Anda di halaman 1dari 12

Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah


Vol.1 No.2 November 2016:299-310

ANALISIS KEPUTUSAN MEMILIH TEMPAT TINGGAL DI LOKASI BEKAS


TSUNAMI: STUDI KASUS KOTA BANDA ACEH
Ahmad Naji¹*, Ikhsan²
1) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email :
ahmadcahoop@gmail.com
2) Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, email :
Ikhsan30303@yahoo.com

Abstract

The study is to determine the factors of decision on choosing residence in the former village of
Tsunami in Banda Aceh. The data used in this study is primary data that obtained from
interviews and secondary data that obtained from Central Bureau of Statistic Banda Aceh city in
related institution. The result of Slovin formulation, the sample of this study is 98 respondents.
The model used in this research is Binary Logistic Regression analysis model. The results of the
estimation by using a Binary Logistic Regression Likelihood L Ratio Test (test simultaneously) is
it can be concluded that values -2Log Likelihood on a block (0) and the value -2Log Likelihood
on a block (1) is 60.126 with value χ2 = 6.251 at α = 10%. Therefore, the value is calculated
χ2> χ2 table (60.126> 6.251), then Ho is rejected or, in other words the model fits to the data.
The results of the partial test by using the Wald test showed that the independent variables have
a significant effect on the level of 10% (90% confidence level), is a variable income and
accessibility, while the variable land price, convenience and social economy do not significantly
affect to the dependent variable.

Keywords: Land Prices, Income, Accessibility, Comfort, and Binary Logistic Regression.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dalam pengambilan keputusan memilih
tempat tinggal di desa bekas tsunami Kota Banda Aceh. Data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan dan data sekunder yang
diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh dan instansi terkait. Hasil perumusan
Slovin, sampel untuk penelitian ini sebanyak 98 responden. Model yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu model analisis Regresi Logistik Biner. Hasil dari estimasi Regresi Logistik
Biner dengan menggunakan uji Likelihood L Ratio (uji secara simultan) dapat disimpulkan
bahwa nilai -2Log Likelihood pada blok (0) dan nilai -2Log Likelihood pada blok (1) adalah
60,126 dengan nilai χ2 = 6,251 pada α = 10%. Oleh karena nilai χ2 hitung > χ2 tabel (60,126 >
6,251) maka Ho tertolak atau dengan kata lain model fit dengan data. Hasil uji secara parsial
dengan menggunakan uji Wald didapatkan bahwa variabel bebas yang berpengaruh signifikan
pada level 10% (tingkat kepercayaan 90%) adalah variabel pendapatan dan aksesibilitas,
sedangkan variabel harga lahan, kenyamanan dan ekonomi sosial tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap variabel terikat.

Kata Kunci : Harga Lahan, Pendapatan, Aksesibilitas, Kenyamanan, dan Regresi Logistik
Biner.

