Anda di halaman 1dari 16

ANALISIS PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Tata Guna dan Pengembangan Lahan

Perencanaan Wilayah dan Kota

Riska Aprilia Ayuningtyas, S.T.,M.T.

Disusun Oleh:

Yudistiro Prayoga

D1091181009

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2019
A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan sumber daya alam yang melimpah


membentang wajib dilindungi, dikelola, dikembangkan dan dilestarikan
pemanfaatannya secara berkelanjutan. Pengoptimalan pemanfaatan sumber daya alam
didasari keyakinan bahwa kebahagiaan hidup dapat tercapai apabila didasarkan atas
keserasian, keselarasan dan keseimbangan baik dalam hidup manusia sebagai pribadi,
manusia dengan manusia, hubungan manusia dengan alam maupun hubungan manusia
dengan Tuhan Yang MahaEsa. Di samping itu patut dikembangkan suatu kebijakan
pertanahan untuk meningkatkan pemanfaatan dan penggunaan tanah secara adil,
transparan, dan produktif dengan mengutamakan hak-hak rakyat setempat, termasuk
hak ulayat masyarakat adat, serta berdasarkan tata ruang wilayah yang serasi dan
seimbang.

Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang,


pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang merupakan suatu kesatuan
yang tidak terpisahkan dan harus dilakukan sesuai dengan kaidah penataan ruang
sehingga diharapkan dapat mewujudkan pemanfaatan ruang yang berhasil guna dan
berdaya guna serta mampu mendukung pengelolaan lingkungan hidup yang
berkelanjutan dan tidak menyebabkan terjadinya penurunan kualitas ruang.
B. PEMBAHASAN

1. PERLUNYA PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

Adanya suatu pengendalian pemanfaatan ruang dirasa perlu, hal ini dilatar belakangi
dengan berdasarkan Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang, serta
Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2010 disebutkan bahwa Pengendalian
pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang yang merupakan
salah satu aspek utama dalam penataan ruang, yang berarti secara langsung dapat
dikatakan bahwa pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari proses penataan ruang.

Dapat diketahui pada hasil dilapangan, pemanfaatan ruang kadangkala dalam


pelaksanaannya tidak selalu sejalan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.
Ketidaksesuaian tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya tekanan
perkembangan pasar terhadap ruang, belum jelasnya mekanisme pengendalian, dan
lemahnya penegakan hukum. Kondisi ini mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan
terciptanya pembangunan yang tertib ruang diperlukan tindakan pengendalian
pemanfaatan ruang. Kecenderungan penyimpangan tersebut dapat terjadi karena
produk rencana tata ruang kurang memperhatikan aspek pelaksanaan atau sebaliknya
bahwa pemanfaatan ruang kurang memperhatikan rencana tata ruang. Pengendalian
pemanfaatan tata ruang dilakukan agar pemanfaatan tata ruang dapat berjalan sesuai
dengan rencana tata ruang. Untuk menyusun rencana implementasi instrumen
pengendalian, pada tahap awal harus dipahami terlebih dahulu konsep instrumen yang
akan diterapkan ke dalam desain analisis sistem. Tujuan pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk menjamin terwujudnya tata ruang sesuai
dengan rencana tata ruang.
2. ALAT PENGENDALIAN

Jika pemanfaatan ruang dilaksanakan tanpa adanya pengendalian sesuai


perencanaan, akan terjadi banyak hal negatif yang muncul. Tentunya untuk mencegah
berbagai hal negatif tersebut, perlu adanya pengendalian pemanfaatan ruang agar
pelaksanaannya sesuai dengan perencanaan ruang yang telah dibuat. Pemerintah selaku
pelaku utama dalam pengendalian pemanfaatan ruang, mempunyai berbagai instrumen
atau alat pengendalian. Instrumen tersebut adalah peraturan zonasi, perizinan,
pemberian insentif dan disinsentif, serta pengenaan sanksi.

a. Peraturan zonasi

Instrumen ini telah lama digunakan di negara lain seperti Amerika Serikat,
Jerman, Singapura dan Jepang. Di Indonesia sendiri, secara legal peraturan zonasi
merupakan instrumen yang baru dipakai yaitu sejak diundangkannya UU Penataan
Ruang No.26/2007. Sesuai UU ini, peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci
tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Selanjutnya peraturan zonasi
ditetapkan dengan:

(a) peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi sistem nasional;

(b) peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan zonasi sistem provinsi; dan

