Anda di halaman 1dari 7

REVITALISASI PERAN MAHASISWA DALAM MENGAWAL

KEBIJAKAN PEMERINTAH TERHADAP PROBLEMATIKA


TATA RUANG

Nurdya Ramadhani
Teknik Perencanaan Wilayah Dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas
Muhammadiyah Bulukumba

ABSTRAK
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
mengakibatkan terjadinya problematika dalam tata ruang. Alih fungsi lahan yang
dapat dikatakan sebagai problematika dan konsekuensi dalam perkembangan
wilayah. Pada hakekatnya jika alih fungsi lahan dibiarkan dan tidak dikendalikan
maka akan berdampak negatif bagi masyarakat. Terdapat beberapa aspek yang
mempengaruhi pemanfaatan lahan yaitu aspek perekonomian dan kependudukan
serta aspek sistem aktifitas, sistem pengembangan dan sistem lingkungan.
Sebagian besar alih fungsi lahan juga terjadi karena adanya ketimpangan dalam
penguasaan lahan ilegal yang lebih didominasi oleh pihak atau kelompok tertentu
untuk mendapatkan keuntungan. Pemerintah terus melakukan pencegahan pada
problematika tersebut dengan mengeluarkan peraturan sebagai dasar hukum yaitu
melalui Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Dengan lahirnya Undang – Undang Penataan Ruang beserta turunannya berupa
rencana tata ruang yang merupakan upaya penting dalam menerbitkan
penyelenggaraan penataan ruang di Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa
aspek penting, salah satunya yaitu pengendalian pemanfaatan ruang. Undang –
Undang nomor 40 Tahun 2009 menyatakan pemuda adalah warga negara
Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yang
berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun. Banyak asumsi yang
berkembang tentang makna pemuda ditengah masyarakat, secara implisit ada
yang beramsumsi bahwa pemuda merupakan seorang laki – laki muda, namun
makna pemuda pada UU No. 40 tahun 2009 tersebut yaitu adalah warga negara
yang berusia 16 – 30 tahun, baik laki – laki maupun perempuan. Dalam hal ini
pemuda dan pengendalian penataan ruang memiliki peran penting dan menjadi
tombak dalam upaya penataan ruang ke depan.

Kata Kunci : Tata Ruang, Kebijakan Pemerintah, Peran Mahasiswa.


PENDAHULUAN
Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku
mengakibatkan terjadinya problematika dalam tata ruang. Alih fungsi lahan yang
dapat dikatakan sebagai problematika dan konsekuensi dalam perkembangan
wilayah. Pada hakekatnya jika alih fungsi lahan dibiarkan dan tidak dikendalikan
maka akan berdampak negatif bagi masyarakat. Terdapat beberapa aspek yang
mempengaruhi pemanfaatan lahan yaitu aspek perekonomian dan kependudukan
serta aspek sistem aktifitas, sistem pengembangan dan sistem lingkungan.
Sebagian besar alih fungsi lahan juga terjadi karena adanya ketimpangan dalam
penguasaan lahan ilegal yang lebih didominasi oleh pihak atau kelompok tertentu
untuk mendapatkan keuntungan.
Pemerintah terus melakukan pencegahan pada problematika tersebut dengan
mengeluarkan peraturan sebagai dasar hukum yaitu melalui Undang – Undang
Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Dengan lahirnya Undang –
Undang Penataan Ruang beserta turunannya berupa rencana tata ruang yang
merupakan upaya penting dalam menerbitkan penyelenggaraan penataan ruang di
Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek penting, salah satunya yaitu
pengendalian pemanfaatan ruang. Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan
secara sistematik melalui penetapan peraturan zonasi, perizinan, pemberian
intensif, serta sanksi. Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga) kegiatan yang
saling terkait yaitu perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang, dengan produk rencana tata ruang berupa Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) yang secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP),
dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota (RTRW Kab/Kota).
Ketiga rencana tata ruang tersebut harus dapat terangkum di dalam suatu
rencana pembangunan sebagai acuan di dalam implementasi perencanaan
pembangunan berkelanjutan di wilayah Indonesia. Sebagai payung hukum dalam
penyelenggaraan penataan ruang, maka Undang – Undang Penataan Ruang ini
diharapkan dapat mewujudkan rencana tata ruang yang dapat
mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai kegiatan sektor pembangunan,
baik dalam pemanfaatan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan yang
berupa bangunan gedung, hotel, apartemen dan lain sebagainya. Karena disadari
bahwa bila pemanfaatan ruang tidak diatur dengan baik, kemungkinan besar akan
terdapat pemborosan manfaat ruang dan penurunan kualitas ruang. Oleh karena
itu, diperlukan penataan ruang untuk mengatur pemanfaatannya berdasarkan
besaran kegiatan, jenis kegiatan, fungsi lokasi, kualitas ruang dan estetika
lingkungan.
Undang – Undang Nomor 40 Tahun 2009 menyatakan pemuda adalah
warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan
perkembangan yang berusia 16 (enam belas) sampai 30 (tiga puluh) tahun.
Banyak asumsi yang berkembang tentang makna pemuda ditengah masyarakat,
secara implisit ada yang beramsumsi bahwa pemuda merupakan seorang laki –
laki muda, namun makna pemuda pada UU No. 40 tahun 2009 tersebut yaitu
adalah warga negara yang berusia 16 – 30 tahun, baik laki – laki maupun
perempuan.
Dalam hal ini pemuda dan pengendalian penataan ruang memiliki peran
penting dan menjadi tombak dalam upaya penataan ruang ke depan. Adapun tugas
pemuda bersikap kritis terhadap apa yang terjadi di pemerintahan dan kritis
terhadap kebijakan – kebijakan yang di buat oleh para aparat negara serta tugas
penataan ruang bersifat strategis dan kegiatannya melibatkan berbagai
stakeholder sehingga penanganannya di daerah perlu dilakukan secara koordinatif
dengan mempertimbangkan berbagai kepentingan pemerintah dan masyarakat
dalam perkembangan wilayah.