299
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

PENDAHULUAN

Perumahan merupakan salah satu kebutuhan dasar kehidupan manusia. Setiap manusia
membutuhkan tempat tinggal untuk berlindung, berkumpul dan sebagai tempat untuk melakukan
berbagai aktivitas baik dengan keluarga maupun orang lain. Saat ini dengan berbagai gaya dan
kebutuhan hidup masyarakat, rumah tidak hanya dijadikan sebagai tempat berlindung dan
berteduh, tetapi rumah juga dituntut untuk mengakomodir segala kebutuhan dan keinginan
pemiliknya, seperti lokasi tempat tinggal yang strategis, lingkungan yang nyaman dan aman,
akses tempat tinggal terhadap pusat pendidikan, tempat kerja, pusat kota serta pusat pelayanan
kesehatan.
Pertambahan penduduk, khususnya di wilayah perkotaan yang terus menerus dan masih
tergolong tinggi, membawa konsekuensi spasial yang serius bagi kehidupan kota, yaitu adanya
tuntutan ruang (space) yang terus menerus pula untuk dimanfaatkan sebagai tempat hunian atau
perumahan. Sebagian besar kota-kota di Indonesia mengalami problematika yang serius dalam
memenuhi kebutuhan akan ruang yang terus meningkat, sementara itu ketersediaaan ruang
terbuka atau lahan yang masih memungkinkan untuk mengakomodasi mereka semakin terbatas
dan semakin berkurang (Hadi: 2005).
Pertumbuhan penduduk yang pesat khususnya di wilayah perkotaan perlu didukung
dengan sistem pembangunan lokasi perumahan yang baik. Pertumbuhan penduduk Kota Banda
Aceh yang semakin meningkat setiap tahunnya dapat meningkatkan kebutuhan masyarakat
terutama terhadap permintaan lahan, baik digunakan untuk tempat tinggal maupun aktivitas
lainnya.
Menurut Arif, (2013) dalam jurnalnya yang berjudul “arah perkembangan kawasan
perumahan pasca bencana tsunami di Kota Banda Aceh” dikatakan bahwa setelah pasca tsunami,
arah perkembangan kawasan pemukiman berada pada wilayah Utara atau wilayah pesisir Kota
Banda Aceh, khususnya pada kecamatan yang mengalami kehancuran terparah akibat bencana
gempa dan tsunami yaitu; Kecamatan Meuraxa, Kecamatan Kuta Alam, Kecamatan Kuta Raja,
dan Kecamatan Syiah Kuala.
Dilihat dari jumlah penduduk Kota Banda Aceh pada kecamatan yang tidak mengalami
bencana tsunami akhir Desember 2004, yaitu Kecamatan Jaya Baru, Banda Raya, Baiturrahman,
Lueng Bata dan Ulee Kareng, terlihat bahwa dari tahun 2001 sampai tahun 2004, jumlah
penduduk pada beberapa kecamatan tersebut mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 jumlah
penduduknya sebanyak 99.063 jiwa, selanjutnya terus meningkat hingga tahun 2004 jumlah
penduduknya sebanyak 121.566 jiwa.

Tabel 1
Jumlah penduduk kota banda aceh tahun 2001-2004
(sebelum tsunami) pada kecamatan yang tidak mengalami
kehancuraan akibat tsunami akhir 2004
No Kecamatan Jumlah Penduduk
2001 2002 2003 2004
1 Jaya Baru 20 902 21 137 17 873 21 305
2 Banda Raya 17 563 17 802 21 271 23 995
3 Baiturrahman 33 399 33 331 33 960 37 715
4 Lueng Bata 13 477 15 064 16 901 19 232
5 Ulee Kareng 13 722 15 169 16 291 19 319
Jumlah 99 063 102 503 106 296 121 566

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2005

300
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

Ditinjau dari jumlah penduduk Kota Banda Aceh sebelum tsunami pada kecamatan yang
mengalami bencana tsunami akhir Desember 2004, yaitu Kecamatan Meuraxa, Kuta Alam, Kuta
Raja dan Syiah Kuala, terlihat bahwa pada tahun 2001 jumlah penduduk yang berada pada
sejumlah kecamatan tersebut sebanyak 124.160 jiwa, selanjutnya terus meningkat hingga tahun
2004, jumlah penduduknya sebanyak 143.532 jiwa.

Tabel 2
Jumlah penduduk kota banda aceh tahun 2001-2004
(sebelum tsunami) pada kecamatan yang mengalami
kehancuraan akibat tsunami akhir tahun 2004
Jumlah Penduduk
No Kecamatan
2001 2002 2003 2004
1 Meuraxa 27 468 28 158 28 294 34 592
2 Kuta Alam 52 824 50 338 53 840 54 718
3 Kuta Raja 17 467 18 420 18 877 21 632
4 Syiah Kuala 26 401 26 577 28 216 32 590
Jumlah 124 160 123 493 129 227 143 532
Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2005

