Anda di halaman 1dari 6

Nama : I Kadek Gelgel Dwi Utama Jaya

Kelas : C

NIT : 20293451

DISINSENTIF WISATA SAWAH

I. PENDAHULUAN

Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang dicirikan dengan bidang


pertanian merupakan mata pencaharian sebagian besar penduduknya. Walau
trendnya semakin menurun, banyaknya penduduk yang bergantung di sektor
pertanian masih menduduki peringkat teratas dibanding sektor-sektor yang lain.
Selain itu, dengan melihat perkembangan penduduk Indonesia yang cukup tinggi
yang berarti kebutuhan pangan akan semakin meningkat maka pembangunan sektor
pertanian tetap harus menjadi prioritas. Pembangunan sektor pertanian seringkali
dijadikan sebagai modal investasi karena sektor ini memiliki peran yang cukup
penting dalam perekonomian sehingga memiliki kemampuan dalam meningkatkan
pendapatan. Hal tersebut dikarenakan Negara Indonesia memiliki kekayaan sumber
daya alam yang melimpah, khususnya dalam sektor pertanian sehingga kekayaan-
kekayaan alam tersebut sering dijadikan sebagai modal untuk pelaksanaan
pembangunan ekonomi yang seringkali menyebabkan terjadinya permasalahan alih
fungsi lahan. Pertanian mempunyai potensi yang prospektif untuk dikembangkan
sebagai objek wisata atau yang lebih dikenal dengan istilah wisara sawah. Wisata
sawah memberikan kesempatan kaum tani meningkatkan kualitas hidupnya dengan
memanfaatkan sumber daya pertanian yang mereka miliki. Alih fungsi lahan yang
berkembang pesat di kota-kota besar menyebabkan hilangnya sawah-sawah
produktif.

Sehingga upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi fenomena


permasalahan alih fungsi lahan tersebut dapat dicegah melalui beberapa cara
sebagaimana yang diatur di dalam Undang-Undang Penataan Ruang terkait
pengendalian pemanfaatan ruang, yaitu melalui penetapan peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi. Pemberian
insentif dan disinsentif merupakan salah satu strategi yang dapat dilakukan dalam
upaya pengendalian konversi lahan. Berdasarkan judul maka dilakukan pemberian
disinsentif pada wisata sawah dalam rangka memperkecil peluang terjadinya
konversi lahan sawah yang dilakukan dengan membatasi pertumbuhan atau
mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. Dalam hal ini,
kegiatan disinsentif diperlukan dalam rangka mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang.

II. DASAR HUKUM

Dasar hukum mengenai disinsentif pada lahan wisata sawah diatur pada :

1. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan


Penataan Ruang sebagai landasan hukum komprehensif penyelenggaraan
penataan ruang secara nasional untuk mewujudkan ruang nusantara yang aman,
nyaman, produktif, dan berkelanjutan.
2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian
Berkelanjutan yang memiliki tujuan yang selaras dengan penyelenggaraan
penataan ruang, yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,
nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional.
3. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang
mengamanatkan asas penyelenggaraan penataan ruang, yang berfungsi untuk
mencapai dan mewujudkan harmonisasi antara lingkungan alam dan buatan,
keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan
dengan memperhatikan sumber daya manusia, serta perlindungan fungsi ruang
dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan
ruang.

III. TUJUAN

Dengan adanya disinsentif terhadap lahan wisata sawah diharapkan dapat


mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan
dengan rencana tata ruang sekaligus sebagai upaya pengendalian konversi lahan
pertanian untuk membatasi terjadinya alih fungsi lahan pada lahan-lahan pertanian
yang ada. Selain itu, dilakukannya pemberian disinsentif ini juga bertujuan agar
pembangunan wisata sawah tetap memperhatikan peraturan rencana tata ruang
wilayah yang ada sehingga tetap menjaga kelestarian lingkungan yang ada.

IV. BENTUK PEMBERIAN DISINSENTIF

Berdasarkan bentuknya, pemberian disinsentif terdiri dari 2 jenis, yaitu


pemberian disinsentif fiskal dan non-fiskal. Berdasarkan Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007, pemberian disinsentif fiskal yaitu berupa pengenaan pajak yang
tinggi sedangkan pemberian disinsentif non-fiskal yaitu terdiri dari kewajiban
membayar kompensasi, persyaratan khusus dalam perizinan, kewajiban membayar
imbalan, dan/atau pembatasan penyediaan prasarana dan sarana.