(c) peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan zonasi.

b. Perizinan

Instrumen perizinan diatur oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut


kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
UU PR No.26/2007 juga mengatur sebagai berikut:

(a). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-
masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
(b) Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak
melalui prosedur yang benar, batal demi hukum;

(c) Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi
kemudian terbukti tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah, dibatalkan
oleh Pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya;

(d) Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan izin sebagaimana


dimaksud pada ayat

(e) Dapat dimintakan penggantian yang layak kepada instansi pemberi izin;

f) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan
rencana tata ruang wilayah dapat dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah
daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak ;

(g) Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan izin pemanfaatan


ruang dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;

(h) Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin dan tata cara
penggantian yang layak sebagaimana dimaksud diatur dengan peraturan
pemerintah.

c. Insentif dan Disinsentif.

Insentif merupakan perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap


pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:
(a) keringanan pajak, pemberian kompensasi, subsidi silang, imbalan, sewa ruang, dan
urun saham;

(b) pembangunan serta pengadaan infrastruktur;

(c) kemudahan prosedur perizinan; dan/atau

(d) pemberian penghargaan kepada masyarakat, swasta dan/atau pemerintah daerah.


Disinsentif merupakan perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan,
atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang, berupa:

(a) pengenaan pajak yang tinggi yang disesuaikan dengan besarnya biaya yang
dibutuhkan untuk mengatasi dampak yang ditimbulkan akibat pemanfaatan ruang;
dan/atau

(b) pembatasan penyediaan infrastruktur, pengenaan kompensasi, dan penalti.


Selanjutnya, Insentif dan disinsentif diberikan dengan tetap menghormati hak
masyarakat. Insentif dan disinsentif dapat diberikan oleh Pemerintah kepada
pemerintah daerah, pemerintah daerah kepada pemerintah daerah
lainnya, dan pemerintah kepada masyarakat.

d. Pengenaan Sanksi.

Pengenaan sanksi merupakan tindakan penertiban yang dilakukan terhadap


pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dan peraturan zonasi.
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:

(a) menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;

(b) memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
(c) mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang;

(d) memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-
undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana kewajiban diatas, dikenai sanksi
administratif dapat berupa:

(a) peringatan tertulis;

(b) penghentian sementara kegiatan;

(c) penghentian sementara pelayanan umum;


(d) penutupan lokasi;

(e) pencabutan izin;

(f) pembatalan izin;

(g) pembongkaran bangunan;

(h) pemulihan fungsi ruang; dan/atau

(i) denda administratif.

Pengendalian pemanfaatan ruang oleh pemerintah tidak akan berhasil bila tanpa
didukung oleh masyarakat dan semua pihak yang berperan dalam pembangunan.
Instrumen pengendalian hanyalah alat, alat akan berfungsi sebagaimana mestinya bila
semua pihak berkeinginan menggunakannya dengan benar. Pemerintah dengan
kesadaran penuh mengawal setiap kegiatan agar sesuai dengan rencana yang
ada. Masyarakat juga bisa membantu pemerintah dalam mengontrol pemanfaatan
ruang, yaitu dengan mengadukan kepada pemerintah setiap kegiatan pemanfaatan
ruang yang tidak sesuai dengan rencana ruang. Pemerintah pun harus mengambil
tindakan tegas terhadap setiap kegiatan yang melanggar.

3. SUMBER PENYIMPANGAN TERHADAP RENCANA TATA RUANG

Kecenderungan penyimpangan terhadap tata ruang yang telah ditetapkan dapat


disebabkan oleh berbagai faktor, baik produk tata ruang maupun pada tahapan
implementasi. Penataan ruang menggariskan bahwa pelaksanaan pembangunan di
tingkat pusat maupun di tingkat daerah harus sesuai dengan rencana tata ruang yang
telah ditetapkan. Dengan demikian pemanfaatan ruang termasuk di dalamnya struktur
ruang selayaknya disesuaikan dengan rencana tata ruang. Kecenderungan
penyimpangan tersebut dapat terjadi karena pada saat penyusunan produk rencana tata
ruang kurang memperhatikan aspek-aspek pelaksanaan pemanfaatan ruang atau
sebaliknya bahwa pemanfaatan ruang kurang memperhatikan rencana tata ruang yang
telah disusun.