Berdasarkan perbandingan data jumlah penduduk secara keseluruhan sebelum tsunami


(2001-2004) pada beberapa kecamatan baik pada kecamatan yang mengalami kehancuran akibat
bencana tsunami dan pada kecamatan yang tidak mengalami kehancuran akibat bencana tsunami
pada akhir tahun 2004, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kota Banda Aceh dari tahun
2001-2004 pada kecamatan yang berstatus sebagai wilayah yang mengalami bencana tsunami
lebih besar jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan yang tidak
mengalami bencana tsunami, yaitu pada tahun 2004 masing-masing 121.566 jiwa dan 143.532
jiwa.
Berdasarkan data 10 tahun terakhir (2005-2014), jumlah penduduk Kota Banda Aceh
semakin meningkat. Ditinjau dari dari jumlah penduduk pada wilayah bukan bekas tsunami,
yaitu; Kecamatan Jaya Baru, Banda Raya, Baiturrahman, Lueng Bata dan Ulee Kareng, terlihat
bahwa jumlah penduduk Kota Banda Aceh yang tinggal pada wilayah bukan bekas tsunami pada
tahun 2005 sebanyak 112.231 jiwa. Walaupun dari tahun tahun 2008-2009 penduduk pada
beberapa kecamatan bukan bekas tsunami tersebut mengalami penurunan, akan tetapi pada
tahun 2010 jumlah penduduknya bertambah kembali hingga pada tahun 2014, jumlah penduduk
pada beberapa kecamatan tersebut sebanyak 132.442 jiwa.

Sumber: BPS Kota Banda Aceh, 2015

301
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

Gambar 1. Jumlah penduduk kota banda aceh tahun 2005-2014 (setelah 10 tahun tsunami)
pada kecamatan yang tidak terkena bencana tsunami akhir tahun 2004

Ditinjau dari jumlah penduduk Kota Banda Aceh yang tinggal di lokasi bekas tsunami
dari tahun 2005-2014, terlihat bahwa jumlah penduduk yang tinggal pada wilayah bekas tsunami
pada tahun 2005 sebanyak 65.650 jiwa, selanjutnya terus mengalami peningkatan hingga pada
tahun 2014, jumlah penduduk pada beberapa kecamatan bekas bencana tsunami tersebut
sebanyak 117.057 jiwa.

Jumlah Penduduk
140000
106365 116955
120000 117057
103984 111121
97795
100000 95307
82971
80000 65650
65894
60000
40000
20000
Sumber: BPS0 Kota Banda Aceh, 2015
Gambar 2. Jumlah penduduk kota banda aceh tahun 2005-2014 (setelah 10 tahun tsunami)
pada kecamatan yang terkena bencana tsunami akhir tahun 2004

Berdasarkan perbandingan data jumlah penduduk secara keseluruhan sebelum dan


sesudah tsunami baik pada wilayah bekas tsunami atau bukan wilayah bekas tsunami,
menunjukkan bahwa secara rata-rata jumlah penduduk Kota Banda Aceh mengalami
peningkatan dari tahun 2001 sampai tahun 2014, walaupun terjadi penurunan jumlah penduduk
pada tahun 2005 akibat terjadi gempa dan tsunami pada akhir Desember 2004.
Menurut Akbar dan Ma’rif (2014), rencana pengembangan kota yang diikuti dengan pergeseran
pusat aktivitas perkotaan serta arahan pengembangan kawasan perumahan, diarahkan pada
wilayah Selatan Kota Banda Aceh. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir kerugian dari dampak
bencana gempa bumi dan potensi tsunami yang terjadi dikemudian hari.
Dilihat secara letak geografis dan zona bencana tsunami, wilayah Kota Banda Aceh yang
paling parah terkena bencana tsunami terletak pada wilayah Utara atau bagian pesisir laut.
Diantara wilayah tersebut adalah Kecamatan Meuraxa, Kecamatan Jaya Baru, Kecamatan Syiah
Kuala, Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Kuta Raja. Di satu sisi, jika dilihat dari data
jumlah penduduk, rata-rata sebaran penduduk Kota Banda Aceh bermukim pada kecamatan yang
telah disebutkan di atas atau wilayah bekas tsunami.

