Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

“FONDASI PENDIDIKAN KRISTEN”

BAB I, II, dan II

Dosen:
Pdt. Dr. Denny Adri Tarumingi, M.Pd.K.

Disusun oleh Kelompok 5:

1. Yonathan Kembuan
2. Miracle Korompis
3. Sherina Polii
4. Timothy Imon
5. Karin Kaligis
6. Stevania Mokoagouw

PROGRAM STUDI S1 TEOLOGI KRISTEN PROTESTAN


FAKULTAS TEOLOGI
UNUVERSITAS KRISTEN INDONESIA TOMOHON
YAYASAN A.Z.R. WENAS

2022
BAB 1
FONDASI ALKITABIAH

Dari sudut pandang teologi Injili, orang Kristen dan para pendidik Kristen harus
berhati-hati dalam menentukan fondasi Alkitabiah dalam praktik pendidikan Kristen. Ada
beberapa fondasi alkitabiah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Fondasi-fondasi
tersebut menawarkan kepada kita berbagai model atau paradigm ketika kita membaca teks
Alkitab di level yang sangat mendasar sekalipun. Berikut ini adalah beberapa contohnya.

1. PERJANJIAN LAMA

PL memberikan suatu variasi yang luas tentang konteks historis dan komunal untuk
mengeksplorasi hakikat dari belajar mengajar dalam komunitas orang Israel. Misalkan dalam
PL, kitab Ulangan menekankan pentingnya meneruskan konten dan norma-norma mendasar
bagi kehidupan dari komunitas iman dari bangsa Israel.
Walter Brueggemann mengidentifikasi komponen PL ini sebagai etos dari Taurat,
yang perlu disingkapkan karena itulah yang menjadi pengikat dari suatu komunitas iman.
Lebih lanjut ia mengatakan bahwa bagian kanon ini sebagai pathos, yang menimbulkan
kekacauan dalam kehidupan komunitas iman atau bangsa Israel dalam rangka menegakkan
kebenaran dan keadilan.
Satu elemen tambahan yang diidentifikasi, tetapi tidda ditekankan Brueggemann,
namun sebenarnya signifikan bagi terbentuknya iman, yaitu posisi adalah doksologi, di mana
pujian dan sukacita menyatakan menyatakan umat percaya yang dikasihi oleh Allah dan
mengasihi-Nya.

Kitab Ulangan

Dalam Taurat, Kitab Ulangan adalah kitab yang utama dalam menggariskan norma-
norma yang harus ditaati oleh komunitas iman dan diajarkan kepada generasi berikutnya.
Misalkan dalam Ul. 6:1-2, 4-9, Musa digambarkan sedang menasihati umat Israel untuk
mengingat perbuatan digambarkan sedang menasihati umat Israel untuk mengingat
perbuatan-perbuatan Allah dalam perjalanan, sejarah mereka, untuk mengajarkan perintah-
perintahNya, dan di atas semuanya itu adalah mengasihi, menunjukkan sikap takut, dan
melayaninya.
Mandat pendidikan di dalam UL. 6:4-9 berisi tentang kewajiban untuk
menyampaikan perintah-perintah Allah kepada generasi selanjutnya. Dalam pengertian
yang paling hakiki, Allah adalah guru di dalam pendidikan yang alkitabiah.
Konten pendidikan alkiabiah di Ulangan 6 yang bersifat esensial terdiri dari perintah,
ketetaan, dan hukum Allah yang diperintahkan kepada Musa untuk diajarkan. Memang
fokus utama dari Ulangan 6 adalah orang tua dan peran mereka yang esensial dalam
pendidikan. Meskipun ada begitu banyak pengaruh pendidikan di zaman kini, orang tua
tetap merupakan pendidik utama yang secara aktif dan pasif menentukan pengaruh mana
yang boleh memengaruhi anak-anak mereka.
Tantangan bagi gereja Kristen adalah memperlengkapi orang tua untuk memainkan
peran mereka sebagai pelayan dan membantu mereka dalam memilah manakah pengaruh
pendidikan yang dapat memengaruhi kehidupan anak-anak mereka.
Ulangan 30:11-20: Menemukan Kehidupan
Pada bagian teks ini mengklarifikasi beberapa isu penting yang terkait erat dengan
pendidikan Kristen akhir-akhir ini. Perikop ini mencatat tentang suatu tantangan agar terjadi
pembaharuan perjanjian yang telah dilakukan dengan bangsa Israel kemudian perikop ini
juga menjelaskan tentang kutuk atau peringatan sebagai akibat dari ketidaktaatan kepada
Allah. Para pendidik Kristen hendaknya memperjelas akan kedua tawaran Allah, yaitu:
kehidupan atau kematian. Pendidikan Kristen merupakan salah satu tugas pelayanan
gerejawi dalam upaya untuk mendorong setiap orang dari berbagai golongan usia untuk
memilih hidup-kehidupan rohani yang ditemukan di dalam Yesus Kristus bagi gereja Kristen.
Memilih hidup berarti mengasihi, mengindahkan dan mengandalkan Allah sepenuhnya.

Ulangan 31:9-13 Firman Allah dan Respons Manusia


Pada bagian ini menekankan pentingnya membaca dan mengindahkan hukum Allah.
Perikop ini mencatat tentang pembaruan secara legal dari perjanjian Allah dengan umat-Nya
dalam memelihara hari sabat. Hukum Allah merupakan suatu kepercayaan, suatu warisan
yang harus dibagikan bukan hanya kepada orang dewasa, suatu warisan yang harus
dibagikan bukan hanya kepada orang dewasa, tetapi juga anak-anak, muda-mudi dan
komunitas iman.
Ulangan 31:30—32:4a: Membantu Perkembangan Kebebasan dan Memfasilitasi
Penyembahan, teks ini merupakan deskripsi pendidikan di zaman Perjanjian Lama. Perikop
ini adalah sebuah pendahuluan yang tidak lazim dari sebuah puisi yang panjang tentang
kutukan, namun kemudian diikuti dengan janji pemulihan.
Perikop ini menjelaskan tentang pendidikan yang membebaskan orang-orang untuk
bertumbuh dan disegarkan di dalam Allah. Pendidikan ini juga membebaskan mereka dalam
arti memampukan orang menjadi apa yang Allah kehendaki bagi mereka sebagai ciptaan-
Nya dan sebagai anggota dari komunitas perjanjian.
Pendidikan yang memebebaskan seperti ini membutuhkan campur tangan Allah
dalam hal pemulihan baik secara pribadi maupun kelompokm sehingga mereka
mencerminkan gambar Allah dalam hidup mereka, sama seperti hujan dan embun
menyegarkan serta memperbarui tanaman di padang gurun.
Pembebasan adalah kekuatan yang memampukan seseorang untuk menjadi seperti
apa yang Allah kehendaki, di mana pemeliharaan dan transformasi yang terus menerus
dilakukan-Nya terhadap individu, komunitas dan masyarakat.
Hidup dan pelayanan Yesus merupakan perwujudan yang sempurna dari hakikat
pendidikan yang dijelaskan pada perikop Kitab Ulangan. Kristus adalah kehidupan, Firman
yang berinkarnasi dan sumber utama bagi pembebasan dan perayaan.
Implikasi pendidikan apakah yang dapat dipelajari dari dasar-dasar alkitabiah Kitab
Ulangan? Ada tiga hal besar.
- Menemukan kehidupan
- Firman Allah dan Respon manusia
- Membantu perkembangan kebebasan dan mempafilitasi penyembahan.

Mazmur 78
Mazmur 78:1-8 adalah sebuah perikop kunci yang lain dalam PL yang memberikan
kepada kitaa ide-ide yang mendalam dalam rangka memahami konteks bagi pendidikan
berdasarkan pada perjanjian. Di mana pun firman dan perbuatan Allah disampaikan kepada
generasi berikutnya, di situlah terbentuknya sebuah konteks bagi pendidikan Kristen.
Hubungan antargenerasi harus ada dalam menunjang terjadinya pendidikan Kristen.
Saat mengulangi pembacaan tentang perbuatan-perbuatan Allah, makna dan tujuan
hidup dalam Allah diberitakan. Para pengikut Allah yang hidup tidak boleh melupakan,
tetapi justru harus belajar dari keberhasilan dan kegagalan orang di masa lalu. Di zamana PL,
keluarga adalah konteks utama pendidikan. Sementara itu dalam PB, gereja berfungsi
sebagai keluarga besar dan keluarga Allah yang diadopsi.

Nehemia 8:1-18
Setelah kembali dari pembuangan, Ezra membacakan Hukum Taurat kepada orang
Israel (Neh. 8:1-18). Pelayanan Ezra adalah alat pembaruan dari kehidupan komunitas orang
Israel; mereka yang mampu mengerti berkumpul untuk mendengarkan firman Allah.
Tanggung jawab para pendidik termasuk di antaranya
- Pemberitaan: membaca, berkhotbah atau membagikan firman Allah
- Eksposisi: menafsirkan dan menjelaskan atau mengungkapkan makna dari firman
Allah
- Menasehati: memberikan saran tentang aplikasi dan respons langsung bagi para
pendengarnya.

Kitab Hikmat
Hal yang krusial dalam memahami pendidikan dari perspektif PL adalah konsep
hikmat, khususnya konsep tentang bentuk konkret dari literature hikmat. Dalam cara
pandang orang Ibrani, hikmat itu sangat praktis, dan menghasilkan hidup yang sukses dan
dapat diterapkan pada hati.
Sekelompok orang tertentu diberikan karunia hikmat dan mempunyai tanggung jawab
untuk membagikan nasihat mereka kepada orang lain.
Implikasi apa dalam PL?
- Implikasi pertama
Allah member hikmat dan manusia bergantung pada anugerah-Nya untuk bisa
memahami hikmat.
- Implikasi kedua
Pendidikan harus mempunyai dampak terhadap orang dan seharusnya dapat
memampukan mereka untuk menangkap konsekuensi praktis dari kebenaran yang
dipelajari atau diteliti dengan seksama.
- Implikasi ketiga
Bahwa mereka yang berstatus pendidik harus dievaluasi untuk melihat sejauh mana
mereka telah menunjukkan kepemilikan akan karunia hikmat yang dari Allah.

Literatur Profetik
Para nabi adalah pendidik sosial di zamannya. Mereka memanggil umat Allah, para
pemimpin, dan bangsa-bangsa lain untuk mempertanggungjawabkan gaya hidup mereka.
Mereka menyatakan kerinduan hati Allah yang menginginkan kebenaran dan keadilan
tercipta tercipta dilingkungan mereka hidup.
Dalam kesetiaanya, para nabi dalam pengajarannya akan membawa pesan tentang.
- Pengharapan
- Kemarahan; dan
- Keberanian
Ungkapan seorang guru besar dari Afrika bernama Agustinus, “Harapan mempunyai
dua anak perempuan yang cantik: kemarahan dan keberanian. Marah terhadap apa yang
terjadi dan keberanian untuk tidak tetap berada di tempat di mana mereka berada.”
Pengajaran para nabi memberikan harapan kepada mereka yang tertindas saat
mereka mengekspresikan kemarahan Allah atas dosa manusia, seperti dikatakan Yesaya
dalam Yes. 50:4. Setelah mendengarkan Allah, para nabi mengajar dengan perkataan yang
berani, saat mendeklarasikan alternative-alternatif yang relevan dengan situasi yang sedang
mereka hadapi.
Seperti gambaran Yehezkiel, orang Lewi mempunyai peran yang unik dalam
mengajarkan jalan-jalan Allah kepada Israel (Yehz. 44:23), sementara pengajaran-
pengajaran orang Lewi sebagian besar bisa diterapkan pada kehidupan etika secara
personal, keluarga dan agama atau cara penyembahan. Peran para nabi adalah menetapkan
suatu agenda bagi bangsanya di tataran public termasuk bidang etika sosialnya.
Tradisi profetik ini menyatakan pentingnya bagi para pendidik Kristen untuk
mengungkapkan implikasi dari komitmen iman terhadap bidang sosial, politik dan ekonomi.
Para nabi adalah para penafsir di zamannya yang mengambil resiko dalam rangka
menyatakan tuntutan Allah.
Pengajaran yang profetik tidak selalu diterima dengan baik dan membungkam mulut
para nabi adalah salah satu respons terhadap pengajaran mereka. Pertimpangan penting
kaum profetik di masa kini adalah manifestasi kasih saat menghadapi pendengarnya, Karen
kita sadar bahwa kepedulian adalah sesuatu yang dibutuhkan ketika berhadapan dengan
orang lain yang melakukan dosa dan tindakan yang merusak.

PERJANJIAN BARU

Perjanjian Baru, sama seperti Kitab Suci orang Ibrani atau Perjanjian Lama, juga memberikan
berbagai ide-ide penting berkaitan dengan tugas mengajarkan iman. Kitab kitab Injil dan
Surat-surat Kiriman berisi suatu agenda bagi penyebarluasan iman Kristen dalam konteks
yang asing atau bermusuhan. Yesus sebagai guru harus menerima sikap-sikap yang tidak
menerima pesan yang dibawa-Nya. Fakta-fakta tentang inkarnasi-Nya, ancaman akan
dibunuh di Betlehem, penolakan atas diri-Nya di Nazaret, dan penyaliban-Nya di Yerusalem,
semuanya merujuk pada risiko dan harga yang harus dibayar saat mengajarkan kebenaran di
zaman-Nya. Semua pengalaman Yesus ini dieksplorasi dalam Apendiks A." Orang orang
Kristen yang hidup abad pertama dan kedua juga menghadapi tantangan serupa ketika
menyebarkan Injil.
Injil Matius: Membagikan Visi, Misi dan Memori

Dalam Perjanjian Baru, memang pola pendidikan Perjanjian Lama tetap dipertahankan,
tetapi para pengikut Yesus diberikan agenda baru untuk melaksanakan praktik pendidikan
mereka. Agenda ini paling terlihat di Matius 28:16-20. Tujuan pelayanan pemuridan ini
adalah memampukan orang lain menjadi murid-murid Yesus Kristus yang taat. Pengajaran
tentang tanggung jawab ini berlaku bagi semua orang yang adalah murid Yesus.
Mengajarkan ketaatan adalah tugas yang sulit. Mereka yang telah berpengalaman dalam
mengajar orang lain pasti akan merasakan kesulitan ini. Namun, ada janji akan penyertaan
Kristus yang selalu berlaku, begitu juga dengan otoritas-Nya sehingga kedua hal ini akan
memampu kan murid-murid-Nya untuk memuridkan orang lain, baik di lingkungan rumah,
gereja, kelas, atau komunitas lain yang lebih luas. Tujuan memuridkan bergantung
sepenuhnya pada membagikan konten pengajaran Yesus sendiri, kebenaran-kebenaran
yang dinyatakan Allah dengan impli kasinya secara langsung terhadap kehidupan. Tantangan
bagi praktik pendidikan Kristen di zaman kini adalah: Apakah murid Yesus yang taat
dipelihara dan diajar selaras dengan semua yang telah diajarkan oleh Yesus? Kalau iya, ada
dasar bagi suatu afirmasi dan kebergantungan yang terus-menerus terhadap anugerah
Allah. Kalau tidak demikian, ada suatu tantangan untuk melakukan evaluasi yang cermat dan
untuk mengambil tindakan-tindakan pembaharuan.

Injil Matius adalah manual pengajaran tentang bagaimana memuridkan orang Kristen.
Pengajaran Yesus dibagi menjadi beberapa blok pengajaran yang berfungsi sebagai panduan
kurikulum bagi gereja Kristen yang baru terbentuk itu. Lima bagian utama dari pengajaran
tersebut diambil dari: Matius 5:1-7:27; 10:1-42; 13:1-52; 18:1-35; 23:1-25:46. Kelima bagian
itu membahas area-area penting dalam kehidupan seorang Kristen. Kelima bagian itu bisa
dikategorikan ke dalam tiga elemen yang dibagikan oleh sebuah komunitas Kristen kepada
para anggotanya, yaitu visi, misi, dan memori

Bagian pengajaran pertama adalah Khotbah di Bukit (Mat. 5:1 7:27). Perikop Alkitab ini
berisi tentang pengajaran Yesus terkait etika sosial dan personal dari kerajaan, termasuk
juga visi untuk terlibat dalam Kerajaan Allah.

Bagian ketiga (Mat. 13:1-52) mencakup perumpamaan perumpa maan tentang kerajaan, di
mana Yesus mengajarkan tentang sejarah penebusan dan tentang ide-ide penting dalam
rangka membedakan sifat kerajaan itu sendiri.

Bagian terakhir (Mat. 23:1-25:46] berisi pengajaran Yesus tentang eskatologi. Kejadian-
kejadian pada zaman akhir yang disertai pengge napan kedatangan kerajaan Allah di bumi
dijelaskan pada bagian ini. Jadi bagian akhir ini pun terfokus pada visi.

Model pengajaran Perjanjian Baru tentang pendidikan Kristen adalah pendidikan yang
berfokus pada membagikan visi, misi, dan memori kristiani, sementara para pengikut Yesus
Kristus berusaha setia pada panggilan Allah di dunia ini.

Dalam hubungannya dengan praktik pendidikan saat ini, orang-orang Kristen dipanggil
untuk mengevaluasi sejauh mana telah membagikan visi, misi, dan memori kristiani secara
efektif. Kriteria seperti itu adalah standar untuk mengevaluasi pendidikan Kristen hari ini.
Seperti yang di ilustrasikan dalam Ulangan 30-32, ada beberapa implikasi pendidikan yang
dapat disarankan bagi pelaksanaan pendidikan gereja lokal berdasarkan model pengajaran
yang dimuat dalam Injil Matius.

Dari elemen pertama pendidikan-membagikan visi-ada beberapa Implikasi bagi para


pendidik Kristen:

1. Secara eksplisit menyatakan, lebih baik dalam bentuk tertulis, visi mereka tentang
pekerjaan Allah dalam gereja lokal mereka.

2. Memberikan waktu yang cukup panjang, mungkin dalam format retret, di mana semua
orang terlibat dalam pelayanan pendidikan dapat mempelajari ide-ide penting yang Alkitab
katakan tentang pendidikan dan membagikan visi mereka bagi pelayanan.

3. Secara berkala menyediakan waktu khusus untuk mengevaluasi implementasi visi dalam
menjalankan suatu pelayanan tertentu dan mengarahkan ulang seluruh upaya yang
dilakukan.

Dari elemen kedua - membagikan misi - ada beberapa implikasi bagi para pendidik Kristen:

1. Mengembangkan pernyataan misi untuk memandu praktik pendidikan yang


mengidentifikasi tujuan utama yang spesifik dan tujuan jangka pendek dan jangka
panjangnya.

2. Memikirkan kebutuhan-kebutuhan yang muncul di dalam dan di luar komunitas Kristen


dan mempertimbangkan tuntutan alkitabiah yang berkaitan dengan misi (tantangan misi di
lingkup nasional atau luar negeri tidak dapat diabaikan dengan hanya memfokuskan diri
pada kebutuhan-kebutuhan gereja lokal saja).

3. Mendelegasikan sejumlah tanggung jawab khusus dan menetapkan jalur-jalur


akuntabilitas yang terkait dengan berbagai komponen dari implementasi misi.

4. Mengevaluasi program-program dan segala upaya yang sedang dila kukan apakah selaras
dengan pernyataan misinya.

5. Secara berkala memeriksa kembali pernyataan misi dalam kaitannya dengan menjawab
tantangan dan situasi yang sedang dihadapi.

Elemen ketiga - membagikan memori-ada beberapa implikasi bagi para pendidik Kristen:

1. Merencanakan waktu-waktu di mana sejarah karya Allah dapat diceri takan kembali dan
dirayakan di dalam sebuah komunitas gereja lokal dan/atau sebuah denominasi

2. Menghubungkan sejarah gereja lokal bagi kemajuan kerajaan Allah yang telah
berlangsung selama berabad-abad.
3. Mengidentifikasi poin-poin spesifik tentang terjadinya suatu kontinuitas atau
diskontinuitas dengan masa lampau dalam hubungannya dengan gereja lokal di masa kini
dan di masa mendatang 4. Melibatkan anak-anak, muda mudi, dan orang dewasa dalam
mengeksplorasi akar sejarah.

Implikasi-implikasi tersebut merupakan suatu saran dan implikasi implikasi tersebut


mengilustrasikan nilai dalam usaha untuk mengeks plorasi fondasi yang mendasari praktik
pendidikan yang benar-benar dilaksanakan dalam konteks gereja lokal.

Injil Lukas: Metode dari Sang Guru Agung

Sebuah perikop lain yang sangat penting dalam membahas tentang cocok dibahas dalam
kaitannya dengan pendidikan, khususnya ketika membahas tentang metode pengajaran
adalah Lukas 24:13-35, di mana Yesus sedang berbicara dengan dua orang murid dalam
perjalanan ke Emaus.

Komponen komponen kunci dalam episode pengajaran ini yang perlu dipertimbangkan
adalah diskusi (ay, 14), pertanyaan terbuka (ay. 17). koreksi dan klarifikasi (ay. 25-27),
keteladanan (ay. 30-31) dan pentingnya respons (ay. 33-35). Momen pendidikan ini selain
memuat dimensi dari deldarasi yang dibuktikan dalam penjelasan Yesus saat membahas
Kitab Suci, juga memuat dimensi dialog, yang memampukan para murid untuk terlibat,
bukan hanya dalam tataran pikiran, melainkan juga dalam tataran hati, kemauan, dan
tingkah laku. Ini adalah peristiwa pendidikan yang menuntut respons di dalam kepala, hati,
dan tangan terhadap kabar baik yang dinyatakan Yesus.

Pendekatan Yesus dalam berinteraksi dengan murid-murid-Nya mengandung tiga elemen


yang sangat penting untuk diperhatikan. Pertama, Yesus mengajukan pertanyaan (ay. 17-
19). Sang Guru Agung sudah mengetahui semua jawabannya, tetapi Dia mau murid-murid-
Nya berpikir bagi dirinya. Kedua, Dia mendengarkan respons mereka terhadap pertanyaan
yang Dia ajukan. Para pendidik acap kali gagal mendengarkan peserta didiknya dan gagal
dalam memberikan waktu yang cukup untuk berpikir. Ketiga, hanya setelah bertanya dan
mendengarkan, Yesus menasihati para murid-Nya dan membuka Kitab Suci sambil
menjelaskan maknanya. Yesus menjelaskan tentang kebenaran-kebenaran yang dibahas
oleh Musa dan para nabi lewat interpretasi-Nya terhadap teks-teks Alkitab tersebut. Sebagai
respons terhadap pengajaran Yesus, murid murid-Nya mengatakan tentang pertemuan
mereka ketika mereka mengalami bagaimana mata mereka dicelikikan dan Kitab Suci
disingkapkan. Kata "membuka" yang digunakan di sini sama dengan kata yang digunakan
untuk menjelaskan tentang bagaimana rahim dibuka saat seorang anak dilahirkan. Ada
perasaan sukacita dan hati yang membara, yaitu perasaan serupa dalam pengalaman
melahirkan. Sukacita seperti ini yang muncul dari suatu penyingkapan sangat dibutuhkan
dalam setiap usaha pendidikan Kristen.
1 Korintus 2:6-16: Hikmat dari Roh Kudus

Para pendidik Kristen harus mempertimbangkan pelayanan pengajaran Paulus di abad


pertama. Fokus Paulus adalah hikmat dari Allah, hikmat yang sumbernya adalah Roh Kudus
Paulus mengajar dengan mengguna. kan kata-kata yang diajarkan Roh, menyatakan
kebenaran rohani dalam perkataan yang bersifat rohani juga. Penerimaan terhadap
perkataan ini membutuhkan pekerjaan Roh Kudus di dalam diri para pendengarnya. Tanpa
Roh, seseorang tidak dapat menerima hal-hal yang berasal dari Roh. Paulus merefleksikan
kata-kata Yesus kepada murid-murid-Nya. " tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan
diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu
dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu" (Yoh. 14:26);
"Tetapi apabila la datang, yaitu Roh Kebenaran, la akan memimpin kamu ke dalam seluruh
kebenaran: sebab la tidak akan berkata-kata dari diri-Nya sendiri, tetapi segala sesuatu yang
didengar Nya itulah yang akan dikatakan-Nya dan la akan memberitakan kepadamu hal-hal
yang akan datang" (Yoh 16:13). Roh Kudus, yang tugas-Nya mengajar semua murid Kristus
tentang segala hal dan mengingatkan mereka akan pengajaran Yesus, akan memperlengkapi
para pendidik Kristen untuk melayani dengan efektif dan melepaskan kreativitas yang
dibutuhkan untuk membagikan dan mengerti kebenaran Kristen dengan benar.

Proses belajar-mengajar yang efektif membutuhkan kehadiran dan pekerjaan Roh Kudus
yang kontinu. Pengajaran itu sendiri digambarkan sebagai salah satu karunia roh yang
diberikan Kristus kepada gereja melalui Roh Kudus (Rm. 12:3-8; 1 Kor 12:27-31: Ef. 4:7-13; 1
Pet. 4:10 11).

Hikmat dari Roh Kudus berbeda sekali dengan pengetahuan atau hikmat dari dunia.
Perbedaan ini secara eksplisit terlihat dalam Yakobus 3:13-18 Dalam 1 Korintus, Paulus
menggambarkan "hikmat. dari dunia ini" (2.6) dan pengetahuan yang membuat sombong
(8:1-3). Sebagai perbandingan, pengetahuan rohani dan hikmat ditandai dengan adanya
kasih yang membangun orang lain. Pengetahuan dengan mudah melahirkan kesombongan,
memberikan jawaban yang cepat, namun tidak lengkap. Yang lebih penting adalah hikmat
rohani yang dinyatakan dalam kasih yang melakukan kebajikan bagi orang lain dan
memuliakan Allah, Paulus berdoa agar jemaat Efesus mengenal kasih Kristus yang
melampaui semua pengetahuan (3:19). Paulus tidak mengatakan semua pengetahuan itu
jelek, tetapi dia menilai semua pengetahuan lewat pekerjaan Roh Kudus sehingga membuat
kasih Kristus menjadi nyata.

Surat Efesus: Pola dan Tujuan

Pola umum pelayanan Paulus seperti terlihat di Surat Efesus, dan juga di surat-surat lainnya,
adalah sebuah pola yang menggabungkan pengajaran, doa syafaat, dan nasihat Pengajaran
seperti ini mengandung sebuah fokus pada konten iman Kristen, dan pada apa yang telah
dilakukan oleh Allah. Doa syafaat adalah doa bagi mereka yang sedang diajar, dengan
kesadaran kebergantungan pada Allah dan pekerjaan Roh Kudus. Elemen ketiga dari pola
pengajaran Paulus adalah nasihat. Paulus menjelaskan secara khusus tentang jati diri orang
percaya dan apa yang seharusnya mereka lakukan selaras dengan pekerjaan Allah dan
penyataan Allah dalam Kristus.

Dalam rangka memperkaya pola umum ini, Efesus 4:7-16 memberi kan ide-ide penting
tentang bagaimana membedakan pengajaran atau pelayanan pengajaran gereja secara
spesifik. Mengajar adalah sebuah karunia rohani. Tujuan pengajaran adalah menyiapkan
umat Allah untuk pekerjaan pelayanan dalam gereja dan di dunia. Sebuah kebenaran yang
sangat penting bagi gereja Kristen di abad ke-21 ini adalah pelayanan dari semua orang
percaya.

Selain bertujuan mempersiapkan orang percaya bagi pelayanan, tujuan akhir dari
pendidikan adalah untuk mendidik. Tujuan akhir ini adalah untuk membangun jemaat.
Karunia mengajar diberikan supaya tubuh Kristus, gereja, bisa dibangun. Penyucian secara
umum berfokus pada pertumbuhan rohani secara individu, sedangkan membangun
(edifikasi) berfokus pada pertumbuhan rohani secara korporat yang membutuhkan kerja
sama, kolaborasi, dan mutualisme. Gereja adalah tubuh Kristus, maka gereja membutuhkan
Yesus sebagai Kepala dan Tuhan. Kedua unsur ini penting bagi terjadinya edifikasi. Edifikasi
seperti ini terjadi untuk membangun kesatuan dan kedewasaan. Kesatuan adalah kesatuan
dalam iman dan pengenalan akan Anak Allah, dan ini merupakan kesatuan dalam
kebenaran. Kedewasaan terjadi dalam kaitannya dengan kepenuhan Kristus sepenuhnya.
Gereja bertumbuh dewasa oleh karena kebenaran dan kasih. Mengatakan kebenaran dalam
kasih berarti mempertahankan, menghidupi, dan melakukan kebenaran dalam hubungan
hubungan yang dijalin dalam kasih.

Edifikasi membutuhkan pekerjaan penyucian yang sesuai; kedua proses itu saling
mendukung. Karena itu, tujuan pendidikan harus men cakup baik dimensi korporat maupun
dimensi personal dalam per tumbuhan dalam iman Kristen. Dan juga tujuan langsung dalam
mempersiapkan bagi pelayanan harus dilihat dalam kaitannya dengan tujuan akhir edifikasi.
Melalui kesempatan-kesempatan pelayanan yang riil di lapangan, tubuh Kristus akan
dibangun. Oleh karena itu, pendidikan dalam iman kristiani yang tidak menghasilkan buah
pelayanan harus dipertanyakan karena tidak memadai lagi, sebagaimana hal tersebut di
pertanyakan dalam Surat Yakobus bahwa iman harus nyata dalam perbuatan (Yak. 2:14-26).

Surat Kolose dan Filipi: Hikmat dalam Kristus

Dalam Kolose 1:9-14 Paulus berdoa agar Allah memenuhi orang-orang Kristen Kolose
dengan pengetahuan akan kehendak Allah secara sempurna melalui seluruh hikmat dan
pengertian yang benar. Dia berdoa supaya orang-orang Kristen ini hidup layak di hadapan
Tuhan, dan menyenangkan Allah dalam segala hal. Paulus menjelaskan bahwa hidup
berkenan itu mencakup hidup yang memberi buah dalam segala pekerjaan yang baik,
bertumbuh dalam pengetahuan yang benar tentang Allah, dikuatkan dengan segala
kekuatan oleh kuasa kemuliaan-Nya, dan selalu mengucap syukur dengan sukacita kepada-
Nya. Dengan kata lain, pelayanan, pertumbuhan dan kemampuan rohani, dan penyembahan
adalah bukti dari aplikasi pengetahuan dan hikmat kristiani dalam kehidupan.

Supremasi Hubungan

Selain menekankan pada hikmat dan pengetahuan, para pendidik Kristen juga harus sadar
akan dimensi hubungan interpersonal yang dibahas di Perjanjian Baru. Pendidikan Kristen
berpusat pada hubungan dengan Allah Tritunggal, dengan orang lain dan dengan semua
ciptaan lain. Ada banyak kutipan dalam Kitab Suci yang bisa dikutip berkaitan dengan
hubungan Dengan orang lain sebagaimana telah diteladankan sebagai relasi yang mendasar
dengan Allah. Salah satu perikop yang memuat pentingnya hal ini terdapat dalam Yohanes
15:12-17, yang menuliskan tentang perintah baru dari Yesus untuk mengasihi orang lain
sama seperti Dia telah mengasihi murid-murid-Nya. Yesus memberi teladan kasih ini dalam
peristiwa ketika la mengajar Nikodemus dan wanita Samaria seperti yang dicatat dalam Injil
Yohanes. Perintah untuk mengasihi ini adalah suatu perintah yang sangat berat, namun
mendasar sekali dalam menjalin semua interaksi interpersonal dalam pendidikan Kristen.

Paulus menjelaskan hubungannya dengan murid-muridnya di Tesalonika sebagai sebuah


hubungan yang mempunyai dimensi paternal dan maternal (1 Tes 2:7-12). Dalam ayat 8,
Paulus mengatakan bahwa para pelayan dan pengajar merasa senang bukan hanya untuk
membagi kan Injil Allah, melainkan juga hidup mereka." Dimensi maternal ini mencakup
tindakan memelihara dan merawat, sedangkan dimensi paternal mencakup tindakan
memberikan semangat, menghibur, dan mendorong orang lain untuk hidup berkenan
kepada Allah. Tantangan bagi para pendidik Kristen adalah membuka diri untuk mencapai
tingkat pelayanan ini, yaitu suatu tingkat di mana para pendidik memosisikan diri pada
tempat yang berisiko dan rentan saat menjalin hubungan kasih dengan peserta didiknya.
Interaksi ini mengharuskan kita berbagi hidup dan kemauan untuk melayani sebagai teladan
dalam membimbing orang lain. Menjadi teladan bukan berarti bahwa pendidik
menampilkan diri sebagai orang yang sempurna dan tanpa dosa, melainkan lebih pada
menempatkan diri sama seperti orang lain, yang membutuhkan pengampunan, namun terus
berupaya untuk tetap setia.

Surat Ibrani: Pertanyaan tentang Kesiapan

Ibrani 5:11-6:3 memberikan gambaran pentingnya pertanyaan tentang kesiapan sebelum


dan selama terjadinya interaksi dalam pengajaran:

Tentang hal itu banyak yang harus kami katakan, tetapi yang sukar untuk dijelaskan, karena
kamu telah lamban dalam hal mendengarkan. Sebab sekalipun kamu, ditinjau dari sudut
waktu, sudah seharusnya menjadi pengajar, kamu masih perlu lagi diajarkan asas-asas
pokok dari penyataan Allah, dan kamu masih memerlukan susu, bukan makanan keras.
Sebab barang siapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran,
sebab ia adalah anak kecil. Tetapi makanan keras adalah untuk orang-orang dewasa, yang
karena mempunyai pancaindera yang terlatih untuk membedakan yang baik dari pada yang
jahat.

Sebab itu marilah kita tinggalkan asas-asas pertama dari ajaran tentang Kristus dan beralih
kepada perkembangannya yang penuh. Janganlah kita meletakkan lagi dasar pertobatan
dari perbuatan-per buatan yang sia-sia, dan dasar kepercayaan kepada Allah, yaitu ajaran
tentang pelbagai pembaptisan, penumpangan tangan, kebangkitan orang-orang mati dan
hukuman kekal. Dan itulah yang akan kita perbuat jika Allah mengizinkannya.

Penulis kitab Ibrani memperingatkan mereka yang murtad dan menjelaskan tentang
pentingnya mengajarkan kembali kebenaran-kebenaran mendasar dari firman Allah. Inilah
yang terjadi karena mereka tidak mengerti, menerima, atau menghidupi kebenaran-
kebenaran itu dalam hidup mereka. Mereka adalah orang yang lamban dalam belajar.

Persoalan tentang bagaimana cara mengukur kesiapan peserta dalam pendidikan Kristen itu
adalah sesuatu yang kompleks dan bisa saja sangat melelahkan karena ada banyak variabel
yang memengaruhi seseorang secara pribadi, korporat, dan kontekstual. Namun, ada
seorang nara sumber yang selalu menyertai para pendidik Kristen dalam proses menunaikan
tugas ini. Nara sumber ini adalah Roh Kudus. Dalam membahas tentang pelayanan Roh
Kudus yang membantu pendidik Kristen dalam menilai kesiapan peserta dan membuat
suatu perencanaan yang tepat sesuai tingkat kesiapan peserta, para pendidik Kristen pun
harus menyadari bahwa kesiapan mereka sendiri adalah suatu persoalan tersendiri.

MODEL YANG TERINTEGRASI

Berdasarkan fondasi-fondasi alkitabiah yang diterapkan dalam pendi dikan Kristen,


terbukalah kemungkinan untuk menyarankan suatu model untuk mengarahkan pemikiran
dan praktik pendidikan masa kini.

Iman bisa dipandang sebagai sesuatu yang mengandung beberapa dimensi, yaitu dimensi
notitia (afirmasi intelektual), assensus (afirmasi afektif), dan fiducia (afirmasi intensional)
ketika seseorang merespons pekerjaan dan penyataan Allah dalam Yesus Kristus. Pendidikan
dalam hal pemberitaan atau penginjilan berfokus pada memampukan seseorang untuk
mengeksplorasi dan memahami dimensi-dimensi iman tersebut dan meneguhkan respons
mereka. Respons seperti ini mencakup respons awal secara pribadi yang kemudian iman
Kristen ini dibagikan kepada orang lain. Pemberitaan (kerygma) adalah sesuatu yang krusial
dalam proses ini (Rm. 10:17), yang dengan adanya pertemuan-pertemuan yang
mengandung unsur pendidikan menjadi sarana untuk mendiskusikan isu-isu iman yang
melengkapi pemberitaan Injil. Basis ini berpusat pada iman, yang erat hubungannya dengan
dimensi yang berlaku pada satu waktu di masa lampau dengan suatu keyakinan yang
didasarkan pada karya Kristus yang tergenapi dalam sejarah.

Melengkapi pendidikan bagi pemberitaan Injil yang menekankan pentingnya kerygma secara
eksplisit dan aktif, maka basis ini juga melambangkan pendidikan tentang pemberitaan Injil.
Pendidikan tentang pemberitaan Injil mengacu pada proses belajar-mengajar yang lebih
bersifat reseptif dan implisit, yaitu pengajaran yang terjadi melalui kesaksian iman Kristen
lewat perkataan dan perbuatan. Pendidikan bagi pemberitaan Injil mencakup sikap
mendorong orang-orang yang belum percaya untuk merespons pemberitaan tentang
Kristus.

Basis kedua melambangkan pendidikan bagi komunitas (koinonia) persekutuan dengan Allah
dan orang Kristen lainnya. Pendidikan seperti ini mencakup proses pelatihan, pengajaran
dan pemeliharaan, yang memampukan seseorang untuk bertumbuh dan dewasa dalam
Iman mereka.

Basis ketiga melambangkan pendidikan bagi pelayanan (diakonia) pelayanan kepada Allah,
kepada orang lain dan kepada dunia. Para pendidik Kristen dipanggil untuk memperlengkapi
orang Kristen bagi tugas pelayanan di dalam gereja lokal dan tugas menginkarnasikan iman
mereka lewat segala upaya dan tindakan mereka. Dalam konteks masyarakat yang lebih
luas, orang Kristen dipanggil dalam sebuah pelayanan yang bernuansa inkarnasi sebagai
sarana bagi kuasa transformasi Kristus, yang bekerja secara efektif dalam lapisan-lapisan
masyarakat yang berbeda-beda. Orang Kristen dipanggil untuk menjadi garam dan terang
dunia dalam berbagai organisasi dan institusi, dalam rangka menegakkan keadilan dan
kebenaran dalam berbagai struktur ekonomi, politik, sosial, pendidikan, dan kehidupan
bergereja.

Basis ketiga ini juga meliputi ranah reseptif untuk melengkapi peran aktif pendidikan bagi
pelayanan. Tindakan nyata tentang pelayanan untuk orang-orang, kelompok kelompok, dan
pihak pihak tertentu men jadi suatu kesempatan di mana orang lain bisa belajar dari
perspektif orang Kristen dan non-Kristen. Orang Kristen contohnya bisa belajar tentang
harga yang harus dibayar terkait kebijakan politik, sosial, dan ekonomi saat melakukan
pelayanan kepada orang miskin dan dalam prosesnya mereka akan diperkaya secara rohani
ketika mengadakan kontak-kontak dengan orang Kristen yang berkekurangan.

Basis keempat menyatakan pentingnya pendidikan bagi pendamping (propheteia). Orang


Kristen dipanggil untuk menyadari pengharapan mereka di dalam Allah dan di dalam
kemahakuasaan Allah dalam sejarah Dengan memiliki perspektif ini, mereka mampu
mendampingi orang lain yang rindu menggenapi tujuan Allah di bumi ini.

Perspektif tentang kerajaan Allah di masa depan ini tidak berarti meniadakan penghargaan
terhadap masa lalu dan karya aktif Allah yang dilakukan pada masa kini yang berhubungan
dengan tercapainya tujuan Allah dalam gereja dan dalam dunia. Pendidikan bagi pembelaan
men dorong orang Kristen untuk memperoleh perspektif seperti ini mengenal masa depan
dan menggenapi tujuan Allah dalam menghadapi realitas realitas masa kini, Musa berperan
sebagai teladan dalam mendampingi umat Israel di dalam Perjanjian Lama. Musa
mengupayakan pembebasan secara politik, ekonomi, sosial, dan spiritual bagi orang Israel di
Mesir. Dia berusaha mendorong mereka dalam usahanya menggenapi rencana Allah. Dalam
Perjanjian Baru, Yesus sebagai Musa Kedua atau Musa yang Baru, memenuhi tugas
pembelaan ini dan setelah Dia terangkat ke surga, Dia mengutus pendamping yang lain,
yaitu Roh Kudus untuk berdoa syafaat bagi kepentingan umat-Nya. Sebagai respons dari
pembelaan ini, orang Kristen harus pula membela orang lain dan menunjukkan perhatian
kepada mereka yang dekat dengan hati Allah. Kebajikan kristiani yang secara logis dikaitkan
dengan basis keempat ini, yaitu pengharapan, yang menggambarkan masa depan yang Allah
persiapkan dan partisipasi manusia dalam masa depan itu berbarengan dengan panggilan
terhadap tiap orang, komunitas, dan masyarakat untuk memberikan pertanggungjawaban
seperti yang telah dilakukan oleh para nabi dalam Perjanjian Lama. Dalam rangka
mengomentari posisi pembelaan dengan orang-orang yang lebih dewasa, Arthur Becker
mengidentifikasi tiga aspek pembelaan: koreksi terhadap ketidakadilan, upaya mengejar
keadilan secara positif, dan pencegahan dari terjadinya ketidakadilan," Tiga aspek
pembelaan ini merupakan komponen-komponen dari panggilan yang bersifat profetik bagi
umat Allah.

Pendidikan bagi/tentang pembelaan meliputi tindakan akulturasi (acculturation) dan


disenkulturasi (disenculturation). Akulturasi adalah sebuah proses yang meneguhkan posisi
budaya Kristen tertentu dan yang melibatkan tiap anggota masyarakat untuk bertanggung
jawab dalam rangka mengafirmasi budaya tertentu. Kebalikan dari akulturasi adalah
disenkulturasi Disenkulturasi adalah sebuah proses yang menempatkan nilai-nilai kerajaan
Allah di atas semua bentuk budaya dan komunitas iman kristiani. Kedua proses itu penting
dan bergantung sama lain, seperti yang telah diamati oleh Lesslie Newbigin, "Injil
memberikan landasan untuk mengevaluasi semua budaya, tetapi Injil... selalu diwujudkan
dalam suatu bentuk budaya tertentu.

Pendidikan bagi pembelaan bisa dilihat sebagai proses akulturasi bagi perwujudan visi
tentang masa depan Allah yang diwujudkan dan diekspresikan dalam komunitas tertentu
yang membawa tujuan agar Allah memerintah pada masa kini. Pendidikan tentang
pembelaan melibatkan posisi reseptif yang memampukan munculnya kesadaran kritis akan
tercapainya tujuan akhir Allah di mana Dia akan memerintah.

KESIMPULAN

Ada banyak fondasi Alkitab yang dapat diambil dan dirajut untuk membangun pendidikan
Kristen dengan tujuan untuk membentuk suatu karya tenunan yang indah sekali dari
pelayanan kepada Yesus Kristus. Gulungan-gulungan benang yang kita gunakan untuk
menenun merupa kan upaya-upaya yang dilakukan oleh Allah Tritunggal dan orang-orang
yang telah diangkat menjadi anggota keluarga Allah, yaitu mereka yang telah diberi karunia
dan diperlengkapi bagi pelayanan pendidikan.
BAB II

FONDASI TEOLOGIS

FONDASI TEOLOGIS

Saat menekankan otoritas esensial dari Kitab Suci sebagai pernyataan ilahi, orang Kristen
Injili telah diarahkan untuk memegang teguh kepada sumber Alkitab didalam seluruh area
iman dan kehidupan mereka dengan serius.

EMPAT ELEMEN TEOLOGI YANG UNIK

Pendekatan Injil pada pendidikan agama menekankan pada empat elemen unik yang secara
natur merupakan teologi utama: otoritas Alkitab, pentingnya pertobatan, karya penebusan
Yesus Kristus dan kekudusan pribadi.

Otoritas Alkitab

Para pendidik Injili secara sadar memegang pernyataan Alkitab dan mengklaim bahwa
mereka berada “dibawah firman Allah’’. Firman Allah yang tertulis adalah Kitab Suci di
dalam keutuhannya serta keragaman isinya, dan kaum injul berusaha mengajarkan seluruh
hikmat Allah. Dengan cara ini orang percaya di hubungkan kepada sumber utama atau
otoritas untuk membedakan iman Kirsten
Pentingnya Pertobatan

Pemberitaan Injil dan pertobatan adalah dua isu dalam pendidikan Injili yang bisa saling
melengkapi fokus pada katekisasi dan pembinaan. Katekisasi adalah instruksi yang membina
proses integrasi kebenaran Kristen dengan Kehidupan. Pembinaan adalah berbagai aktivitas
kebersamaan yang dilakukan secara interpersonal di antara orang Kristen yang dicirikan
oleh adanya kasih dan pemeliharaan spiritual yang menghasilkan kebangunan Gereja
Kristen. Baik katekisasi maupun pembinaan mangasumsikan bahwa pendidik, orang tua,
model atau peserta didik adalah orang Kristen yang berkomitmen dan bahwa peserta didik
adalah seorang Kristen atau seorang yang sedang dan mau mempertimbangkan secara
serius untuk berkomitmen seumur hidup untuk mengikuti Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamat.

Kekudusan Pribadi

Sejalan dengan yang kasus pada elemen kedua, orang Injili menekankan kebutuhan untuk
menyelaraskan setiap pribadi di dalam iman Kristendan untuk bertumbuh didalam
keintiman dan perjalanan relasi dengan Kristus. Dedikasi seseorang kepada Yesus Kristus
dan Iman Kristen ditunjukan dalam kehidupan spiritual yang murni. Kehidupan yang dimulai
pada saat pertobatan ini kemudian dipelihara terus melalui hubungan orang percaya
tersebut dengan Tuhan yang melibatkan hati,roh juga pikiran. Karena elemen unik ini,
orang Injili telah secara historis memelihara perkembangan afeksi dan disiplin spiritualnya.
Hal ini tidak dilakukan untuk menyingkirkan iman yang menggunakan logika, tetapi lebih
sebagai pelengkap terhadap pengabdian intelektual seseorang kepada Kristus.

FONDASI ORTODOKS

Di luar empat elemen teologi yang unik tersebut, sangatlah mungkin tuk menggambarkan
fondasi teologis dari pendidikan Inijili dengan merujuk kepada Pengakuan Rasuli, yang
memberikan kerangka untuk mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan teologi yang sesuai
dengan Kitab Suci. Masing-masing pernyataan tersebut berimplikasi pada pendidikan
Kristen. Dalam hubungannya dengan doktrin utama teologi ortodoks atau iman Injili,
contoh-contoh implikasi diberikan, yang mempunyai hubungan langsung dengan fondasi
Alkitab seperti yang dibahas di bab 1.

Tuhan sang Pencipta

Karena Tuhan adalah pencipta dunia dan umat manusia, maka Tuhan adalah sumber
kehidupan dan manusia bertanggung jawab kepada Tuhan. Tuhan, sebenarnya menciptakan
perjanjian kreatif dengan manusia. Pendekatan pendidikan yang berpusat pada Tuhan
bergantung pada penyataan ilahi dan mendorong manusia untuk menemukan makna hidup
dalam Tuhan,yang merupakan hal esensial. Manusia harus diinstruksikan dalam tanggung
jawab mereka sebagai makhluk ciptaan Tuhan. Status sebagai ciptaan melemahkan
penekanan khusus pada otonomi manusia. Penekanan pada otonomi manusia berarti
mengabaikan kebergantungan pada Tuhan dan adanya saling ketergantungan dengan
manusia lain serta ciptaan lainnya.Tuhan telah berinisiatifuntuk bersekutu dengan manusia,
dan praktik pendidikan harusnya memelihara respons manusia kepada Tuhan. Manusia
diadopsi sebagai anggota keluarga Allah dan sebagai efeknya manusia mendapatkan hak
istimewa serta tanggung jawab. Karena Tuhan adalah pembebas dan penebus manusia
baikindividu, kelompok,dan masyarakat; Tuhan adalah sumber kebenaran, keadilan dan
kebebasan;yang kepada-Nya manusia harus bergantung agar mendapat kepenuhan; dan
Dialah yang memulai perjanjian penebusan. Pengertian dan usaha manusia dalam area
kebenaran, keadilan dan kebebasan harus ditundukkan pada agenda ilahi supaya bisa
mencapai aktualisasinya. Ini tidak berarti manusia lepas dari tanggung jawabnya tetapi
menjadi tunduk kepada kemahakuasaan Allah.
Para pendidik Kristen dipanggil untuk meningkatkan kesadaran manusia dalam isu
yang berkaitan dengan kebenaran, keadilan dan kebebasan sebagai komponen pekerjaan
Tuhan yang masih berlanjut di bumi. Dengan adanya realitas dosa dan akibatnya terhadap
kehidupan individu dan kelompok, manusia menjadi bergantung pada Allah untuk
penebusannya dan mengalami kepenuhan dalam hidup dan kebebasannya. Realitas dosa
dan kejatuhan manusia haruslah dinyatakan dalam pendidikan Kristen. Kebutuhan akan
struktur, disiplin, pengampunan dan rekonsiliasi diterapkan pada interaksi pendidikan
dimana manusia saling berkompetisi satu sama lain. Posisi pengabaran Injil dalam
pendidikan Kristen harus dikenali, karya penebusan Allah yang luar biasa dalam seluruh
hidup manusia harus dieksplorasi, dan itu adalah tugas manusia seumur hidup.

Yesus Kristus

Yesus Kristus adalah Anak Allah, Tuhan dan Juruselamat, Anak Manusia dan Raja. Karena
Yesus Kristus adalah pemberi hidup, pendidikan Kristen harus berusaha untuk menjadi
berpusat kepada Kristus dalam artian memampukan orang mengenal Firman yang Hidup
dan bertumbuh dewasa dalam Dia. Para pendidik Kristen terpanggil untuk membantu orang-
orang untuk dapat memegang implikasi ke Tuhanan Kristus secara pribadi dan kelompok.
Realitas ciptaan baru dalam Kristus memberikan harapan bagi para pendidik dan peserta
didik untuk bersama-sama bergabung dalam usaha ini. Sebagai Anak Manusia, yang adalah
cara yang dipilih-Nya dalam menyatakan diri-Nya, Yesus Kristus peka terhadap kebutuhan
dan dilema keberadaan manusia dan secara aktif berdoa syafaat bagi mereka yang
berkomitmen kepada Dia. Teladan Yesus Krists dalam kehidupan-Nya sebagai manusia di
bumi dan pelayanan pengajaran-Nya, bersifat instruktif baik bagi pendidik maupun peserta
didik. Mereka yang mengidentifikasikan dirinya dengan Kristus dan kerajaan-Nya
mempunyai kewajiban dalam hubungannya dengan Kerajaan-Nya. Pengajaran dan
pembelajaran bisa dilihat sebagai aktivitas yang memuliakan nama Kristus dan
memperluaskan Kerajaan-Nya di bumi.

Roh Kudus

Roh Kudus adalah yang memulai dan memelihara kehidupan, Roh Kebenaran dan yang
mentransformasi manusia. Para pendidik Kristen, orang tua, administrator dan peserta didik
harus peka dengan pekerjaan Roh Kudus dalam memotivasi manusia dan berdoa agar Roh
Kudus bisa bekerja dengan efektif dalam hidup mereka. Roh Kudus menggerakkan,
melengkapi dan membenarkan pengajaran manusia. Pencarian manusia akan kebenaran
dalam pendidikan harus dilihat dalam hubungannya dengan Allah sebagai sumber semua
kebenaran. Roh Kudus menerangi pikiran manusia sehingga mereka bisa membedakan
kebenaran di dalam penyataan khusus dan penyataan umum. Roh Kudus juga
memampukan manusia untuk hidup sesuai dengan kebenaran yang ditutupi atau
ditemukan. Roh Kudus adalah agen yang bekerja bagi transformasi personal dan sosial di
antara manusia di bumi. Para pendidik Kristen karena itu harus peka terhadap pekerjaan
Roh Kudus dalam area pembaharuan dan transformasi. Ada banyak cara bekerja sama
dengan Roh Kudus baik di dalam dan di luar temuan pendidikan, yang bisa dieksplorasi.
Mengenali dan mengakui transformasi dan pembaruan menjadi dasar bagi adanya ucapan
syukur dan perayaan manusia.

Firman Allah yang Tertulis

Alkitab adalah dasar otoritas dan penyataan Tuhan dan merupakan sumber kebenaran bagi
seluruh kehidupan. Alkitab berfungsi sebagai otoritas final atau filter yang menyaring di
mana seluruh kebenaran dievaluasi melaluinya. Otoritas pendidik dan semua orangyang
mendidik berasal dari dirinya sendiri. Semua itu harus dinilai dalam hal kekonsistenannya
dengan penyataan dengan penyataan Allah dan kebenaran yang terungkap. Alkitab itu
adalah konten esensial, walaupun tidak eksklusif, menjadi konten bagi pendidikan Kristen.
Alkitab memberikan panduan yang cukup, walaupun tidak seluruhnya, menjadi penuntun
iman dan kehidupan. Kebenaran Alkitab harus berintegrasi dengan semua area pola pikir
dan praktik pendidikan, dengan semua subjek dan disiplin ilmu

Gereja yang Katolik dan Kudus

Gereja adalah Tubuh Kristus, Gereja kudus karena kekudusan dan kebenaran Kristus, dan
gereja itu katolik atau universal, yaitu termasuk semua orang dari berbagai budaya, bangsa
dan suku bangsa di sepanjang zaman. Di gereja, ada bermacam-macam pelayanan yang
beriringan dengan bermacam-macam deskripsi tentang Perjanjian Baru. Misi pendidikan
gereja mempunyai berbagai macam ekspresi. Ada bermacan-macam karunia untuk
mengajar dan bermacam-macam cara pandang dari pembelajaran yang bisa dimanfaatkan
oleh gereja. Gereja adalah organisasi dan organisme dengan memberikan perhatian pada
struktur dan relasi di mana keduanya harus sesuai. Usaha pendidikan Kristen harus bisa
menjembatani tujuan, tugas dan misi gereja Kristen.

Persekutuan Orang Kudus

Orang kristen membentuk keluarga besar orang Kristen atau komunitas orang percaya.
Mereka yang terlibat dalam pendidikan terpanggil untuk menjaga hubungan positif yang
menyeimbangkan kepedulian terhadap kebenaran dan kasih. Hubungan yang ada harusnya
membawa kemuliaan bagi nama Kristus. Bersekutu mengimplikasikan kebutuhan orang
Kristen untuk membangun hubungan yang positif satu dengan yang lain dan dengan Roh
Tuhan, yang menjaga persekutuan itu.

Pengampunan Dosa
Orang kristen perlu rekonsiliasi dan pemulihan dalam hubungan mereka dengan Tuhan dan
dengan sesama. Dosa personal dan kelompok harus menjadi salah satu agenda pendidikan.
Pelayanan rekonsiliasi ini harus bekerja dalam semua level, personal, interpersonal, dan
antar kelompok dalam pendidikan Kristen.

Kebangkitan Tubuh

Cara pandang Alkitab terhadap manusia adalah holistic (menyeluruh). Pendidik Kristen
ditantang untuk memperbaiki penekanan berlebihan pada dualisme tubuh / jiwa dan
dikotomi teoritikal / praktikal, yang menentang praktik pendidikan dan berusaha membuat
integrasi. Orang Kristen di Barat harus belajar dari orang-orang Kristen yang tidak tinggal di
Barat dalam konteks kehidupan mereka. Budaya Barat walaupun menekankan analisis
intelektual, telah mengembangkan pengkotak- kotakan kepribadian manusia dan kebebasan
hidup.

Hidup Kekal

Berbagai usaha manusia yang menjadi bagian dalam pendidikan Kristen harus dievaluasi
dalam kaca mata rencana besar Allah bagi ciptaan dan bagi komunitas orang yang telah
ditebus. Usaha pendidik dan peserta didik dikondisikan dalam tujuan Allah di dalam sejarah
dan harus dengan hati-hati dibedakan.
Survei cepat tentang cara pandang ini membentuk sebuah fondasi ortodoks yang
bisa dielaborasi dengan mempertimbangkan pertanyaan- pertanyaan teologi yang telah
dibahas oleh orang-orang Kristen dalam sejarah.

CARA PANDANG REFORMED TERHADAP PENDIDIKAN

Selain fondasi ortodoks ini, sangat mungkin bagi kita mengeksplorasi fondasi-fondasi teologi
lain dengan mempertimbangkan contoh dari aliran gereja Kristen, Reformed, yang mewakili
salah satu tradisi. Penulis sangat familiar dengan tradisi ini, yang tidak lain telah
mempengaruhi cara pandang komunitas-komunitas lainnya. Pendidik Reformed secara
umum menekankan tiga dogma teologi yang berbeda yang digunakan sebagai pemandu
cara pandang mereka terhadap pendidikan: perjanjian, penciptaan, kejatuhan manusia
dalam dosa dan perjanjian penebusaan. Dari perjanjian penciptaan, pendidik Reformed
menekankan bahwa semua manusia adalah penyandang citra Allah dan oleh karena itu,
manusia diinstruksikan untuk menunjukkan kemuliaan Tuhan. Sebagai penyandang citra,
manusia bertanggung jawab membangun Kerajaan Allah dan harus menyiapkan diri untuk
tujuan ini. Para pendidik harus mempertimbangkan tanggung jawab ekologi terhadap alam,
tanggung jawab teologi terhadap Tuhan, dan secara politik, estetika, dan tanggung jawab
intelektual dalam hubungannya dengan orang lain dan diri sendiri. Tugas para pendidik
adalah mendorong manusia memenuhi tanggung jawab mereka, yang secara ultimat
berhubungan dengan rasa hormat mereka di dalam relasi kepada Tuhan Allah Sang
Pencipta. Dalam melayani dan menyembah Sang Pencipta, orang Kristen harus mengenali
kesatuan budaya dan kesatuan ras manusia, yang mengimplikasikan kepekaan terhadap
dunia dan masyarakat. Kerajaan Allah dalam perspektif ini didefinisikan sebagai
pemerintahan atau kekuasaan Tuhan, yang melampaui wilayah rohani dan akhirat,
termasuk di dalamnya dunia ciptaan dan masyarakat manusia. Karena itu pendidikan
Reformed pada puncaknya berusaha memampukan peserta didik untuk memegang teguh
implikasi dari cara pandang kekristenan dalam seluruh bidang kehidupan.
Dogma kedua yang dipegang oleh para pendidik Reformed adalah tentang kejatuhan
manusia dalam dosa. Manusia dengan kehendak bebasnya melawan Tuhan dan menolak
untuk hidup dalam ketaatan penuh, dan lebih suka hidup dan bertindak seolah-olah mereka
memiliki norma-norma sendir Sebagai hasilnya mereka menjadi bingung dengan tanggung
jawab mereka dan menyangkalinya dengan berbagai cara. Mereka menghancurkan bumi,
menganiaya manusia lain,menyia-nyiakan kemampuan mereka, dan menciptakan allah lain.
Dogma ini meng-eliminasi kemungkinan memandang manusia sebagai makhluk yang
mempunyai kehendak bebas dan mandiri dalam keberadaan mereka. Karena itu strategi
pendidikan yang melihat kemandirian sebagai puncak perkembangan atau tujuan akhirnya
haruslah dipertanyakan. Dalam mengenali realitas dan jangkauan dosa, para pendidik
Reformed menekankan perlunya standar ilahi dan adanya peringatan yang berkaitan
dengan pemberontakan terhadap Tuhan.Dogma ketiga, perjanjian penebusan, memberikan
harapan bagi umat manusia dan ciptaan Tuhan untuk mengalami penciptaan ulang dan
pembaruan di dalam Yesus Kristus. Melalui kasih-Nya yang besar, Tuhan bertindak sehingga
manusia bisa kembali hidup dalam sukacita dan kepenuhannya dengan diri mereka, sesama
mereka, dengan alam dan denga Tuhan. Manusia harus menerima tugas budaya dan
kesempatan diperbaharui dalam Kristus melalui kuasa kelahiran kembali oleh Roh Kudus.
Orang Kristen oleh anugerah-Nya telah dipertobatkan dari dosa dan dipanggil untuk
berkontribusi secara positif dalam kedatangan kembali Kerajaan Allah melalui keterlibatan
mereka dalam budaya. Tugas pendidikan Kristen adalah memperlengkapi manusia dalam
area vital pembaharuan ini dengan cara mempresentasikan Kristus dan mendorong supaya
manusia merespons Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan. Bahkan, seluruh kehidupan
menjadi subjek bagi pendidikan Kristen, karena adanya kemultidimensian dari tugas budaya
dalam hubungannya dengan ciptaan Tuhan.

Teologi pembebasan adalah system pemikiran yang cukup terbuka dan menghargai prinsip
teologi yang awal dan sesnsial. Teologi bersifat futuristic dalam arti menekankan masa
depan yang terbuka di mana manusia harus bertanggung jawab bagi perkembangan budaya
dan pola piker yang religious. Struktur dasar teologi pembebasan adalah inovatif dalam
perkembangan kategori baru untuk menyesuaikan diri dengan keadaan yang sellau berubah.

Cara pandang yang mereformasi menekankan pada kebutuhan penyelidikan yang kritis dan
adanya kreativitas dalam area refleksi teologis.

Teologi pembebasan menekankan pada praktik, interaksi aktif anatar refleksi dan tindakan
dalam hidup. Penenkanan ini dalam pendidikan Kristen bisa menjadi sekedar verbalisme
yang mengabaikan implikasi kebenaran Alkitab dalam hidup. Bahaya yang terkandung dalam
teologi pembebasan adalah keagresifan yang gagal mengenali sumber-sumber alkitabiah
sebagai sumber dari imam Kristen dalam kaitannya dengan focus khusus konteks sejarah
saat ini.

Teologi pembebasan juga berusaha secara serius menjawab apa artinya mengikut Kristus
dan melaksanakan tujuan/agenda Allah dalam konteks sejarah yang konkret. Para penganut
teologi pembebasan tidak mengabaikan kebutuhan fisik dan social menusia di saat
menyebarkan Injil. Mereka berdiri bersama orang-orang yang menderita penganiyaan.
Teologi pembebasan tidak hanya menekankan pada harga yang harus dibayar untuk
menjadi seorang murid, tetapi juga memberi teladan akan adanya keinginan untuk
berkorban karena menjadi seorang murid Kristus.

Salah satu ciri khusus dari teologi pembebasan adalah penekanannya pada natur teologi
yang paling mendasar.

Pengikut teologi pembebasan berusaha meningkatkan kesadaran manusia berkaitan dengan


dampak dari dosa social serta diperlukan adanya tindakan korektif.

CARA PANDANG PAULO FREIRE

Freire menjelasakan teori pendidikannya dalam Cultural Action for Freedom: “Pedagogi kita
tidak bisa berjalan tanpa adanya visi manusia dan dunianya. Freire meyakini manusia
sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang bebas dan reflektif, diciptakan untuk berkembang
terus sampai mencapai potensinya dengan cara membangun hubungan dengan Tuhan dan
sesama manusia. Inilah yang disebut humanitas yang penuh dan merupakan tujuan akhir
pendidikan.

Komunitas yang sudah dan sedang mengalami penindasan di Amerika Serikat.

1. Memilih teologi yang tidak bertuhan adalah masalah utama yang muncul dari
kebergantungan pada humanism dan personalisme.
2. Implementasi terbka dari sebuah strategi revolusioner yang ditanyakan secara
terang-terangan menghasilkan pertentangan dan kekerasan yang besar, yang
sebenarnya tidak perlu dilakukan untuk mewujudkan pembaharuan dalam seluruh
konteks.
3. Agar terjadi pembebasan dalam bidang sosial, politik dan ekonomi, dan supayta
tidak mengarah pada revolusi yang merusak, dibutuhkan bantuan dan kerja sama
dari setidaknya beberapa orang yang berkuasa.
4. Teori, epistemologi, dan aksiologi dari Freire belum dibangun dengan sempurnya
seluruhnya.

Di luar dari kritik-kritik tersebut, tetap ada beberapa pengakuan yang diberikan untuk
pemikirian Freire yang bisa kita terapkan:

1. Teologinya membahas situasi sejarah atau manusia yang konkret. Teologinya


berhubungan dengaan kontekstualisasi pendidikan dan teolgi ayng diambil dari
implikasi iman kita dan kebutuhan kita untuk meresponnya.
2. Teologinya menekankan pada keselamatan dan pendidikan yang berorientasi pada
pelayanan.
3. Teologinya membantu para pendidik Kristen memiliki cara pandang untuk
mengetahui cara mendidik untuk membela dan betindak secra sosial dan bagaimana
caranya meningkatkan kesadaran hati nurani dalam diri orang Kristen terhadap
kenyataan dan kebutuhan masyarakat yang berasal dari konteks budaya lain.
4. Teologinya membahas secara serius akan kebutuhan untuk menmpilkan teologi yang
berinkarnasi, teologi yang dihidupi. Teologinya berusaha menghubungkan iman
dengan kehidupan.
5. Teologinya mengakui penekanan Alkitab pada orang miskin dan tertindas dalam
pelayanan Kristus (Luk. 4:18-19), dan mengenali tantangan dari ideology Marxis.
6. Teologinya berfokus pada kemanusiaan Kristus sebagai reaksi terhadap penegasan
pada ketuhanan-Nya secara eksklusif.
7. Teologinya mendorong lahirnya kesadaran kritis bahwa dunia Barat adalah bagian
dari masalah penindasan dan ketidakadilan global.
8. Teologinya menekankan bahwa pendidikan Kristen adalah pendidikan profetik,
menantang struktur penindasan sosial dengan mempertanyakan program-program
dan teknik pendidikan yang tidak mempertimbangkan status quo, dan berusaha
mengembangkan kesadaran kristiani akan konteks penindasan global sambil
menuntun orang Kristen untuk berusaha membangun gaya hidup baru yang
konsisten.
9. Teologinya menekankan perlunya transformasi sosial dan structural dan juga
personal/penebusan seperti yang ada di dalam Injil.
10. Teologinya menantang mitos tentang kehidupan dengan hal-hal yang lebih baik, dan
memaksa penyelidikan terhadap ketegangan antara maksud yang disebutkan?
dinyatakan dan nilai (ide dan idealism) serta preferensi yang dinyatakan (realitas).
BAB III
FONDASI FILOSOFIS

FONDASI FILOSOFIS

Fondasi ketiga bagi pendidikan Kristen adalah filosofi, yang dalam hubungannya dengan
fondasi Alkitab dan teologi, akan memberikan dasar-dasar universal yang bersifat
transkultural dan kultural dalam rangka memandu pola pikir dan praktik pendidikan.
Charlotte Maste (1842-1923), seorang pendidik Kristen dan pembaharu sekolah di Inggris
pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 pernah menuliskan, "Sebagaimana aliran air tidak bisa
naik lebih tinggi daripada sumbernya, maka tidak akan ada upaya pendidikan apa pun yang
bisa melampaui seluruh skema dari pemikiran asal mulanya." Filosofi pendidikan berusaha
mengartikulasikan sebuah skema pemikiran yang sistematis dan memberikan-kehidupan
yang berfungsi untuk memandu praktik pendidikan. Hal ini krusial karena, seperti yang
diimplikasikan oleh Mason, pendidikan adalah buah dari akar filosofisnya. Tantangan bagi
pendidik Kristen adalah menyusun suatu filosofi pendidikan yang bersifat eksplisit dan
konsisten dengan cara pandang kristiani.

DEFINISI UMUM

Adalah esensial bagi kita untuk mengeksplorasi fondasi filosofis untuk mempertimbangkan
definisi yang mendasar yang mengarahkan jalan berpikir kita. Cara pandang kristiani terdiri
dari sekumpulan kepercayaan Kristen yang fundamental yang paling mumpuni dalam
menjelaskan hubungan antara Allah dengan ciptaan. Arthur Holmes, seorang filsuf Kristen
mengatakan bahwa sebuah cara pandang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

(1) mempunyai tujuan yang holistik, yang berusaha melihat seluruh area kehidupan dan
pemi kiran secara terintegratif;

(2) menggunakan pendekatan yang memberi kan suatu perspektif, dengan cara menilai
segala sesuatu berdasarkan cara pandang yang sudah dianut seseorang sebelumnya dengan
tujuan untuk memperoleh suatu kerangka berpikir yang terintegratif;

(3) menyajikan suatu proses yang eksploratif, dengan cara menyelidiki hubungan satu area
kehidupan dengan area lainnya dari perspektif yang utuh;

(4) bersifat pluralistik sehingga perspektif dasar yang sama bisa diartikulasi dengan berbagai
cara yang berbeda-beda; dan
(5) menunjukkan hasil berupa tindakan, yang dihasilkan dari apa yang kita pikirkan, apa yang
kita nilai berharga dan apa yang akan kita lakukan.

Karena itu tugas pendidik Kristen pertama-tama adalah mengeksplorasi cara pandang
kristianinya yang akan mempunyai implikasi langsung dan hasil berupa tindakan bagi
pendidikan. Alat untuk mengembangkan cara pandang seperti itu disebut sebagai ilmu
filsafat.

Filsafat secara harfiah bisa diartikan sebagai "cinta akan hikmat". Orang Kristen
diingatkan dalam Kitab Suci bahwa Tuhanlah yang memberikan hikmat, dari mulut-Nya
datang pengetahuan dan kepandai an (Ams. 2:6), dan bahwa takut akan Tuhan adalah awal
dari pengetahuan atau hikmat (Ams. 1:7; 9:10). Sebagai suatu disiplin akademis, dalam ilmu
filsafat para filsuf berusaha menyusun seluruh pengetahuan secara koheren dan berusaha
untuk membahas segala sesuatu yang telah menjadi perhatian utama manusia dengan
tujuan untuk membedakan apa yang sejati, apa yang baik, apa yang benar, apa yang nyata
dan apa yang berharga. Semua hal inilah yang Paulus nasihatkan kepada jemaat Filipi agar
dipikirkan dan dipraktikkan (Flp. 4:8-9).

Sementara secara umum filsafat berarti suatu disiplin ilmu yang membahas tentang natur
realitas dan meneliti tentang prinsip-prinsip umum pengetahuan, eksistensi dan kebenaran,
filsafat Kristen juga peduli tentang realitas dan kebenaran Allah. Bagi orang Kristen, Allah
adalah sumber kebenaran dan realitas. Dalam analisis finalnya, pokok bahasan utama
tentang filsafat Kristen adalah berkenaan dengan hubungan manusia dengan Allah
Pencipta / Penebus.

Karena itu tantangan bagi orang Kristen adalah berpikir "secara kristiani" dan secara
benar dalam semua area kehidupan. Salah satu area tersebut adalah pendidikan sehingga
tantangan bagi orang Kristen adalah berpikir dan merealisasikan pendidikan yang bersifat
kristiani.

Filosofi pendidikan Kristen atau filosofi Kristen tentang pendidikan hendaknya


didefinisikan sebagai "suatu usaha untuk menyusun secara sistematis beberapa pemikiran
tentang pendidikan ketika diberikan makna berdasarkan pengajaran yang alkitabiah yang
menyatakan iman Kristen yang ortodoks." Bagi para pendidik Injili, ini merupakan suatu
tantangan untuk memikirkan kembali pendidikan dari sudut pandang yang alkitabiah
dengan sikap yang berkomitmen pada otoritas Alkitab.

Definisi Pendidikan Kristen

Mengingat pentingnya dimensi normatif dalam mendefinisikan pen didikan, orang Kristen
dipanggil untuk mengajukan sebuah definisi pendidikan Kristen yang bisa memandu
pendidikan mereka Ada beberapa alternatif dari definisi pendidikan Kristen berikut ini:

1. Pendidikan Kristen adalah proses belajar-mengajar yang berdasarkan Alkitab,


dimampukan oleh Roh Kudus (berpusat kepada Kristus).
2. Pendidikan Kristen adalah proses yang berpusat pada Kristus, berdasarkan pada
Alkitab, berkaitan dengan mimbar ketika mengomunikasikan Firman Allah yang
tertulis melalui kuasa Roh Kudus dengan tujuan memimpin orang lain kepada
Kristus dan membangun mereka dalam Kristus.
3. Pendidikan adalah proses yang melibatkan kerja sama antara Tuhan dengan
manusia dalam rangka menumbuhkan dan mengembangkan orang-orang dalam
kehidupannya
4. Pendidikan Kristen adalah suatu usaha manusia dan ilahi yang bertujuan,
sistematis dan teruji waktu untuk membagikan penge tahuan, nilai, sikap,
keterampilan, kepekaan dan tingkah laku yang konsisten dengan iman Kristen.

PERTANYAAN-PERTANYAAN FILOSOFIS

Sebelum mengeksplorasi dimensi-dimensi filsafat yang spesifik, akan membantu kalau kita
punya perspektif tentang dimensi tugas ini dalam kerangka yang lebih besar. Norman
DeJong menyarankan sebuah tangga filosofis berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan
yang perlu dijawab dengan tepat saat memformulasikan sebuah filosofi pendidikan

1. Dasar atau otoritas. Apakah yang menjadi dasar dari seluruh pemikiran Anda?

2. Natur manusia. Siapa sajakah yang terlibat di dalamnya?

3. Tujuan umum dan tujuan khusus. Apakah tujuan umum dan khusus dalam pendidikan?

4. Struktur organisasi. Bagaimanakah strukturnya dan siapakah agen pendidiknya yang akan
mencapai tujuan umum dan tujuan khusus ini?
5. Iplementasi. Dengan sumber, peralatan dan metode apakah tujuan pendidikan bisa
diimplementasikan?

6. Evaluasi. Sejauh mana hal-hal ini dilakukan dalam prosesnya?

Metafisika

Metafisika juga memengaruhi pendidik Kristen. Sebagaimana telah dikatakan saat


membahas tentang fondasi-fondasi teologis, teologi memberikan kontribusi khusus ketika
menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan otoritas, manusia dan tujuan dan
implikasinya terhadap pertanyaan-pertanyaan terkait struktur, implementasi dan evaluasi.
Teologi Injili menekankan otoritas Kitab Suci, yang berfungsi sebagai dasar bagi semua
pertanyaan lainnya. Teologi juga memberikan kontribusi dalam rangka memahami natur
manusia sebagai ciptaan Tuhan dan karenanya bertanggung jawab kepada-Nya.

Antropologi pada dasarnya berpusat pada natur manusia. Dari sudut pandang kristiani,
manusia dipandang sebagai ciptaan Allah yang dicip takan segambar dan serupa dengan
Allah dan karenanya mempunyai tanggung jawab dan kewajiban sebagai pembawa gambar
Allah. Namun manusia juga dipandang sebagai makhluk yang sudah jatuh dan tercemar
dosa yang membawa konsekuensi terhadap seluruh lapisan kehidupan manusia baik secara
personal maupun secara korporat. Implikasi yang muncul dari aspek ciptaan dan kejatuhan
memengaruhi pendidikan.

Epistemologi

Pertanyaan-pertanyaan dari studi epistemologi mempunyai dampak langsung terhadap


konsep pendidikan seseorang yang terkait tentang dasarnya, pandangannya mengenai
manusia dan tujuan umum dan khususnya (anak tangga kesatu sampai ketiga dari tangga
filosofis). George R. Knight mengajukan sebuah cara alternatif untuk mengeksplorasi
dampak dari epistemologi dan pertanyaan-pertanyaan filosofis lainnya.
Knight menyatakan bahwa apabila ada perbedaan pandangan secara metafisik dan
epistemologis, maka hal tersebut akan berdampak pada jawaban seseorang terhadap
pertanyaan-pertanyaan aksiologisnya. Sistem nilai yang dipegang seseorang ini akan
menentukan tujuan umum dan tujuan khusus manakah yang akan dicapai di dalam proses
pendidikan. Skema yang diajukan oleh Knight dibangun berdasarkan tangga filosofisnya
DeJong. Skema ini mengilustrasikan adanya berbagai faktor kontekstual (politik, sosial,
ekonomi, komunal dan familial) yang memengaruhi praktik-praktik pendidikan melampaui
filosofi pendidikannya.

Anda mungkin juga menyukai