Salah satu kritik yang sering dilontarkan masyarakat dalam penataan ruang adalah
bahwa rencana tata ruang belum cukup efektif sebagai alat kendali pembangunan,
terbukti dengan maraknya berbagai macam penyimpangan. Sebetulnya ada beberapa
faktor yang menyebabkan terjadinya penyimpangan tata ruang dan semua punya andil
dalam hal tersebut , yakni sebagai berikut :

a. Lemahnya pengawasan dan penertiban..


Penyimpangan tata ruang tidak akan terjadi apabila fungsi pengawasan dan
penertiban dijalankan dengan baik. Ada beberapa kendala yang dijadikan alasan oleh
pemerintah daerah saat ini, antara lain pengembangan institusi yang khusus menangani
tugas perencanaan maupun pengawasan belum terbentuk, di samping ada keterbatasan
sumber daya manusia, biaya dan sarana penertiban.
b. Tidak ada peraturan yang cukup jelas.
Penyimpangan tata ruang dapat terjadi dalam berbagai modus. Yang paling
mudah diketahui adalah penyimpangan peruntukan. Sedangkan yang paling sulit
diketahui adalah penyimpangan ketentuan-ketentuan teknis, seperti pelampauan
Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Lantai Bangunan, Garis Sempadan Bangunan,
dan lain sebagainya. Penetapan jenis-jenis peruntukan maupun ketentuan-ketentuan
teknis dalam satuan unit ruang seharusnya mengacu kepada peraturan zonasi. Tanpa
adanya peraturan zonasi ini , tidak ada dasar hukum yang kuat untuk menindak semua
jenis pelanggaran, karena perizinan yang diterbitkan itu sendiri sesungguhnya “cacat
hukum” , sehingga apabila terjadi konflik yang diselesaikan lewat lembaga peradilan,
pemerintah seringkali dikalahkan. Bagi aparat juga sulit untuk mengambil tindakan
atas berbagai macam pelanggaran, karena tidak jelas pasal mana yang dilanggar dan
tidak jelas juga sanksi yang akan diberikan. Saat ini dapat dikatakan hampir semua
kota di Indonesia belum memiliki peraturan zonasi dimaksud.
c. Tidak adanya sinkronisasi perizinan
Penyimpangan tata ruang juga terjadi akibat tidak adanya sinkronisasi perizinan.
Meskipun dari aspek tata ruang, terjadinya perubahan peruntukan hunian ke kegiatan
komersial adalah menyimpang, tetapi dari aspek pengembangan usaha mungkin
kegiatan tersebut seratus persen legal, karena memiliki izin usaha dari instansi terkait.
Sebagaimana diketahui bahwa pada masa lalu sebelum otonomi daerah dilaksanakan,
izin usaha perdagangan, industri, hotel dan restoran dan lain sebagainya, diterbitkan
oleh para Kanwil, baik Kanwil Pariwisata, Perindustrian dan Perdagangan yang lebih
loyal kepada pimpinannya di pusat, ketimbang kepada pimpinan daerah. Situasi
tersebut tetap berlanjut dalam era otonomi daerah sekarang ini. Padahal semua
kewenangan tersebut telah dilimpahkan ke daerah. Unit-unit daerah terkait yang
menangani hal tersebut belum mau dan bahkan tidak mau menjadikan rencana tata
ruang sebagai pedoman dalam menerbitkan perizinannya.
d. Perilaku kolusif oknum yang menangani penataan ruang
Selain itu sikap aparat di lingkungan unit yang diserahi tanggung jawab dalam
penataan ruang, banyak yang bermental bobrok. Secara sadar mereka melakukan
manipulasi terhadap rencana tata ruang. Berbagai cara dilakukan antara lain dengan
memanipulasi data lokasi yang dimohon dengan merubah kordinat situasi terukur,
manipulasi perizinan yang diterbitkan dengan merubah peruntukan, menerbitkan izin
yang tidak sesuai blue print rencana tata ruang dan lain sebagainya untuk lokasi-lokasi
yang bermasalah. Demikian juga dengan aparat pengawasan yang dengan sengaja
membiarkan terjadinya berbagai macam pelanggaran dengan mengharap dapat
memperoleh berbagai imbalan.
e. Ketidak adilan rencana kota
Undang-undang tentang Penataan Ruang menegaskan bahwa penataan ruang
harus memenuhi asas-asas keterbukaan, persamaan, keadilan dan perlindungan hukum.
Tetapi kenyataannya asas tersebut belum betul-betul dilaksanakan dalam penyusunan
rencana tata ruang. Banyak masyarakat yang dirugikan oleh rencana tata ruang sebab
tidak dapat memanfaatkan lahan yang dimiliki, karena ditetapkan untuk kepentingan
umum atau sarana dan prasarana kota seperti jalan, ruang terbuka hijau, sekolah dan
lain sebagainya. Sesungguhnya apabila ada kepastian kapan lahan mereka akan
dibebaskan dan tentunya dengan ganti rugi yang wajar maka sebetulnya hal tersebut
tidak akan menimbulkan masalah. Tetapi kepastian tersebut tidak pernah ada.
f. Prosedur perizinan yang berbelit-belit
Prosedur perizinan yang berbelit-belit, lambat dan biaya tinggi dapat
menyebabkan masyarakat frustasi. Akhirnya hal tersebut mendorong masyarakat untuk
juga dengan berbagai cara membangun tanpa izin, yang belum tentu sesuai dengan
rencana tata ruang.
g. Terpaksa karena tidak punya pilihan
Penyimpangan juga dilakukan oleh kelompok masyarakat yang karena terdesak
untuk kelangsungan hidupnya, menyerobot lahan-lahan strategis pengamanan objek-
objek penting seperti bantaran kali, kolong jembatan, ruang terbuka hijau dan lain
sebagainya. Mereka pada umumnya tidak punya pilihan lain karena pendapatan mereka
tidak cukup untuk membeli rumah.