TINJAUAN PUSTAKA

Teori Lokasi
Teori lokasi memberikan kerangka analisis yang sistematis mengenai pemilihan lokasi
kegiatan ekonomi dan sosial, serta analisis interaksi antar wilayah. Pada umumnya pelopor teori
yang terkemuka adalah berasal dari bangsa Jerman. Dimulai dengan karya awal oleh J.H. Von
Thunen (1826) yang membahas tentang analisis lokasi kegiatan pertanian berdasarkan fakta yang
302
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

terdapat di Eropa. Kemudian, pada waktu revolusi industri di Jerman mulai berkembang, muncul
pula Alfred Weber (1929) yang menulis buku tentang teori lokasi industri dengan mengambil
kasus pemilihan lokasi pendirian pabrik besi baja untuk memenuhi permintaan industri kereta
api. Teori Weber ini selanjutnya dikembangkan oleh Edgar Hoover (1948) dan Leon N. Moses
(1958). Setelah itu, August Losch (1954) memulai pula melakukan formulasi analisis lokasi
perusahaan berdasarkan pendekatan konsentris permintaan dan persaingan antar wilayah (spatial
competition). Teori ini selanjutnya dikembangkan pula oleh Greenhut dan Ohta (1975) ke dalam
kerangka analisis yang lebih luas tentang teori harga spasial dan areal pasar (spatial price theory
and market area) (Sjafrizal, 2012:22).

Teori Penggunaan Wilayah Perkotaan


William Alonso (1964) dan Richard F. Muth (1969) melakukan analisis lebih lanjut dari
model Von Thunen khusus untuk membahas kerangka pemikiran dalam penggunaan lahan
daerah perkotaan (urban land-use) yang kemudian lazim dikenal sebagai Alonso Muth model.
Dalam hal ini struktur ruang (spatial structure) masih diasumsikan dalam bentuk monocentric
city (kota dengan satu pusat). Sedangkan variabel penentu dalam model ini juga bid-rent
(kemampuan membayar sewa tanah), bukan saja untuk kegiatan pertanian saja, tetapi juga untuk
kegiatan yang banyak terdapat di wilayah perkotaan seperti industri, perdagangan, jasa, dan
perumahan.
Lokasi perumahan umumnya menggunkan model pasar lahan (land market) dari Alonso
Muth yang kemudian diakui sebagai standar teori penggunaan lahan wilayah perkotaan. Model
ini kemudian diformulasikan kembali oleh Werner Z. Hirsch (1984) dalam (Sjafrizal, 2012:206):
Maksimum: U(X,L)………………………………………………………...……....................(1)
Dengan kendala: Y= PX+R( L-T ( )……………………………………...………….........(2)
Dimana: Y = Pendapatan masyarakat
U = Kepuasan (utility)
X = Konsumsi diluar perumahan
L = Tanah atau lahan
P = Harga dari barang konsumsi x
R( = Harga lahan yang fungsi dari jarak
= Jarak dari pusat kota atau Central Business Distric (CBD)
T( = Ongkos angkut yang fungsi dari jarak
Formulasi di atas memperlihatkan bahwa model ini menggunakan teknik optimisasi
dengan fungsi tujuan (objective function) adalah memaksimumkan tingkat kepuasan konsumen
(maximum utility) dengan kendala jumlah pendapatan konsumen yang dapat digunakan untuk
keperluan konsumsi barang dan jasa (X), penggunaan lahan (R ( dan ongkos angkut (T ( ).

Teori Sektor
Munculnya ide untuk mempertimbangkan variabel sektor ini pertama kali dikemukakan
oleh Hoyt (1939) dalam tesisnya yang berjudul “the structure and growth of residential
neighbnourhoods in American cities”. Tulisannya tersebut adalah hasil penelitiannya mengenai
pola sewa rumah tinggal (residential rent patterns) di 25 kota di Amerika Serikat. Dengan
menuangkan hasil penelitiannya pada pola konsentris sebagaimana dikemukakan oleh Burgess
dalam tesisnya yang menyatakan bahwa suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang konsentris
dan masing-masing zone ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda
ternyata pola sewa rumah di Amerika cenderung terbentuk sebagai “pattern of sector” (pola
sektor) dan bukannya zona konsentris (Yunus, 1999:22). Menurut Hoyt dalam (Yunus, 1999:23)
kunci terhadap perletakan sektor ini terlihat pada lokasi daripada “high quality areas” (daerah-
303
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

daerah yang berkulitas tinggi untuk tempat tinggal). Kecenderungan penduduk yang bertempat
tinggal adalah pada daerah-daerah yang dianggap “nyaman” dalam arti yang luas.

Model Teori Sektor


Dalam teori sektor, terjadi proses penyaringan dari penduduk yang tinggal pada sektor-
sektor yang ada “filtering process” sendiri hanya berjalan dengan baik bila “private housing
market” berperan besar dalam proses pengadaan rumah bagi warga kota. Atau dengan kata lain
dapat diungkapkan bila “public housing market” berperan besar dalam pengadaan rumah maka
proses penyaringan tidak relevan lagi. Walaupun perumahan yang lebih baik “better housing”
tersebar mengikuti sektor-sektor tertentu namun ternyata distribusi umur cenderung
menunjukkan pola persebaran konsentris (Johnson, 1981) dalam (Yunus, 1999).

Teori-Teori Perkembangan Kota


Teori perkembangan kota tidak terlepas dari faktor-faktor yang mendorong kota tersebut
menjadi berkembang. Salah satu teori perkembangan kota yang berkaitan dengan penelitian ini
adalah teori perkembangan kota dari sudut pandang sosiologis. Dari sudut pandang ini dapat
disebutkan teori area alamiah (the teory of natural areas) dan teori intensitas hubungan.
Sebagaimana disebutkan oleh (Khairuddin H, 1992:194) dalam E.E. Bergel (1955:104) bahwa
konsep teori ini lebih menitik beratkan pada sifat manusianya (human nature) dari pada
lingkungan alamnya. Teori ini juga didukung oleh Harvey D. Zorbaugh dengan bukunya “the
natural areas of the city”, E.W. Burges dengan bukunya “the urban community”, dan P.Hatt
dalam bukunya “the concept of natural area”. Teori ini mengemukakan adanya kecenderungan
dari kelompok–kelompok primordial tertentu (ras, agama, kebangsaan, daerah, memungkinkan
juga golongan profesi) untuk mendiami daerah yang sama. Pengelompokkan ini juga
menimbulkan pola segregasi ekologis, yakni pengelompokkan orang-orang yang mempunyai
karakteristik yang relatif sama, terkonsentrasi, dan terpisah dari kelompok-kelompok lainnya.
Khairuddin H, (1992:194) dalam Koesoemaatmadja (1977:65), masalahnya disebut “a
restatement concerning concentration and segregation”. Segregasi ini kadang kala dapat dengan
jelas terlihat dari nama-nama wilayah tempat tinggal yang ada di kota-kota. Sukajadi dan
Wonorejo adalah tempat mayoritas suku Jawa yang berada di Kota Pekanbaru (Riau). Petak
Sembilan Jakarta, Kanton di Medan, adalah tempat hunian oleh mayoritas keturunan-keturunan
Cina. Teori intensitas hubungan, sesungguhnya dapat dikatakan merupakan perkembangan dari
teori “natural areas” ini, karena segregasi yang terjadi pada suatu wilayah di kota merupakan
ciri keeratan hubungan dari mereka yang mempunyai latar belakang daerah yang sama. Pertalian
antara mereka yang berada di kota dengan yang ada di desa asalnya masih tetap terlihat dan
menunjukkan intensitas hubungan yang cukup akrab (Khairuddin H, 1992:194).