Dalam hal ini, pemberian disinsentif terhadap lahan wisata sawah yaitu
dapat melalui pemberian disinsentif non-fiskal berupa kewajiban memberikan
kompensasi terhadap dampak yang telah ditimbulkan dari adanya pembangunan
kegiatan tersebut serta dilakukannya pembatasan dalam penyediaan prasarana dan
sarana yang bertujuan untuk mengendalikan kegiatan alih fungsi lahan pertanian
dan mencegah terjadinya pergeseran mata pencaharian dari sektor pertanian ke
sektor di luar pertanian. Kewajiban memberikan kompensasi serta pemberian
pembatasan penyediaan prasarana dan sarana yang diterapkan dalam pemberian
disinsentif terhadap wisata sawah ini, dapat dilakukan oleh Pemerintah kepada
masyarakat yang dalam hal ini yaitu pelaku kegiatan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang yang berlaku.

V. KETENTUAN PEMBERIAN DISINSENTIF

Pemberian disinsentif terhadap penggunaan untuk lahan wisata sawah


dalam hal ini yaitu diberikan secara terus-menerus selama penerima disinsentif
belum menyesuaikan dengan kegiatan/penggunaan ruangnya dalam jangka waktu
penyesuaian Rencana Tata Ruang, yaitu 3 tahun sejak Rencana Tata Ruang
ditetapkan. Hal ini dilakukan untuk membatasi perkembangan kegiatan yang tidak
sesuai dengan Rencana Tata Ruang. Selama pemberian disinsentif terhadap lahan
wisata sawah yang dilakukan secara terus menerus ini dilakukan pula pengawasan
terhadap kegiatan pemanfaatan ruang tersebut. Apabila setelah habis jangka waktu
penyesuaian Rencana Tata Ruang tersebut dan masih belum dilakukannya
penyesuaian oleh penerima disinsentif, maka dilakukan pengenaan sanksi kepada
penerima disinsentif tersebut terhadap kegiatan pemanfaatan ruangnya yang tidak
sesuai dengan Rencana Tata Ruang.

Dalam pemberian disinsentif berupa kewajiban memberi kompensasi, hal


ini bertujuan untuk mengganti kerugian atau manfaatan dari kegiatan pemanfaatan
ruang lahan wisata sawah yang dilakukannya. Hal ini dilakukan kepada penerima
disinsentif apabila:

1. Kegiatan pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan rencana tata ruang, namun
masih bisa mencegah dan/atau meminimalkan dampak yang ditimbulkan
adanya kompensasi.
2. Kegiatan pemanfaatan ruang memberikan dampak lingkungan.
3. Kegiatan pemanfaatan ruang menimbulkan eksternalitas negatif terhadap
kawasan di sekitarnya.
4. Kegiatan pemanfaatan ruang dikhawatirkan menimbulkan kesenjangan sosial
bagi penduduk di kawasan sekitarnya.

Sedangkan untuk pemberian disinsentif berupa pembatasan penyediaan sarana


dan prasarana pada lahan wisata sawah ini dilakukan dengan tujuan menghambat
kegiatan pemanfaatan ruang yang merugikan dan tidak sesuai dengan rencana tata
ruang. Adapun pemberian disinsentif ini dilakukan kepada penerima disinsentif
apabila:

1. Kegiatan pemanfaatan ruang memberikan dampak negatif pada pertumbuhan


ekonomi suatu daerah.
2. Kegiatan pemanfaatan ruang memberikan dampak lingkungan.
3. Kegiatan pemanfaatan ruang menghambat pertumbuhan dan perkembangan
kegiatan sektor lain terutama sektor ekonomi lokal.
4. Kegiatan pemanfatan ruang mengesampingkan kepentingan umum.

VI. KENDALA/TANTANGAN

Dalam pelaksanaan disinsentif terhadap ketidaksesuaian penggunaan dan


pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang ditemukan
beberapa kendala/tantangan antara lain :

1. Belum jelasnya proses dan prosedur terkait pemberian disinsentif yang


diberikan untuk kegiatan pemanfaatan ruang sehingga masih sulitnya
pelaksanaan implementasi.
2. Rencana Tata Ruang Wilayah yang masih bersifat umum sehingga
diperlukannya Rencana Detail Tata Ruang yang berfungsi untuk mengatur
perencanaan pola ruang yang lebih mendetail pada suatu daerah untuk
menghindari penyimpangan penggunaan rencana tata ruang yang kabur atau
simpang siur.
3. Kurangnya pemahaman dari pemerintah penyelenggara perizinan terkait
Rencana Tata Ruang Wilayah yang berlaku dan mengakibatkan lemahnya
penegakan hukum terkait pengendalian pemanfaatan ruang sehingga
banyaknya perizinan yang diberikan pada kegiatan-kegiatan pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan RTRW yang berlaku.

Sehingga dengan adanya kendala-kendala tersebut maka sesuai dengan


tugas penataan ruang mengenai TURBINLAKWAS yaitu pengaturan, pembinaan,
pelaksanaan dan pengawasan maka dibutuhkan kerjasama dalam pengawasan
mengenai pemanfaatan dan penggunaan tanah dalam mengatasi masalah pemberian
disinsentif untuk menciptakan pembangunan dan pemeliharaan lingkungan dan tata
ruang agar berjalan sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku.

Anda mungkin juga menyukai