PEMBAHASAN
A. Dampak Pemanfaatan Ruang Dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Sebagaimana disebutkan dalam Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007
tentang Penataan Ruang bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses
perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Pengaturan dan pemanfaatan ruang merupakan salah satu kewenangan dari
pemerintah, mulai tingkat pusat sampai tingkat daerah. Proses pengaturan dan
pemanfaatan ruang ini dilaksanakan secara bersama – sama, terpadu dan
menyeluruh, dalam upaya mencapai tujuan pembangunan sesuai amanah Undang
– Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada Bab II Pasal 2
yang menyatakan bahwa penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas
keterpaduan, keserasian, keselarasan, dan keinambungan, keberlanjutan,
keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan, kebersamaan dan
kemitraan, perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan serta
akuntabilitas.
Pada dasarnya dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan penyimpangan –
penyimpangan yang terjadi berakar dari alih fungsi tanah atau lahan yang tidak
sesuai dengan peruntukkannya. Dalam rangka mengontrol alih fungsi tanah perlu
dilakukan dengan 3 (tiga) pendekatan yang dilakukan secara bersamaan yaitu
Regulation, Acquisition and management dan Incentive and charge.
Regulation merupakan proses pendekatan yang dimana pengambil
kebijakan perlu menetapkan sejumlah aturan dalam pemanfaatan tanah yang ada.
Berdasarkan berbagai pertimbangan teknis, ekonomis, dan sosial, pengambil
kebijakan dapat melakukan pewilayahan (zoning) terhadap tanah yang ada serta
kemungkinan bagi proses alih fungsi lahan. Selain itu, perlu mekanisme perizinan
yang jelas dan transparan dengan melibatkan semua pemangku kepentingan yang
ada dalam proses alih fungsi tanah. Acquisition and management merupakan
proses pendekatan melalui pihak terkait yag dimana perlunya menyempurnakan
sistem dan aturan jual beli tanah serta penyempurnaan pola penguasaan tanah
(land tenure system) yang guna mendukung dalam upaya ke arah tertib tata ruang.
Dan adapun Incentive and charge merupakan pemberian subsidi yang dapat
meningkatkan jaminan kualitas dan ketepatan pemanfaatan ruang, serta penerapan
pajak yang tinggi untuk mempertahankan keberadaan suatu tanah tertentu.
Berdasarkan Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan dengan melihat pada sifat pengendalian sebagai pengarah
pembangunan (direct development), instrumen pengendalian pemanfaatan ruang
dapat dibagi menjadi 2 (macam) yaitu yang bersifat preventif dan bersifat kuratif.
Kedua macam sifat pengendalian ini tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain
karena aturan kuratif akan diterapkan apabila tidak ada kepatuhan terhadap
serangkaian instrumen yang bersifat preventif yang tujuan akhir dari kedua
macam sifat pengendalian pemanfaatan ruang tersebut dapat terwujudnya tertib
tata ruang atau adanya kesesuaian dalam pemanfaatan ruang. Instrumen
pengendalian pemanfaatan ruang yang bersifat prevektif atau pencegahan diatur
dalam pasal 36-38 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 dan kemudian
dijabarkan dalam pasal 149-181 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010
yang dimana instrumen tersebut yaitu peraturan zonasi, perizinan dan pemberian
intensif dan disinsetif.
Peraturan zonasi ditetapkan dengan peraturan pemerintah untuk arahan
peraturan zonasi sistem nasional, peraturan daerah provinsi untuk arahan
peraturan zonasi sistem provinsi dan peraturan daerah kabupaten/kota untuk
peraturan zonasi sistem kabupaten/kota. Adanya arahan zonasi di setiap tingkat