Harga Lahan
Pemilihan lokasi menjadi penting karena harga atau sewa tanah memiliki banyak variasi
di setiap wilayah. Berdasarkan teori lokasi yang dipelopori oleh Von Thunnen (1854) faktor
utama yang menentukan pemilihan lokasi atau penggunaan tanah (land–use) adalah tinggi
rendahnya sewa tanah (land-rent). Khusus daerah perkotaan, harga tanah bervariasi menurut
jarak ke pusat kota. Bila sebidang tanah berlokasi dengan dengan pusat kota, maka harga per
meter perseginya akan sangat mahal. Sebaliknya harga tanah tersebut akan jauh lebih murah bila
tanah tersebut terletak jauh di pinggiran kota (Sjafrizal, 2008:25-28).
Menurut Purwowidido (1983) lahan mempunyai pengertian suatu lingkungan fisik yang
mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan tumbuhan yang sampai batas tertentu akan
mempengaruhi kemampuan penggunaan lahan. Suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat-

304
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi, populasi tanaman
dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan sekarang sampai pada tingkat tertentu
dengan sifat-sifat tersebut mempunyai pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia
pada masa sekarang dan masa yang akan datang (FAO dalam Sitorus, 2004) dalam (Jupri. (n.d.).
pend. geografi. file. upi.edu/direktori).

Pendapatan
Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi
oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir
periode seperti keadaan semula. Menurut Smith dan Skousen (2012:119) dalam Rachmadhiyanti
(2014), pendapatan di definisikan sebagai arus masuk dan kenaikan-kenaikan lainnya nilai harta
suatu satuan usaha atau penghentian hutang-hutangnya (kombinasi keduanya) dalam satu periode
akibat dari penyerahan atau produksi barang-barang, penyerahan jasa-jasa aktivitas, aktivitas
lainnya yang membentuk operasi-operasi utama atau sentral yang berlanjut terus dari satuan
usaha tersebut.
Menurut (Kieso, dkk 2011:955) dalam Walangkopo (2015) mendefinisikan Pendapatan
sebagai arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal entitas selama
suatu periode, jika arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal. Sedangkan (Niswonger 2006:56) dalam Walangkopo (2015),
menyatakan bahwa pendapatan adalah kenaikan kotor (gross) dalam modal pemilik yang
dihasilkan dari penjualan barang dagang, pelaksanaan jasa kepada klien, menyewakan harta,
peminjaman uang, dan semua kegiatan usaha profesi yang bertujuan untuk memperoleh
penghasilan.
Dalam kehidupan suatu keluarga atau masyarakat kota pada umumnya, ketika pendapatan
suatu keluarga atau masyarakat meningkat, maka mereka cenderung melakukan konsumsi lebih
banyak dan juga sebagian dari pendapatannya disisihkan untuk tabungan. Begitu juga dalam hal
pemilihan tempat tinggal. Mereka yang memiliki pendapatan yang tinggi akan memilih tempat
tinggal yang lebih aman dan nyaman walaupun jauh dari pusat kota, tetapi bagi mereka yang
memiliki pendapatan rendah akan cenderung memilih tempat tinggal dekat dengan pusat kota
karena dengan pertimbangan mengurangi biaya transportasi untuk mengakses ke tempat kerja
maupun fasilitas-fasilitas lainnya.