4. PRASYARAT DAN PROSEDUR PENGENDALIAN

Prasyarat pengendalian berjalan efektif dan efisien yaitu dengan produk rencana
yang baik dan berkualitas serta informasi yang akurat terhadap praktek-praktek
pemanfaatan ruang yang berlangsung. Adapun ketentuan atau prosedur pengendalian
pemanfaatan ruang dilakukan melalui ketentuan umum peraturan zonasi; ketentuan
perizinan; kententuan insentif dan disinsentif; dan arahan sanksi. Sementara proses
penyelenggaraan pemanfaatan ruang yaitu dapat berupa proses pengaturan;
pembinaan; pelaksaanaan; pengawasan; pengendalian; dan evaluasi.

5. TINGKAT PELANGGARAN DAN SANKSI

Arahan sanksi merupakan arahan ketentuan pengenaan sanksi administratif kepada


pelanggar pemanfaatan ruang, yang akan menjadi acuan bagi pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota. Pengenaan sanksi pidana dan sanksi perdata ditetapkan
berdasarkan peraturan perundang-undangan. Sanksi administratif yang diberikan
kepada pelanggar pemanfaatan ruang dapat berupa:
1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara kegiatan
3. Penghentian sementara pelayanan umum
4. Penutupan lokasi
5. Pencabutan izin
6. Pembatalan izin
7. Pembongkaran bangunan
8. Pemulihan fungsi ruang
9. Denda administratif
Selain adanya sanksi administratif, adapula sanksi pidana yang bertujuan semakin
memperkuat kekuatan hukum dan ancaman bagi pihak yang melanggar.

6. PERKARA PIDANA PEMANFAATAN RUANG

Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan fungsi
ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling
banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas mengakibatkan kerugian terhadap
harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah). Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas mengakibatkan kematian
orang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan
denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
Setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang
dari pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, dipidana
dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan
fungsi ruang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan
denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas mengakibatkan kerugian terhadap
harta benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama
5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus
juta rupiah).
Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud di atas mengakibatkan kematian orang,
pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Ketentuan Pidana
Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud di atas, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah). Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh
peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum sebagaimana
dimaksud di atas, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai
dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud di atas , dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).
Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud di atas pelaku dapat dikenai pidana
tambahan berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Ketentuan Pidana oleh Korporasi


Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam dilakukan oleh suatu
korporasi, selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat
dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan pemberatan 3 (tiga) kali
dari pidana denda sebagaimana dimaksud dalam di atas. Selain pidana denda
sebagaimana dimaksud di atas, korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

 pencabutan izin usaha; dan/atau


 pencabutan status badan hukum.

Kerugian dan Ganti-Rugi


Setiap orang yang menderita kerugian akibat tindak pidana sebagaimana dimaksud
di atas, dapat menuntut ganti kerugian secara perdata kepada pelaku tindak pidana.

7. PERAN MASYARAKAT DALAM PENGENDALIAN PEMANFAATAN


RUANG

Peran serta masyarakat dalam proses pengendalian pemanfaatan ruang dapat


dilakukan melalui pengawasan dalam bentuk pemantauan terhadap pemanfaatan ruang
dan pemberian informasi atau laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang serta bantuan
pemikiran atau pertimbangan berkenaan dengan penertiban pemanfaatan ruang.

Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa kegiatan


pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; penyampaian masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; pemberian
dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan
ruang; peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang
darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan
kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; kerjasama
pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lain
secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang; kegiatan menjaga,
memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumber daya alam;
dan kegiatan investasi dan/atau jasa keahlian.

Selain itu, bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang lainnya
dapat berupa pemberian masukan mengenai arahan zonasi dan/atau peraturan zonasi,
perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi; keikutsertaan
dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang, rencana
tata ruang yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang
penataan ruang; pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal
menemukan kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah
ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak
memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat
dalam penyelenggaraan penataan ruang; pengajuan keberatan terhadap keputusan
pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan pengajuan
gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang.

Yang dimana semua peran tersebut dapat disampaikan secara langsung dan/atau
tertulis, serta juga dapat disampaikan kepada Gubernur yang mengoordinasikan
penataan ruang provinsi melalui SKPD terkait. Dalam rangka meningkatkan peran
masyarakat, pemerintah daerah juga diharapkan dapat membangun sistem informasi
dan dokumentasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah
oleh masyarakat.
C. KESIMPULAN

Pemanfaatan ruang merupakan suatu kebutuhan dasar bagi manusia untuk


menjadi makhluk yang beradab dengan adanya suatu peradaban. Mengingat segala
bentuk yang ada dialam merupakan hal yang terbatas,perlu adanya suatu
pengoptimalan dengan pendekatan dalam pemanfaatan keruangan. Pengendalian
pemanfaatan ruang sangat perlu dilakukan agar tujuan pelaksanaan pengendalian
pemanfaatan ruang diselenggarakan untuk menjamin terwujudnya tata ruang sesuai
dengan rencana tata ruan. Dalam proses pengendaian, dibutuhkan alat atau instrument
dalam pengendalian pemanfaatan ruang, yang mencakup peraturan zonasi, perizinan,
insentif dan disinentif, serta pengenaan sanksi. Adanya pengenaan sanksi diharapkan
agar kedepannya tidak lagi terjadi suatu pelanggaran terhadap penataan ruang. Dalam
pengendalian pemanfaatan ruang, masyrakat diharapkan dapat senantiasa ikut berperan
yang dapat berupa kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan; penyampaian masukan mengenai kebijakan
pemanfaatan ruang; pemberian dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana
dalam pengelolaan pemanfaatan ruang; peningkatan efisiensi, efektivitas, dan
keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam
bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan; kerjasama pengelolaan ruang dengan pemerintah dan/atau dan
pihak lain secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang; kegiatan
menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumber
daya alam; dan kegiatan investasi dan/atau jasa keahlian. Hal ini akan semakin
menguatkan sinergi antara pihak terkait terhadap penyusunan peraturan pemanfaatan
ruang dan masyarakat dalam membentuk ruang yang harmoni dan saling berkorelasi
satu sama lain, baik terhadap sesame manusia, maupun terhadap alam.
DAFTAR PUSTAKA

Pemerintah Kota Medan. 2017. Pegendalian Pemanfaatan Ruang Suatu Upaya


Wujudkan Tertib Tata Ruang. (daring) (http://trtb.pemkomedan.go.id/artikel-
975-pengendalian-pemanfaatan-ruang-suatu-upaya-wujudkan-tertib-tata-
ruang.html), diakses 6 Desember 2019.

Korlena. TT. Instrumen Pengendalian Pemanfaatan Ruang Di Indonesia. (daring)


(https://corlena.wordpress.com/hukum-tata-ruang/instrumen-pengendalian-
pemanfaatan-ruang-di-indonesia/), diakses 6 Desember 2019.

Zubir, Ismail. 2008. Penyimpangan Tata Ruang. (daring)


(https://imazu.wordpress.com/2008/01/09/penyimpangan-tata-ruang/), diakses 6
Desember 2019.

Anonim. TT. Arahan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Provinsi. (daring)


(http://www.penataanruang.com/pengendalian-ruang1.html), diakses 6
Desember 2019.

Anonim. TT. Penyelesaian Sengketa, Penyidikan dan Pidana. (daring)


(http://www.penataanruang.com/sengketa-penyidikan-dan-pidana.html), diakes
pada 5 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai