Kisah Hidup
Muhammad Natsir
UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Kisah Hidup
Muhammad Natsir
Jarudin, Ph.D.
Editor :
Dr. Yendra, S.S., M.Hum.
Jarudin
Editor :
Yendra
Desain Cover :
Dwi Novidiantoko
Sumber :
Jarudin
Tata Letak :
Gofur Dyah Ayu
Proofreader :
Avinda Yuda Wati
Ukuran :
xii, 99 hlm, Uk: 15.5x23 cm
ISBN :
978-623-02-1567-4
Cetakan Pertama :
September 2020
PENERBIT DEEPUBLISH
(Grup Penerbitan CV BUDI UTAMA)
Anggota IKAPI (076/DIY/2012)
Jl.Rajawali, G. Elang 6, No 3, Drono, Sardonoharjo, Ngaglik, Sleman
Jl.Kaliurang Km.9,3 – Yogyakarta 55581
Telp/Faks: (0274) 4533427
Website: www.deepublish.co.id
www.penerbitdeepublish.com
E-mail: cs@deepublish.co.id
KATA PENGANTAR
Penulis,
Jarudin, Ph.D.
Bagian 4 ORGANISASI................................................................... 33
Berbicara tentang sejarah Indonesia, tidak akan terlepas dari mata rantai
keterlibatan para tokoh kebangsaan yang memiliki peranan besar dalam
proses perjuangan mewujudkan kemerdekaan dari penjajahan dan
pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Mereka telah
berhasil menempa sejarah dengan pengorbanan, pertumpahan darah, karya
gemilang dan prestasi serta masukan yang bernilai tinggi, berguna untuk
hari ini dan untuk generasi yang akan datang, dalam mengukuhkan modal
dasar ideal dan membangunkan motivasi, sehingga peradaban dapat dibina
secara lebih baik dari masa ke masa.
Indonesia dijajah oleh Belanda selama lebih kurang 350 tahun,
kemudian dijajah oleh Jepang lebih kurang 3,5 tahun. Penjajahan ini talah
merengut pelbagai aspek penting kehidupan masyarakat Indonesia. Namun
penjajahan ini juga telah melahirkan para pejuang, pahlawan, dan tokoh-
tokoh yang berusaha mewujudkan kemerdekaan. Mereka adalah tokoh-
tokoh yang berasal dari seluruh penjuru Indonesia, seperti Cuk Nyak Din
dan Cik Ditiro dari Nanggroe Aceh Darussalam, Tuanku Imam Bonjol dari
Minangkabau Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro dari Pulau Jawa, I
Gusti Ngurah Rai dari Pulau Bali, Pangeran Antasari dari Pulau
Kalimantan, Sultan Alauddin dari Sulawesi, dan Kapiten Pattimura dari
Maluku. Mereka adalah sebagian dari para pemimpin yang berada di garis
depan perjuangan dalam perang melawan penjajah.
Mendekati abad ke-19 perjuangan melawan penjajah mendekati
saat-saat kemerdekaan. Para pejuang Indonesia telah terbagi menjadi dua
bagian. Bagian pertama adalah mereka yang secara langsung memimpin
pertempuran melawan penjajah, seperti halnya Jenderal Soedirman sebagai
pemimpin perang gerilya, Bung Tomo, Bagindo Azis Khan, dan
pemimpin-pemimpin lainnya yang berjuang mengangkat senjata. Bagian
*****
*****
*****
*****
*****
*****
Dewan dakwah
Islamiyah Indonesia
(DDII)
Koordinasi
Pengaderan Dai Pengiriman Dai Penerbitan
Dakwah
a. Koordinasi Dakwah
Menurut Muhammad Natsir, dakwah adalah tugas berat yang tidak
mungkin dipikul sendirian oleh Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
sebagai sebuah gerakan dakwah, apalagi oleh dirinya sendiri secara
perseorangan. Dalam Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Muhammad
Natsir berusaha melakukan koordinasi dalam melaksanakan kerja-kerja
dakwah. Baik hubungan secara individu dengan para alim ulama dan
cendekiawan, atau pun secara kolektif dengan organisasi dakwah yang
lain, termasuk perhimpunan-perhimpunan sosial kemasyarakatan yang
dianggap mempunyai kesamaan visi dan misi dakwah dengannya.