pemerintahan menunjukkan bahwa arahan zonasi tidak bisa dilepaskan dari setiap
produk rencana tata ruang, baik yang bersifat umum maupun rinci. Dalam hal
pemberian izin, terdapat beberapa persyaratan teknis dan persyaratan administratif
yang harus dipenuhi. Apabila dasar pemberian izin belum ada maka izin diberikan
atas dasar rencana tata ruang yang berlaku. Terhadap izin pemanfaatan ruang yang
sudah terbit namun tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah maka dapat
dibatalkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menurut kewenangan masing-
masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Izin pemanfaatan
ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang
benar, batal demi hukum. Pemberian insentif dan disinsentif dapat dilakukan oleh
pemerintah maupun pemerintah daerah melalui mekanisme yang diatur sesuai
dengan peraturan perundangan. Pemberian insentif dan disinsentif dapat
diterapkan dalam 2 (dua) bentuk, yaitu secara fiskal dan non fiskal. Kebijakan
secara fiskal adalah dalam hal pajak dan retribusi. Keringanan pajak dan
pengurangan retribusi untuk insentif, sedangkan untuk disinsentif dalam bentuk
pembebanan pajak dan retribusi yang tinggi. Insentif diberikan kepada para
pengguna ruang apabila dalam pemanfaatannya sesuai dengan rencana struktur
ruang, rencana pola ruang, dan indikasi arahan peraturan zonasi. Di sisi lain
disinsentif diberikan kepada para pengguna ruang apabila kegiatan pemanfaatan
ruangnya perlu untuk dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya.
B. Pemberdayaan Masyarakat
Masyarakat merupakan salah satu komponen yang berperan dalam
pengaturan tata ruang, dan dengan semakin berkembangnya pemahaman
masyarakat atas kebutuhan penataan ruang maka masyarakat merupakan bagian
yang turut diatur dalam peraturan perundang – undangan di bidang tata ruang,
khususnya dalam konteks peran, hak serta kewajibannya. Hal ini berangkat dari
keberadaan ruang yang terbatas serta kebutuhan akan tata ruang yang harmonis
menuntut untuk melaksanakan penyelenggaraan penataan ruang yang sesuai
dengan tujuan penataan ruang yaitu mewujudkan ruang wilayah nasional yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berdasarkan Wawasan Nusantara dan
Ketahanan Nasional.
Pengaturan mengenai bentuk dan tata cara peran serta masyarakat dalam
penataan ruang diatur didalam Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996
tentang pelaksanaan hak dan kewajiban serta bentuk dan tata cara peran serta
masyarakat dalam penataan ruang, yang dimana peraturan ini merupakan aturan
operasional dari Undang – Undang Nomor 24 Tahun 1992 yang selanjutnya telah
dirubah melalui Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan
Ruang.
Dengan adanya perubahan undang – undang penataan ruang, maka telah
terbit kembali peraturan pemerintah mengenai peran serta masyarakat dalam
penataan ruang, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2010 perihal
Bentuk dan Tata cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang. Dalam peraturan
pemerintah tersebut ditentukan peran masyarakat dalam penataan ruang yang
dilakukan pada tahap perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dalam
mewujudkan penataan ruang perlu adanya pemberdayaan masyarakat yang
bertujuan untuk mencapai keadilan sosial. Payne (1997:268) menyatakan keadilan
sosial dengan memberikan ketentraman kepada masyarakat yang lebih besar serta
politik dan sosial melalui upaya saling membantu dan belajar melalui
pengembangan langkah – langkah kecil guna tercapainya tujuan yang lebih besar.
C. Peran Mahasiswa Sebagai Agent Of Control

Anda mungkin juga menyukai