupan, seperti upacara kehamilan, kelahiran, khitanan, perkawinan, syukuran

dan upacara kematian. Acara-acara tersebut memiliki fungsi untuk mempererat

hubungan antar anggota keluarga besar. Dengan penjelasan lain, makanan

digunakan dalam setiap masyarakat untuk mengkomunikasikan pesan solidaritas

kelompok dan berbagai makanan dalam upacara agama. Hal ini juga membawa

pesan tentang status, jenis kelamin, peran, etnis, agama, identitas, dan kontruksi

13

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sosial lainnya. Antropolog melihat budaya sebagai kompleksitas jaringan simbol

dan sistem simbol dan tugas antropolog adalah melihat, menafsirkan dan

menjelaskan simbol dan maknanya. Antropolog melihat budaya sebagai

komunikasi, oleh karenanya antropolog peduli dengan seni, musik, sastra

tradisional, sebagai sebuah teks. Cara makanan merupakan teks untuk ditafsirkan

dan dianalisis.

Fungsi budaya makanan diantaranya berkaitan dengan identitas budaya,

tradisi dan kebiasaan makan. Tidak dapat dipungkiri bahwa makanan telah

menjadi identitas budaya. Melalui sebutan nama pada makanan, hubungan

makanan dan bahasa terjadi. Melalui penamaan makanan, perasaan orang

terbangkitkan dan beberapa keinginan juga menyertainya ketika melakukan

tindakan makan. Fungsi religi makan: Fungsi agama makanan di antaranya

berkaitan dengan makanan dalam upacara, pantangan makanan, dan hukum-

hukum agama yang mengatur tentang boleh tidaknya makanan dikonsumsi.

Sesajen merupakan istilah yang dipergunakan untuk makanan yang disajikan

dalam sebuah upacara. Banyak simbol religi atau magis dikaitkan pada makanan.

Makanan erat kaitannya dengan tradisi suatu masyarakat setempat, karena itu

makanan memiliki fenomena lokal. Seluruh aspek makanan tersebut merupakan

bagian-bagian dari warisan tradisi suatu golongan masyarakat. Makanan

tradisional dapat digunakan sebagai aset atau modal bagi suatu bangsa untuk

mempetahankan nilai kebiasaan dari suatu masyarakat yang dihasilkan oleh

masyarakat itu sendiri.

14

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dari

penelitian ini adalah :

1. Apa dan bagaimana dayok binatur sebagai kuliner Simalungun?

2. Mengapa suatu makanan masih signifikan digunakan dalam upacara adat?

3. Bagaimana variasi dan arti makanan dayok binatur pada upacara adat

Simalungun?

4. Bagaimana variasi dayok binatur pada masyarakat di Simalungun?

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian

Penelitian tentu harus memiliki tujuan dan manfaat penelitian, adapun tujuan

dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berbagai variasi pengolahan

makanan dayok binatur di Kabupaten Simalungun. Penelitian ini juga bertujuan

untuk mengetahui arti dan makna dari penyajian dan penyampaian makanan

dayok binatur baik dari makna bahan makanan tersebut dan cara penyampaian di

berbagai upacara adat. Selain itu juga dengan perumusan masalah di atas dapat

dibuat tujuan penelitian sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui bagaimana dayok binatur dijadikan sebagai kuliner di

Simalungun.

2. Untuk mengetahui makna dayok binatur dalam upacara adat Simalungun

3. Untuk mengetahui pengolahan dan penyajian dayok binatur dalam upacara

adat Simalungun

4. Untuk mengetahui variasi dayok binatur yang terapat di Simalungun

15

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Manfaat penelitian adalah :

1. Sebagai bahan referensi bagi penulis berikutnya terkait tentang makanan

adat maupun kuliner Simalungun

2. Memberi informasi untuk menambah wawasan terkait makanan adat

Simalungun.

1.5 Metode Penelitian

Jenis penelitian pada skripsi ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif sebagai penelitian yang menghasilkan data deskripstif berupa kata-kata

tertulis, atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan

kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu, lebih

banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Pendekatan kualitatif, lebih lanjut mementingkan proses dibandingkan dengan

hasil akhir. Maksudnya adalah untuk menekankan bahwa dalam penelitian

kualitatif proses itu paling penting dan bukan berarti hasil akhirnya tidak penting.

Maknanya, kalau proses sudah benar maka hasil pasti benar sehingga tidak

berorientasi pada hasil. Inilah yang membedakannya dengan penelitian kuantitatif

yang berorientasi pada hasil.

Penelitian ini menggunakan metode wawancara. Wawancara adalah proses

memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan tanya jawab sambil

bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau

informan dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan

wawancara). Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan tanya

16

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


jawab sepihak yang dilakukan secara sistematis dan berlandaskan kepada tujuan

penelitian.

Teknik pengumpulan data:

1. Data primer : Data primer merupakan data yang diperoleh langsung

dari informan penelitian, data primer menjadi sumber data utama

dalam penelitian. Dalam mendapatkan data primer dapat dilakukan

dengan cara sebagai berikut:

 Wawancara : Teknik pengumpulan data melalui tanya jawab

langsung dengan informan untuk mendapatkan informasi yang

berkaitan dengan penelitian.

Adapun yang menjadi informan untuk diwawancarai dalam penelitian ini :

1. Penggiat kuliner, baik itu yang merupakan masyarakat Simalungun

maupun bukan dari masyarakat Simalungun.

2. Ibu rumah tangga yang mengetahui cara pengolahan dan cara memasak

makanan dayok binatur

3. Tokoh adat Simalungun dari beberapa desa atau wilayah di Simalungun

4. Rajaparhata yang sering menjadi pemandu upacara adat Simalungun

5. Sekretaris jenderal DPP/PRESIDIUM PMS (Partuha Maujana

Simalungun)

6. Bapak Lurah Kelurahan Pematang Raya, Kabupaten Simalungun

7. Masyarakat Simalungun yang paham dan mengerti tentang dayok binatur

serta penyajiannya dalam upacara adat Simalungun

17

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


8. Masyarakat yang menjadi perwakilan dari daerah Simalungun atas, yang

mewakili Simalungun tengah dan yang mewakili Simalungun bawah.

9. Masyarakat Simalungun yang paham dan mengerti tentang dayok binatur

serta penyajiannya dalam upacara adat Simalungun

 Observasi : Mengamati secara langsung tanpa mediator,

sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang

dilakukan objek

Adapun kegiatan yang diamati untuk peneliti melakukan observasi guna

mengumpulkan data yaitu :

1. Tindakan berupa penyajian dan pengolahan makanan dayok binatur yang

dipanggang, dayok binatur yang digulai dan dayok binatur yang dilemang.

2. Penyampaian dan penyajian di dalam upacara adat Simalungun seperti

upacara adat perkawinan, kematian sayur matua, acara syukuran wisuda,

upacara adat parumah parsahapan, acara syukuran manaksihon

haporsayaon (naik sidi).

Sebagaimana dijumpai peneliti di lapangan, pengolahan dan penyajian dayok

binatur ada beberapa macam dan dijelaskan di bab berikutnya. Pada saat penulis

di lapangan bertemu dengan informan, pertanyaan yang sama disampaikan

penulis, lalu jawaban yang sering berulang didapatkan penulis di lapangan.

Sehingga penulis melakukan pembatasan jumlah pada informan dikarenakan

jawaban yang terus berulang disampaikan informan kepada penulis. Hal itulah

yang membuat penulis melakukan pembatasan terhadap jumlah informan. Alasan

penulis memilih beberapa informan di atas karena beberapa informan di atas

18

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sudah dapat membantu dan menjawab data yang diperlukan penulis dalam

penyusunan skripsi ini. Informan di atas sudah menjadi perwakilan dan data-data

yang dibutuhkan sudah terwakilkan oleh informan di atas demi keperluan untuk

penulisan skripsi.

2. Data sekunder : Data sekunder merupakan data yang mendukung data

primer. Data yang ditambahkan atau pelengkap yang bisa dapat dari

studi pustaka dan literatur-literatur yang berkaitan dengan penelitian.

Metode penelitian yang dilakukan penulis ada dua jenis yaitu melakukan

observasi dan wawancara. Wawancara dilakukan kepada beberapa informan kunci

yang dianggap layak dan mampu menjawab semua pertanyaan terkait dengan data

yang diperlukan penulisan dalam penyusunan skripsi. Terdapat beberapa orang

yang dipilih sebagai informan. Penulis dibantu oleh orang tua dan kerabat dalam

proses penentuan informan. Bertanya kepada orang-orang terdekat, siapa kira-kira

yang mengetahui terkait kuliner Simalungun, makanan tradisional Simalungun,

budaya Simalungun, lalu kerabat penulis menunjukkan beberapa orang yang

sering terlibat dalam kegiatan upacara adat dan sudah sangat layak dijadikan

sebagai informan untuk memperoleh data untuk skripsi penulis. Observasi

dilakukan penulis yaitu upacara adat perkawinan, upacara adat parumah

parsahapan, dari berbagai acara yang dilakukan menyajikan dayok binatur,

penulis mengamati betul proses penyajian serta pengolahan dari makanan dayok

binatur, upacara adat kematian mendiang Restianna Purba.

Informan dalam penelitian ini merupakan subjek yang paling penting

untuk pengumpulan data terkait topik penulisan skripsi ini. Informan dipilih

19

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dengan alasan beberapa informan sudah cukup untuk menjawab semua pertanyaan

terkait keperluan data untuk penulisan skripsi ini. Informan yang dipilih diyakini

dapat mewakili jawaban dari setiap warga yang ada di Kabupaten Simalungun.

Informan dalam penelitian ini yaitu:

1. Bapak lurah yaitu Jon Sarwedi Purba,SE, selaku Lurah dari Kelurahan

Pematang Raya.

2. Bapak Djapaten Purba BME, Selaku Sekjen DPP/PRESIDIUM PMS (Partuha

Maujana Simalungun)

3. Bapak Jalesman Saragih selaku tokoh masyarakat atau orang yang memahami

dayok binatur di Simalungun bawah

4. Bapak Jikner Damanik,S.Pd selaku penokoh adat Simalungun di daerah

Simalungun tengah

5. Bapak Sugiono Saragih Selaku tokoh adat Simalungun

6. Ibu Elmi Saragih,S.Pd Selaku ibu rumah tangga dan paham tentang masakan

dayok binatur

7. Bapak Bambang Purba yang mewakili masyarakat Simalungun yang menganut

agama Islam

8. Bapak Santun Hasiholan Manalu yang mewakili Simalungun atas

9. Bapak Sonam Purba yang mewakili masyarakat Simalungun yang menganut

agama Islam

10. Sariansen Damanik selaku tokoh adat atau sering sebagai rajaparhata dalam

upacara adat Simalungun

20

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


11. Bapak Jansehat Saragih selaku masyarakat yang mengetahui pengolahan dan

penyajian dayok binatur dan upacara adat Simalungun di bagian Simalungun

bawah.

Observasi penelitian dilakukan dengan cara mengamati langsung di

lapangan. Dalam penelitian ini penulis melakukan observasi di beberapa acara

adat Simalungun dimana tentunya menyajikan dayok binatur agar data untuk

skripsi semakin tercukupi. Ada beberapa kegiatan yang diikuti sekaligus diamati

oleh penulis sebelum penulisan skripsi yaitu:

1. Acara adat Simalungun mamongkot rumah na bayu yaitu acara

syukuran memasuki rumah baru dari keluarga bapak Akalsen Damanik

2017.

2. Acara angkat sidi/manaksihon haporsayaon Nofri Sinaga

3. Adat marhajabuan Frandi Saragih dengan Desy Damanik 2020.

4. Acara syukuran wisuda Dessy Damanik November 2019.

5. Upacara adat Simalungun parumah parsahapan Frandi Saragih dengan

Desy Damanik Januari 2020.

6. Upacara adat kematian sayur matua alm. Restianna Purba 2020.

21

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB II
LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Lokasi Peneletian

Foto 1. Peta Kabupaten Simalungun

Sumber: Badan statistik Simalungun 2019

Secara astronomis, Kabupaten Simalungun terletak antara 020 36 030

Lintang Utara dan antara 980 32 990 3 dengan luas 4 372,5 km2 berada pada

ketinggian 0 1 400 meter di atas permukaan. Berdasarkan posisi geografisnya,

Kabupaten Simalungun memiliki batas-batas:

 Utara : Kabupaten Serdang Bedagai;

 Selatan : Kabupaten Toba Samosir;

 Barat : Kabupaten Batubara dan Kabupaten Asahan;

 Timur : Kabupaten Karo.

22

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Kabupaten Simalungun merupakan kabupaten terluas ketiga setelah Kabupaten

Mandailing Natal dan Kabupaten Langkat di Sumatera Utara dan memiliki letak

yang cukup strategis serta berada di kawasan wisata Danau Toba Parapat.

Simalungun letaknya diapit oleh 8 kabupaten yaitu Kabupaten Serdang Bedagai,

Deli Serdang, Karo, Tobasa, Samosir, Asahan, Batu Bara, dan Kota Pematang

siantar. Letak astronomisnya antara 02°36' - 03°18' lintang utara dan 98°32 '-

99°35' bujur timur dengan luas 4 372,5 km2 berada pada ketinggian 0 1 400 meter

di atas permukaan laut dimana 75 persen lahannya berada pada kemiringan 0-15%

sehingga Kabupaten Simalungun merupakan kabupaten terluas ke-3 setelah

Kabupaten Madina dan Kabupaten Langkat di Sumatera Utara dan memiliki letak

yang cukup strategis serta berada di kawasan wisata Danau Toba-Parapat.

Tabel 1. Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kabupaten Simalungun 2018.

No Kecamatan Luas/total Jarakke


area (km2) ibukota
kabupaten
1 Silimakuta 74,16 34
2 Pematang Silimahuta 79,68 39
3 Purba 172,71 19
4 Haranggaol Horison 40,97 30
5 Dolok Pardamean 67,90 35
6 Sidamanik 80,88 47
7 Pamatang Sidamanik 137,80 42
8 Girsang Sipangan Bolon 129,89 74
9 Tanah Jawa 174,33 51
10 Hatonduhon 336,26 59
11 Dolok Panribuan 148,62 45
12 Jorlang Hataran 93,70 40
13 Panei 77,96 18
14 Panombeian Panei 73,74 20
15 Raya 261,56 0
16 Dolog Masagal 105,77 15
17 Dolok Silou 302,66 54
18 Silou Kahean 228,74 127

23

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


19 Raya Kahean 204,89 30
20 Tapian Dolok 119,89 56
21 Dolok Batu Nanggar 106,91 42
22 Siantar 73,99 30
23 Gunung Malela 96,74 46
24 Gunung Maligas 51,39 51
25 Hutabayu Raja 191,43 66
26 Jawa Maraja Bah Jambi 38,97 55
27 Pematang Bandar 88,16 67
28 Bandar Huluan 107,33 60
29 Bandar 100,69 71
30 Bandar Masilam 91,22 87
31 Bosar Maligas 285,43 86
32 Ujung Padang 228,49 113
Simalungun 4.372,86
Tabel : Badan pusat statistik Simalungun 2019

Tabel di atas menunjukkan tentang luas wilayah setiap kecamatan di Kabupaten

Simalungun pada tahun 2018. keseluruhan jumlah luas wilayah 4.372,86. Jarak

kecamatan paling dekat ke ibukota kabupaten yaitu Kecamatan Raya dan jarak

kecamatan yang paling jauh dari ibukota Kabupaten yaitu Kecamatan Silau

Kahean. Luas wilayah kecamatan yang paling tingi yaitu Kecamatan Hatonduhon

dengan luas 336,26 km2.

2.1.1 Pemerintahan

Wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Simalungun terdiri dari 32

kecamatan, 27 kelurahan, 386 nagori (desa). Jumlah PNS Tahun 2018 sebesar

10.752 terdiri dari 3.438 laki-laki dan 7.314 perempuan dimana 75,06 persen

merupakan lulusan perguruan tinggi. Susunan pemerintahan di Simalungun

periode 2016-2021 terdiri dari bupati, wakil bupati, unsur pembantu pimpinan

pemerintahan daerah dan satuan kerja perangkat daerah (SKPD). Berdasarkan

golongan maka PNS di Pemerintahan Kabupaten Simalungun sebesar 43,33%

24

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menduduki golongan III dan 36,67% menduduki golongan IV sementara

berdasarkan tempat bekerja 6.650 orang atau 61,92 persen di dinas pendidikan

selanjutnya 1. 395 orang di dinas kesehatan. Menurut kecamatan, maka jumlah

PNS terbanyak berada di lingkungan kantor Kecamatan Siantar sebanyak 50

orang, sedangkan jumlah PNS paling sedikit di Kecamatan Dolog Masagal

berjumlah 7 orang. Komposisi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Simalungun terdiri dari 11 fraksi dengan komposisi terbesar adalah fraksi

demokrat bersatu dengan 11 kursi disusul fraksi partai golongan karya 9 kursi.

Pada tahun 2018, DPRD menghasilkan 38 keputusan dimana 9 merupakan

Keputusan DPRD.

2.1.2 Kependudukan dan Ketenagakerjaan

Penduduk Kabupaten Simalungun berdasarkan proyeksi penduduk tahun

2018 sebanyak 862.228 jiwa yang terdiri atas 430.306 jiwa penduduk laki-laki

dan 433.387 jiwa penduduk perempuan. Dilihat dari kelompok umur, persentase

penduduk usia 0-14 tahun sebesar 30,03 persen, 15-64 tahun sebesar 63,99 persen

dan usia 65 tahun ke atas sebesar 5,96 persen yang berarti jumlah penduduk usia

produktif lebih besar dibandingkan penduduk usia non produktif dengan rasio

beban ketergantungan sebesar 56,27 artinya setiap 100 orang penduduk usia

produktif menanggung sekitar 56 orang penduduk usia non produktif. Perlu

perhatian serius untuk menangani penduduk usia lanjut (lansia) yang berjumlah

51.555 jiwa di Kabupaten Simalungun. Bila dilihat per kecamatan maka

Kecamatan Bandar merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar

dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 8,14 persen sedangkan Kecamatan

25

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Haranggaol Horison adalah yang terkecil yaitu 0,59 persen. Untuk kecamatan

terpadat urutan pertama adalah Siantar disusul Bandar dengan masing-masing

kepadatan 908 dan 699 orang per km2 dan yang terjarang adalah Kecamatan

Dolok Silou. Kepadatan penduduk di kecamatan ini perlu mendapat pengelolaan

yang lebih baik lagi agar tercipta lingkungan yang baik.

Jumlah angkatan kerja berdasarkan Survei Angkatan Kerja Nasional di

Simalungun pada tahun 2018 sebesar 443.478 jiwa dengan tingkat partisipasinya

sebesar 73,43%. Pada umumnya penduduk Simalungun bekerja di sektor

pertanian (50,74%) kemudian disektor perdagangan besar, rumah makan dan jasa

akomodasi/jasa-jasa, hotel dan restoran sebesar 17,78% sedangkan menurut

pendidikan, angkatan kerja di Simalungun 51,08% berpendidikan tertinggi sampai

dengan tingkat SMP, sedangkan berpendidikan SMA/SMK 41,32% dan 7,58%

berpendidikan diploma sampai dengan sarjana.

2.1.3 Jumlah Penduduk

Tabel 2. Jumlah penduduk menurut jenis kelamin, rasio kelamin dan kecamatan di

Kabupaten Simalungun 2018.

No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio jenis


kelamin
1 Silimakuta 8 296 8 080 16 376 102,67
2 Pematang Silimahuta 5 493 5 466 10 959 100,49
3 Purba 12 400 12 208 24 608 101,57
4 Haranggaol Horison 2 567 2 532 5 099 101,38
5 Dolok Pardamean 6 537 6 411 2 948 101,97
6 Sidamanik 13 688 14 131 27 819 96,87
7 Pamatang Sidamanik 8 294 8 451 6 745 98,14
8 Girsang Sipangan Bolon 7 435 7 588 15 023 97,98
9 Tanah Jawa 23 440 24 452 47 892 95,86
10 Hatonduhon 10 802 10 607 21 409 101,84
11 Dolok Panribuan 9 060 9 397 18 457 96,41

26

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


12 Jorlang Hataran 7 807 7 940 15 747 98,32
13 Panei 10 949 11 437 22 386 95,73
14 Panombeian Panei 9 906 9 719 19 625 101,92
15 Raya 13 067 13 031 26 098 100,28
16 Dolog Masagal 5 016 4 780 9 796 104,94
17 Dolok Silou 7 364 7 220 14 584 101,99
18 Silou Kahean 8 894 8 795 17 689 101,13
19 Raya Kahean 9 060 8 871 17 931 102,13
20 Tapian Dolok 21 253 20 714 41 967 102,60
21 Dolok Batu Nanggar 20 708 20 666 40 974 102,18
22 Siantar 33 389 33 767 67 156 98,88
23 Gunung Malela 17 506 17 795 35 301 98,38
24 Gunung Maligas 14 208 14 162 28 370 100,32
25 Hutabayu Raja 14 704 15 257 29 961 96,38
26 Jawa Maraja Bah Jambi 11 067 11 503 22 570 96,21
27 Pematang Bandar 15 615 16 132 31 747 96,80
28 Bandar Huluan 13 348 13 298 26 646 100,38
29 Bandar 34 737 35 623 20 360 97,51
30 Bandar Masilam 12 386 12 617 25 003 98,17
31 Bosar Maligas 20 518 20 471 40 989 100,23
32 Ujung Padang 20 792 20 666 41 45 100,61
Simalungun 430 306 433 387 863 693 99,29
Sumber: Badan pusat statistik Simalungun 2019

Tabel di atas adalah tabel tentang jumlah penduduk menurut jenis kelamin, rasio

jenis kelamin dan kecamatan di Kabupaten Simalungun. Jumlah laki-laki paling

banyak yaitu di Kecamatan Bandar dan jumlah laki-laki paling sedikit diantara

kecamatan di Kabupaten Simalungun yaitu di Kecamatan Haranggaol horison.

Jumlah perempuan terbanyak di kecamatan yaitu di Kecamatan Bandar. Jumlah

perempuan paling sedikit di kecamatan yaitu di Kecamatan Haranggaol horison.

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa jumlah laki-laki lebih sedikit

dibandingkan jumlah perempuan di Kabupaten Simalungun.

27

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.1.4 Tanaman Pangan

Kabupaten Simalungun menghasilkan padi sawah sebesar 472.440 ton dan

padi ladang sebesar 69.374 ton selama tahun 2018. Berarti Kabupaten Simalungun

menghasilkan padi sebesar 541.814 ton selama tahun 2018. Produksi padi sawah

tertinggi berasal dari Kecamatan Huta bayu Raja yaitu 57.190 ton dan Tanah Jawa

sebesar 52.392 ton. Sedangkan beberapa kecamatan yang tidak ada produksi padi

sawah adalah Silimakuta, Pamatang Silimahuta, Purba, Haranggaol Horison,

Dolok Pardamean, Silou Kahean, Bandar Masilam, dan Bosar Maligas. Sementara

produksi padi ladang tertinggi berasal dari Kecamatan Purba yaitu sebesar 24.866

ton dan terendah dari Kecamatan Girsang Sipangan Bolon sebesar 47 ton.

Tanaman bahan Makanan lainnya adalah jagung, kedelai, kacang tanah, kacang

hijau, ubi kayu, dan ubi jalar. Dari jenis tanaman palawija ini, produksi ubi kayu

dan jagung merupakan komuditi andalan di Kabupaten Simalungun. Pada tahun

2018, produksi ubi kayu sebesar 137.907 ton dengan tingkat produktivitas 326,19

kw/Ha dan jagung sebesar 168.158 ton dengan tingkat produktivitas 58,95 kw/Ha.

Penghasil ubi kayu terbesar adalah kecamatan Bandar sebesar 36.203 ton dan

yang terkecil adalah Kecamatan Girsang Sipangan Bolon dengan rata-rata

produksi 286 kw/Ha. Penghasil jagung terbesar adalah Kecamatan Pematang

Sidamanik sebesar 23.292ton. Hortikultura Kabupaten Simalungun juga memiliki

tanaman sayuran selain tanaman pangan. Beberapa sayuran yang ditanam antara

lain bawang merah, bawang putih, cabai, kubis, kentang, petai. Luas panen

tanaman sayuran yang paling luas pada tahun 2018 adalah kubis, yaitu sebesar

2456 Ha dengan produksi 57.211 ton dan kentang sebesar 2.106 Ha dengan

28

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


produksi 65.474 ton. Luas panen kubis terbesar berada di Kecamatan Purba yaitu

sebesar 1026 Ha dengan produksi 23.906 ton. Luas panen kentang terbesar juga

berada di Kecamatan Purba sebesar yaitu sebesar 681 Ha dengan produksi `11.647

ton. Untuk tanaman buah-buahan di Kabupaten Simalungun, produksi buah-

buahan terbesar adalah buah jeruk, pisang, dan durian. Produksi jeruk sebesar

121.918 ton dan terbesar di Kecamatan Raya sebesar 14.880 ton. Produksi durian

sebesar 2.561 ton dan terbesar di Kecamatan Silou Kahean dan Raya Kahean yaitu

460 ton, sedangkan produksi pisang yaitu 2276 ton dan terbesar di Kecamatan

Raya yaitu 302 ton. Tanaman perkebunan rakyat luas tanaman karet di Kabupaten

Simalungun pada tahun 2018 sebesar 5359,50 Ha dengan produksi 2678,94 ton.

Sedangkan untuk tanaman kelapa sawit mempunyai luas 30.353,91 Ha dengan

produksi 518.004,23 ton. Tahun 2018, Kecamatan Raya Kahean merupakan

kecamatan yang memiliki luas tanaman karet terluas. Luas tanaman karet yang

menghasilkan di kecamatan ini yaitu sebesar 1276,42 Ha.

2.2 Mengenal Masyarakat Simalungun Sebagai Suatu Suku Bangsa


2.2.1 Pembagian Simalungun Berdasarkan Wilayah

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu Kabupaten yang terluas di Sumatera

Utara. Menduduki peringkat ketiga menjadi kabupaten terluas di Sumatera Utara.

Oleh sebab itu, masyarakat di Simalungun memiliki pembagian wilayah

berdasarkan tata letak wilayahnya. Pembagian wilayah ini berdasarkan tata letak

lokasinya. Terdapat tiga daerah pembagian wilayah Simalungun yang umum

dikenal masyarakat yakni : Simalungun atas, Simalungun tengah dan Simalungun

bawah.

29

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. Simalungun atas

Daerah Simalungun atas yaitu melingkupi seluruh wilayah Saribudolok,

Tiga runggu, Kecamatan Purba, Haranggaol, Saran padang, Simarjarunjung,

Silimakuta. Daerah Simalungun atas melingkupi wilayah yang berbatasan dengan

Kabupaten Karo dan daerah pesisir Danau Toba. Bahasa di daerah Simalungun

atas sudah banyak tercampur dengan bahasa Karo dan bahasa Toba. Bahasa yang

dipakai tidak lagi utuh bahasa asli Simalungun, hal itu disebabkan banyaknya

penduduk lain yang berbaur dari berbagai suku bangsa seperti Karo dan Toba.

Sehingga bahasa yang mereka pergunakan sering terpengaruh dengan bahasa

daerah suku bangsa lain. Mata pencaharian di daerah Simalungun atas yaitu

dominan petani. Jenis tanaman di Simalungun atas yaitu kopi, sayur-sayuran,

jeruk, bawang, dll. Tanah di daerah Simalungun atas lebih subur sehingga petani

di daerah Simalungun atas lebih makmur dibandingkan dengan petani di daerah

Simalungun tengah dan di daerah Simalungun bawah. Hal itu disebabkan daerah

Simalungun atas memiliki suhu yang lebih rendah dan lokasinya dekat dengan

gunung dan bukit sehingga tanahnya lebih subur untuk bercocok tanam.

2.Simalungun tengah

Wilayah Simalungun tengah melingkupi daerah Raya huluan, Raya bayu,

Pematang Raya, Hapoltakan, Sondi Raya, Merek Raya. Dijuluki sebagai

Simalungun tengah dikarenakan letaknya berada diantara kedua wilayah yaitu

Simalungun atas dan Simalungun bawah. Simalungun tengah menjadi wilayah

pusat ibukota Kabupaten Simalungun. Terdapat bangunan-bangunan

pemerintahan di Simalungun tengah seperti Kantor Bupati Simalungun, Kantor

30

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


catatan sipil (CAPIL), Kantor kepolisian resor kota (KAPOLRES) Simalungun,

Kantor DPRD, Kantor Dinas. Penduduk di daerah Simalungun tengah masih asli

dominan suku bangsa Simalungun sehingga bahasa dan budaya masih asli

menganut bahasa dan budaya Simalungun. Mata pencaharian di Simalungun

tengah dominan petani dan pegawai serta wiraswasta. Jenis tanaman di

Simalungun tengah yaitu kopi, jeruk, jagung, padi dll.

3.Simalungun bawah

Wilayah yang melingkupi daerah Simalungun bawah yaitu Sindar Raya,

Raya Kahean, Silou Kahean, Dolok silou, Gunung malela. Masyarakat di daerah

Simalungun bawah masih dominan suku bangsa Simalungun dan bahasa serta

budaya masih asli menggambarkan suku bangsa Simalungun. Suhu di daerah

Simalungun bawah lebih tinggi sehingga jenis tanaman yang dominan di

Simalungun bawah yaitu karet, sawit, durian dan tanaman-tanaman keras lainnya

seperti kakao. Masyarakat di daerah Simalungun bawah masih kental dengan

budaya Simalungun hal itu terlihat dari beberapa lambang Simalungun yang

dipergunakan pada saat melakukan upacara adat seperti menggunakan pakaian

adat Simalungun, menyajikan makanan adat Simalungun.

31

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


2.2.2 Struktur Sosial Simalungun

= Laki-laki

= Perempuan

32

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1. = Oppung/ kakek

2. = Tua/ nenek

3. = Pihak tondong ni tondong

4. = Pihak tondong ni tondong

5. = Pihak parboru

6. = Pihak parboru

7. = Tulang (saudara laki-laki ibu; pihak tondong)

8. = Atturang (istri dari tulang; pihak tondong)

9. = Tulang (saudara laki-laki dari ibu; pihak tondong)

10. = Ibu (pihak parboru)

11. = Ayah (pihak parboru)

12. = Mangkela (suami dari saudara perempuan ayah; pihak

parboru; boru ni boru; boru mintori)

13. = Amboru (saudara perempuan ayah; pihak parboru; boru

ni boru, boru mintori)

14. = Bapanggian; sanina (adik laki-laki dari ayah; pihak

parboru)

15. = Inanggian (istri dari adik laki-laki ayah; pihak parboru)


16. = Amboru (saudara perempuan ayah; pihak parboru)

17. = Botou (saudara laki-laki)

18. = Aku (pihak parboru)

19. = Pihak parboru

20. = Pihak parboru

21. = Pihak parboru

33

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


22. = Pihak parboru

23. = Pihak parboru

Struktur sosial berasal dari kata “structum” yang mempunyai arti

menyusun. Struktur sosial merupakan tatanan atau susunan sosial yang

membentuk kelompok-kelompok sosial di dalam kehidupan masyarakat, dimana

di dalamnya terdapat hubungan timbal balik. Falsafah budaya Simalungun

tercermin pada falsafah adat Simalungun yaitu tolu sahundulan, lima saodoran.

Masyarakat di Simalungun mengenal tolu sahundulan, lima saodoran sebagai

struktur sosial. tolu sahundulan = tiga pada satu tempat yaitu:

1. Sanina: Saudara laki-laki dari ayah atau yang satu marga dengan

ayah.

2. Tondong: Saudara laki-laki dari ibu atau pihak dari orang tua ibu.

3. Boru: Saudara perempuan dari ayah atau pihak orangtua dari laki-

laki.

Semboyan tolu sahundulan : sanina pangalop riah, tondong pangalop

podah, boru pangalop gogoh. Marsanina ningon pakkei, manat. Martondong

ningon hormat, sombah. Marboru ningon elek, pandei. Artinya: sanina sebagai

tempat untuk bermusyawarah terkait suatu upacara adat yang akan dilaksanakan,

tempat untuk bertukar pikiran baik dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Sedangkan tondong yaitu orang yang biasanya memberi nasihat, petuah yang

diterima dalam suatu perencanaan untuk upacara adat baik juga dalam menjalani

kehidupan sehari-hari. Sementara boru yaitu yang biasanya capek karena harus

34

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bekerja dalam setiap kegiatan upacara adat yang dilakukan, boru harus siap capek

apabila dalam suatu upacara adat yang dilakukan oleh pihak tondong-nya.

Seringkali disebut tolu sahundulan yaitu memiliki simbol : bonang manalu

benang yang terdiri dari tiga warna yaitu merah, hitam dan putih. Sehingga dalam

setiap upacara adat haruslah sejalan yang tiga ini demi untuk kelancaran upacara

adat. Kepada tondong harus memiliki rasa hormat. Ada kalimat mengatakan

bahwa: tondong adalah Tuhan yang terlihat. Tanaman sendiri di ladang saja bisa

layu apabila kita menyebut nama tondong sendiri. Bagi suku bangsa Simalungun

karena luasnya kekerabatan, maka tolu sahundulan dikembangkan menjadi lima

yang disebut lima saodoran yaitu:

1. Sanina: Saudara laki-laki ayah atau satu marga dengan ayah

2. Tondong: Saudara laki-laki dari ibu atau pihak dari orang tua ibu

3. Boru: Saudara perempuan dari ayah atau pihak orang tua dari laki-laki

4. Tondong ni tondong: Tondong dari tondong atau tondong dari istri,

atau tondong dari ibu

5. Boru mintori (boru ni boru): Anak perempuan dari saudara perempuan

ayah.

Kepribadian dan karakter suku bangsa Simalungun juga dapat dilihat dari

falsafah adat yang berkembang dalam masyarakat. Tatanan dan manajemen sosial

tercermin dalam cara pelaksanaan upacara adat. Secara prinsip dalam adat

Simalungun adalah suatu tatanan kehidupan yang digambarkan tolu sahundulan

lima saodoran. Tolu sahundulan artinya bahwa dalam masyarakat Simalungun

secara manajemen untuk menentukan suatu keputusan ditentukan oleh

35

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kesepakatan dari tiga pihak keluarga. Mereka berembuk dan memutuskan bentuk

kebijakan yang akan diambil dalam upacara adat. Ketiga pihak tersebut yakni

suhut (pihak tuan rumah), tondong (pihak keluarga si istri), boru (pihak keluarga

si suami). Suhut sebagai keluarga tuan rumah meminta nasehat dan pendapat dari

tondong (saudara laki-laki si istri). Sementara dari pihak boru (saudara perempuan

dari si suami) harus meminta kesediaan tenaga untuk mengerjakan upacara adat

yang akan dilaksanakan. Namun, dalam merencanakan untuk melakukan upacara

adat harus melibatkan dua pihak lagi yakni harus meminta nasehat lagi kepada

tondong ni tondong dan meminta bantuan tenaga kepada boru ni boru. Sehingga

pada upacara adat disebut tolu sahundulan lima saodoran. Aplikasi prinsip adat

ini bagi masyarakat Simalungun adalah setiap orang memiliki ikatan kekeluargaan

yang begitu luas dan begitu kuat. Untuk melakukan upacara adat harus terlebih

dahulu mengundang dan meminta pendapat dari empat pihak keluarga lain yakni

yang terdapat dalam tolu sahundulan lima saodoran. Masing-masing keluarga

memiliki ikatan kerabat yang mencakup tolu sahundulan lima saodoran.

2.2.3 Upacara Adat Simalungun

Sama halnya dengan suku bangsa lain, suku bangsa Simalungun juga

memiliki berbagai jenis upacara adat dalam kehidupannya. Mulai dari masa hamil,

masa balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga ke upacara adat perkawinan dan

upacara adat kematian. Selain dari ritus peralihan atau yang disebut dengan life

cycle ritus, terdapat juga jenis upacara adat yang dilakukan masyarakat

Simalungun yang berkaitan dengan ruang lingkup mereka seperti upacara adat

memasuki rumah baru. Dalam setiap upacara adat tentunya menyajikan makanan

36

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dayok binatur. Penyajian makanan dayok binatur yaitu sebagai simbol untuk

menyampaikan doa dan harapan kepada pihak yang bersangkutan. Di setiap

wilayah di Simalungun atas, Simalungun tengah dan Simalungun bawah memiliki

upacara adat yang hampir sama, namun terdapat beberapa perbedaan dikarenakan

faktor lokasi dan faktor penduduk. Namun, setiap upacara adat yang sedang

berlangsung tentu menggunakan salah satu lambang yang menunjukkan

bahwasanya itu upacara adat Simalungun baik itu dari segi makanan dan pakaian

adat Simalungun.

2.2.4 Falsafah Budaya Simalungun

Budaya terdiri dari adat istiadat. Berdasarkan hasil seminar budaya

Simalungun ditetapkan budaya Simalungun didasari “Habonaron do Bona”

artinya kebenaran adalah pangkal. Motto ini sudah ditetapkan menjadi lambang

budaya Simalungun. Demikian juga “Sapangambei Manoktok Hitei” artinya

bersama-sama membangun jembatan atau bergotong royong/bahu membahu untuk

membangun. Sudah ditetapkan menjadi motto lambang Kota Pematang Siantar.

Terdapat suatu pemahaman yang sangat kental pada orang Simalungun pada

orang Simalungun bahwa Naibata (Tuhan) adalah maha kuasa, maha adil dan

maha benar. Sehingga manusia sebagai ciptaan juga dituntut untuk bersikap benar

dan segala sesuatu harus didasarkan pada hal yang benar. Inilah prinsip dasar dari

filosofi “Habonaron do Bona” pada masyarakat Simalungun. Falsafah

Habonaron do Bona merupakan filosofi hidup bagi suku bangsa Simalungun.

“Habonaron do Bona” artinya adalah kebenaran adalah dasar segala sesuatu.

Artinya masyarakat Simalungun menganut aliran pemikiran dan kepercayaan

37

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


segala sesuatu harus dilandasi oleh kebenaran. Begitu juga dengan “Sapangambei

Manoktok Hitei” yang artinya bersama-sama membangun jembatan atau gotong

royong/bahu-membahu untuk membangun.

2.3 Jenis Kuliner Simalungun

Tabel 4.Jenis kuliner Simalungun

No JenisKuliner Simalungun
1 Dayok binatur
2 Labar
3 Hinasumba
4 Nitak
5 Sasagun
6 Na irandu
7 Salenggam
8 Tinuktuk
Sumber: Informan 2019

2.3.1 Labar

Foto 2. Labar

Sumber: @au_Simalungun 2019.

Labar merupakan makanan yang khas dari Simalungun. Sangat banyak

masyarakat Simalungun yang suka dengan makanan labar. Labar terbuat dari ubi

38

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kayu. Proses pengolahannya sangat sederhana demikian dengan bahan-bahannya.

Cukup dengan satu ekor ayam dan ubi kayu yang secukupnya. Pada saat ini

banyak juga masyarakat Simalungun yang mengolah labar tidak mesti dengan

daging ayam, ada yang mengolahnya dengan hasil tangkapan berburu dihutan

seperti: tupai, burung. Daging ayam dibersihkan, lalu dipanggang. Setelah itu

dipotong hingga kecil-kecil. Ubi kayu yang mentah dikabus menggunakan sendok

makan, lalu diperas hingga airnya terbuang. Setelah itu dipotong kecil-kecil,

sekecil dan sehalus mungkin bersamaan dengan daging yang telah disiapkan.

Sediakan bumbu seperti cabai, garam dan serai. Bumbu dan bahannya cukup itu

dan sangat sederhana, namun memiliki rasa yang lezat dan membuat kenyang

tahan lebih lama.

2.3.2 Hinasumba

Foto 3. Hinasumba

Sumber : Antriyani Saragih (2019)

Foto di atas adalah gambar hinasumba yang diabadikan penulis sendiri

ketika ada acara syukuran makan bersama kerabat terdekat keluarga penulis di

39

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rumah. Hinasumba merupakan salah satu makanan yang khas dari Simalungun.

Terbuat dari daging yang dipotong kecil-kecil. Masyarakat Simalungun biasa

mengolahnya dari daging babi, daging ayam. Hanya menggunakan daging saja,

tidak dengan lemak, kulit ataupun tulang-tulang. Hinasumba biasanya makanan

pendamping dalam penyajian makanan adat dalam suatu upacara adat. Hinasumba

sering disajikan dengan dayok binatur. Membuat hinasumba tidaklah sulit.

Pertama daging yang telah dipilih direbus, lalu dipotong dadu kecil-kecil. Siapkan

darah yang telah diaduk dengan air perasan kulit sikkam. Sediakan bumbu untuk

hinasumba seperti: lada yang telah dihaluskan, boras sinanggar, garam

secukupnya, bawang, kelapa gonseng, serai dan lengkuas. Setelah itu, semua

bumbu diaduk merata dengan darah yang telah diaduk dengan sikkam. Lalu

diaduk merata dengan daging yang telah dipotong dadu. Aduk sampai memiliki

warna merah yang merata.

2.3.3. Nitak

Foto 4. Nitak
Sumber: Lenda Saragih 2014.

Nitak adalah makanan khas Simalungun dimana cara pembuatanya melalui

proses penumbukan tepung di dalam lesung. Dengan paduan bumbu-bumbu yang

40

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


khas, tepung terus ditumbuk hingga menyatu menjadi nitak. Nitak biasanya

dipadukan dengan dayok binatur untuk dihidangkan di dalam suatu acara, rasa

nitak sendiri yaitu manis dan juga rasa lada. Nitak terbuat dari tepung beras, gula

merah. Bahan yang lain yaitu : hosaya, jahe, bawang merah, kelapa, lalu dibakar.

Garam secukupnya, merica. Lalu diaduk keseluruhan bersama tepung beras dan

diaduk di atas tampi. Setelah itu dimasukkan dalam lesung untuk ditumbuk

menggunakan kayu yang disebut andalu: sebuah kayu untuk menghaluskan dan

mengaduk bahan-bahan nitak dalam lesung. Ditumbuk kuat hingga tercampur

merata, tepung akan masak di lesung perlahan bersamaan ketika ditumbuk terus

menerus dengan kuat, sampai mengeras, barulah nitak bisa dimakan dan disajikan.

2.3.4. Sasagun

Foto 5. Sasagun
Sumber: Antriyani Saragih ( 2019)
Foto di atas adalah salah satu kuliner Simalungun yang masih populer di

kalangan masyarakat hingga saat ini. Pada saat itu, ada acara lelang di gereja,

para sie wanita gereja memasak sasagun untuk dilelang mencari dana kas wanita.

Proses pembuatannya cukup mudah. Sasagun sering dijumpai pada waktu tahun

baru atau ada acara di gereja, bisa juga dijadikan salah satu cemilan. Sasagun

41

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


adalah salah satu jenis kuliner yang dikenal masyarakat Simalungun. Sasagun

terbuat dari tepung beras, kelapa yang sudah diparut. Proses pembuatannya sangat

sederhana dan cukup mudah. Proses pembuatannya yaitu tepung beras diaduk

dengan kelapa yang telah diparut. Diaduk sampai merata, setelah itu digonseng

tanpa menggunakan minyak. Proses memasaknya cukup lelah, terus diaduk tidak

boleh berhenti dengan api yang kecil agar tidak mudah gosong. Ketika sudah

berubah warna menjadi kecokelatan, maka sasagun sudah bisa diangkat lalu

didinginkan. Sasagun dimakan dengan dengan gula pasir sesuai dengan selera.

2.3.5 Na irandu

Foto 6. Na irandu

Sumber : Blog Doni Dermawan 2020.

Na irandu merupakan masakan khas Simalungun, kuliner Simalungun

yang sudah mulai langka dan sudah jarang dijumpai di masyarakat. Na irandu

artinya kumpulan jenis sayuran yang dicampurkan. Banyak jenis sayuran yang

bisa diolah dalam na irandu ada bayam, daun labu, hosaya, sarpaet, jengkol, suyu

beras, halosi, loharum, nasi-nasi, pucuk daun kacang, hubei, labu muda,

bumbunya : lengkuas, serai, garam, kunyit, kemiri. Keseluruhan bumbu

42

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dihaluskan dan direbus bersama keseluruhan dedaunan tanpa menggunakan

minyak.

2.3.6 Salenggam

Salenggam hampir mirip dengan “hinasumba”. Kedua ini merupakan

jenis makanan khas Simalungun. Perbedaannya terletak pada bahannya saja.

Salenggam terbuat dari bagian ayam tulang-tulang dari punggung ayam, dipotong

kecil-kecil sampai halus. Bumbunya untuk salenggam yaitu kelapa gonseng, lada,

darah dan sikkam. Salenggam biasa makanan pendamping “dayok binatur” pada

zaman dulunya.

2.3.7. Tinuktuk

Foto 7. Tinuktuk

Sumber: Blog pariwisata sumut 2019.

Tinuktuk merupakan sambal yang terbuat dari rempah-rempah. Orang tua

pada zaman dahulu sangat rajin membuat sambal tinuktuk. Sekarang sudah jarang

ditemui orang yang membuat tinuktuk dikarenakan bahan-bahannya sulit

ditemukan dan proses pembuatannya membutuhkan tenaga yang banyak. Sambal

43

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tinuktuk terbuat dari beberapa bahan rempah dan beberapa jenis akar tumbuhan.

Tinuktuk sering digunakan untuk obat bagi ibu-ibu yang baru saja melahirkan.

Kabupaten Simalungun memiliki tiga wilayah yang dikenal oleh

masyarakat Simalungun, yaitu Simalungun atas, Simalungun tengah dan

Simalungun bawah. Simalungun disebut sebagai suatu suku bangsa karena

memiliki adat istiadat, upacara adat dalam kehidupan masyarakatnya, memiliki

struktur sosial dan falsafah budaya. Simalungun memiliki lambang dalam upacara

adat baik itu dari pakaian adat, makanan adat beserta lagu-lagu, tarian daerah dan

pariwisata yang terdapat di Simalungun. Simalungun memiliki struktur sosial dan

menganut sistem kekerabatan patrilineal. Sehingga setiap peran yang di miliki

dalam struktur sosial sistem kekerabatan dijalankan masing-masing masyarakat

Simalungun dalam upacara adat maupun dalam kehidupan sehari-hari. Namun

budaya Simalungun sangat perlu dijaga agar tetap dilestarikan ditengah kemajuan

zaman.

44

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB III
DAYOK BINATUR

3.1 Pengertian Dayok Binatur

Salah satu makanan adat yang digunakan suku bangsa Simalungun

dikenal sebutan dayok pinamanggoluh, gulei dayok atur manggoluh, dayok nani

batur. Walaupun berbeda sebutan untuk makanan adat ini semuanya menujuk

pada dayok binatur. Dayok binatur yang terbuat dari daging ayam. Dayok binatur

inilah dijadikan sebagai simbol dan lambang makanan adat Simalungun. Dayok

binatur ini sebagai simbol dan khas makanan masyarakat Simalungun. Dayok

binatur ini memberikan makna hidup bagi masyarakat Simalungun dan diakui

secara konvensional, yaitu dapat kita lihat dari cara hidup ayam. Dayok binatur

juga disebut dayok atur manggoluh ini suatu petuah yang sangat berguna bagi

masyarakat Simalungun, berbangsa dan bernegara agar dapat bertumbuh subur,

tangguh dan ulet.

Makna yang terdapat dalamnya adalah berupa pesan atau petuah yang

harus dilakukan dalam hidupnya yang berguna untuk mengatur hidupnya

khususnya dalam hidup bermasyarakat. Jadi penanda dan petanda yang dipakai

untuk menjabati upacara adat Simalungun adalah sumpah dan janji untuk

menjalankan pesan atau petuah yang disampaikan untuk melalui perantaraan

penanda dayok binatur, sehingga memiliki makna bagi masyarakat Simalungun.

Dayok binatur ini dilambangkan ayam sejenis unggas yang dipelihara masyarakat

Simalungun (ayam kampung). Dayok binatur ini yang dipakai pada umumnya

terbuat dari daging ayam jantan namun beberapa tempat Simalungun ada pula

45

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menggunakan ayam betina dijadikan sebagai makanan adat. Selain itu dapat kita

lihat dari sebutan yang lain dayok binatur (gulei dayok atur manggoluh) adalah

makanan adat yang biasanya disajikan pada acara pesta perkawinan, pesta

peresmian rumah baru, pesta syukuran maupun pada acara adat kematian

sayurmatua dan acara adat lainnya. Sementara itu, dayok binatur sering

dilambangkan sebagai perwujudan dari berbagai hal yaitu makna syukuran,

memberangkatkan anak sekolah, selesai ujian, menjelang ujian, memberangkatkan

anak ke perantauan, bebas atau terlepas dari marabahaya, karena keberutungan

dan sukses dalam suatu pekerjaan ataupun sukses dalam usaha ekonomi, karena

banyak rejeki yang dierima.

Oleh karena itu, perwujudan dari nilai–nilai dan norma-norma kultural ini

mempunyai kecenderungan untuk mengubah secara terus-menerus, karena dunia

saat ini dan yang akan datang akan semakin terbuka sehingga batas-batas kultur,

daerah wilayah dan negara menjadi tidak tampak. Demikian halnya nilai–nilai

luhur adat budaya Simalungun sudah memulai terlupakan dan kalau dibiarkan

pasti sirna terutama di generasi penerus. Jadi perlu diangkat ke permukaan simbol

dan lambang bahasa sebagai nilai luhur adat budaya Simalungun yang sudah

tumbuh sejak dahulu. Dayok binatur yaitu salah satu makanan adat Simalungun.

Terbuat dari seekor ayam kampung, lalu dimasak sebagaimana sesuai kebutuhan

dalam upacara adat lalu disusun dengan teratur dalam sebuah piring. Makna kata

teratur (binatur) yaitu sesuai susunan organ tubuhnya sebagaimana kala seekor

ayam, mulai dari kepala, leher, badan hingga kaki. Dayok binatur hanya disajikan

pada saat tertentu. Dayok binatur bukan menjadi makanan sehari-hari.

46

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Secara harfiah dayok artinya ayam dan binatur artinya yang diatur. Jadi

secara sederhana, dayok binatur berarti ayam yang dimasak dan disajikan secara

teratur sejak pemotongan bagian tubuh ayam sampai kepada penghidangannya.

Secara filosofis, dayok binatur merupakan simbol doa, harapan dan berkat, wujud

terima kasih serta rasa syukur. Representasi tampilan dayok binatur akan terlihat

potongan-potongan daging ayam yang disusun teratur sesuai urutannya yang

membentuk sebagaimana ayam hidup. Daging ayam yang tersusun teratur sesuai

dengan adat Simalungun dan terlihat seperti ayam hidup. Nilai tanda atau nilai

lambang yang terdapat dalam dayok binatur memiliki makna yaitu berupa

nasehat, perintah, serta harapan. Dayok binatur memiliki tampilan dan makna.

Tampilan dayok binatur dengan potongan-potongan dagingnya (gori) yang

lengkap disusun teratur menggambarkan bagaimana ayam hidup. Tampilan dayok

binatur memberikan iterpretasi yang dapat mengingatkan kita supaya jangan

terlalu mencampuri intern orang lain, menghilangkan sifat propokator,

mengerjakan tugas kita dengan penuh tanggung jawab, menempati posisi kita

dengan sewajarnya, mengembangkan kebersamaan karena kita sebagai menusia

menurut kuadratnya tidak dapat hidup tanpa orang lain, membina persatuan,

menghindari permusuhan.

3.2 Sejarah Dayok Binatur

Sebelum ayam menjadi salah satu makanan adat Simalungun, dahulu kala

yang sering disajikan di kerajaan Simalungun pada saat upacara adat adalah

hewan kerbau, sapi dan lembu. Ada nilai filosofi dari makanan dayok binatur

yang dapat dijadikan masyarakat di Simalungun sebagai pedoman dalam

47

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kehidupan sehari-hari. Beberapa nilai filosofi yang dapat diambil dari dayok

binatur antara lain.

Makna filosofi dari dayok binatur :

1. Ayam dipilih menjadi binatang yang digunakan dalam proses upacara adat,

yaitu karena ayam merupakan seekor binatang yang disiplin terhadap waktu,

paham terhadap waktu dan tekun bekerja untuk mengurus keperluan dalam

kebutuhan sehari-hari misalnya untuk mencari keperluan makan dan mengurus

anak-anaknya.

2.Tekun dalam bekerja. Ayam jantan juga bertanggung jawab kepada anak dan

ayam betina, jika dikaitkan dalam keluarga, ia bertanggungjawab menafkahi anak

dan istrinya. Sementara ayam betina biasanya menetaskan telurnya. Layaknya

seekor ayam betina, ketika ia hendak mau menetas, ia mengetahui sendiri, kapan

waktunya ia harus berpuasa menahan lapar, haus demi untuk menetaskan telurnya.

Demikian juga ketika bencana datang misalnya ada seekor elang yang ingin

menerkam anak-anaknya, maka induk ayam langsung sigap memeluk anaknya

untuk melindungi dari bahaya elang. Dari hal tersebut tercermin kasih sayang

terhadap anak.

3. Dayok binatur terbuat dari ayam kampung, dimana seekor ayam kampung

memiliki tiga hal kebiasaan yang dapat dicontoh yaitu girah puho (bangun cepat

di pagi hari); marhaer lobe ase mangan (seekor induk ayam baik ayam jantan

berusaha untuk mencari makanan yang bisa untuk dimakan, dengan cara

mencakar tanah untuk mencari cacing yang bisa dimakan, demikian halnya yang

dicontoh masyarakat di Simalungun, bekerja dulu agar bisa makan, artinya untuk

48

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mendapatkan sesuatu hal ada perjuangan yang dikorbankan); makhopkop anakni

(melindungi anaknya) ini biasa dilakukan oleh induk ayam, ketika ada serangan

dari elang, ataupun hujan deras, seekor induk ayam bisa mengepung semua

anaknya dalam sayapnya, itu yang dimaksud dengan makhopkop, berapapun

jumlah anaknya induk ayam tetap bisa melindungi anak-anaknya, hal itu yang

ditiru seorang induk bisa mengerti semua anaknya, berusaha melindungi anaknya.

Sama halnya orangtua selalu berusaha bekerja keras untuk melindungi dan

memenuhi kebutuhan anak-anaknya tanpa pilih kasih.

4. Tampilan dayok binatur yang tersaji dan tersusun secara teratur mulai dari

kepala, leher, sayap, dada, hngga ke ceker, mengandung makna pengharapan yaitu

suatu tanda kehidupan yang teratur, menyatu dan harmonis yang saling

melengkapi satu dengan yang lainnya.

5. Dayok binatur yang teratur tergambar pada tradisi masyarakat Simalungun

yang dikenal dengan tolu sahundulan lima saodaran. Tolu sahundulan diartikan

tiga kelompok dalam satu kedudukan yang utuh dan menyeluruh, sedangkan lima

saodoran diartikan lima tapi satu rombongan perjalanan hidup. Hal ini

dimaksudkan bahwa setiap posisi itu memiliki fungsi dan tugas masing-masing

tetapi saling melengkapi.

6. Dayok binatur menjadi sarana menyampaikan doa berkat. Secara filosofis,

orang yang menikmati dayok binatur akan menerima berkat dan menemukan

keteraturan dalam hidup. Tak heran ketika menyerahkan dayok binatur, orang tua

menyertainya dengan doa-doa dan petuah yang berisi petuah-petuah agar si anak

hidup teratur di tanah rantau menjunjung kesantunan dan etika.

49

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


7. Menyajikan dayok binatur diupayakan agar bagian-bagian tubuh ayam yang

layak dimakan itu tetap utuh (tidak hilang), karena akan menjadi sarana

penyampaian pesan luhur secara simbolik. Agar hidup teratur, maka saling

menghargai, saling membantu. Inti dari petuah dayok binatur adalah hidup yang

bermanfaat bagi masyarakat, mau berbagi, sedia menyebarluaskan perbuatan yang

baik, dan saling mengasihi dalam kelemahan.

8. Ketika anak ayam sudah menetas, induk ayam tidak pernah memakan duluan

ketimbang anaknya. Anaknya selalu diutamakan makan. Hal tersebutlah yang

diambil masyarakat Simalungun. Layaknya seorang ibu tidak pernah makan

duluan sebelum anaknya makan, itulah kasih sayang ibu pada anak. Berbagai

usaha akan dilakukan agar anaknya mencapai cita-citanya, orang tua rela

berkorban demi kesuksesan anak-anaknya. Hal demikian lah yang diperhatikan

nenek moyang terdahulu dalam memperhatikan seekor ayam sehingga ayam

menjadi salah satu falsafah budaya Simalungun dalam bidang makanan adat. Hal

itulah yang menjadi perbedaan tanggung jawab ayam jantan dan ayam betina.

9. Kepala memiliki nilai filsafat bagi suku bangsa Simalungun, karena kepala

ayam yang menghadap kepada si penerima dayok binatur pada saat ditata

tersusun, itu merupakan simbol yang melambangkan bahwa suku bangsa

Simalungun termasuk orang yang hormat dan memiliki sikap sopan santun,

tentram, rendah hati.

Dahulu kala juga masyarakat Simalungun mengonsumsi daging babi

setelah masuk injil ke Simalungun. Kalau dahulu daging ayam, daging lembu,

kambinglah yang hanya dikonsumsi. Dahulu hingga seluruh ketujuh kerajaan di

50

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Simalungun mengonsumsi daging kambing, kerbau dan lembu. Setelah itu barulah

daging ayam dan setelah masuk injil maka diterimalah daging babi untuk

dikonsumsi. Maka daging ayam yang dimasak dan diberikan kepada masyarakat

Simalungun, secara tidak langsung ia mencontoh cara hidup ayam dimana tekun

dan taat terhadap waktu dan bertanggungjawab kepada kekeluargaannya. Ayam

masuk ke Simalungun semenjak ada kerajaan, bahkan kurang lebih 200 tahun,

sejak ada kerajaan di Simalungun.

Filosofi dari makanan dayok binatur yaitu bermula pada zaman dahulu

pada adat Simalungun bermula pada binatang yang bertanduk. Seperti kerbau,

sapi, kambing. Tapi karena keadaan masyarakat terutama masyarakat biasa,

keadaan ekonomi sangat rendah. Sehingga berganti menjadi ayam. Tetap memiliki

taji di kaki. Tentu dari segi biaya lebih ringan. Ada filosofi Simalungun

mengungkapkan: “anggo marantau boan ma dayok boru-boru ulang iboan dayok

sabungan” artinya: orang tua menganjurkan kepada anaknya jika merantau

jangan membawa sifat ayam jantan melainkan membawa sifat ayam betina

dikarenakan ayam betina identik dengan lemah lembut berbeda dengan ayam

jantan yang identik dengan keras, tidak rendah hati, seolah-olah mencari lawan,

berlaga.

51

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.3 Bahan-bahan dan Alat Pengolahan Dayok Binatur

1. Bahan dan Alat :

Tabel 5. Bahan dan Alat

No Bahan Alat
1 Satu ekor ayam sekitar berat 1,5 Kg Pisau
2 Lengkuas Telenan
3 Serai Kuali
4 Garam secukupnya Sendok
5 Kunyit Panggangan
6 Cabai Bambu
7 Bawang merah Pinggan/piring kaca
8 Bawang putih Ember
9 Jahe Periuk
10 Merica Tampi
11 Kemiri
12 Beras
13 Kelapa
14 Sikkam/holat
15 Minyak goreng
16 Air
17 Daun pisang
18 Bunga kembang sepatu warna merah
19 Andaliman
20 Hosaya/ bawang batak
Sumber: Informan 2019

Bahan-bahan untuk pengolahan dan penyajian biasanya diperoleh dari

hasil tanaman masyarakat dan sisanya yang tidap terdapat di ladang diperoleh dari

pasar terdekat. Seperti bawang, merica dan alat-alat lainnya. Pemilihan bahan-

bahan untuk pengolahan dayok binatur seperti di atas guna meningkatkan rasa

pada penyajian. Bahan-bahan tersebutlah yang cocok untuk penyajian dan

sebagian bahan-bahan tersebut berguna baik untuk kesehatan manusia seperti

kunyit, jahe, serai dan lengkuas.

52

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4 Jenis dan Pengolahan Dayok Binatur

Jenis-jenis dayok binatur :

Jenis pengolahan dayok binatur ada tiga jenis, yang pertama yaitu dimasak

dengan di-lomang, maksudnya di-lomang yaitu dayok binatur dimasak dalam

bambu. Yang kedua dimasak dengan dipanggang, dayok binatur dipanggang lalu

disusun diatas piring kaca atau pinggan dan yang pengolahan ketiga yaitu dayok

binatur yang digulai. Setiap pengolahan berbeda-beda sesuai cara pengolahan,

sesuai upacara adat yang akan dilakukan. Setiap ayam yang dimasak baik

dilemang, digulai dan dipanggang akan disusun kembali sesuai organ dan seperti

ayam hidup mulai dari kepala sampai ke ceker, disusun di atas piring kaca atau

pinggan, maka disebutlah dayok binatur. Untuk proses pemotongan ayam, harus

memiliki cara agar darahnya keluar banyak sehinga banyak untuk diaduk dengan

bumbu dan holat atau sikkam. Pertama-tama penyembelihan ayam dilakukan oleh

dua orang. Satu orang memegang kaki ayam dan sayapnya agar ayam tidak lepas

saat disembelih. Tangan kanan memegang kuat sayapnya dan tangan satu lagi

memegang kuat kaki ayam. Kaki ayam atau badannya dinaikkan, karena

pengambilan darah dilakukan di leher ayam, satu orang yang megang pisau

menyembelih/mengoyakkan sedikit leher ayam dengan pisau yang tajam, lalu

dibiarkan darahnya bercucuran ke wadah yang telah disediakan/piring. Badan

ayam dinaikkan sehingga darahnya mengalir ke bawah. Setelah darah yang

terkumpul cukup, ayam yang telah mati disiram dengan air mendidih, didiamkan

beberapa menit lalu bulu ayam dicabuti hingga bersih. Setelah itu barulah

memotong ayam sesuai organ tubuhnya agar mudah disusun di atas piring. Setelah

53

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


selesai memotong keseluruhan organ tubuh ayam, dimasak sesuai kebutuhan atau

sesuai selera. Dapat diolah dengan dipanggang, digulai maupun dimasak lemang.

3.4.1.Dayok Binatur Na Pinanggang

Foto 8. Dayok binatur yang dipanggang

Sumber: Antriyani Saragih 2019

Proses pengolahan “dayok binatur na pinanggang” ada dua versi, ada

yang dipanggang di bara api, ada juga yang dipangang dengan beralaskan besi.

Tapi yang sesuai dengan adat Simalungun, sesuai pada zaman dahulu yaitu

dipanggang di bara api lalu diolesi terlebih dengan santan agar tidak cepat gosong.

Bisa juga disantan dibuat bumbu dan garam agar memiliki rasa. Setelah

dipanggang dipotong lalu dibuat juhutni (organ-organ). Diambil bagian-bagian

organ ayam seperti kepala, leher, kaki dan sebagainya. Setelah itu diaduk dengan

bumbu yang sudah disiapkan lalu dicampur dengan sikkam dan darah. Namun

54

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bagi orang kaum Muslim di Simalungun, mereka mengganti darahnya dengan

santan kelapa, mereka tidak menggunakan “sikkam” dan darah. Setelah itu ibatur

(diatur) dalam pinggan panganan dan sudah diatur semua baru lah bisa

isurdukhon (diberikan) dan disediakan tutupnya yang terbuat dari bulung tinapak

(daun pisang penutup dayok binatur). “Dayok binatur na ipanggang” biasa

disajikan pada pengantin, acara syukuran angkat sidi.

Bahan-bahannya: kemiri yang dibakar, hosaya atau bawang merah,

bawang putih, merica, ketumbar, jahe, cabai, jahe dan bawang merah yang

dipotong-potong, beras yang disangrai secukupnya, lalu dihaluskan. Masyarakat

menyebut itu boras sinaggar. Lengkuas dan serai. Lengkuas dan serai ini harus

yang mentah tanpa dibakar. Agar rasanya lebih khas dan nikmat. Semua bahan

bumbu dibakar selain lengkuas dan serai. Kelapa gonseng, kelapa yang diparut

lalu digonseng. Keseluruhan bumbu dihaluskan lalu diaduk merata, lalu

dimasukkan boras sinanggar yang telah dihaluskan, diaduk merata. Untuk

penggunaan bumbu serai dan lengkuas ada takarannya. Takaran untuk satu sendok

lengkuas yaitu dua sendok makan serai agar perpaduan racikan bumbunya pas dan

semakin meningkatkan rasa pada bumbu. Namun banyaknya bumbu disesuaikan

dengan banyaknya jumlah daging ayam. Di sisi lain, telah disediakan darah

mentah dari ayam, lalu dicampur dengan holat. Setelah darah dan air perasan

holat tercampur maka dimasukkanlah bumbu yang sudah dihaluskan. Pada ayam

yang dipanggang, untuk rasa pedas, merica yang lebih dominan, bukan cabai,

cabai langsung dimasukkan bulat dalam hidangan dan diletakkan di atas ayam

55

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


panggang. Berbeda dengan yang digulai. Karena pedas dari merica berguna untuk

menghangatkan perut.

Organ dalam dari ayam direbus, tidak dipanggang, setelah matang lalu

dilumuri dengan darah yang bercampur bumbu lalu disusun dengan organ lainnya.

Selain getah holat, masyarakat juga mau menggantikannya dengan sikkam sejenis

dari holat juga. Penggunaanya biasa dicampur dengan darah, manfaatnya dapat

membunuh kuman dan bakteri-bakteri yang terdapat dalam darah tersebut. Sikkam

dapat membuat darah menjadi matang. Sebelum bumbunya dimasukkan, alangkah

baiknya dicicipi terlebih dahulu tingkat kekentalan rasa dari holat dalam darah

tersebut. Apabila perpaduan rasa sudah pas, maka dimasukkan lah bumbu yang

sudah dihaluskan beserta garam secukupnya. Lalu dimasukkan ayam yang telah

dipanggang dan dilumuri dengan darah yang telah teraduk dengan holat dan

bumbu lalu disusun dengan teratur pada pinggan.

Makna dari simbol penyusunan makanan yaitu untuk menghormati adat

Simalungun. Lebih dari itu juga sebagai alat komunikasi, alat perantara antar

kerabat dalam suatu upacara adat Simalungun. Penghormatan kepada setiap

keluarga dalam suatu rumpun kekeluargaan. Pinggan menjadi tempat penyusunan

dayok binatur. Selain pinggan ada juga sebagian menyusunnya dalam sapah.

Pinggan yaitu biasanya terbuat dari kaca, pinggan sering disebut piring kaca atau

piring keramik. Pada saat pencampuran darah dengan sikkam, yaitu bisa saja air

perasan dari sikkam dahulu diletakkan di wadah, lalu ayam dipotong lalu darahnya

langsung ditiriskan ke wadah yang telah berisi perasan sikkam. Namun

kebanyakan melakukannya air perasan sikkam. Untuk menghancurkan darah yang

56

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


telah menggumpal, tidak bagus dibubuhi garam, namun dicairkan kembali dengan

daun serai, lalu dicampur dengan air perasan sikkam. Lalu dimasukkan bumbu.

Apabila makanan sir ni uhur dayok binatur¸ sebagian dari masyarakat

Simalungun ada yang menyediakan jeruk purut untuk pendamping dari dayok

binatur yang dipanggang. Sebelum menyantap ayam yang dipanggang, terlebih

dahulu meminum jeruk purut yang telah dipotong belah empat namun tidak

terbagi empat, dan disediakan di mangkok kaca yang diisi dengan air minum.

Tujuan dari meminum air jeruk purut terlebih dahulu yaitu agar tubuh bersih

sebelum ia menyantap makanan permintaan hatinya (sir ni uhur), sambil

memakannya si penerima menyantap sambil menyampaikan kepada rohnya

(tonduy ni) sendiri bahwa inilah permintaannya, tercapai sudah permintaannya.

Sura-sura mar sir ni uhur yaitu ada niat yang dalam untuk makan dayok binatur,

bukan karena sekedar selera tapi ada niatan yang cukup dalam. Orang yang marsir

ni uhur biasanya menginginkan dayok binatur na pinanggang.

Dayok binatur yang dipanggang lebih dominan digunakan dalam upacara

adat Simalungun. Selain memiliki rasa yang nikmat namun juga konon katanya

dayok binatur yang dipanggang merupakan makanan yang paling banyak disukai

raja-raja Simalungun dahulu sampai hingga sekarang ini, turun temurun pada suku

bangsa Simalungun, paling banyak menyukai dayok binatur yang dipanggang.

Makna dari penyajian dayok binatur yang dipanggang yaitu untuk memberikan

semangat kepada seseorang yang diberi makanan dayok binatur. Contohnya pada

saat seseorang hendak merantau, atau melanjutkan pendidikan atau berangkat

merantau mencari pekerjaan. Diberikan semangat dengan disediakan oleh orang

57

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tuanya makanan dayok binatur. Karena makanan dayok binatur memiliki makna

tersendiri, makna yang berbeda bagi orang Simalungun. Demikian pula ketika

seseorang kembali dari perantauan, pada umumnya akan diberikan lagi dayok

binatur atau disambut dengan makanan dayok binatur agar seseorang semakin

lebih semangat lagi dalam melakukan pekerjaannya. Dayok binatur sudah menjadi

tradisi budaya turun temurun bagi masyarakat suku bangsa Simalungun.

3.4.2 Dayok Binatur Na Iloppah

Foto 9. Dayok binatur digulai di Simalungun atas

Sumber: Lastrika Saragih 2020

58

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 10. Dayok binatur yang digulai di Simalungun tengah

Sumber : Jhon Sangap Purba 2020

59

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 11. Dayok binatur yang digulai di Simalungun bawah

Sumber: Lina Sumbayak 2020

Terdapat beberapa perbedaan yang menjadi variasi dalam penyusunan dan

pengolahan dayok binatur yang digulai di Simalungun. Ketika penulis bertanya

pada informan yang dari Simalungun atas yaitu bapak Santun beliau menjelaskan

bahwa di Saran padang di Kecamatan Purba proses penyusunan dayok binatur

persis seperti pada saat ayam mengeram telurnya yaitu cekernya menghadap

kedepan. Karena itulah sifat yang ditiru masyarakat Simalungun sikap peduli dan

melindungi anak-anaknya dari ancaman bahaya. Sementara di Simalungun bawah

yaitu daerah Kecamatan Raya Kahean menurut informan penulis bapak Jan Sehat

Saragih bahwasanya di sana terdapat variasi pengolahan dayok binatur yang

digulai, masyarakat Simalungun bawah mengolahnya dengan menggunakan

60

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ampas dari kelapa yang sudah diparut. Berbeda dengan pengolahan di Simalungun

atas dan Simalungun tengah, hanya menggunakan santan dan kelapa yang

digonseng namun sudah dihaluskan. Masyarakat di Simalungun bawah juga lebih

dominan menggunakan dayok binatur yang digulai tata letak penyusunan dan

pemanfaatannya sama dengan yang pada umumnya.

Dayok binatur yang digulai yang digulai berbeda cara memasaknya

dengan pengolahannya dayok binatur lainya. Bumbunya sama saja semua, hanya

saja pada saat memasak ayam yang digulai, tidak banyak menggunakan merica

dan tidak menggunakan kelapa gonseng, namun menggunakan santan, ayam yang

digulai menggunakan cabai bukan merica. Tidak menggunakan boras sinanggar.

Keseluruhan bumbu dihaluskan lalu digonseng dengan minyak, hingga wangi,

lalu dimasukkan potongan-potongan ayam sesuai organnya yang telah

dibersihkan, diaduk hingga merata. Bumbu rempah kunyit lebih mendominasi

pada masakan ayam gulai, berbeda dengan ayam yang dipanggang. Dimasukkan

air santan. Pada pemasakan ini, tidak menggunakan holat ataupun sikkam untuk

diaduk dengan darahnya, karena darahnya langsung dimasukkan dan dicampur

dengan potongan ayam yang telah mendidih di wadah pemasakannya. Ketika

sudah matang, maka setiap potongan ayam diambil dari wadah satu persatu tanpa

kuahnya. Setelah semua sudah terkumpul barulah disusun dan ditata dengan

teratur di atas pinggan atau piring kaca yang sudah disediakan. Jenis dayok

binatur yang lain ada juga dayok binatur na iloppah dan dayok binatur na

ilomang. Setiap jenis berbeda proses pengolahannya.

61

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.4.3 Dayok Binatur Na Ilomang

Foto 12. Tombuan untuk upacara adat kematian

Sumber: Antriyani Saragih 2020

Foto 13. Tombuan untuk upacara adat sukacita

Sumber: Antriyani Saragih 2020

Isi dari tombuan yaitu dayok binatur na ilomang dan biasa digunakan pada pesta

marunjuk/mangalop boru. Jadi yang dibawa dalam tombuan yaitu dayok na

ilomang. Dayok binatur na ilomang dibawa oleh pihak laki-laki di sebuah

kegiatan adat parunjukon. Dayok binatur dalam tombuan dipindahkan ke pinggan

lalu diberikan kepada pihak perempuan. Namun apabila siparunjuk berasal dari

62

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tempat tinggal yang memiliki jarak yang jauh dari tempat tinggal keluarga

perempuan, agar makanan yang dibawa tidak basi di perjalanan, maka bisa diganti

dengan beras. Tapongan yang mereka bawa diisi dengan beras, sementara dayok

binatur yang akan diperlukan dalam adat dimasak di rumah pihak perempuan.

Dayok binatur na ilomang dimasak dengan cara proses memasak lemang.

Dimasak dalam bambu satu ruas. Ayam kampung jantan berwarna putih satu ekor.

Bumbu yang digunakan hampir sama dengan pengolahan ayam yang dipanggang

dan digulai, hanya saja pada ayam yang dilemang, kunyit yang lebih dominan.

Cabai, hosaya, merica, jahe, kunyit, lengkuas, serai, bawang, garam. Semua

bumbu dihaluskan lalu daging ayam dilumuri dan diaduk dengan bumbu. Setelah

itu dimasukkan dalam bambu. Memang yang dipanggang juga bisa untuk sir ni

uhur namun yang lebih cocok yaitu yang dimasak di bambu karena itu ayam

berwarna putih. Ketiga ada dayok binatur na ilomang yang didalam bambu. Ini

digunakan untuk menjelang pesta pernikahan, disebut maralop, parumah

parsahapan di tempat tinggal calon pengantin perempuan dan pada saat kematian

sayur matua. Dayok binatur na ilomang akan dimasak di bambu yang disebut

tinombu dan dibawa dalam suatu wadah bernama tombuan. Tinombu satu paket

dengan tombuan. Dayok binatur akan dimasak di dalam bambu sebagaimana biasa

memasak lemang. Potongan ayam akan disusun seperti susunan ayam hidup di

dalam bambu. Kaki pertama dimasukkan, punggung, organ dalam, leher, kepala.

Demikian dimasukkan sebelumnya diaduk dengan bumbu yang sudah dihaluskan:

cabai, bawang, lada, lengkuas, serai, kunyit, kelapa yang sudah dihaluskan tanpa

digonseng, tanpa diperas santannya. Bambu dimasukkan keatas bara api seperti

63

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


memasak lemang pada umumnya. Dalam proses pemasakan dayok binatur na

ilomang, tidak perlu mengunakan air santan kelapa dan air, tetapi kelapa yang

sudah diparut langsung diaduk bersama daging dan bumbu, lalu air dalam bambu

yang akan menjadi air pemasakan dayok binatur na ilomang. Ayam yang

dilemang lebih wangi karena menggunakan bumbu hosaya (bawang batak).

Penyusunan seperti itu agar mudah dalam penyusunan pada saat mengeluarkan

dari bambu, ayam langsung mudah tersusun teratur di wadah penyajian.

Dayok binatur na ilomang lebih jarang disajikan dalam upacara adat

Simalungun. Karena pengolahannya lebih sulit dibanding yang lain. Namun ada

pada saat-saat tertentu digunakan, yaitu pada adat palaho hon boru (suatu adat pra

nikah) dan pada upacara adat kematian. Ayam yang sudah diaduk dengan bumbu

dan dipotong sesuai organnya masing-masing. Dimasukkan ke dalam satu ruas

bambu yang sudah disediakan. Lalu dibakar di bara api. Setelah matang, diangkat

dari bara api lalu dikuliti menggunakan pisau. Kulit bambu dikupasi agar bersih

dan tidak ada bekas api. Setelah kulit bambu sudah terkelupas semua, maka

bagian ujung bambu dilapisi dengan daun pisang sebagai penutupnya. Daun

pisang diikat di atas dan pengikatnya berbeda dengan pada adat kematian. Apabila

pada adat kematian, daun pisang hanya dilipat dan tidak banyak dibelah artinya

menggambarkan kemalangan, kehilangan, bersedih. Sementara pada upacara

parumah parsahapan daun pisangnya diuraikan kecil-kecil, menggambarkan

ceria, kemeriahan, bergembira.

Penyajian setiap dayok binatur baik yang dipanggang, digulai maupun

dilemang sama. Diatur di atas piring kaca, atau orang Simalungun menyebutnya

64

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pinggan. Konon ada namanya pinggan pasu. Disebut pinggan pasu karena konon

di kerajaan, ketika makanan ada dibuat di atas pinggan pasu, maka jikapun ada

racun dalam makanan tersebut, racun itu akan mati. Makanan tersebut rasanya

menjadi hambar. Racun bisa terdeteksi oleh pinggan pasu. Maka racun nya akan

mati dan rasa dari makanan akan mati. Selain disajikan di atas pinggan atau piring

kaca, ada juga yang meyajikannya di atas sapah. Terbuat dari kayu. Sapah sudah

jarang dijumpai karena itu merupakan barang peninggalan nenek moyang. Setelah

daging disusun dengan teratur di atas pinggan, maka ada penutupnya yaitu bulung

tinapak. Namun pada saat diberikan atau isurdukhon, maka bulung tinapak

dibuka, tidak dipergunakan, hanya saja digunakan untuk penutup sebelum

diberikan atau sebelum hendak dimakan. Sebagian orang menggunakan bunga

raya atau bunga kembang sepatu berwarna merah, potongan jahe dan bawang

merah, di atas dayok binatur. Bunga kembang sepatu juga dikonsumsi dengan

dayok binatur, selain untuk memperindah penyajian makanan, bunga kembang

sepatu juga sebagai obat pinggang apabila dikonsumsi.

Makna dan nilai dari dayok binatur bagi suku bangsa Simalungun yaitu

sebagai penghormatan. Apabila seseorang diberikan makanan dayok binatur

artinya diberi penghormatan, penghargaan sama seseorang yang menerimanya,

sembari juga memberikan kata petuah melalui penyampaian dayok binatur

tersebut. Makna dayok na binatur dalam upacara adat kematian yaitu untuk

penghormatan juga kepada keluarga yang berdukacita namun lebih dari itu untuk

penghiburan dan tanda bahwa mereka yang memberikan juga ikut merasa

kehilangan dan turut berdukacita juga. Pemilihan proses pengolahan dalam

65

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pemberian dayok binatur yaitu tergantung pada siapa yang memberikan dayok

binatur. Apabila yang memberikan adalah tondong, maka yang dipersiapkan tuan

rumah yaitu dayok binatur yang digulai (loppah), sebaliknya apabila yang

memberikan dayok binatur adalah parboruon, maka tuan rumah mempersiapkan

dayok binatur yang dipanggang (batur), karena dayok binatur yang dipanggang

lah yang diberikan parboruon kepada tondong.

Pada penyusunan dayok binatur pada adat kemalangan, ada perbedaanya.

Tidak sama dengan penyusunan dayok binatur pada saat acara syukuran maupun

sukacita. Perbedaanya terletak pada letak dari cabang yang terdapat pada dada

ayam. Tulang dari dada ayam yang memiliki cabang. Pada acara kemalangan

biasanya cabang dari tulang dada ayam menghadap ke atas, sehingga kepala ayam

diletakkan di tengah cabang tersebut. Suku bangsa Simalungun menyebutnya

tukkot atau tukkol osang, yaitu artinya bersedih, pilu. Sehingga orang-orang yang

datang bisa mengetahui itu acara adat kemalangan, dilihat dari simbol yang

terdapat dari penyajian dayok binatur yang terdapat pada adat tersebut. Demikian

sebaliknya apabila adat istiadat syukuran atau pernikahan, maka tidak

menggunakan tukkot pada peletakan kepala ayam. Tulang dada ayam menghadap

ke bawah atau ke depan bukan ke atas.

66

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


1.5 Jenis Ayam dan Penggunaan Untuk Dayok Binatur

Tabel di bawah ini adalah jenis ayam dalam versi bahasa Simalungun dan

terjemahannya. Jenis ayam yang dikenal oleh masyarakat Simalungun.

Tabel. 6 Jenis ayam

No Sebutan Keterangan
1 Mirah Ayam jantan yang memiliki bulu warna kemerahan
2 Silopak Ayam jantan yang mana keseluruhan bulunya memiliki
warna putih
3 Sabur Ayam jantan yang memiliki bulu bintik-bintik putih
bittang
4 Pajom Ayam yang memiliki seluruh tubuhnya dan bulunya
warna hitam
5 Boru-boru Ayam betina
Sumber: Informan Jikner Damanik 2019

Dayok mirah biasanya dimasak dengan dipanggang. Dayok silopak biasanya

dimasak dengan proses dilemang. Dayok sabur bittang biasa dimasak dengan

proses dipanggang. Sementara itu, dayok pajom hanya digunakan untuk obat saja.

Tidak pernah digunakan untuk kegiatan adat. Biasa digunakan untuk obat yang

berbau mistik. Sedangkan dayok boru-boru dimasak dengan proses iloppah atau

digulai.

Ada juga namanya dayok pajom (ayam hitam), ini jarang bahkan tidak pernah

digunakan dalam adat Simalungun. Karena dilambangkan dengan dunia kegelapan

karena berwarna hitam. Paling hanya untuk lauk nasi saja namun untuk adat tidak

pernah dipergunakan. Kalau dahulu apabila untuk memasuki rumah, ayam hitam

dipotong dan dibakar pada tempat pemasakan dari tuan rumah tersebut, pada

rumah yang hendak dibangun. Hal itu dilakukan guna untuk mengusir roh jahat.

Namun sekarang tradisi itu sudah mulai hilang. Jadi alasan yang paling utama

67

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


mengapa ayam menjadi salah satu hewan yang signifikan dalam adat Simalungun

yaitu pada dahulu kala di masa kerajaan di Simalungun gori, tulan (potongan-

potongan makanan dari hewan yang sudah diolah untuk dibagi dalam upacara

adat) biasanya hewan yang berkaki empat.

Sehingga pada suku bangsa Simalungun, apabila dalam mengadakan suatu

upacara adat, apabila tidak cukup untuk menggunakan hewan berkaki empat

dalam bahan penyajian makanan, dalam arti apabila tidak dengan pesta besar,

pesta kecil-kecilan pun dengan dayok binatur akan cukup dengan ke lima gori

tersebut. Daging ayam juga bisa digunakan sebagai alat demi untuk

keberlangsungan adat istiadat dalam acara adat Simalungun, dikarenakan hal tadi,

sudah terdapat lima gori yang dimaksud tadi. Meskipun demikian, ketika suhut

menyedikan berbagai jenis makanan dari hewan sapi, kerbau, babi sekalipun,

acara adat tidak akan sah tanpa adanya sajian dayok binatur. Meskipun banyak

tersedia jenis makanan, namun yang duluan dijalankan dalam adat (isurdukhon)

yaitu dayok binatur atau letak posisi makanan dayok binatur selalu di depan dan

menjadi pembuka upacara adat istiadat suku bangsa Simalungun.

Penggunaan jenis ayam juga dalam olahan makanan adat Simalungun tidaklah

sembarangan. Ada pembagian dari jenis ayam baik betina atau jantan, ada juga

perbedaan dari segi pengolahannya. Parboruon (saudara perempuan ayah)

tidaklah diperkenankan memberikan dayok binatur yang dipanggang kepada

tondong. Dikarenakan dayok binatur yang dipanggang atau dimasak dengan

dibakar, identik dengan kering dan tidak berair. Masyarakat Simalungun meyakini

bahwa mesti yang basah, yang berair lah yang diberikan kepada tondong. Seperti

68

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dayok binatur yang digulai, dimasak dengan menggunakan air itulah yang

diperkenankan diberikan kepada tondong-nya, agar rejeki dan mata pencaharian

berair, artinya semakin berlimpah rejeki oleh tondong-nya agar ada yang akan

mau diberikan kepada parboruon-nya. Berbeda dengan dayok binatur yang

diolah dengan dipanggang, kering dan tidak berair.

Tapi berbeda dengan tondong, ia memberikan dayok binatur yang dipanggang

kepada parboruon-nya. Karena biasanya orang Simalungun lebih doyan

mengonsumsi yang dipanggang, yang dipanggang lebih nikmat dan enak, jadi

diberikan lah yang paling enak dan nikmat kepada parboruon-nya, agar

parboruon-nya rajin bekerja dan membantu setiap ada pekerjaan khususnya

pekerjaan atau kegiatan adat yang akan dilakukan oleh tondong. Hal ini bisa

dilihat pada setiap acara adat Simalungun, bahwasanya parboruon memberikan

dayok binatur yang digulai kepada tondong nya, demikian juga tondong

memberikan dayok binatur yang dipanggang dan dibubuhi dengan hinasumba

kepada parboruon. Hinasumba yaitu makanan tradisional, termasuk makanan

adat Simalungun, terbuat dari daging, dipotong kecil-kecil dan dibubuhi dengan

bumbu rempah pilihan dan dicampur dengan darah dan holat, dagingnya terlebih

dahulu direbus atau dipanggang.

1.6 Penyajian Dayok Binatur

Daging ayam yang dimasak disusun pada sebuah piring keramik atau pada

sapah sesuai dengan aturan adat yaitu ulu (kepala) di bagian depan, urutan

berikutnya adalah borgok (leher), tuppak (tulang dada), kemudian totok gulei

(potongan–potongan daging kecil tapi tidak termasuk dalam gori) yang diserap

69

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pada piring, seterusnya tulan bolon (pangkal paha), kemudian tulan habong

(sayap) setelah diletakkan kanan dan kiri (paha tengah), setelah itu tulang hais–

hais (ceker). Selanjutnya di bagian tengah gori tuah (bagian dalam tubuh ayam

yang menghasilkan sel telur) kemudian urutan berikutnya dekke bagas (rempelo),

diatur pada makanan itu terakhir ihur (ekor). Setelah selesai penataan gori,

nampaknya makanan adat istiadat itu menggambarkan ayam hidup. Hal ini adalah

mendasari susunan dari dayok binatur tersebut.

Foto 14. Ayam setelah dibersihkan

Sumber: Antriyani Saragih 2020

70

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 15. Bulung tinapak

Sumber : Antriyani Saragih 2019

Foto 16. Penyembelihan ayam

Sumber: Antriyani Saragih 2020

71

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Anggo laho mambahen gorini dayok hita, ningon botohonta do
adat i Raya lang boi martungkol osang ulu bereon bani horja
malas ni uhur. Hubani na mateian, pangari-ari do bai ulu
martungkol osang, tapi anggo i huluan martungkol osang
ganup”.
Carani: isusun ma lobei toktok sebagian bani pinggan, happit
lobei ulu isokong tuppak (tulang dada),kiri-kanan tulang bolon,
tulang parnamur, tulan habong, kais-kais ipudi imbul-imbil ni.
Itongah-tongah (bilalang,atei-atei, bituha ulak-ulak, lang boi
sirang), borgok ipudini ulu, tanggoruh ipudini bilalang. Isolati
ma bani toktok ulang maguling sagala gori, baru itutup bani
bulung bokkou/ bulung tinapak.
Anggo i Raya, ulu ipatibal i atasni borgok isokong tulan
bolon,garap-garap,jadi tok-tok do ganup. Anggo manrupei
(itaruhkon hu rumahni) hubani:
a. Tondong :Tulan bolon atap panumpak ibolahkon
pakon daging otik.
b. Sanina :Tulan bolon atap, parnamur, imbul-imbul
pakon tok-tok
c. Boru :Tulan parnamur, tulan habong pakon tok-
tok
d. Oppung :Bilalang, atei-atei, borgok pakon tok-tok
e. Parsonduk :Bituha ulak-ulak”
Hasil wawancara dengan bapak Jikner Damanik.

Artinya :

Penyajian di Raya berbeda dengan penyajian dayok binatur di tempat lain. Di

Raya, pada saat kegiatan sukacita tidak menggunakan tangkai leher pada kepala,

hanya digunakan pada saat kematian saja. Penyajiannya: Pertama daging yang

dipotongi kecil-kecil disusun di atas pinggan, lalu kepala diletakkan di paling

depan. Kepala disokong dada, leher, organ dalam, punggung dan ekor, paling

pinggir dibuat sayap, paha dan ceker. Setelah tersusun baru ditutup dengan daun

pisang. Jika pada suatu kegiatan dirumah memotong ayam dan ingin berbagi ke

rumah tetangga (mamiringi, manrupei), beginilah pembagiannya:

72

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


a. Saudara laki-laki ibu : paha, punggung

b. Saudara laki-laki ayah : paha, paha paling luar, ekor

c. Saudara perempuan ayah : paha paling luar, sayap

d. Kakek/nenek : organ paling dalam, leher

e. Ibu/istri : usus

Pada adat Simalungun, dayok binatur biasanya dan seharusnya di masak dan

diolah oleh anak boru jabu dari tuan rumah ( suhut bolon ) dari pekerjaan adat

tersebut. Anak boru jabu dalam Simalungun yaitu yang berhak bekerja dan

memegang tata atur setiap pekerjaan adat di rumah tondong-nya. Anak boru jabu

yaitu saudara perempuan ayah beserta suaminya. Seharusnya sudah dilantik.

Dilantik dalam arti khusus diberikan dayok binatur, pisau yang memiliki sarung,

kain sarung, diberikan hiou, bulang, gotong, ragi panei, hiou panakkut (pengikat),

biar mereka bekerja sama saling membantu pekerjaan adat di rumah tondong-nya.

Kedudukan ini bisa diberikan digantikan oleh anaknya apabila kelak sudah tidak

lagi bisa untuk mengerjakannya. Kedudukan sebagai anak boru jabu pun bisa

dicabut oleh tondongnya apabila pekerjaannya tidak beres dan tidak bagus. Pada

pekerjaan adat, yang berperan dalam proses menjalankan dayok binatur yaitu,

suhut, tondong, boru dan sanina. Maka dalam suku bangsa Simalungun, suatu

acara adat suka maupun duka, dayok binatur tetap memiliki peranan untuk

berlangsungnya upacara adat, baik itu yang dipanggang, digulai dan dilemang.

Pihak yang mengolah dayok binatur ialah orang yang berperan sebagai

boru/anak boru jabu dari suhut dalam suatu upacara adat. Selain itu yang

mengolah dayok binatur yaitu orang yang mengatahui biasanya ibu-ibu, bapak-

73

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


bapak. Namun dalam suatu pesta adat, tidak semua yang tahu mengolah dayok

binatur boleh menyentuh. Bukan tidak boleh, namun masih ada orang yang lebih

pantas mengolah dayok binatur untuk suatu upacara adat yaitu parboruon dari

suhut pesta tersebut. Pengolahannya dilakukan sebelum upacara adat, pada pagi

hari dayok binatur diolah, parboruon marhobas bersama, ramai-ramai untuk

memasak, mempersiapkan keperluan pesta. Sebelum pengolahannya terlebih

dahulu bahan-bahan dikumpulkan oleh pihak suhut agar lebih mudah untuk

pengolahannya nanti. Setelah diolah, maka tibalah menyampaian dayok binatur

pada upacara adat. Penyampaian dayok binatur dalam upacara adat yang pertama

menyerahkan dayok binatur dari tondong kepada yang patut menerimanya (suhut)

dan tergantung acara syukuran yang dilakukan. Begitulah seterusnya sampai

selesai acara menyerahkan dayok binatur. Sesudah itu pihak yang punya pesta

menyerahkan dayok binatur sesuai dengan urutan yang menyerahkan duluan tadi.

Sesudah itu pihak yang memiliki pesta (suhut) menyampaikan dayok binatur

kepada tondong, kepada siapa yang patut menerimanya. Setelah penyampaian

(manurduk ) dayok binatur selesai, diambil dan dikonsumsi duluan oleh yang

menerima tadi, kepada siapa diberikan makan ia lah duluan yang boleh

mengambil dayok binatur dari pinggan. Lalu dibagikan kepada orang yang ada di

pesta sesuai cukupnya dan sesuai selera. Meski tidak banyak, yang penting sudah

ditawarkan dan sudah kebagian meski hanya sedikit. Begitulah cara bentuk

menghargai dan bentuk penghormatan kepada tamu, boru, tondong yang ada di

upacara adat Simalungun.

74

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.7 Pembagian Gori Dayok Binatur DalamUpacara Adat Simalungun

Foto 17. Ulu ( kepala )

Sumber : Antriyani Saragih (2020)

Foto 18. Ulu, borgok (kepala dan leher)

Sumber :Antriyani Saragih (2020)

75

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 19. Habong (sayap )

Sumber: Antriyani Saragih (2020)

Foto 20. Gurung (punggung)

Sumber : Antriyani Saragih (2020)

Foto 21. Bilalang/dokkei bagas (organ dalam )

Sumber: Antriyani Saragih (2020)

76

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 22. Tulan bolon (paha paling dalam)

Sumber: Antriyani Saragih (2020)

Foto 23. Tulan bona (paha)

Sumber :Antriyani Saragih (2020)

Foto 24. Kais-kais (ceker)

Sumber: dokumentasi penulis 2020

77

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 25. tuppak (ekor)

Sumber: Antriyani Saragih (2020)

Foto 26. Darah ayam

Sumber: Antriyani Saragih (2020)

Tabel. 7 Pembagian gori

No Nama-nama gori Terjemahan


1 Ulu Kepala
2 Borgok Leher
3 Habong Sayap
4 Gurung Punggung
5 Gomgoman Dada
6 Tuppak Ekor
7 Tulan bolon Paha paling dalam
8 Tulang bona Paha diatas ceker
9 Kais-kais Ceker
10 Bilalang/dokkei bagas Organ dalam(hati,usus)
Sumber: Informan 2019

Tabel di atas pembagian gori berdasarkan potongannya dalam bahasa

daerah Simalungun dan terjemahannya. Mulai dari kepala sampai pada bagian

78

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


ceker ayam. Jika memberikan dayok binatur kepada tutur bukan perpotongan

namun langsung diberikan satu ekor dayok binatur. Kalaupun itu ada secara

kebetulan saja. Misalnya pada zaman dahulu apabila tutur tulang datang dengan

tiba-tiba, maka jika hanya satu ekor ayam saja yang dimasak, maka gori yang

diberikan kepada tulang yaitu tulan bolon. Apabila hendak manrupei/mamiringi

kepada tutur polu maka gori yang diberikan yaitu tulan parnamur. Karena tulan

parnamur disebut dengan yang paling banyak bekerja, yang paling sibuk dan

capek apabila ada suatu upacara adat yang akan dilaksanakan.

Makna dayok binatur dalam adat Simalungun merupakan suatu simbol

adat Simalungun. Menjadi simbol adat yang pertama di Simalungun dari aspek

makanan. Jadi pada zaman dahulu terkait dayok binatur di sinilah teraturnya

kedatangan silsilah keluarga. Misalnya zaman dulu memotong ayam dijadikan

dayok binatur, apabila datang tondong maka bagian dayok binatur yang diberikan

ke tondong adalah kepalanya, tulan bolon, karena dulu tidak seperti sekarang

jumlah banyaknya makanan, misalnya dulu hanya satu saja menyediakan

makanan dayok binatur. Demikian juga halnya apabila tondong yang datang dan

membawa seekor ayam, maka seekor ayam itulah diolah dijadikan dayok binatur

lalu dibagikan berdasarkan organ nya, makanya pada zaman dahulu masih zaman

menerima tulan ni dayok.

Karena dibagi sedemikian rupa meski hanya satu potong, karena kembali

tadi, jumlah makanan dahulu tidak sebanyak jumlah dan jenis makanan sekarang

ini. Berbeda dengan zaman sekarang, pembagian bukan perpotong lagi, namun

apabila tondong atau parboru, dayok binatur langsung diberikan satu jenis, bukan

79

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


perpotong lagi, karena dulu tidak ada membawa rombongan, namun sekarang

sudah satu ekor ayam yang dijalankan dan sudah membawa rombongan dan satu

dayok binatur itulah dibagikan dengan rombongannya. Apabila rombongan/

kedatangan semakin ramai, semakin tunggung pula lah acara adat yang

berlangsung. Pada kegiatan apapun yang berbaur dengan upacara adat

Simalungun, makanan yang pertama sekali disajikan, dijalankan adalah dayok

binatur. Meskipun tersedia jenis makanan lain atau parrapahi (menambahi lauk),

namun yang pertama sekali dijalankan adalah dayok binatur, setelah itu barulah

dijalankan jenis makanan lain. Karena makanan adat utama di Simalungun adalah

dayok binatur.

Setiap potongan/gori masing-masing memiliki tujuan yang sewajarnya

dalam adat Simalungun. Pembagiannya tidaklah sembarangan karena adat sudah

bagian dari adat. Organ kepala, organ kaki ada pembagiannya, demikian dengan

organ lainnya. Namun tidak hanya pada hewan berkaki empat, pembagian gori

atau organ daging ayam juga sama halnya. Karena ada lima pembagian gori di

Simalungun, setiap gori didasarkan dengan kedudukan seseorang dalam upacara

adat yang sedang berlangsung. Gori ulu (kepala) diberikan kepada tondong

(saudara laki-laki dari ibu). Gori tulan bolon/paha ayam (tondong ni tondong dari

ayah juga bisa dari anaknya saudara laki-laki ibunya ayah). Borgok (leher)

biasanya kepada sanina (saudara laki-laki ayah). Tulan parnamur (ceker ayam)

biasanya diberikan pada parboruon (saudara perempuan ayah). Imbul-imbul

(punggung ayam) biasanya ini untuk suhut (tuan rumah acara adat Simalungun).

Demikian pembagian organ dayok binatur pada adat Simalungun apabila suatu

80

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


pekerjaan adat dilakukan hanya memotong ayam saja, namun pada sekarang ini,

selalu satu ekor ayam yang dimasak, seekor dayok binatur yang diberikan

misalnya kepada tondong satu, kepada parboruon satu, tidak pernah hanya satu

potong atau satu organ saja. Hanya saja satu ekor dibagi ada berapa jumlah dari

rombongan tondong, demikian juga satu ekor untuk keseluruhan rombongan

parboru.

3.8 Dayok Binatur di Simalungun Atas

Wilayah Simalungun atas yang meliputi Kecamatan Silimakuta, Kecamatan

Purba, Tiga runggu, Saran padang. Masyarakat yang melakukan upacara adat

tetap menyajikan dayok binatur sebagai jenis makanan yang utama dan tentunya

memiliki nilai filosofi yang tinggi bagi suku bangsa Simalungun. Terdapat

perbedaan dan persamaan penyajian dayok binatur di Simalungun atas dengan

Simalungun tengah dan Simalungun bawah. Perbedaannya terletak pada

penyusunan potongan-potongan ayam. Seperti yang dijelaskan oleh informan

bapak Santun Manalu bahwa di Simalungun atas sebagian menyajikan dayok

binatur sebagaimana disajikan seperti di daerah Simalungun tengah dan

Simalungun bawah. Persamaannya yaitu di Simalungun atas juga sama-sama

menyajikan tiga jenis dayok binatur yaitu dayok binatur yang dipanggang, dayok

binatur yang digulai dan dayok binatur yang dilemang. Pengolahannya tentu

berbeda dengan setiap jenis.

Apabila ayam digulai maka tidak menggunakan sikkam ataupun hollat.

Begitu juga dengan ayam yang dilemang, tidak menggunakan darah dan dimasak

di bambu. Makna dari setiap penyajian dayok binatur di upacara adat yang

81

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dilaksanakan memiliki persamaan sebagaimana dilaksanakan masyarakat

Simalungun pada umumnya. Misalnya pada upacara adat marhajabuan atau

perkawinan.

“On ma dayok binatur hubani nassiam anak pakon parumaen


nami. Doma manjalo pamasu-masuon parumahtanggaon nassiam
humbani Tuhan Naibata sai andohar ma songon paratur ni dayok
binatur on paraturni rumah tangga nassiam hulobeia ni ari.”
“Inilah dayok binatur kepada kalian berdua anak dan menantu
kami. Kalian sudah menerima pemberkatan rumah tangga dari
Tuhan, semoga seperti teratur susunan dari ayam inilah keteraturan
kehidupan rumah tangga kalian kedepannya.”
Penyajian dayok binatur memiliki makna agar keluarga baru dari pengantin

menjadi keluarga yang rukun dan harmonis, dengan harapan menjadi keluarga

yang tetap harmonis sampai tua. Jenis dayok binatur yang dilemang digunakan

pada upacara adat parumah parsahapan dan upacara adat kematian sayur matua.

Pada bagian bab iv akan dijelaskan mengenai dayok binatur dalam upacara adat

Simalungun. Informan bapak Santun Manalu mengungkapkan bahwa di Saran

padang (masih termasuk wilayah Simalungun atas) terdapat perbedaan penyajian

dayok binatur. Sebagaimana pada umumnya penyajian atau penyusunan gori

ayam yaitu dimulai dari ulu (kepala), lalu borgok (leher), lalu habong (sayap)

dibuat di bagian samping, lalu bagian organ dalam, punggung dan ekor, di bagian

samping dibuat paha ayam dan ceker. Perbedaannya terletak pada ceker. Pada

masyarakat Simalungun pada umumnya ceker ayam menghadap ke belakang.

Namun, pada masyarakat Simalungun atas masyarakat Saran padang khususnya,

kais-kais atau ceker disusun menghadap kedepan. Penyusunan seperti itu memiliki

makna tersendiri bagi masyarakat di Simalungun atas. Ceker menghadap ke

belakang menggambarkan seekor induk ayam yang memeram telurnya untuk

82

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menetas dan menggambarkan seekor induk ayam yang melindungi anak-anaknya

dari bahaya.

Gambaran seperti itu memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat

Simalungun atas bahwa seorang ibu yang sangat menyayangi anak-anaknya. Rela

berkorban demi terwujudnya impian anak-anaknya. Sebagai wujud gambaran

betapa besar kasih seorang ibu kepada anak-anaknya. Meski memiliki anak-anak

yang banyak seekor induk ayam tetap berusaha melindungi keseluruhan anak-

anaknya dari serangan musuh dan bahaya dengan menggunakan kedua sayapnya.

Pada masyarakat Simalungun atas, jenis dayok binatur yang sering digunakan

yaitu dayok binatur yang digulai. Faktor alasannya yaitu dayok binatur yang

digulai memiliki proses pengolahan yang lebih mudah dan cepat daripada jenis

dayok binatur lainnya. Selain itu, terdapat juga perbedaan penyusunan gori dayok

binatur, seperti yang dijelaskan oleh informan Bapak Santun Manalu dan

informan Bapak Djapaten Purba yaitu di Simalungun atas menggunakan tulang

dada ayam sebagai penyokong kepala ayam pada susunan dayok binatur.

Sementara di daerah Simalungun tengah dan Simalungun bawah, penggunaan

tulang dada ayam hanya pada upacara adat kematian saja. Informan tidak

menjelaskan apa makna dari penggunaan tulang dada tersebut, informan hanya

memberitahukan bahwa seperti itulah yang biasa dilakukan mereka di Simalungun

atas. Tulang dada ayam tidak memiliki lambang dan makna tersendiri bagi mereka

sebagaimana halnya pemahamana di daerah Simalungun tengah.

83

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3.9 Dayok Binatur di Simalungun Tengah

Wilayah Simalungun tengah meliputi Kecamatan Raya, Kelurahan Sondi

raya, Hapoltakan, Raya bayu, Raya usang, Raya tongah. Setiap upacara adat yang

dilakukan di Simalungun tengah tentu wajib menyajikan dayok binatur. Terdapat

tiga jenis pengolahan dayok binatur di Simalungun tengah seperti yang

diungkapkan informan Bapak Sariansen Damanik yaitu jenis dayok binatur yang

digulai, dayok binatur yang dipanggang, dayok binatur yang dilemang.

Penggunaan setiap jenis dayok binatur pun tentu berbeda di setiap upacara adat.

Jika di Simalungun atas jenis dayok binatur yang dominan yaitu dayok binatur

yang digulai, di Simalungun tengah yang dominan yaitu dayok binatur yang

dipanggang. Hal itu diungkapkan oleh informan Bapak Djapaten Purba bahwa

dayok binatur yang dipanggang lebih nikmat dan dayok binatur yang dipanggang

pada umumnya yaitu jenis ayam jantan mirah. Sehingga seseorang yang diberikan

dayok binatur yang dipanggang menggambarkan memiliki rasa penghormatan

yang tinggi kepada seseorang yang menerima dayok binatur yang dipangang.

Memiliki semangat yang tinggi ketika menerima dayok binatur yang

dipangang. Dari segi penampilan juga dayok binatur yang dipanggang lebih

menarik dan lebih mengunggah selera. Hal itu dikarenakan bahwa penyajian

dayok binatur yang dipanggang sering dihiasi dengan telur ayam kampung yang

direbus dan dihiasi dengan irisan bawang merah, irisan jahe, irisan cabai rawit dan

juga dihiasi dengan bunga kembang sepatu warna merah. Penyajian dayok binatur

yang digulai sering disajikan pada upacara adat perkawinan dan upacara adat

kematian. Jenis dayok binatur yang dilemang disajikan pada saat parumah

84

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


parsahapan dan upacara adat kematian sayur matua. Perbedaan yang lain juga

yaitu terletak pada penyusunan gori ayam. Pada Simalungun atas penyusunan

ceker ayam menghadap kedepan sementara di Simalungun tengah ceker ayam

menghadap ke belakang. Pada Simalungun tengah menggunakan tulang dada

hanya pada upacara kematian saja. Tulang dada berbentuk cabang yang

melambangkan tukkod (tongkat) yang melambangkan kesedihan. Sehingga tulang

dada ayam yang dilambangkan sebagai kesedihan hanya dipergunakan pada

upacara adat kematian.

Cabang yang terdapat pada tulang dada ayam dibuat menjadi penyokong

kepala ayam. Apabila upacara adat kematian, penyusunan kepala ayam dibuat di

atas tulang dada sehingga tulang dada ayam menjadi penyokong kepala ayam.

Sehingga masyarakat yang datang dan melihat proses penyusunan dayok binatur

yang seperti itu di daerah Simalungun tengah langsung mengetahui bahwa

upacara adat yang berlangsung yaitu upacara adat kematian. Hal tersebut

dijelaskan oleh informan Bapak Djapaten Purba. Makna dari penyajian dayok

binatur pada setiap upacara adat sama halnya dengan di daerah Simalungun atas

dan di daerah Simalungun bawah. Misalnya pada upacara adat marhajabuan atau

perkawinan.

“On ma dayok binatur hubani nassiam anak pakon parumaen


nami. Doma manjalo pamasu-masuon parumahtanggaon nassiam
humbani Tuhan Naibata sai andohar ma songon paratur ni dayok
binatur on paraturni rumah tangga nassiam hulobeia ni ari.”
“Inilah dayok binatur kepada kalian berdua anak dan menantu
kami. Kalian sudah menerima pemberkatan rumah tangga dari
Tuhan, semoga seperti teratur susunan dari ayam inilah keteraturan
kehidupan rumah tangga kalian kedepannya.”

85

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Penyajian dayok binatur memiliki makna agar keluarga baru dari

pengantin menjadi keluarga yang rukun dan harmonis, dengan harapan menjadi

keluarga yang tetap harmonis sampai tua. Penggunaan dayok binatur pada

upacara adat akan dipaparkan pada bagian bab berikutnya.

3.10 Dayok Binatur di Simalungun Bawah

Wilayah Simalungun bawah meliputi Sindar raya, Raya kahean, Silou

kahean. Sama halnya dengan daerah Simalungun pada umumnya, di Simalungun

bawah juga menggunakan dayok binatur di setiap upacara adat yang dilakukan.

Terdapat tiga jenis pengolahan dayok binatur sama seperti di daerah Simalungun

atas dan di daerah Simalungun tengah, yakni dayok binatur yang dipanggang,

dayok binatur yang digulai dan dayok binatur yang dilemang. Masyarakat

Simalungun bawah lebih dominan menggunakan dayok binatur yang digulai.

Terdapat perbedaan dipenyajian dayok binatur yang digulai pada masyarakat

Simalugun bawah, seperti yang diungkapkan oleh informan Bapak Jalesman

Saragih bahwa di Simalungun bawah dayok binatur yang digulai menggunakan

ampas parutan kelapa. Berbeda dengan dayok binatur yang digulai di daerah

Simalungun atas dan Simalungun tengah.

Jika di Simalungun atas dan Simalungun tengah dayok binatur yang digulai

hanya menggunakan santan kelapa saja, namun di Simalungun bawah ampas dari

kelapa yang diparut juga dimasukkan tanpa digonseng dan dihaluskan. Informan

Bapak Jansehat Saragih tidak menyebutnya pengunaan dari ampas kelapa parut

pada dayok binatur yang digulai. Sementara dayok binatur yang dipanggang dan

dayok binatur yang dilemang hanya digunakan pada upacara adat tertentu. Sama

86

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


halnya dengan Simalungun atas dan Simalungun tengah pada umumnya, dayok

binatur yang dilemang disajikan pada saat upacara adat parumah parsahapan dan

upacara adat kematian sayur matua saja. Penggunaan tulang dada pada

masyarakat Simalungun bawah sama halnya dengan masyarakat di Simalungun

atas. Tulang dada ayam tetap digunakan pada setiap penyajian dayok binatur baik

upacara adat kematian maupun upacara adat perkawinan dan syukuran lainnya.

Penyusunan gori dayok binatur lainnya sama halnya dengan masyarakat

Simalungun pada umumnya. Demikian juga makna dari setiap penyampaian

dayok binatur pada upacara adat sama maknanya dengan masyarakat Simalungun

pada umumnya baik yang di Simalungun atas, Simalungun tengah dan

Simalungun bawah, demikian juga halnya dengan masyarakat Simalungun yang

menganut agama Kristen dan masyarakat Simalungun yang menganut agama

Islam, makna dari penyajian dayok binatur di upacara adat sama saja dan akan

dipaparkan pada bab berikutnya. Misalnya pada upacara adat marhajabuan atau

perkawinan.

“On ma dayok binatur hubani nassiam anak pakon parumaen


nami. Doma manjalo pamasu-masuon parumahtanggaon nassiam
humbani Tuhan Naibata sai andohar ma songon paratur ni dayok
binatur on paraturni rumah tangga nassiam hulobeia ni ari.”
“Inilah dayok binatur kepada kalian berdua anak dan menantu
kami. Kalian sudah menerima pemberkatan rumah tangga dari
Tuhan, semoga seperti teratur susunan dari ayam inilah keteraturan
kehidupan rumah tangga kalian kedepannya.”
Penyajian dayok binatur memiliki makna agar keluarga baru dari

pengantin menjadi keluarga yang rukun dan harmonis, dengan harapan menjadi

keluarga yang tetap harmonis sampai tua. Misalnya untuk upacara adat kematian,

penyajian dayok binatur sebagai simbol yang memiliki makna sebagai bentuk

87

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


penghiburan terhadap keluarga yang kehilangan. Untuk upacara adat perkawinan

juga memiliki makna yang sama dimana diharapkan agar keluarga baru pengantin

menjadi keluarga yang tetap harmonis dan menjadi keluarga yang dapat ditiru di

tengah masyarakat.

3.11 Makna dan Simbol

Dalam pengolahan dayok binatur, setiap organ itu dipisah dan disusun

kembali dengan teratur sebagai mana layaknya seperti hidup. Mulai dari kepala,

leher, sayap, kaki, paha, ceker, punggung, ekor. Setiap potongan organ memiliki

simbol dalam masyarakat Simalungun. Kepala dilambangkan sebagai pemimpin,

sumber kecerdasan, leher sebagai penopang, sayap dilambangkan sebagai

melangkah jauh, penyelamat untuk melindungi diri dari musuh, juga

dilambangkan bakalan menjadi orang yang merantau jauh. Kaki, paha

dilambangkan sebagai suka berjalan-jalan dan kuat menjadi rejeki, mencari

nafkah. Organ dalam dilambangkan sebagai simbol pertimbangan dalam

mengambil keputusan. Punggung dilambangkan sebagai simbol tulang punggung

yang kuat untuk menopang.

Makna yang menunjukkan arti adalah suatu istilah sejauh dihubungkan

dengan konsep lain. Makna intensional yakni makna yang dimaksud oleh pemakai

lambang. Menurut Maksud referent adalah segala sesuatu, objek, fakta, kualitas,

pengalaman, denotasi, peristiwa, designatum, benda-benda. Dimaksud konsep

adalah konotasi, ide, pikiran, respon, psikologis. Sedangkan simbol berupa kata

atau gambar yang harus diartikan. Bilamana sebuah simbol diungkapkan, maka

muncullah makna. Simbol adalah tanda kehadiran yang absolut yang luar biasa.

88

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Adapun simbol dalam peradaban modern, selalu mengacu kepada makna, konsep

dan pengalaman.

Simbol Kesatuan sebuah kelompok dengan semua nilai budayanya,

diungkapkan dengan menggunakan simbol. Simbol berasal dari kata kerja

dasarnya symbollein dalam bahasa Yunani berarti mencocokkan, kedua bagian

yang dicocokkan disebut symbola. Sebuah simbol pada mulanya adalah sebuah

benda, sebuah tanda, atau sebuah kata, yang digunakan untuk saling mengenali

dan dengan arti yang sudah dipahami. Simbol merupakan sebuah pusat perhatian

yang tertentu, sebuah sarana komunikasi dan landasan pemahaman bersama.

Setiap pengolahan hingga kepada penyusunan dayok binatur memiliki

makna. Penyusunan dan penyajiannya dalam upacara adat berupa simbol yang

memiliki makna bagi masyarakat Simalungun. Mulai dari sejarah hingga

penyajian dalam dayok binatur dalam upacara adat Simalungun. Mulai dari

pemilihan dayok (ayam) sebagai binatang yang digunakan sebagai makanan adat

dalam upacara adat Simalungun yakni memiliki makna bagi masyarakat

Simalungun. Ada makna yang dapat diteladani masyarakat Simalungun yakni

dimana ayam merupakan binatang yang disiplin dan taat terhadap waktu, ada juga

makna yang dapat ditiru oleh masyarakat Simalungun yaitu ayam merupakan

binatang yang peduli akan waktu dan kasih sayangnya terhadap anak sebagai

induk ayam dapat ditiru dan memiliki makna bagi masyarakat Simalungun.

Setelah itu terdapat simbol-simbol penyajian dayok binatur yang memiliki

makna tersendiri dan makna yang sudah diterima oleh masyarakat Simalungun.

Pada penyajian dayok binatur yang dilemang pada foto 12 dan foto 13 pada

89

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


halaman sebelumnya pada simbol daun pisang sebagai penutup bambu tempat

dayok binatur memiliki makna bagi masyarakat Simalungun dalam upacara adat.

Pada foto 12 terdapat bentuk daun pisang hanya dilipat saja sementara di foto 13

terdapat bentuk daun pisang dibagi-bagi dan dipisah-pisah. Bentuk daun pisang

yang demikian menjadi simbol bagi masyarakat Simalungun yang memiliki

makna dimana pada foto 12 bentuk daun pisang memiliki makna bersedih,

tunduk, pilu, kesedihan. Sehingga bentuk daun pisang seperti itu pada penyajian

dayok binatur hanya digunakan pada upacara adat kematian ataupun dukacita.

Memiliki makna kesedihan, kehilangan. Sementara pada foto 13 memiliki simbol

daun pisang yang diurai dan dipisah, memiliki makna bergembira, ceria dan

ramai. Bentuk simbol daun pisang seperti itu digunakan pada penyajian dayok

binatur pada upacara adat marhajabuan ataupun perkawinan. Simbol daun pisang

yang diurai, meriah dan bahagia memiliki makna bersukacita bagi masyarakat

Simalungun.

Terdapat juga makna dalam berbagai simbol dalam penyusunan dayok

binatur yang digulai dan dayok binatur yang dipanggang. Pada penyusunan gori

pada dayok binatur yang digulai maupun yang dipanggang, kepala ayam

menghadap ke depan dan posisi kepala di depan. Kepala merupakan simbol yang

memiliki makna bahwa masyarakat Simalungun memiliki rasa hormat dan sikap

sopan santun dan rendah hati. Ceker ayam pada masyarakat Simalungun atas

merupakan simbol yang memiliki makna seekor ayam yang merangkul semua

anaknya ketika datang musuh, melindungi anaknya dari kedatangan musuh.

Simbol ceker ayam menghadap ke depan digambarkan makna seorang ibu yang

90

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


peduli dan kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya tanpa ada perbedaan kasih

sayang.

Penyajian dayok binatur dalam upacara adat baik dalam syukuran dalam

kehidupan masyarakat Simalungun merupakan simbol doa dan harapan. Simbol

dalam penyusunan dayok binatur memiliki makna tersendiri bagi masyarakat

Simalungun. Simbol yang dimaksud yaitu yang terlihat oleh mata berupa benda

dan makna yang terkandung dalam simbol tersebut yaitu makna yang telah

disetujui oleh komunitas masyarakat tertentu. Seperti dayok binatur yang

dijadikan sebagai simbol doa dan harapan dalam upacara adat Simalungun tentu

memiliki makna yang telah diterima dan disepakati oleh masyarakat Simalungun.

91

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB IV
DAYOK BINATUR DALAM UPACARA ADAT SIMALUNGUN

4.1. Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Parhorasan

Foto 27. Mambere parhorasan (memberikan makanan)

Sumber: Lina Sumbayak 2020

Keluarga bapak Enro purba melakukan upacara adat parhorasan. Istri dari

bapak Enro purba yaitu ibu Lina saragih sedang hamil anak pertama berusia tujuh

bulan.

92

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 28. Mamboras tenger (memberikan beras)

Sumber : Lina Sumbayak 2020

Sewaktu seorang wanita mengandung kehamilan pertama kira-kira dua

bulan lagi mau melahirkan, maka ia akan diberi makanan oleh orangtuanya

disebutlah namanya parhorasan. Ketika si bayi masih di dalam kandungan ibu

nya, datanglah orangtua dari ibu nya membawa parhorasan kepada anak dan

menantu mereka atau si anak dan menantu datang kerumah orangtua dari

perempuan. Di Jawa disebut kenduri 7 bulanan. Contoh upacara adat yang

dilakukan pada foto di atas yaitu pada saat upacara adat parhorasan. Setelah

diberikan dayok binatur, maka si ibu dari calon bayi, atau si ibu yang sedang

hamil pertama diberikan beras oleh orangtuanya dan diletakkan di atas kepala ibu

yang sedang hamil. Masyarakat di Simalungun menyebutnya boras tenger, agar

tidak lemah menjelang masa melahirkan dan selamat pada saat proses persalinan.

93

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Upacara adat yang di foto di atas dilakukan di Kecamatan Purba, Kabupaten

Simalungun. Secara umum di Simalungun si wanita yang tengah hamil pertama

datang kerumah orang tuanya beserta suami dan mertuanya membawa satu dayok

binatur, kedatangan mereka disebut mangalop parhorasan. Lalu diberikan kepada

orang tuanya dan ditemani oleh suami dan mertuanya (manurduk). Kalimat yang

disampaikan :

“Onma sipanganon inang, bapa, pangan nassiam ma, ondo na boi


tarbahen hanami, malas ma uhur nasiam, tonggohon nassiam
au/parmaen on ase sehat-sehat au/ia.”
“Inilah makanan ibu, bapak, kalian makanlah. Ini saja yang bisa
kami perbuat, bersukacitalah kalian. Doakan aku dan menantumu
agar sehat-sehat aku dan dia”.
Setelah itu orangtua dari si wanita juga diberikan nasi dan dayok binatur serta

hiou oleh orangtuanya dan hiou yang diberikan langsung dilebarkan pada mereka

berdua. Kalimat ucapan yang disampaikan :

“Tarima kasih ma, malas tumang uhur nami. On ma sipanganon


bennima, dear pangan nassiam sai sehat-sehat, torkis ho
borungku, ulang gobir uhurmu sai ibere Tuhan ma hasehaton,
parhorason bam.
“Terima kasih, kami sangat senang. Inilah makanan yang kami
sampaikan kepada kalian. Kalian makan dan sehat-sehat lah
engkau putriku, jangan takut dan jangan ragu, semoga Tuhan
memberikan kekuatan dan keberhasilan kepadamu.”
Lalu mereka makan bersama. Artinya itu orang tua memberikan dayok binatur

kepada putrinya ketika kehamilan pertama putrinya sebelum melahirkan. Dengan

harapan agar putrinya dikuatkan dan sehat sampai melahirkan nantinya dan sehat

juga bayinya. Diberikan makan agar putrinya kuat pada saat melahirkan.

94

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.2 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Marhajabuan (Perkawinan)

Foto 29. Memberikan dayok binatur pada upacara adat perkawinan

Sumber: Antriyani Saragih 2020

Foto di atas diabadikan pada saat upacara adat perkawinan dari Frandi Saragih

dengan Dessy Damanik di desa Dolog Kasian, Kecamatan Raya, Kabupaten

Simalungun. Dalam buku “Adatni Simalungun” yang disusun oleh Presidium

Partuha Maujana Simalungun cetakan III 2014, dijelaskan beberapa langkah-

langkah yang penting diperhatikan sebelum melakukan upacara adat perkawinan:

1. Parpadanan ni naposo : seorang pemuda laki-laki dan seorang perempuan

dimana mereka sudah saling menyukai dan ada rencana untuk suatu ikatan

menjalin sutau hubungan.

2. Mambere goloman : memberikan suatu tanda bukti dari adanya perjanjian

mereka berdua.

Pihak laki-laki yaitu anak boru jabu dari keluarga laki-laki yang akan menjadi

teman dari laki-laki menemui si perempuan. Mambere goloman dilakukan tidak di

95

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


rumah perempuan. Bisa saja di rumah laki-laki. Beberapa yang diberikan pihak

laki-laki kepada si perempuan. Pertama dilakukan yaitu (manurduk) memberikan

daun sirih kepada si perempuan yang diberikan anak boru jabu dari laki-laki.

Beberapa peralatan dari orang tua laki-laki seperti pisau dan telenan yang

dibungkus dengan salah satu pakain adat laki-laki Simalungun yaitu gotong.

Kalimat yang disampaikan anak boru jabu kepada perempuan:

“Aima da botou, ijon hu padas do bamu ugasni atturang appa


tulang, tanda jotih ni padan nassiam na ra do ham hape
mangkaholongi ambia on. Ibagas on do homa sada pisou badik
pakon sada sangkalan, sai ulang be dong padan na simbei hanjon
hu atas.”
“Inilah kusampaikan padamu peralatan dari orang tua laki-laki
tersebut, bukti dari ketulusan janji kalian berdua, semoga tidak ada
lagi janji yang lain kedepannya.”
Sementara perempuan juga memberikan daun sirih dan sarung kepada laki-laki
sambil mengucapkan :

“On ma hiou mu botou tanda tongonni uhurhu hu bamu”.


“Inilah sarungmu tanda ketulusan hatiku padamu”.
Maka dari merea berdua akan dibatasi lah pergaulan antara sesama muda-mudi

bahwasanya mereka sudah ada ikatan janji berdua yang tidak bisa diingkari.

3. Horja paima pajabu/parumah/patampei parsahapan : upacara adat yang

dilakukan sebelum melakukan parumah parsahapan. Kira-kira tiga hari sebelum

parumah parsahapan, tugas dari paranak yaitu:

Anak boru jabu dari laki-laki beserta dengan calon pengantin laki-laki berangkat

kerumah anak boru jabu perempuan dan membawa makanan yaitu: nasi dan satu

dayok binatur. Tujuannya : untuk meminta nasihat, saran mengenai apa yang akan

dipersiapkan untuk diberikan kepada tondong yaitu keluarga pihak perempuan

pada saat parumah parsahapan nanti.

96

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Mempersiapkan tombuan lengkap dengan isinya, daun sirih, daging penambah

lauk makan, daging sebagai menambah lauk si empat kaki biasanya babi.

Mengundang rombongan seperti: bapa tua, anak boru jabu, anak boru sanina,

sanina, sijujung tombuan.

Membawa makanan untuk memberitahukan kepada saudara laki-laki dari ibu

(tulang) calon pengantin laki-laki. Atau disebut dengan mangalop bona boli.

Memberitahukan bahwasanya ada perjanjian antara laki-laki tersebut dengan

perempuan lain. Mereka yang ikut pada saat mangalop bona boli kerumah tulang-

nya yaitu orang tua laki-laki, anak boru jabu mereka dan si laki-laki. Orang tua

dari laki-laki memberikan dayok binatur pada tulang dari laki-laki dan

mengucapkan:

“Malas ma uhur nasiam ondo na tarbahen pangindoan nami malas


ma uhur nasiam. Roh hanami hujon na laho marhajabuan
panogolan nassiam.”
“Dengan hati yang bersuka cita kami datang kesini, kita sama-sama
bersuka cita dimana kedatangan kami kesini ingin menyampaikan
bahwasanya anak kami mau menikah”.
Maka tondong/tulang dari laki-laki yang baru saja menerima dayok binatur

biasanya juga memberikan dayok binatur pada laki-laki si calon pengantin dan

juga orang tua dari laki-laki sebagai parboruon mereka. Lalu ketika selesai

makan, orang tua dari laki-laki memberikan daun sirih di atas piring beserta uang

dan memberikan kepada tondong-nya. Disampaikan dengan menyampaikan boru

apa yang akan dijadikan laki-laki tersebut jadi istrinya sekaligus mengundang

untuk pesta pernikahan. Lalu dibalas tondong/tulang-nya dengan memberikan

uang dan mengucapkan :

97

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Boru na ialop mai doskon boru ku do ai, anggo lang soppat
hanami hujai ningon roh do hanima hujon tapang ase hu
boruhon.” (siboanon: dayok binatur)
“Perempuan yang akan kau jadikan istrimu itu sama dengan
putriku juga. Apabila tidak sempat kami datang kesana maka kalian
harus datang kesini agar kujadikan putriku. (membawa makanan
dayok binatur).
Tugas parboru yaitu:

Menyediakan dua dayok binatur yang digulai dan daun sirih.

Memberitahukan kepada sanak saudara mereka agar datang pada waktu yang telah

ditentukan parumah parsahapan : tondong pamupus (saudara laki-laki dari ibu si

perempuan), bapa tua, sanina, anak boru mintori, oppung, tetangga rumah,

penatua di kampung, pengurus di gereja.

4. Pajabu/parumah/patampei parsahapan: upacara adat ini dilakukan di

rumah orang tua dari calon pengantin perempuan. Ketika keluarga dan

rombongan pihak laki-laki tiba di depan halaman rumah keluarga perempuan,

maka anak boru jabu dari perempuan mulailah mempersiapkan dan mengatur

tata letak duduk dari tuan rumah.

Ketika rombongan paranak tiba di depan pintu, maka datanglah anak boru

jabu perempuan dan mengambil apa-apa saja yang dibawa mereka sambil

bersalaman semuanya. Lalu mengamankannya, biasanya yang dibawa oleh

paranak yaitu tombuan beserta isinya, nasi, daging (panrappahi) penambah lauk

makan. Tamu dari pihak rombongan keluarga laki-laki yang baru datang

ditempatkan posisi duduknya di talaga. Tombuan yang dibawa mereka dibuat di

depan paranak. Setelah itu memberikan sirih dari anak boru jabu paranak

kepada orang tua perempuan dan kepada seluruh keluarga pihak perempuan.

98

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Lalu secara bergantian anak boru jabu dari pihak parboru menyampaikan daun

sirih.

Makna dari penyampaian daun sirih artinya sirih untuk menyapa dan untuk

memberitahukan maksud dari kedatangan mereka, dimana bahwasanya telah ada

perjanjian antara putra dan putri mereka dan mereka ingin membicarakan soal

persiapan perkawinan anak dari kedua belah pihak. Selain itu juga yang dibahas

pada upacara adat ini yaitu: tanggal pelaksanaan pesta perkawinan, jumlah

(partadingan) mahar yang diberikan kepada pihak si perempuan, berapa jumlah

tamu undangan yang akan ditanggung oleh pihak paranak, karena upacara adat

perkawinan biasanya dilakukan di rumah/di kampung halaman laki-laki dan

yang menanggung biaya perkawinan yaitu pihak keluarga laki-laki. Pada saat itu

juga terjadilah transaksi antara kedua belah pihak melalui anak boru jabu

masing-masing mereka. Ketika telah disepakati jumlah mahar, barulah

menyerahkan makanan yang dibawa oleh pihak paranak kepada pihak parboru

yaitu tombuan yang dibawa dan nasi, daging hewan berkaki empat yaitu babi

dan sayur serta daging.

Penyerahan makanan yang dilakukan oleh pihak paranak yaitu tombuan

yang dibawa beserta pengiringnya dan diberikan kedepan pihak parboru. Dayok

binatur yang ada dalam bambu dibuat dalam piring kaca dan diberikan kepada

orang tua laki-laki dari si calon pengantin perempuan, lalu dayok binatur yang

dalam piring kaca diberikan kepada ibu dari si calon pengantin perempuan. Lalu

pihak orang tua dari perempuan juga menyuruh anak boru jabu-nya mengambil

makanan dayok binatur yang telah mereka sediakan lalu diberikan kepada orang

99

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tua dari laki-laki. Dayok binatur yang disediakan pihak perempuan ada dua, satu

kepada orang tua laki-laki dan satu lagi kepada parboruon dari pihak laki-laki.

Pada saat itu semua anak boru jabu dari pihak perempuan sibuk melayani

tamu undangan dan rombongan keluarga laki-laki untuk menyediakan makanan

mereka karena waktunya akan makan bersama. Sebagian menyediakan dan

meladeni untuk makanan tamu undangan sebagian menyediakan daging hewan

yang berkaki empat yang dibawa pihak laki-laki lalu dibagikan kepada kerabat-

kerabat terdekat pihak perempuan. Karena yang dibawa pihak laki-laki daging

yang berkaki empat. Dayok binatur diberikan kepada orang tua dari perempuan,

sementara daging penambah lauk yaitu daging hewan berkaki empat diberikan

kepada tondong pamupus dan bapatua serta beberapa pihak yang patut

menerimanya seperti penatua adat di kampung tersebut. Ketika sudah selesai

dibagi, maka waktunya untuk makan bersama. Sebelum makan mereka

membicarakan mahar dari si perempuan dan selesai makan membicarakan berapa

jumlah sarung yang disediakan oleh pihak laki-laki pada saat pesta perkawinan

anak dari kedua belah pihak tersebut; kapan dikabarkan diumumkan di gereja dan

berapa jumlah undangan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan pesta

perkawinan.

5.Manggong : empat hari sebelum makanan panggong (sebuah makanan yang

diberikan kepada pihak perempuan). Pihak yang mengikutinya yaitu bapa tua,

anak boru jabu beserta satu perempuan yang membawa tapongan. Makanan yang

dibawa oleh pihak laki-laki yaitu satu tombuan, satu dayok binatur yang digulai

beserta nasi.

100

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tapi pada sekarang ini, manggong dan maralop sudah tidak ada lagi dilaksanakan

di waktu yang berbeda-beda. Maralop dilakukan pada saat melakukan parumah

parsahapan. Untuk menghemat waktu dan biaya maka memberikan partadingan

(mahar) dilakukan pada saat parumah parsahapan.

6. Persiapan pihak perempuan dan pihak laki-laki menjelang pesta perkawinan:

pihak perempuan yaitu: perempuan itu sendiri pamit/permisi kepada kerabat

terdekatnya seperti bapa tua, bapa anggi, tulang serta sanak saudara yang patut

disuruh orang tuanya untuk didatangi sebagai ucapan pamitan dari putri mereka.

Setelah itu mengundang sanak saudara, mempersiapkan kain yang diperlukan

dan makanan serta rombongan mereka. Karena acara pesta perkawinan

dilaksanakan dirumah/kampung laki-laki, maka yang perlu dipersiapkan pihak

laki-laki yaitu: mengundang keluarga terdekat mereka, membicarakan tentang

keperluan dan perencanaan pada saat pesta pernikahan baik itu dari segi biaya,

setelah itu dibuatlah tonggo raja (membuat suatu musyawarah satu kampung,

serikat arisan) di rumah laki-laki. Pada saat ini membicarakan pembagian tugas-

tugas kepada satu kampung mengenai keperluan untuk pelaksanaan pesta

pernikahan yang akan diselenggarakan. Lalu mencetak undangan dan

mengundang semua keluarga dan kerabat; menyediakan kain dan pakaian yang

akan dipergunakan dalam upacara adat perkawinan. Acara makan bersama pada

pesta perkawinan dan penyajian dayok binatur : sebelum makan bersama, anak

boru jabu dari setiap pihak perempuan dan pihak laki-laki memberikan

panganan baggal kepada hasuhuton, bapatua, tondong jabu, anak boru jabu,

101

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tondong pamupus, tondong bona, tondong ni tondong, tondong mata ni ari, anak

boru sanina.

Ketika kedua pengantin beserta keluarga telah pulang pemberkatan di

gereja, maka dipersiapkan oleh petugas tempat duduk, dan segala keperluan untuk

adat istiadat. Ketika telah tiba di halaman rumah atau sebelum tiba dalam gedung

pesta, kedua pengantin dipakaikan gotong dan bulang. Lalu dipakaikan juga hiou

kepada pengantin laki-laki dan hiou kepada pengantin perempuan. Ketika mereka

sudah masing-masing berpakaian adat, maka diperbolehkan duduk di pelaminan

yang telah disiapkan, lalu diberikan beras oleh orang tua mereka atau di

Simalungun disebut boras tenger artinya agar meneguhkan dan menguatkan hati

dan kehidupan mereka dalam memulai keluarga baru. Sebelum makan siang

bersama, mereka terlebih dulu diberikan dayok binatur oleh orang tua dan sibiak

tutur pada saat itu. Orang tua laki-laki memberikan dayok binatur yang

dipanggang dan khusus dibuatkan untuk pengantin. Pada saat penyampaian dayok

binatur kedua orangtua sebagai si pemberi dan kedua pengantin sebagai si

penerima memegang piring kaca (pinggan), pada saat itu juga orang tua

menyampaikan pesan, harapan dan doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan agar

rumah tangga mereka diberkati. Ketika sudah selesai, barulah pinggannya

diturunkan lalu diletakkan di hadapan mereka yaitu pengantin. Setelah orangtua

pengantin laki-laki dilanjut oleh orangtua pengantin perempuan. Lalu dilanjut oleh

sanina, tondong dan boru. Setiap yang menyampaikan juga mendapatkan dayok

binatur yang telah disediakan oleh tuan rumah yaitu pihak laki-laki. Kalimat yang

biasa di ucapkan pada saat menyampaikan dayok binatur pada pengantin yaitu:

102

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“On ma dayok binatur hubani nassiam anak pakon parumaen
nami. Doma manjalo pamasu-masuon parumah tanggaon nassiam
humbani Tuhan Naibata sai andohar ma songon paratur ni dayok
binatur on paraturni rumah tangga nassiam hulobeia ni ari.”
“Inilah dayok binatur kepada kalian berdua anak dan menantu
kami. Kalian sudah menerima pemberkatan rumah tangga dari
Tuhan, semoga seperti teratur susunan dari ayam inilah keteraturan
kehidupan rumah tangga kalian kedepannya.”

Namun maknanya hampir sama yaitu agar kedua pengantin semakin dewasa,

sudah memiliki keluarga dan rumah tangga, sehingga tidak sama lagi kehidupan

sewaktu masih lajang dengan yang sudah menikah. Seorang istri akan mematuhi

dan hormat kepada suaminya, dan seorang suami akan bertangungjawab kepada

istrinya. Semoga menjadi keluarga yang disukai sesama manusia dan keluarga

yang takut akan Tuhan. Semoga menjadi keluarga yang langgeng hingga memiliki

anak dan cucu di kemudian hari.

4.3 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Kematian

Ada beberapa jenis kematian pada masyarakat di Simalungun :

1. Mati melahirkan. Meninggal pada saat melahirkan, ibu-nya yang selamat

sementara anaknya meninggal. Tidak sempat lahir dan hidup di dunia. Maka

disebut mati menerus. Acara agama dilaksanakan dalam acara seperti ini. Tapi

kalau di penguburan tergantung pada situasi bisa saja hanya oran tua dan keluarga

terdekat. Anak yang meninggal seperti ini dikuburkan di dekat rumah orang

tuanya. Acara penghiburan dilakukan oleh keluarga terdekat seperti tondong jabu/

pamupus dari yang meninggal dan penghiburan dilakukan berupa memberikan

dayok binatur kepada orang tua atau keluarga yang kehilangan si anak. Makna

dari pemberian dayok binatur yaitu penghiburan agar si orangtua tidak larut dalam

103

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


kesedihan lagi, pertanda bahwa yang memberikan dayok binatur tadi juga ikut

merasakan kehilangan atas kepergian dari si anak.

2. Mati anak-anak, yaitu sampai usia 12 tahun.

3. Mati remaja, usia 12 tahun sampai 17 tahun.

4. Mati gadis atau sudah menuju dewasa, yaitu usia 17 tahun sampai belum

menikah.

5. Mati tua/matalpok yaitu mati ketika sudah menikah dan belum memiliki

keturunan.

6. Mati sari matua yaitu mati pada saat anaknya belum menikah semua dan sudah

memiliki cucu dari anak laki-laki.

7. Mati sayur matua yaitu mati ketika semua anaknya sudah menikah dan sudah

memiliki cucu dari anaknya baik itu cucu dari anak laki-laki dan cucu dari anak

perempuan.

8. Mati layur martuah yaitu mati pada saat sudah memiliki cucu dari semua anak

dan semua keturunannya tidak ada yang mendahului kepergiannya (meninggal

duluan daripada dirinya)

Pada upacara adat kematian mati anak-anak, mati remaja dan mati menuju

dewasa sebelum memiliki rumah tangga, adat yang dilaksanakan yaitu

memberitahukan kepada tulang-nya, memberitahukan kepada kerabat terdekat

sanina, tondong boru. Sebelum penguburan dibacakan riwayat hidup, acara

agama lalu penguburan. Lalu masuk pada acara penghiburan yaitu pada saat

penghiburanlah dayok binatur diberikan oleh tondong pamupus dari orang yang

104

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


meninggal dunia. Pemberian dayok binatur sebagai simbol untuk menghibur

keluarga yang ditinggal, agar tidak larut dalam kesedihan.

Pada upacara adat kematian Simalungun sangat jarang menggunakan

penyajian dayok binatur. Pada kematian sayur matua barulah menyajikan dayok

binatur, itupun pada malam harinya setelah jasadnya dimakamkan. Sayur matua

artinya seseorang yang meninggal dan sudah memiliki cucu dari anak laki-laki

dan anak perempuan, semua anaknya sudah menikah, tidak ada lagi

tanggungannya. Pada upacara adat kematian di Simalungun khususnya umat

beragama Kristen Protestan, tuan rumah menyediakan makanan bagi orang yang

datang untuk melayat. Makanan yang disedikan pada umumnya yaitu untuk

makan siang pada hari penguburan yaitu nasi, daging babi, sayur, sop, daging

ayam. Sementara bagi masyarakat di Simalungun yang menganut agama Islam,

mereka juga menyediakan makanan tapi sekadarnya saja, karena yang makan

paling masyarakat atau saudaranya yang non muslim. Namun apabila sesama

muslim, mereka tidak mau makan pada kemalangan sesama muslim. Pada upacara

adat kematian Simalungun yang memiliki agama Islam tidak ada menyediakan

dayok binatur seperti yang diucapkan oleh bapak Sonam sebagai informan. Beliau

seorang tokoh adat dan menganut agama Islam.

“Bani na matei lang adong pala isediahon dayok binatur. Halani


dong do hukum bani Islam aima ulang isussahi halang na
marpusok ni uhur. Pori itagang pe seng dong holi na mangakkon.
Anggo na agama kristen pakon na legan ai itanggung do ai. Halani
anggo somalni girah do ikubur sadari ni ai.”
“Pada acara kematian Islam tidak ada menyajikan dayok binatur.
Karena ada hukum bagi Islam untuk tidak membebani orang yang
sedang berduka atau dalam kemalangan. Tapi bagi saudara atau

105

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


keluarga yang datang untuk melayat tetap ditanggung. Pada
umumnya cepat dikebumikan jasadnya.

Foto 30. Upacara adat pada kematian sayur matua

Sumber: Antriyani Saragih 2020

Foto di atas merupakan foto pada saat upacara adat mangari-ari pada saat

kematian oppung Restianna Purba, di Dolog Kasian, Kecamatan Raya, Kabupaten

Simalungun. Tondong memberikan dayok binatur kepada hasuhuton atau tuan

rumah sebagai bentuk penghiburan.

Pelaksanaan pada upacara adat kematian bagi masyarakat yang menganut

agama Kristen Protestan dilakukan penyajian dayok binatur. Pelaksanaannya

dilakukan pada malam hari setelah penguburan. Pada umumnya pada kematian

sayur matua. Pada siang hari sebelum dimakamkan, makanan yang disediakan

hanya seala kadar makan siang yaitu daging babi pada umumnya. Pelaksanaan

pada malam harinya disebut mangari-ari. Mangari-ari yaitu suatu upacara adat

dalam masyarakat Simalungun dengan tujuan memberikan penghiburan kepada

keluarga yang baru saja kehilangan. Pemberian dayok binatur merupakan suatu

penghormatan dan suatu simbol penghiburan kepada keluarga. Pengolahan dayok

106

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


binatur dilakukan oleh parboruon dari hasuhuton. Dayok binatur dimasak pada

saat jenazah diantar ke kuburan. Sehingga sebagian keluarga yang bertugas yaitu

parboruon tinggal di rumah dan membuat dayok binatur untuk disajikan pada saat

mangari-ari pada saat nanti setelah makan malam. Jenis dayok binatur yang

digunakan yaitu dayok binatur yang digulai.

Ketika hendak mau makan malam sekitar pukul 20.00 malam, semua

keluarga dan kerabat terdekat berkumpul di rumah kediaman yang meninggal

dunia. Pada saat itulah semua anak-anak, menantu, serta sanina, tondong dan

boru serta penatua kampung. Pertama-tama diatur terlebih dulu tata cara letak

duduk. Pihak keluarga anak dari yang meningal beserta menantu dan sanina

duduk sejajar satu baris dan tondong mereka duduk berhadapan dengan hasuhuton

anak-anak, menantu dan sanina tadi. Sementara parboruon duduk sebelah dapur

karena mereka yang akan menyajikan makan untuk makan bersama serta

keperluan untuk upacara adat mangari-ari seperti jeruk purut, tissue, mangkuk

berisi air. Hal yang unik pada saat itu yaitu terletak pada saat mangari-ari.

Tondong melepaskan kain porsa pada laki-laki yang ada di rumah itu dan

melepaskan bulang juga pada ibu-ibu yang sudah menikah pada rumah itu. Lalu

membasuh wajah serta meminum air dari jeruk purut yang terdapat dalam

mangkok yang disediakan. Pertama tondong membuka porsa dan bulang mereka

masing-masing. Lalu membuka porsa dan bulang yang masih dipakai oleh setiap

keluarga yang ada di rumah itu. Maknanya yaitu untuk melepas tanda kesedihan.

Setelah itu barulah meminum dan membasuh wajahnya sendiri dengan jeruk

purut.

107

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Terdapat dua mangkok yang disediakan, satu untuk diminum dan satu lagi

untuk membasuh wajah. Setelah itu barulah membasuh dan memberi minum air

dari jeruk purut kepada keluarga yang ada di rumah itu. Laki-laki terlebih dahulu

melakukannya, lalu setelah itu perempuan yang membasuh dan meminum. Ketika

semua sudah selesai maka parboruon mengisi nasi dalam piring beserta lauk

pauknya yaitu daging babi yang dimasak serta sop nya. Serta membagikan

minuman dan cuci tangan. Pada saat makanan dibagi kepada masing-masing

orang yang datang, diberikan dayok binatur/pada saat itu dilakukan manurduk

dayok binatur. Pertama yang memberikan yaitu pihak tondong kepada anak dari

yang meninggal atau kepada tuan rumah (hasuhuton). Setelah itu diberikan juga

dayok binatur kepada sanina dari hasuhuton. Lalu diberikan kepada parboruon

dari hasuhuton. Sehingga jumlah dayok binatur yang disediakan oleh hasuhuton

berjumlah banyak, setiap kerabat kebagian semuanya. Ketika tondong sudah

selesai memberikan dayok binatur, maka gantian lagi yaitu pihak hasuhuton

yang memberikan dayok binatur kepada tondong. Jumlah dayok binatur yang

disediakan oleh hasuhuton tergantung dari jumlah setiap kerabat, misalnya

parboruon terdiri dari dua dan sanina serta tondong. Kalimat yang disampaikan

oleh tondong yaitu:

“On ma dayok binatur bani nassiam, ulang be pusokan uhur. Sai


sehat-sehat ma hita na i tadingkon.”
“Inilah dayok binatur kepada kalian, jangan lagi bersedih hati.
Sehat-sehat kita semua yang ditinggalkan.”
Maknanya yaitu diharapkan agar keluarga yang ditinggalkan tidak larut dalam

kesedihan, sudah cukup segala air mata, tidak ada lagi tangis atas kepergian,

108

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sehat-sehat semua yang ditinggalkan, sudah tenang dia di sana. Biarlah hidup kita

semakin rukun dan semakin teratur ditinggalkannya.

4.4 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Mamongkot Rumah Baru

Sebagai bentuk syukuran bahwa telah selesai membangun suatu rumah maka

dilaksanakan upacara adat Simalungun dimana upacara adat tersebut melibatkan

orang banyak baik itu setiap kekerabatan. Kegiatan untuk melaksanakan upacara

adat mamongkot rumah baru atau memasuki rumah baru yaitu:

Sehari sebelum hari diadakan upacara adat, dipersiapkan keseluruhan

keperluan untuk upacara adat memasuki rumah baru. Sebelumnya diselesaikan

dahulu adat kepada tukang yang membangun rumah, biasanya tukang diberi

makan oleh si pemilik rumah baru. Tapi pada masa ini tergantung kepada

tukangnya. Rumah yang baru dibangun dan belum ditempati untuk tidur

bermalam. Pada pagi hari sebelum dilaksanakannya upacara adat berangkatlah

hasuhuton, sanina, tondong dan parboruon kerumah baru tersebut. Hasuhuton

membawa beras setengah kaleng, tebu yang sudah dikupas dan yang masih utuh

dan pisang yang sudah matang. Sementara tondong pamupus membawa beras

(boras tenger). Parboruon membawa sirih dan peralatan dapur. Ketika

rombongan sudah tiba di depan pintu, maka orang tua dari hasuhuton dan tondong

menggunakan tebu sebagai tongkat. Hasuhuton memberikan sirih kepada orang

tuanya dan setiap tondong serta memberikan kunci kepada tondong pamupus

untuk membuka rumah. Serta tondong jabu menyalakan api di dapur. Ketika

tondong pamupus membuka pintu rumah maka diucapkan :

109

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Hu buka ma rumah na marsangap-martuah on si gom-gom ganup
pangisini, na pande pahurungkon na lang malo paluarhon.”
Artinya : dengan dibukanya rumah baru harapan agar rumah kediaman tempat

berbahagia dan tempat keluarga yang rukun dan damai.

Semua tamu undangan dan kerabat-kerabat masuk ke dalam rumah dan

dibersihkan semua dibuat beras kepada seluruh ruangan rumah. Dikelilingi semua

bagian rumah dan duduk di tempat yang telah ditentukan. Hasuhuton duduk di

atas tikar khusus yang dianyam dan orang tua duduk di samping hasuhuton,

tondong disebelah kanan, sanina sejajar dengan hasuhuton serta parboruon duduk

di sebelah kiri dan dekat dapur. Masuk ke acara agama yang dipimpin oleh

pengurus gereja maupun pengurus Masjid, tergantung dari agama hasuhuton.

Setelah acara agama selesai maka masuklah ke acara manurduk (memberikan

dayok binatur). Diberikan orang tua dayok binatur kepada hasuhuton, dengan

tujuan harapan dan doa agar kehidupan semakin teratur, dan diberkati Tuhan di

kehidupan pada rumah baru. Nitak dan tebu serta pisang yang matang diberikan

juga kepada hasuhuton dengan harapan dan doa agar kehidupan semakin suci dan

rejeki melimpah. Memberikan makanan kepada setiap kerabat yaitu dayok binatur

yang diberikan oleh hasuhuton kepada tondong, sanina dan boru. Pihak yang

memberikan yang memberikan dayok binatur duluan yaitu orang tua dari

hasuhuton kepada hasuhutan itu sendiri. Dilanjutkan oleh tondong, sanina dan

boru. Kalimat yang disampaikan oleh si pemberi kepada penerima dayok binatur

yaitu:

110

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“On ma dayok binatur humbani hanami, sai andohar ma songon
paraturni dayok binatur on paraturni pargoluhan hulobeanni ari on.
Sai andohar ma rumah on jadi rumah harajaonni Naibata, rumah na
martuah janah rumah na marsangap.”
“Inilah dayok binatur dari kami, semoga seperti aturnya ayam ini
teraturnya kehidupan kedepannya. Semoga rumah ini menjadi rumah
doa untuk Tuhan dan rumah yang dihuni keluarga yang berbahagia dan
hidup rukun”.
Makan bersama, lalu masuk kepada pembicaraan, dari orang tua,

sanina, tondong dan boru. Setiap pihak bergantian berbicara

menyampaikan pesan, nasihat, ucapan selamat, harapan doa kepada

tuan rumah ataupun hasuhuton. Pihak hasuhuton yang menjadi

penutup dalam pembicaraan.

111

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.5 Dayok Binatur Dalam Acara Syukuran Telah Wisuda

Foto 31. Memberikan dayok binatur pada acara syukuran wisuda

Lastrika saragih

Sumber : Lastrika Saragih 2019

Foto di atas yaitu pada saat memberikan dayok binatur pada Lastrika saragih,

ketika sudah selesai menyelesaikan pendidikannya. Acara syukuran ini dilakukan

di Tiga runggu, Kabupaten Simalungun. Pemberian dayok binatur tidak terbatas

bagi suku bangsa Simalungun, salah satunya penyajian dayok binatur diberikan

pada saat seseorang telah selesai menjalankan wisuda. Maka dibuat syukuran oleh

orang tuanya sebagai ucapan syukur kepada sang pencipta dan ucapan selamat

telah selesai perjuangan untuk menyelesaikan pendidikannya. Pada acara ini tidak

112

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diwajibkan untuk menjalankan adat seperti mengundang seluruh kerabat terdekat,

bisa juga hanya orangtua dan adik atau kakak-nya saja dan teman-temannya.

Tergantung kepada tuan rumah dan kesiapan ekonominya.

Foto 32. Memberikan dayok binatur pada acara syukuran Desi Damanik

Sumber: Antriyani Saragih 2019

Foto di atas diabadikan penulis pada saat keluarga dari Desi Damanik

memberikan dayok binatur kepadanya karena telah selesai wisuda. Acara

syukuran dilakukan di Medan pada tahun 2019 di karenakan rumah mereka jauh

dari Medan yaitu di Kecamatan Dolog massagal, Kabupaten Simalungun. Ketika

seseorang telah siap wisuda, maka diberikanlah dayok binatur oleh orang tuanya.

Pelaksanaannya bisa saja pada hari bersamaan dengan wisuda bisa juga setelah

wisuda berikutnya. Sebelum makan bersama, telah hadir semua orang yang patut

hadir dan yang diundang oleh orang tuanya seperti tondong, sanina dan boru.

Penyampaiannya dilakukan oleh orang tuanya terdahulu kepada si anak yang baru

saja melakukan wisuda. Jenis dayok binatur yang disampaikan yaitu dayok

113

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


binatur yang dipanggang. Orangtuanya dan si anak sebagai si penerima

memegang pinggan wadah dayok binatur. Dayok binatur disampaikan pada si

anak yang telah di wisuda. Kalimat yang disampaikan yaitu:

“On ma dayok binatur hu bam, pangan ma, doma wisuda ho


sadarion, doma das sura-surani uhurmu sadokah on. Selamat ma
doma taridah perjuangan mu sadokah on. Pencapaian mon aima
awal perjuangan mu hu lobei ni ari. Sai andohar lambin ipasu-pasu
Tuhan ma langkah mu hu lobeanni ari on atap na laho malangkah
manorihi horja.”

“Inilah makanan dayok binatur, makanlah, udah wisuda kau dan


sudah tercapai cita-citamu yang kau harapkan selama ini. Pencapaian
mu ini merupakan awal perjuangan buatmu. Semoga semakin
diberkati Tuhan setiap langkah mu kedepannya baik itu mencari
pekerjaan.”
Mereka makan bersama semua, makanan yang telah disediakan oleh orang tua dan

piringnya di isi oleh orang yang bertugas. Sebelum makan dipimpin doa oleh

orang tua dari si anak. Si anak boleh mengambil dayok binatur terlebih dahulu

dan langsung dimakan. Itu khusus menjadi miliknya lalu ketika ia sudah

mencicipi duluan, barulah boleh dibagikan dan diberikan kepada yang lain atau

ditawarkan bagi siapa yang ingin memakan dayok binatur.

114

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.6 Dayok Binatur Dalam Acara Syukuran Perayaan Ulang Tahun

Foto 33. Memberikan dayok binatur pada saat ulang tahun Rildo Damanik

Sumber: Rildo 2019

Pada masyarakat di Simalungun penggunaan dan penyajian dayok binatur

juga sering dilakukan pada saat perayaan ulang tahun. Di usia yang baru

seseorang tentunya akan berharap yang terbaik kepada dirinya, tidak sedikit juga

keluarga terdekatnya memberikan ucapan doa dan selamat. Memberikan kue

ulang tahun dan kado mungkin hal biasa. Namun pada masyarakat suku bangsa

Simalungun, pada acara syukuran ulang tahun juga banyak yang diberikan dayok

binatur. Makna dari pemberian dayok binatur yaitu dengan harapan agar memiliki

kehidupan yang teratur kedepannya. Semakin diberkati, sehat dan panjang umur,

115

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


diberikan rejeki yang berlimpah, tercapai semua segala harapan yang belum

tercapai.

Foto 34. Memberikan dayok binatur pada syukuran ulang tahun

Sumber : Lastrika Saragih

116

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 35. Ulang tahun ibu dari Lastrika Saragih

Sumber: Lastrika Saragih

Foto di atas yaitu acara syukuran ulang tahun dari ibu dari Lastrika Saragih,

dilakukan di Tiga runggu, Kabupaten Simalungun.

117

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 36. Memberikan dayok binatur pada syukuran ulang tahun

Sumber: Fery Purba 2020

Foto di atas yaitu momen diberikan dayok binatur pada saat syukuran

ulang tahun. Dayok binatur tidak hanya disajikan masyarakat Simalungun pada

saat upacara adat, namun pada syukuran ulang tahun juga banyak masyarakat

Simalungun yang menyajikan dayok binatur kepada seseorang yang sedang

berulang tahun. Penyampaian dayok binatur pada dalam syukuran ulang tahun

yaitu sebagai simbol yang memiliki makna harapan dan doa-doa terhadap

penciptanya kepada seseorang yang sedang berulang tahun. Kalimat yang sering

diucapkan pada saat penyampaian dayok binatur yaitu:

“Selamat ari partubuh ma hubamu. On ma dayok binatur hu


bamu, sai andohar songon paratur ni dayok binatur on ma
hagoluhon mu hanjon hujan an, ganjang umur, sehat jorgit akkula,
ipasu-pasu Tuhan langkah mu.”

118

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“Selamat ulang tahun. Ini dayok binatur untuk mu. Harapannya
semoga seperti teraturnya dayok binatur inilah kehidupanmu
kedepannya. Sehat-sehat dan semoga diberkati Tuhan langkahmu.”

4.7 Dayok Binatur Dalam Upacara Aat Tardidi (DiBaptis)

Foto 37. Memberikan dayok binatur pada upacara adat tardidi

Sumber: Novra Sumbayak 2019

Foto di atas adalah memberikan dayok binatur pada saat upacara adat

tardidi dari Delnia Purba, putri pertama dari pasangan Choco Purba dan Novra

Saragih. Upacara adat ini dilakukan oleh keluarga bapak Choco Purba dengan ibu

Novra Saragih sebagai orang tua dari si anak yang baru saja dibaptis di gereja.

Upacara adat tardidi ini dilakukan di Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun.

Pada suku bangsa Simalungun dimana mayoritas penduduknya memiliki agama

Kristen protestan. Maka dalam keyakinan agama Kristen apabila seorang anak

yang lahir namun belum memiliki nama akan di baptis di gereja oleh pendeta.

Pemberian nama diberikan oleh orang tuanya dan si anak dibaptis di gereja. Orang

tuanya akan mendaftarkan si anak kepada penatua gereja lalu tiba saatnya ada

pembaptisan di gereja.

119

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Orangtua yang akan mengadakan upacara adat berupa syukuran akan

menyampaikan hal tersebut kepada orang tua mereka sebagai kakek dan nenek

dari si anak yang akan dibaptis. Mengundang pihak tondong, baik tondong orang

tua si anak maupun tondong si anak yang akan dibaptis. Mengundang anak boru

jabu, amboru atau parboru dari orang tua sebagai hasuhuton atau tuan rumah

pada acara syukuran tersebut. Sesudah mengundang pihak kerabat terdekat

seperti tulang, sanina, anak boru jabu, parboruon hingga kepada undangan satu

kampung, organisasi. Undangan yang banyak dan luas atau acara yang besar dan

mengundang banyak orang tidak menjadi suatu kewajiban dalam melaksanakan

upacara adat syukuran tardidi, namun tergantung kepada kesediaan dan keadaan

perekonomian orang tua yang akan membuat acara syukuran tersebut. Anak yang

dibaptis sekitar usia tiga bulan sampai lima bulan. Pada suku bangsa Simalungun

tidak ingin anaknya terlewati jika ada jadwal pembaptisan. Sehingga tidak jarang

dijumpai apabila usia si anak masih tiga bulan atau lima bulan namun telah

dibaptis di gereja. Karena pembaptisan di gereja biasanya ada dua kali dalam

setahun. Setelah pembaptisan dilakukan oleh pendeta di gereja, barulah memasuki

acara adat yang dilakukan oleh orang tuanya di rumah setelah pulang dari gereja.

120

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Foto 38. Memberikan dayok binatur pada upacara adat tardidi(dibaptis)

Sumber: Nevi Garingging 2020

Foto di atas yaitu memberikan dayok binatur pada saat upacara adat

tardidi (dibaptis) dari Lovny Purba anak dari pasangan Nevi Garingging dan Jhon

Purba yang dilaksanakan pada Agustus 2020 di Nagori Silau buttu tepatnya di

daerah Simalungun tengah. Bagi suku bangsa Simalungun yang mengundang

seluruh kerabat-kerabat terdekatnya, maka dilaksakanan lah acara adat

Simalungun yang sesuai dengan acara tersebut. Pihak yang pertama memberikan

dayok binatur yaitu orangtua dari tuan rumah atau kakek dan nenek dari si bayi.

Kakek dan nenek dari orangtua laki-laki. Dayok binatur yang telah disediakan

oleh boru dari hasuhuton (tuan rumah) yaitu dayok binatur yang dipanggang.

Setelah orangtua, barulah setiap kerabat (sibiak tutur) yaitu sanina, tondong,

boru. Makanan yang diberikan kepada si anak melalui perantara orangtua. Nasihat

yang disampaikan juga kepada orangtuanya.

”Andonma sipanganon ni si ussok, doma tongon tardidi ia


nakkunai i gareja. Doma tardaftar goranni bani harajaonni
Naibata. Andoharma sehat-sehat sonai homa hanima orang

121

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


tuani, boanhon hanima ma ia hugareja. Sai andohar jadi
niombah na hinarosuhni Tuhanma tongon si adek on.”
“Inilah makanan untuk si adik, udah dibaptis dia di gereja. Itu
artinya nama dia sudah terdaftar di kerajaan Tuhan. Semoga dia
menjadi anak yang takut akan Tuhan dan kalian sebagai orangtua,
rajin lah kalian bawa dia ke gereja.”
Jenis dayok binatur yang disajikan pada upacara adat ini yaitu yang

dipanggang dan digulai. Ketika makanan sudah disediakan semuanya, barulah

dilakukan (manurduk) memberikan makanan dayok binatur kepada pihak yang

berhak menerimanya seperti kerabat terdekat dari tuan rumah yaitu pihak sanina,

tondong dan boru. Tamu undangan lainnya yang datang pada saat itu hanya

menyaksikan keberlangsungan upacara adat dan makan bersama apa yang

disediakan tuan rumah. Biasanya nasi dan lauk makan seperti daging, sayur dan

lain sebagainya tergantung kecukupan ekonomi tuan rumah. Setelah dilakukan

manurduk, barulah doa yang dipimpin oleh pendeta atau penatua gereja yang ada

di tempat itu. Semuanya makan bersama, setelah itu ketika sudah selesai makan

bersama, barulah melanjutkan upacara adat yaitu memberikan nasihat, ucapan

selamat, memberikan hadiah berupa kado. Sebelum itu ibadah singkat bersama

yang dipimpin pendeta atau penatua gereja, lalu memberikan ucapan selamat dan

nasihat kepada orangtua si bayi dan ditutup dengan doa. Setelah itu baru dilanjut

nasihat oleh kakek dan nenek dari si bayi, lanjut pada sanina, tondong dan boru.

Baru yang terakhir sekali yaitu tuan rumah yang menjadi penutup yang

memberikan ucapan terima kasih kepada semua keluarga yang menghadiri

upacara adat.

122

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.8 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Manaksihon Haporsayaon

Foto 39. Memberikan dayok binatur pada saat upacara adat manaksihon
haporsayaon
Sumber: Andre damanik 2019

Foto di atas yaitu proses penyajian dayok binatur pada saat upacara adat

manaksihon haporsayaon (naik sidi) dari Andre damanik pada bulan Desember

2019 di Kecamatan Raya, Kabupaten Simalungun. Salah satu kegiatan keagamaan

kristen yang dilakukan masyarakat di Simalungun adalah manaksihon

haporsayaon. Pada dahulu manaksihon haporsayaon tidaklah termasuk dalam

upacara adat Simalungun, hanya kegiatan kewajiban dalam umat kristen saja.

Namun banyak masyarakat Simalungun yang menganut agama Kristen Protestan

mengadakan syukuran dan mengundang kerabat terdekat mereka ketika anaknya

manaksihon haporsayaon ataupun angkat sidi/naik sidi. Angkat sidi ataupun naik

sidi dalam agama Kristen protestan yaitu pendewasaan iman melalui dilakukannya

pemberkatan oleh pendeta di gereja. Ketika suatu keluarga melakukan acara

syukuran ketika anaknya manaksihon haporsayaon, maka mengundang keluarga

dan kerabat terdekat mereka, sehingga disesuaikanlah adat Simalungun,

dilaksanakan adat Simalungun dimana menyediakan makanan-makanan adat,

123

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


hadir sibiak tutur seperti sanina, tondong dan boru. Si anak yang akan menerima

pemberkatan naik sidi di gereja. Sebagaimana kebaktian ibadah minggu. Bersama-

sama dengan keluarga dan orangtua. Seluruh kepentingan untuk pelaksanaan

upacara adat disiapkan oleh boru dari tuan rumah, orangtua dari sianak. Maka

jarang jika boru dari tuan rumah ikut ke gereja, hanya membereskan untuk

keperluan acara adat nantinya ketika orangtua dan keluarga tuan rumah pulang

dari gereja. Beberapa hal yang harus dipersiapkan seperti membuat tikar,

memasak dan menyediakan makanan.

Ketika sudah pulang dari gereja maka semuanya masuk ke dalam rumah

dan duduk di atas tikar yang telah disiapkan dari boru dari hasuhuton (tuan

rumah). Apabila tidak muat maka sebagian yaitu tamu undangan yang hadir

duduk di depan rumah, biasanya disedikan teratak yang disiapkan hasuhuton.

Sibiak tutur dan kerabat terdekat dari hasuhuton duduk dan berada di dalam

rumah juga seperti penatua gereja dan pendeta. Cara letak duduknya pun sudah

ditentukan sebagaimana biasanya. Seperti tondong dan rombongannya duduk

berada di sebelah kanan rumah, atau bisa juga duduk dan berhadapan dengan tuan

rumah atau hasuhuton. Sementara sanina duduk di samping dan sejajar dengan

tuan rumah. Boru duduk di dekat dapur atau disebut dengan talaga (tempat paling

pojok dalam rumah biasanya orang-orang yang sibuk, tukang masak di dapur

yang duduk di talaga yaitu parboru), tondong duduk di luluan (tempat yang

utama dalam rumah, biasanya orang-orang yang dihormati duduk di luluan).

Pelaksanaan manurduk (memberikan dayok binatur) sama dengan pada upacara

adat yang lainnya. Ketika semuanya sudah duduk sesuai tempat duduk dan tata

124

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


letaknya, maka semua makanan yang berkaitan dengan pelaksanaan adat dan

keperluan untuk makan disajikan oleh boru. Semua makanan disediakan di tengah

seperti nasi, sayur, daging dan air putih. Ketika semua sudah selesai mendapatkan

piring masing-masing, maka dilakukan manurduk.

Dayok binatur yang disajikan yaitu dayok binatur yang dipanggang dan

yang digulai. Pihak yang memberikan dayok binatur pertama yaitu orangtua si

anak kepada si anak yang pada hari itu melakukan angkat sidi. Jenis dayok binatur

yang diberikan yaitu dayok binatur yang dipanggang. Pinggan atau wadah dari

makanan dayok binatur diangkat dan diberikan orang tua kepada si anak dan si

anak menerimanya dengan kedua tangannya, ketika mereka masih memegang

pinggan wadah dari dayok binatur maka disitulah disampaikan petuah dan nasihat,

tapi ketika sudah selesai yang memberikannya berbicara yaitu orangtuanya, maka

diturunkannlah dayok binatur tadi dan diletakkan di depan si anak. Pemberian

dayok binatur dilanjutkan lagi oleh sanina dari orangtua si anak baik itu bapatua

(abangnya bapak), bapa anggi (adiknya bapak). Penyampaian dayok binatur sama

dengan penyerahan yang dilakukan oleh orangtuanya, si pemberi dan si anak

sebagai penerima sama-sama memegang pinggan dan pada saat itu juga si

pemberi menyampaikan ucapan selamat, nasihat, harapan kehidupan kedepannya

setelah sudah angkat sidi. Setelah sanina baru dilanjut oleh pihak tondong lalu

dilanjut oleh pihak boru. Dayok binatur diberikan kepada si anak yang pada hari

itu juga telah manaksihon haporsayaon di hadapan Tuhan dan juga dihadapan

manusia di gereja.

125

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


“On ma dayok binatur hu bam, dihut hanami marmalas ni uhur
bani sadarion, ija doma manaksihon haporsayaon ho nokkan
ilobe-lobe ni Tuhan sonai ilobeni hanami jolma. Sai andohar ma
tongon hulobean ni ari on lambin taratur ma hagoluhan songon
par aturni dayok binatur on, ulang be songon dakdanak, lambin
dewasa ma tongon haporsayaonmu hubani Tuhan Naibata. Aha
na gabe hata hagoluhanni Tuhan in hubam, aima jolom janah
dalankon ma ai bani golumu.”
Arti yang biasanya terdapat dalam penyampaian dayok binatur kepada si anak

dalam upacara adat manaksihon haporsayaon yaitu harapan agar si anak memiliki

kehidupan yang teratur sama seperti teraturnya penyusunan dayok binatur yang

diberikan. Sudah angkat sidi berarti harus semakin dewasa dalam iman. Tidak

sama seperti sikap sebelumnya ketika belum angkat sidi. Dosanya juga sudah

ditangung diri sendiri di hadapan sang pencipta bukan lagi orangtua yang

menanggung dosanya. Maka tidak jarang apabila tamu undangan yang hadir juga

memberi selamat kepada orangtua dimana sudah lepas satu bebannya dimana

selama ini menanggung dosa dari anaknya. Pada saat angkat sidi, seorang anak

akan memperoleh satu ayat alkitab yang disampaikan pendeta di gereja dimana

ayat itu menjadi pedoman bagi seorang anak dalam kehidupan, umat Kristen

Protestan meyakini ayat tersebut untuk menjadi ayat pedoman dan pegangan

dalam kehidupannya.

Setelah selesai makan bersama dan sudah diberikan dayok binatur kepada

pihak yang berhak mendapatkan dan sudah dibersihkan peralatan makanan oleh

boru dan barulah kebaktian singkat oleh penatua gereja ataupun yang dipimpin

oleh pendeta. Bernyanyi dan berdoa sekalian memberikan ucapan selamat dan

sekilas penjelasan dari ayat alkitab yang diterima si anak lalu doa penutup. Setelah

itu barulah berjalan adat yang dimana setiap pihak menyampaikan pesan, nasihat

126

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan harapan kepada si anak dan orangtua. Pada saat penyampaian dayok binatur

tadi sudah disampaikan oleh sanina, tondong, boru namun pada saat pembicaraan

setelah makan, di sini lebih panjang nasihat yang disampaikan baik pada si anak

dan juga orangtua. Bapak Jalesman Saragih mengungkapkan :

“Dob salosei ma mangan rup, masuk ma hubani parsahapan


aima marsahap ma humbani sibiak tutur aima sanina, tondong,
boru, oppung, hasoman sahuta, serikat sonaima ma hasadaon-
hasadaon na idihuti suhut. Salpu ai aima na parpudi sahali aima
humbani niombah dob ai orangtua humbani niombah aima na
mangampu parpudi bani acara ai.”

“Ketika sudah selesai makan bersama, masuklah kepada


pembicaraan yaitu berbicara dari sanina, tondong, boru, oppung,
teman satu serikat, kesatuan-kesatuan yang diikuti tuan rumah
yang menyelenggarakan upacara adat. Setelah itu yang terakhir
sekali si anak yang berbicara ibaratnya mengucapkan terimakasih
dan menyampaikan kesan dan terakhir barulah orangtua dari si
anak dan ditutup oleh orangtua si anak.”

127

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


4.9 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Menabalkan Nama

Foto 40. Dayok binatur pada masyarakat yang menganut agama Islam
Sumber: Mawaris Saragih 2020

Pada masyarakat Muslim di Simalungun terlebih dahulu mereka

mengucapkan “bismillahi rohmanirohim” dengan nama Allah jika mereka

memotong hewan baik itu ayam, kambing, lembu dan sebagainya. Pemotongan

pada leher ayam dilakukan dengan tiga kali goresan pisau yang tajam, agar

darahnya bercucuran. Lalu dilepaskan sehingga ayam tidak mati di tangan

mereka. Sebab haram bagi mereka apabila ayam tersebut mati di tangan mereka.

Memotong ayam harus dua orang, satu orang memegang sayam dan kaki, satu

orangnya lagi memegang sedikit dari leher ayam bagian untuk dipotong lalu satu

memegang pisau untuk memotong leher. Jika hendak memotong ayam, terlebih

dahulu mereka harus “istigfar” lalu mengucapkan “bismillah” lalu membaca

“takbir allahuakbar”. Memotong leher ayam menggunakan pisau yang tajam dan

bersih. Ayam tidak boleh mati di tangan mereka, bagi mereka haram ketika ayam

tersebut mati di tangan mereka.

128

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sehingga ketika darah ayam tidak bercucuran lagi barulah dilepaskan dan

dibiarkan sampai mati sendiri. Setelah ayam sudah mati, maka diambillah seluruh

perkakas dalamnya dari bagian ekor ayam. Lalu direndam atau disiram dengan air

mendidih agar mempermudah untuk mencabuti bulu-bulu dari ayam tersebut.

Setelah bulu- bulu dicabuti, maka ayam tersebut dipanggang agar bulu halus ayam

terbuang. Perkakas dalam yang telah diambil dibersihkan, namun ada bagian

perkakas dalam yang dibuang yaitu usus dari ayam atau disebut bituha ulak-ulak.

Ayam dipotong menjadi beberapa bagian sesuai organ-organ ayam. Pertama yaitu

sayap ayam lalu ke bagian paha ayam lalu ke punggung atau yang disebut mereka

dodo mentok. Pada bagian dada ayam dan paha ayam ada diambil sedikit

dagingnya untuk dimasak terpisah dan dihidangkan diatas dayok binatur

beralaskan daun pisang, dimasak dengan setengah matang lalu dipotong kecil-

kecil. Ayam dipotong sesuai potongan atau sesuai organ-organ ayam yang

dibutuhkan untuk pembuatan dayok binatur. Proses penyajian dan penyusunan

setiap organ ayam sama dengan yang dilakukan masyarakat di Simalungun pada

umumnya, namun pada masyarakat yang menganut agama Islam tidak

menggunakan darah ayam. Mereka menggantikannya dengan santan asli atau

yang disebut mereka santan manis. Seperti yang diungkapkan oleh bapak

Bambang Purba:

”Anggo hanami Islam ningon marsantan lang idarohkon. Santan


manis ai lang adong aguni bah. Tapi anggo gotahni hayu sarupa
do, ango sikkam ai tong do boido homa ibaen hanami murak,
murak ai hulitni daun salam”.
“Kalau kami Islam harus menggunakan santan tidak darah.
Santan manis yang tidak dicampur dengan air. Tapi kalau kayu
serupanya, kalau sikkam tetapnya kami pakai, bisa juga kami
gunakan kulit kayu daun salam”.

129

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Santan manis dicampur dengan perasan sikkam atau kulit kayu daun salam.

Bumbunya juga hampir sama namun pada pengolahan masyarakat kaum Muslim

di Simalungun tidak menggunakan boras sinanggar. Bumbunya yaitu bawang

merah, jahe, kemiri, lengkuas, semua bumbunya dibakar atau digonseng juga bisa

agar wangi. Setelah diatur dalam pinggan ditutup dengan bulung tinapak. Proses

pemasakan dayok binatur bagi masyarakat yang menganut agama Islam di

Simalungun ada dua jenis yaitu dimasak dengan dipanggang dan dimasak dengan

yang digulai atau iloppah. Pada proses pemasakan yang digulai, mereka tidak

menggunakan santan maupun kelapa gonseng. Daging ayam tadi diungkep dengan

paduan bumbu yang telah diracik. Bumbunya ketumbar, bawang merah, bawang

putih, merica, kunyit, jahe sedikit, lengkuas dan serai sedikit saja dan kemiri.

Semua bumbu dihaluskan lalu digonseng dengan minyak, setelah bumbu sudah

wangi dan sudah masak dimasukkanlah daging ayam yang telah dipotong-potong

sesuai dengan organ dan potongan ayam. Ditunggu sebentar lalu dimasukkan air

sedikit lalu ditutup. Daging ayam ditumis sampai airnya habis dan kering.

Beberapa upacara adat yang menggunakan penyajian dayok binatur bagi

masyarakat yang menganut agama Islam di Simalungun yaitu padear goran atau

menabalkan nama; khitanan; pernikahan; tamat sekolah; tamat wisuda; masuk

sekolah; memasuki rumah baru. Makna dari setiap penyajian dayok binatur dalam

beberapa upacara adat syukuran dilakukan dengan harapan selamat dunia akhirat

dan juga agar hidup lebih teratur. Membuat doa selamat dalam upacara adat

syukuran agar memiliki hidup yang teratur ketika diberikan dayok binatur.

Penabalan nama ataupun padearhon goran pada masyarakat Muslim di

130

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Simalungun dilakukan ketika usia bayi 36 hari setelah lahir. Penyajian dayok

binatur na i loppah atau yang digulai lebih dominan digunakan daripada yang

dipanggang, ayam yang dipanggang digunakan pada saat pernikahan. Dayok

binatur diberikan oleh kakek dan nenek kepada orangtua si bayi yang baru

diberikan namanya.

Dengan harapan agar si bayi memiliki kehidupan yang teratur. Informan

Bapak Bambang Purba menjelaskan bahwa beliau memiliki 2 orang anak laki-laki

dan satu anak perempuan. Anak dari bapak Bambang purba sudah duduk di

bangku SMA bahkan sudah ada yang kuliah. Pada saat melakukan penabalan

nama kepada anaknya tepat pada saat anaknya berusia 36 hari. Acara syukuran

penabalan nama dilakukan di rumah keluarga bapak Bambang Purba yaitu di Raya

kahean tepatnya di daerah Simalungun bawah. Bapak Bambang beserta keluarga

mengundang kerabat terdekat dan acara syukuran menabalkan nama menyajikan

dayok binatur yang digulai. Makna dari penyampaian dayok binatur berupa

petuah, nasihat dan harapan agar anak yang baru saja diberikan namanya sehat-

sehat, jadi anak yang dibanggakan orang tua.

4.10 Dayok Binatur Dalam Upacara Adat Khitanan

Pada upacara adat syukuran khitanan atau sunat rasul, dayok binatur yang

disajikan yaitu dayok binatur na ipanggang. Diberikan oleh orang tua kepada si

anak, dilanjutkan oleh kerabat terdekat mereka seperti tulang, parboruon dan

sanina. Biasanya usia si anak yang dikhitan tidak dipatok hanya saja jika lebih

cepat dikhitan maka sedikit resikonya karena jika usia lebih muda, namun jika

semakin dewasa dikhitan maka semakin tinggi resiko atau juga sesuai keberanian

131

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dari si anak untuk dilakukan khitanan. Makna penyampaian dayok binatur yang

diberikan kepada si anak dengan harapan agar memiliki hidup yang teratur setelah

dikhitan dan mulailan mandiri. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Sonam

Purba :

“Halani doma i khitan ia artini berani ma ia belajar mandiri,


sikap pe beda ma sikapni anak-anak pakon na doma i khitan.
Halani anggo doma i kitan doma boi ia jadi imam sholat, boima
ia sipambobai.
“Jika seorang anak sudah melakukan khitanan maka ia sudah
mandiri, sikap juga harus berbeda dengan anak-anak, sudah tidak
anak-anak lagi. Sebab jika sudah dikhitan maka sudah bisa
menjadi imam sholat”.
Selain penyajian makanan dayok binatur pada saat khitanan, ada juga

penyajian makanan lain yang disediakan oleh tuan rumah dan itu tidak diwajibkan

hanya saja tergantung daripada ekonomi keluarga yang menyediakan. Namun

makanan lain hanya pelengkap atau penambah lauk saja, yang menjadi makanan

utama adalah dayok binatur. Bapak Sonam mengungkapkan, 3 orang anaknya

laki-laki, beliau tidak pernah merayakan dengan meriah upacara adat syukuran

anaknya. Namun beliau pernah menghadiri upacara adat syukuran khitanan di

Kelurahan Pematang raya, Kecamatan Raya. Informan Bapak Sonam Purba

adalah masyarakat Simalungun yang tingal di Kecamatan Raya. Beliau sering

menghadiri acara syukuran khitanan di Kecamatan Raya. Dayok binatur yang

diberikan oleh orangtua kepada si anak sebelum di lakukan khitanan.

“Tolu halakon dalahi seng pala ipestahon. Halani ai


tanggungjawab hubani Tuhan do. Seng hubani hasoman jolma.
Berani ma ia martanggungjawab, diri pe na ondoskon ma bani
ulang pala sok”.
“Tiga anak saya laki-laki tidak ada satupun yang dipestakan pada
saat khitanan. Karena itu tanggungjawab kepada Tuhan bukan
kepada sesama manusia. Berani lah dia bertanggungjawab, saya

132

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


juga mengingatkan kepada anak saya agar tidak sok bahwasanya
sudah dikhitan”.
Pada saat penyampaian dayok binatur disampaikan pesan berupa petuah

oleh orang tua sesuai pada upacara adat yang dilakukan. Ketika makanan sudah

tersedia semuanya, sebelum makan haruslah dipipimpin doa yang biasanya

dipimpin oleh tokoh agama seperti ustad namun jika hanya upacara adat syukuran

seperti khitanan, doa dipimpin oleh orang tua dari si anak yang dikhitan. Namun

apabila ada suatu upacara adat yang dimana tamu undangan terdiri dari

masyarakat yang memeluk agama yang berbeda-beda maka yang memimpin doa

sesuai kesepakatan bersama, sesuai pada pengalaman Bapak Sonam, biasanya

sesuai jumlah terbanyak, ada juga sesuai kesepakatan. Namun yang paling sering

dijumpai di upacara adat yaitu sesuai kesepakatan bersama.

4.11 Perspektif Ekonomi Dayok Binatur

Konsep sakral tidak hanya berlaku pada hal yang nyata/ril, namun lebih

tinggi terhadap sesuatu yang dianggap kudus (suci). Entitas yang kudus ini

terhindar dari yang namanya pelanggaran, pencemaran dan pengacauan. Konteks

ini berbicara tidak hanya dalam lingkup agama, namun lebih luas dari itu. Nilai

yang berjalan di masyarakat, tindakan, tempat, kebiasaan, gagasan dapat menjadi

suatu yang sakral/suci bagi sebagian kelompok tertentu. Dengan sedikit

penyempitan, suatu yang sakral adalah adalah yang dianggap suci, keramat.

Sedangkan profan adalah kebalikannya yakni tidak dikuduskan, sementara

sederhananya yang ada di luar aspek religius. Sakral dan profan merupakan dua

komponen yang erat hubungannya antar satu dengan yang lain. Sakral dimaknai

sebagai suatu objek yang dianggap suci oleh sebagian orang, namun dilain sisi

133

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


juga dianggap profan (biasa saja) bagi sebagian orang. Sakral dan Profan hadir

dalam bentuk yang bermacam-macam, bisa dari wujud suatu benda, tempat, ritual/

upacara bahkan kebudayaan yang sudah menjadi kebiasaan dan norma di suatu

tempat atau suatu kelompok tertentu.

Dayok binatur tidak hanya digunakan sebagai makanan adat atau

dihidangkan pada upacara adat. Namun, dayok binatur sudah diperjualbelikan di

rumah makan tertentu seperti di rumah makan “marsiarusan” di Kecamatan Raya.

Rumah makan yang menerima pesanan dayok binatur selain rumah makan

“marsiarusan” yaitu rumah makan “raya bayu”, rumah makan “padaoh holsoh”.

Rumah makan tersebut menerima tempahan dayok binatur apabila ada orang

yang membuat pesanan. Di Kecamatan Raya juga terdapat rumah makan yang

menerima pesanan dayok binatur yaitu rumah makan “Jonsah”. Beserta catering

yang menerima tempahan dayok binatur untuk upacara adat dalam jumlah yang

banyak yaitu catering “SAGAR” dan catering “FRANS”. Menerima tempahan

dayok binatur. Dayok binatur bisa dipesan melalui catering dan bisa ditempah di

rumah makan tertentu di Simalungun. Untuk mengirit tenaga maka dayok binatur

bisa diperoleh di catering dan rumah makan tertentu di Simalungun. Tidak semua

rumah makan menerima pesanan dayok binatur. Hal ini disebabkan proses

membuat dan bahan-bahan yang lama dan sangat sedikit dipesan oleh orang lain.

Masyarakat di Simalungun lebih dominan mengolah dan membuatnya sendiri

dengan ayam dan bahan-bahan yang dipersiapkan sendiri. Karena apabila dipesan

di catering ataupun ditempah di rumah makan akan mengeluarkan biaya yang

lumayan mahal dibandingkan apabila diolah secara sendiri.

134

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Di Simalungun tengah tepatnya di daerah Kelurahan Pematang Raya dan

di Kelurahan Sondi Raya terdapat beberapa catering yang menerima pesanan

dayok binatur. Apabila suatu keluarga hendak melakukan upacara adat yang

mengundang banyak orang atau melakukan pesta besar maka dipakailah catering.

Karena apabila memesan catering, pihak keluarga tidak perlu repot untuk

menyediakan makanan dan minuman, meskipun biaya catering lebih mahal

dibandingkan dengan dikerjakan oleh pihak keluarga dari tuan rumah. Dayok

binatur memiliki nilai jual pada masyarakat Simalungun. Sehingga dayok binatur

memiliki peran yang bermanfaat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat.

Namun, apabila hendak memesan dayok binatur kepada rumah makan tertentu

atau catering, pemesanannya minimal sehari sebelum dijemput. Karena

pengolahannya butuh waktu yang cukup lama. Jika ada yang memesan barulah

dimasak atau dikelola dayok binatur, tidak ada langsung tersedia dijual, tinggal

mengambilnya dan mengonsumsinya. Dayok binatur menjadi suatu makanan

yang sakral bagi suku bangsa Simalungun sehingga masyarakat Simalungun lebih

sering membuat dan mengolah dayok binatur dengan diolah sendiri. Sementara

bagi suku bangsa lain yang berkunjung ke Kabupaten Simalungun dan ingin

mencicipi kuliner dayok binatur bisa ditempah dirumah makan tertentu. Suku

bangsa lain di luar suku bangsa Simalungun menganggap dayok binatur adalah

suatu benda profan, biasa saja. Masyarakat Simalungun memandang dayok

binatur sebagai makanan sakral karena makanan dayok binatur tersebut disajikan

dalam setiap upacara adat dalam kehidupannya. Setiap upacara adat yang

135

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


menyajikan dayok binatur yang berkaitan dengan masa-masa peralihan dalam

kehidupan.

Selain di daerah Kecamatan Raya tepatnya di Simalungun tengah, di

daerah Simalungun atas dan Simalungun bawah juga terdapat beberapa rumah

makan yang bisa menempah dayok binatur sehingga dayok binatur memiliki nilai

jual bagi masyarakat. Di Simalungun atas tepatnya di Tiga runggu terdapat rumah

makan “Jeriko” nama pemilik Bapak Likkur Damanik, rumah makan “Robema”

nama pemiliknya bapak Ison Damanik alamat di Desa Simangappu Kelurahan

Tiga runggu dan rumah makan “Astri” nama pemilik bapak Mando Saragih

alamatnya di Kelurahan Tiga runggu. Di Simalungun bawah tepatnya di daerah

Nagori dolok terdapat rumah makan “Parah siholan” alamatnya di jalan besar

Simanabun, rumah makan “Evan Siregar” alamatnya di jalan besar dolok saribu

bangun dan rumah makan “Cemerlang” alamatnya di jalan besar Nagori dolok.

Beberapa rumah makan tersebut bisa menempah dan memesan dayok binatur.

Baik itu untuk upacara adat maupun sekedar ingin menikmati kuliner dayok

binatur bagi masyarakat diluar suku bangsa Simalungun. Dayok binatur dapat

dipesan sesuai dengan selera dan pemilik rumah makan akan mengolahnya sesuai

dengan pesanan. Harga dari satu masakan dayok binatur yaitu sekitar

Rp.200.000,-.

Ketika dayok binatur disajikan masyarakat pada upacara adat maka akan

memiliki nilai dan makna berupa harapan, doa serta petuah yang akan

disampaikan dalam upacara adat tersebut. Sama seperti yang dilakukan oleh

masyarakat Simalungun baik itu di wilayah Simalungun atas, Simalungun tengah

136

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


dan Simalungun bawah. Pada setiap upacara adat di Simalungun sering dijumpai

selalu menyajikan dayok binatur. Adapun upacara adat yang dilakukan dan

menyajikan dayok binatur demi keberlangsungan upacara adat tersebut yaitu

upacara adat mulai dari upacara adat lingkaran hidup yaitu kelahiran, pernikahan

dan kematian. Upacara adat berupa syukuran juga akan disajikan dayok binatur.

Seperti pada saat syukuran ulang tahun, tamat wisuda, memasuki rumah baru,

memberangkatkan seseorang ke perantauan, memasuki tahun ajaran baru di

sekolah. Penyajian dayok binatur sebetulnya tidaklah terbatas pada masyarakat

Simalungun. Bahkan ketika selamat dari marabahaya pun seseorang diberikan

dayok binatur, sembuh dari sakit pun seseorang bisa diberikan dayok binatur oleh

keluarga dekatnya. Namun, pada saat penyajian dayok binatur pada setiap upacara

adat dan syukuran yang berlangsung tentu memiliki makna yang berbeda. Kalimat

yang sering diucapkan sebagai kalimat awal yaitu ”agar memiliki kehidupan yang

teratur seperti teraturnya penyusunan dayok binatur”. Baik kegiatan sukacita

maupun dukacita, kalimat tersebut sering digunakan sebagai kalimat pembuka

sebelum masuk ke kalimat harapan, pesan, doa-doa dan petuah kepada yang

bersangkutan. Dayok binatur dijadikan sebagai perantara, jembatan untuk

menyampaikan harapan, doa dan pesan serta petuah yang diucapkan kepada yang

bersangkutan.

Selain disajikan pada saat upacara adat, dayok binatur juga dijadikan

sebagai makanan yang dapat meningkatkan ekonomi bagi masyarakat

Simalungun. Dayok binatur memiliki nilai jual dan disediakan di rumah makan

tertentu di Simalungun. Apabila tadinya dayok binatur menjadi makanan yang

137

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sakral dan memiliki nilai filosofi bagi masyarakat Simalungun di upacara adat,

maka berbeda maknanya ketika dayok binatur disajikan di rumah makan.

Perubahan makna terjadi ketika dayok binatur hanya dijadikan sebagai penambah

nafsu makan dan menjadi lauk sebagaimana wajarnya. Hanya dianggap sebagai

makanan biasa saja oleh masyarakat yang tidak berasal dari suku bangsa

Simalungun. Sehingga masyarakat yang lebih sering melakukan pemesanan

terhadap dayok binatur di rumah makan yaitu masyarakat yang tidak suku bangsa

Simalungun dan hanya ingin sekedar memakan dayok bianatur. Masyarakat

Simalungun juga ada yang memesan dayok binatur pada catering atau rumah

makan yang menerima pesanan dayok binatur, tapi dengan alasan agar tidak

memakan waktu dan tenaga membuat dan mengolahnya sendiri. Masyarakat

Simalungun lebih suka mengolahnya dengan sendiri dayok binatur daripada

dipesan pada catering maupun rumah makan. Namun, apabila dalam jumlah yang

banyak, misalnya untuk kebutuhan untuk pesta, upacara adat yang membutuhkan

banyak dayok binatur dalam jumlah banyak, maka sangat banyak dijumpai

masyarakat yang memesan dayok binatur kepada catering dan ditempah kepada

rumah makan tertentu yang menerima tempahan dayok binatur.

Teori yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu teori segitiga

kuliner dari Levi-Strauss. Levi-Strauss mengungkapkan bahwa ada tiga proses

pengolahan makanan yaitu makanan yang diolah dengan dimasak, makanan yang

diolah dengan difermentasi dan makanan dimakan dengan mentah atau tanpa

diolah atau dimakan langsung. Levi-Strauss menggunakan metode ini untuk

mengamati unsur-unsur makanan yang dikonsumsi manusia. Mengamati makanan

138

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


sebagai sesuatu yang alami maupun produk budaya. Maka dilihat dari teori Levi-

Strauss yang digunakan dalam skripsi ini maka dayok binatur merupakan

makanan yang dimakan dengan dimasak terlebih dahulu bukan dimakan mentah

dan bukan juga olahan fermentasi. Dayok binatur merupakan makanan produk

budaya karena dijadikan sebagai makanan adat dalam upacara adat dan sudah

menjadi tradisi bagi suku bangsa Simalungun dalam upacara adat. Pemilihan

ayam menjadi salah satu binatang yang diolah dan dijadikan dalam upacara adat

bukan suatu hal yang praktis dan pengetahuan masyarakat dalam pengolahan serta

penyusunan dayok binatur menjadi produk budaya dari kebudayaan orang tua

pada zaman dahulu yang diturunkan kepada generasi dan menjadi kebudayaan

hingga sampai saat ini oleh masyarakat Simalungun. Serta makna dan simbol

yang terdapat dalam pemilihan ayam, pengolahan sampai pada penyajian dayok

binatur telah diakui oleh masyarakat Simalungun sebagai budaya dan adat

istiadat yang harus tetap dijaga kelestariannya.

Penulisan skripsi ini juga menggunakan teori ritus yakni terdapat upacara

peralihan dalam kehidupan manusia atau yang disebut teori life cycle (teori

lingkaran hidup). Pada halaman sebelumnya dijelaskan bagaimana penggunaan

dan makna yang terdapat dalam penyajian dayok binatur dalam upacara adat

seputar lingkaran kehidupan manusia. Selain itu ada juga penyajian dayok binatur

dalam syukuran yang dilakukan oleh masyarakat Simalungun seperti memasuki

rumah baru, tamat wisuda dan ada juga penyajian dayok binatur dalam syukuran

terkait keyakinan yang dianut seperti syukuran dibaptis pada agama Kristen dan

syukuran khitanan pada masyarakat Simalungun yang menganut agama Islam.

139

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan dan saran yang di dapat dari hasil penelitian

di Kabupaten Simalungun. Peneliti berusaha menjelaskan beberapa kesimpulan

dan saran dari hasil penelitian berdasarkan data yang diperoleh dari observasi dan

wawancara kepada informan-informan. Terdapat beberapa kesimpulan dan saran

dari beberapa bab yang bisa dijadikan kesimpulan pada akhir penulisan skripsi ini.

Hal-hal yang dianggap penting dari secara keseluruhan isi tersebut dapat diringkas

di kesimpulan agar lebih terperinci yaitu sebagai berikut:

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh peneiti secara langsung dari beberapa

informan dan observasi langsung, maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai

berikut :

1. Dayok binatur merupakan salah satu makanan adat sekaligus kuliner yang

sangat populer di Simalungun. Makanan ini tidak pernah lepas dari

kegiatan adat di Simalungun. Meski demikian, dayok binatur hanya

dijumpai pada saat tertentu saja, bukan menjadi makanan sehari-hari.

2. Dayok binatur memiliki makna tersendiri, memiliki nilai filosofi yang

tingi bagi suku bangsa Simalungun. Sehingga tidak heran dayok binatur

masih dilestarikan dengan baik hingga saat ini. Dayok binatur salah satu

gambaran budaya suku bangsa Simalungun.

140

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Dalam kegiatan adat istiadat, maupun kehidupan sosial masyarakat,

Simalungun masih memegang sistem kekerabatan tolu sahundulan lima

saodoran baik di upacara adat maupun kehidupan sehari-hari

4. Pemahaman tentang penyajian dayok binatur di setiap tempat masih

memiliki perbedaan walau hanya sedikit

5. Penggunaan dayok binatur tidak dibatasi pada suku bangsa Simalungun,

tidak hanya dalam upacara adat saja

6. Dayok binatur tidak pernah lepas dari setiap upacara adat di Simalungun,

baik kegiatan suka maupun duka, karena suatu upacara dianggap tidak sah

tanpa adanya dayok binatur

7. Dayok binatur akan terus dilestarikan apabila diwariskan terus dengan

turun temurun, namun sekarang ini pengolahan dayok binatur sudah

semakin mudah dikarenakan adanya catering atau ditempahkan kepada

orang lain.

5.2 Saran

1. Diharapkan kepada pemerintah setempat lebih memperkenalkan lagi

kepada generasi milenial berbagai kuliner juga makanan khas Simalungun

yang memiliki nilai dan makna filosofi yang tinggi agar budaya

Simalungun tetap dilestarikan memalui kuliner yang ada.

2. Kepada kaum generasi muda, tetap menjaga dan melestarikan budaya,

mencintai budaya daerah, mulai dari mempelajari dan mengenali budaya

baik dari jenis makanan, bahasa, pakaian hinggat adat-istiadatnya

141

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


3. Kepada masyarakat Simalungun, khususnya orang tua yang mengetahui

cara pengolahan dan cara penyajian dayok binatur, lebih sering mengajari

anak-anaknya agar budaya Simalungun tetap dilestarikan bersama

4. Kepada tokoh adat Simalungun, mulailah membuat tulisan,karya tulis atau

sebuah pameran yang menceritakan terkait etnofood Simalungun, karena

itu sangat perlu dilakukan, agar pemahaman terkait etnofood, kuliner

Simalungun dalam kegiatan adat istiadat tidak ada yang simpang siur

maupun salah pemahaman.

142

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


DAFTAR PUSTAKA
Djajasudarman, Fatimah. 2013. Semantik 2. Bandung:Refika Aditama.
Girsang, Polentyno, 2002. Adatni Simalungun. Pematang Siantar:CV. Transisi,
Desember.
Koentjaraningrat, 1990. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta:PT.Rineka Cipta.
Koentjaraningrat,1997. Pengantar Antropologi pokok-pokok etnografi II.
Jakarta:Rineka Cipta.

Purba, Ganda M, 2014. Simalungun Center:Supremasi Hukum dan Pembangunan


Rakyat Tertindas Simalungun,Falsafah Budaya Simalungun,Morga-Morga ni
Simalungun, Partuturanni Simalungun.Simalungun:Cv.Transisi.

Putra, Ahimsa Heddy Shri, 2001. Strukturalisme Levi-Strauss Mitos dan Karya
Sastra. Yogyakarta. Galang Printika.
Presidium, Partuha,Maujana,2014. Buku Adatni Simalungun, Pematang Raya.
Saodoran, Tim Lima, 2013. Mengenal Nusantara Kabupaten Simalungun. Medan:
Cv. Mitra.
Adellin, R. “Kuliner Makanan”. https://dspace.uii.ac.id(akses 2016).
Ashar, Hasairin. “Variasi,Keunikan dan Ragam Makanan Adat Etnis Batak
Simalungun Suatu Kajian Prospek Etnobotani. http://digilib.unimed.ac.id/94/
(akses 30 Maret 2016).
Hadi Y. Sumandiyo. “Seni Dalam Ritual Agama”. digilib.uinsby.ac.id. (akses
2006)
Mauliana, Annisa Medika. “Review Teori Levi Strauss”.
http://blog.unnes.ac.id/annisamedika/2015/11/08/review-teori-levi-
strauss/.(akses 8 November 2015)
Nurti Yevita. “Kajian Makanan Dalam Perspektif Antropologi.”
http://jurnalantropologi.fisip.unand.ac.id/index.php/jantro/article/view/74.(aks
es 2017).
Permana, Tara Said.”Makanan Tradisional Sebagai Daya Tarik Wisata di Kota
Medan.” Repository.usu.ac.id.(akses 2011).
Prabangkara, Hugo S. ”Kuliner Yogyakarta,dari Identitas ke Komoditas”
http://journal.unhas.ac.id/index.php/jlb/article/view/5315. (akses 2018).
Sumbayak, Bosmar Wulan. ”Kuliner Dayok Binatur Dalam Adat Istiadat Batak
Simalungun di Kabupaten Simalungun”. https://jom.unri.ac.id. (akses Januari
2018).

143

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Sipayung, Rahyu Swisty.”Falsafah Dayok Binatur Pada Masyarakat
Simalungun”. http://digilib.unimed.ac.id/id/id/eprint/17863. (akses 02
September 2016).

V. Irmayanti Meliono_Budianto ”Dimensi Etis Terhadap Budaya Makan dan


Dampaknya Pada Masyarakat”hubsasia.ui.ac.id. (akses Agustus 2014)
Wahyuddin. ”Aliran Struktural Fungsional (Konsepsi Radcliffe-Brown)”.
http://journal.uin-alauddin.ac.id/index.php/al_hikmah/article/view/4311.
(akses 2017). Sakral dan Profan dalam Ritual lifecycle: Memperbincangkan
Fungsionalisme Emile Durkheim”. ejournal.iainkendari.ac.id.(akses 2014)

:https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpnbaceh/dayok-binatur-makanan-adat-
masyarakat-simalungun/

https://www.kanalinfo.web.id/pengertian-kuliner.
http:Uin.sunan.kalijaya.yogyakarta..Librarianshendriirawan.blogspot.com.
http://blog.unnes.ac.id/zuhadrifqi2/2015/12/02/review-teori-teori-struktural-levi-
strauss/

https://www.sipayo.com/2017/12/ini-sejumlah-upacara-adat-yang-masih-lestari-
di-kabupaten-simalungun.html
https://www.pikniktoday.com/2019/10/makanan-khas-simalungun.html
https://www.pariwisatasumut.net/2019/03/6-makanan-khas-simalungun-yang-
lezat.html
https://docplayer.info/52682107-Bab-ii-kajian-toritis-teori-ritus-dikemukakan-
oleh-rebertson-smith-dalam-koentjaraningrat.html
https://www.kanalinfo.web.id/pengertian-kuliner
https://www.asilha.com/2019/12/11/konsep-sakral-dan-profan-dalam-ilmu-sosial-
dan-relevansinya-dalam-studi-hadis/

Pujileksono, Sugeng. Pengantar Antropologi:memahami realitas sosial budaya.


Rev.ed. Malang: Intrans Publishing, 2015.

144

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


GLOSARIUM

Anak boru sanina : Saudara perempuan ayah

Anak boru jabu : Orang yang bekerja dalam suatu upacara adat, bisa dari

keluarga saudara perempuan ayah

Boras sinanggar : Beras yang di sangrai

Bulang : Pakaian adat Simalungun penutup kepala perempuan

Bulung tinapak : Daun pisang penutup dayok binatur

Gori : Potongan ayam /organ tubuh dari daging yang dibagi-bagi

pada upacara adat

Gotong : Pakaian adat Simalungun penutup kepala laki-laki

Pangangan baggal : Daging babi yang dibagikan pada kerabat terdekat dalam

suatu upacara adat

Paranak : Pihak keluarga yang menjadi rombongan pihak laki-laki

dalam suatu upacara adat perkawinan

Parboru : Pihak keluarga yang menjadi rombongan pihak

perempuan dalam suatu upacara adat perkawinan

Porsa : Kain putih penutup kepala laki-laki pada upacara adat

kematian

Sanina : Saudara laki-laki ayah, satu marga dari ayah

Sikkam : Kulit batang pohon daun salam

Suhut/ hasuhuton : Tuan rumah dalam suatu upacara adat, yang

menyelenggarakan upacara adat

145

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


Tombuan : Tempat dari ayam yang dilemang yang terbuat dari satu

ruas bambu

Si jujung tombuan : Seseorang yang membawa tombuan dalam upacara adat

tertentu, biasanya ini dari wanita atau pihak parboruon

hasuhuton

Talaga : Bagian dari dalam rumah yang paling dalam atau dekat ke

dapur, biasanya yang duduk di talaga yaitu yang bertugas

seperti parboruon

Tombuan :Tempat dari ayam yang dilemang yang terbuat dari satu

ruas bambu

Tondong pamupus : Pihak saudara laki-laki dari ibu nya ayah

Tondong jabu : Pihak saudara laki-laki dari ibu

Tondong bona : Pihak saudara laki-laki dari ibunya kakek

Tondong ni tondong : Pihak saudara laki-laki dari nenek dari ibu

Tulang : Saudara laki-laki dari ibu dan disebut tondong

Oppung : Sebutan kepada kakek dalam bahasa Simalungun

146

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Anda mungkin juga menyukai