Contoh nyata yang beliau lakukan diantaranya seperti yang ditulis
dalam majalah “Suara Masjid” (1993). Antara lain dinyatakan, sejak tahun
70-an beliau telah mulai mengajak berdialog para intelektual dan pemikir
kampus seperti Imaduddin Abdurrahim, Amien Rais, H. Syaifullah
Mahyuddin, Fuad Amsyari, Hasan Langgulung, Mochtar Naim, AM Lutfi,
H. Sjadali dan lain-lain untuk membicarakan pelaksanaan dakwah (Luth,
1999).
Selain itu, beliau juga mendorong dibentuknya Lembaga Islam
untuk Penelitian dan Pengembangan Masyarakat (LIPPM). Membentuk
Badan Kerja sama Perguruan Tinggi Islam (BKSPTIS), Badan Kerja sama
Pondok Pesantren (BKSPP) dan Ikatan Masjid Indonesia (IKMI). Begitu
juga jaringan komunikasi dan informasi dakwah.
Di samping institusi-institusi dakwah yang ada di Asean, beliau juga
melakukan hubungan dengan pihak-pihak di Muhammadistan, Jepang,
b. Pengkaderan Dai
Pada suatu acara pembukaan bengkel dai di Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia, Muhammad Natsir mengatakan bahwa Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia sedang berusaha membina dan mencetak
jenderal-jenderal lapangan dan bukan membina seorang prajurit, kerana
satu orang jenderal lapangan yang ahli strategi sama dengan seribu
prajurit. Ada tiga institusi utama pengaderan yang mesti berhubungan
(bersinergi) dan saling mendukung, yaitu masjid, kampus (universitas) dan
pesantren. Ketiga-tiganya mesti mendapatkan keutamaan dalam
pembinaan dan pembangunan, karena ketiga-tiganya menjadi tonggak
utama umat Islam sebagai tempat pencetak generasi penerus bangsa.
Institusi pertama adalah masjid sebagai tempat pembinaan seluruh
lapisan masyarakat tanpa terkecuali, baik orang kaya, orang miskin, ahli
akademik, orang awam, orang tua, orang muda dan ataupun kanak-kanak.
Usaha ini ialah mengembalikan fungsi masjid seperti pada masa
Rasulullah saw. Masjid tidak hanya sekadar tempat untuk beribadah tetapi
juga merupakan tempat pembinaan yang baik untuk peningkatan kualitas
umat. Hasan Basri menyatakan bahwa fungsi masjid tidak hanya sekadar
sarana kaum muslimin beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.
tetapi juga sebagai sarana membina keutuhan ikatan jamaah dan muslimin,
sarana menyurat, pembinaan dan pengembangan kaderisasi pimpinan umat
dan lain sebagainya (Hasan Basri, 1993).
Dalam risalah Islam, masjid mempunyai fungsi dan peranan tertentu
yang melambangkan masyarakat Islam bukan perseorangan. Masjid
melambangkan Islam sebagai agama jamaah. Hal ini dapat dimengerti
daripada tindakan Rasulullah saw. sesampainya di Madinah sewaktu
hijrah. Pertama kali yang dibangun ialah masjid. Dari masjidlah
c. Pengiriman Pendakwah
Salah satu kegiatan utama Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
sebagai sebuah institusi dakwah adalah membina dan juga mengirimkan
tenaga Pendakwah ke daerah-daerah dan pelosok tanah air. Kepedulian
Muhammad Natsir ini berasaskan kepada keadaan umat Islam di daerah
yang lemah dari segi akidah dan kekhawatiran terhadap usaha pemurtadan
oleh para sekular. Keadaan-keadaan ini menyebabkan beliau memberikan
tumpuan yang tinggi Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia.
Dalam pelaksanaan pengiriman kader pendakwah ke desa-desa, para
pendakwah umumnya diambil dan direkrut dari masyarakat desa itu
sendiri. Mereka dididik, dilatih, dibekali dengan berbagai ilmu dan
keterampilan yang diperlukan dalam melaksanakan tugas di daerahnya.
Sehubungan dengan pengiriman Pendakwah ini, diharapkan umat Islam
yang berada di daerah-daerah tersebut dapat terbina keimanan dan
keislamannya (Luth. 1999).
Selain itu, bentuk kegiatan ini juga membina Pendakwah kontrak.
Para santri tamatan pesantren diajak berdakwah ke daerah transmigrasi,
daerah pedalaman atau daerah yang jauh dari kota-kota besar. Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia melakukan ikatan kontrak atau perjanjian
selama 2 tahun dengan para santri yang bersedia menjadi Pendakwah.
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia mempersiapkan tenaga dai,
masyarakat setempat diajak pula menerima dan menampung para dai
tersebut, sehingga kerja sama memikul beban dakwah dapat terlaksana.
d. Penerbitan
Salah satu program yang dirintis oleh Muhammad Natsir melalui
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia yang lainnya adalah dakwah melalui
tulisan. Beliau membentuk satu bidang khusus dalam Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia yaitu bidang penerbitan atau percetakan. Tujuan
utama bidang penerbitan ini adalah menambah bahan bacaan dan literatur
agama umat Islam yang sangat sedikit. Namun tidak boleh dinafikan
bahwa penerbitan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia telah
menyumbangkan peranan besar penyiaran, pengembangan, dan pemikiran
Islam.
Selain itu, bagian-bagian institusi Dewan Dakwah Islamiyah
Indonesia seperti Ikatan Masjid Indonesia (IKMI) juga telah memiliki
pelbagai penerbitan dalam bentuk majalah ataupun brosur di antaranya
Buletin Dakwah yang terbit setiap jumat, Media Dakwah, Sahabat
(majalah anak-anak), Suara Masjid, Serial Khotbah Jumat dan penerbitan
buku-buku Media Dakwah. Penjualan penerbitan-penerbitan ini setiap
bulan mencapai satu juta eksemplar. Penjualan literatur diterbitkan oleh
Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia ini tersebar di seluruh pelosok tanah
air, bahkan juga sampai ke berbagai negara Asean, Eropa dan Amerika
(Suara Masjid, 1993).
3. Ahmad Sukarti
Ahmad Sukarti adalah salah seorang tokoh utama pengasas
berdirinya Jamciyat al-Islah wa al-Irsyad al-Arabiyah atau yang lebih
dikenal dengan nama al-Irsyad. Beliau adalah putra keturunan Arab yang
dilahirkan di Dongola Sudan pada tahun 1874 dan meninggal dunia pada
tahun 1943. Ayahnya Muhammad Syurkati adalah lulusan Universitas al-
Azhar yang memiliki banyak koleksi kitab dan dikenal memiliki akhlak
yang mulia (Affandi, 1999).
Semasa hidupnya, Muhammad Natsir banyak menimba ilmu dan
berdiskusi dengan Ahmad Sukarti. Pertemuan dan perbincangan mereka
telah membentuk dan memberikan pemahaman yang kukuh kepada
Muhammad Natsir untuk memahami makna tajdid dan ijtihad yang selama
ini seakan-akan sudah tertutup dan terkubur di kalangan ulama dan dunia
Islam umumnya. Umat Islam yang sedang dirundung jumud, kejahilan dan
kemunduran. Tajdid dan ijtihad menurut Ahmad Sukarti tidak boleh
berhenti apalagi sampai mati. Jika umat Islam ingin maju dan keluar
daripada belenggu kejahilan. Semangat tajdid dan ijtihad mestilah selalu
hidup dan berkobar dalam setiap pribadi umat Islam.
4. Al-Ghazaliyy
Al-Ghazaliyy (450-505H). Nama lengkapnya adalah Abu Hamid
Muhammad bin Muhammad at-Tusi al- Ghazaliyy. Beliau adalah seorang
pemikir Islam, teologi, filsuf, dan sufi termasyhur. Beliau lahir di kota
Gazalah yang berdekatan dengan kota kecil Tus di Khurasan (Ridwan,
1994). Al- Ghazaliyy adalah tokoh yang produktif dalam melahirkan
pelbagai karya ilmiah yang jumlahnya hampir mencapai 100 buah buku.
Buku-buku itu meliputi pelbagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu kalam
5. Jamaluddi al-Afghani
Jamaluddin al-Afghani lahir di Ascadad pada tahun (1839-1897),
dikenal sebagai seorang pemimpin pembaharuan politik di dunia Islam
pada abad ke-19 (Nasution, 1975). Beliau menguasai bahasa-bahasa
Afghan, Arab, Turki, Persia, Perancis, dan Rusia (Hourani, 1962). Di
bidang politik beliau juga dikenal sebagai penggerak dan pengasas
perjuangan umat Islam melawan penjajah Barat. Jamaluddin al-Afghani
adalah salah satu tokoh pemikir politik Islam, kemunculan pemikiran
politiknya merupakan reaksi terhadap persoalan-persoalan umat Islam
yang mengalami kemunduran total di segala aspek kehidupan pada saat itu.
diantara penyebab kemunduran itu adalah penjajahan, kapitalisme,
kejumudan, kurang pendidikan dan kemiskinan.
Berbicara tentang politik Islam berarti berbicara tentang negara dan
pemerintahan Islam, menurut Afghani, Islam menghendaki negara bentuk
republik. Sebab di dalamnya terdapat kebebasan berpendapat dan kepala
negara harus tunduk kepada undang-undang dasar (Nasution, 1975).
Pendapat tersebut tidak lepas dari makna ajaran-ajaran Islam yang
dipahaminya. Islam baginya dinamis, dapat mengikuti zaman, yaitu
dengan mengadakan interpretasi baru terhadap ajaran-ajaran Islam, dan
untuk interpretasi itu diperlukan ijtihad. Hal ini berarti yang berkuasa
dalam negara pemerintahan republik adalah konstitusi dan hukum, bukan
kepala negara. Kepala negara dalam sistem ini hanya berkuasa untuk
menjalankan undang-undang dan hukum, hasil yang dirumuskan oleh
6. Muhammad Abduh
Muhammad Abduh lahir di Mesir Hilir pada tahun 1849 dan
meninggal pada tahun 1905. Beliau belajar dan menghafal Al-Qur’an di
kampungnya, dan masuk sekolah agama di Thanta pada tahun 1852 dan
keluar dari madrasah ini kerana kurang tertarik dengan sekolah itu. Pada
tahun 1865 kembali ke Thanta, dan tahun berikutnya mempelajari tasawuf
dan kehidupan sufi di Al-Azhar Kairo. Pada tahun 1872 beliau
mempelajari agama Islam dengan Afghani dengan prespektif baru yaitu
menelaah karya-karya penulis Barat dari masalah sosial-politik umat
Islam, ilmu jurnalistik; sehingga beliau dikenali sebagai murid Afghani
yang setia (Nasution, 1975). Beliau aktif dibidang media, pendidikan, dan
pengajaran serta pemerintahan. Tetapi beliau lebih dikenal sebagai tokoh
pembaharuan pemikiran keagamaan. Pada tahun 1884 bersama Afghani
beliau tinggal di Paris, dan bekerja sama menerbitkan majalah Al-Urwat
al-Wustqa di kota itu (Ahmad, 1978).
Muhammad Abduh adalah diantara ulama yang menghidupkan
kembali semangat berijtihad. Beliau tidak setuju dengan pendapat yang
7. Rashid Ridha
Rashid Ridha (1865-1939) dilahirkan di Tripoli yang terletak di
sebelah Barat Libanon dan murid terdekat Muhammad Abduh (Nasution,
1975). Beliau dari keturunan Husein bin Ali bin Abu Thalib. Pendidikan
formalnya bermula dari Madrasah Ibtidaiyah Rasyidah di Tripoli, lalu
memasuki Madrasah Wathaniyah Islamiyah di Beirut pada tahun 1883
yang diketuai oleh Hasan Jassar (Azhar 1996). Beliau aktif dibidang
media, politik, dan pendidikan serta kajian pemikiran keagamaan.
Adapun pemikiran politik Rasyid Ridha tampil dengan vokal untuk
kembali menghidupkan khilafah yang memelihara kekuasaan sepenuhnya
(absolut), yang dihapuskan oleh Mustafa Kamal Attaturk. Pemikirannya
ini terlihat dalam bukunya berjudul Al-Khilafat aw al-imamatal-cUzmat.
Kerana jabatan khalifah baginya wajib syar‟i dan eksistensi khalifah
sangat penting dalam rangka penerapan hukum syariat Islam. Ini sejalan
dengan pandangannya, bahwa Islam adalah agama untuk kedaulatan,
politik dan pemerintahan (Ridha, 1960). Karena bentuk pemerintahan lain
menurutnya tidak mampu menerapkan syariat Islam. Untuk mendukung
pendapatnya itu, Rasyid Ridha memberikan makna yang satu kepada
khilafah, imamat al-„Uzmat dan imarat al-Mukminin, yaitu kepala
*****