Kenyamanan (amenities)
Kolcaba (2003) menjelaskan bahwa kenyamaan sebagai suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual dan holistik. Dengan terpenuhinya
kenyamanan dapat menyebakan perasaan sejahtera pada diri individu tersebut. Sanders dan Mc
Cormick (1993) menggambarkan konsep kenyamanan bahwa kenyamanan merupakan suatu
kondisi perasaan dan sangat tergantung pada orang yang mengalami situasi tersebut. Kita tidak
dapat mengetahui tingkat kenyamanan yang dirasakan orang lain secara langsung atau dengan
observasi melainkan harus menanyakan langsung pada orang tersebut mengenai seberapa
nyaman diri mereka, biasanya dengan menggunakan istilah-istilah seperti agak tidak nyaman,
mengganggu, sangat tidak nyaman, atau mengkhawatirkan. Menurut Kolcaba (2003) aspek
kenyamanan terdiri dari:
1. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh individu itu
sendiri.
2. Kenyamanan psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal diri, yang meliputi
konsep diri, harga diri, makna kehidupan, seksualitas hingga hubungan yang sangat
dekat dan lebih tinggi.

305
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

3. Kenyamanan lingkungan berkenaan dengan lingkungan, kondisi dan pengaruh dari


luar kepada manusia seperti temperatur, warna, suhu, pencahayaan, suara, dll.
4. Kenyamanan sosial kultural berkenaan dengan hubungan interpesonal, keluarga, dan
sosial atau masyarakat (repository.usu.ac.id/bitstream/…/3/chapter%20II.pdf).

Aksesibilitas
Aksesibilitas merupakan ukuran kenyamanan atau kemudahan suatu tata guna lahan
berinteraksi satu sama lain dan mudah atau susahnya lokasi tersebut dicapai melalui sistem
jaringan transportasi (Black, 1981) (http://padalumba.blogspot.co.id/2013/04/aksesibilitas-dan-
mobilitas.html). Dalam studi empiris Rondinelli (1985) mencatat bahwa aksesibilitas dihitung
berdasarkan jumlah waktu dan jarak yang dibutuhkan oleh seseorang dalam menempuh
perjalanan antara tempat-tempat dimana dia bertempat tinggal dan di mana fungsi-fungsi fasilitas
berada (Koestoer 1997:69). Menurut Kencanawati (1998:4) dalam Gustiandi (2014:1-8),
aksesibilitas berasal dari kata accessibility merupakan hal yang dapat masuk atau hal yang dapat
dicapai atau hal yang mudah dijangkau. Aksesibilitas dapat diartikan sebagai kemudahan atau
keterjangkauan terhadap suatu objek yang ada di permukaan bumi.
Tingkat aksesibilitas dipengaruhi oleh jarak, kondisi sarana dan prasarana perhubungan
seperti kondisi jalan dan lebar jalan, ketersediaan berbagai sarana penghubung termasuk
frekuensi dan tingkat keamanan serta kenyamanan untuk melalui jalur tersebut. Apabila suatu
tempat atau wilayah memiliki kondisi jalan yang baik, bisa dilalui oleh berbagai jenis kendaraan,
banyak terdapat alat transportasi untuk menuju ke lokasi tersebut kapan saja siang atau malam,
dan tingkat keamanan dan kenyamanan yang tinggi dan tidak terdapat titik kemacetan dan lain
sebagainya maka aksesiblitas untuk menuju lokasi tersebut cukup baik.

Ekonomi Sosial
Menurut (Suyanto, 2013:14) dalam Damsar (2009) sosiologi ekonomi secara sederhana
didefinisikan sebagai studi tentang bagaimana cara orang, kelompok atau masyarakat memenuhi
kebutuhan hidup mereka terhadap jasa dan barang langka dengan mengggunakan pendekatan
sosiologi. Richard Swedberg (2012) mendefinisikan sosiologi ekonomi sebagai bagian dari
sosiologi yang membahas dan menganalisis fenomena ekonomi, dengan bantuan konsep-konsep
dan metode sosiologi (Damsar, 2009). Koentjaraningrat (1981:35), mengatakan bahwa sosial
ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara
lain; sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain.
Sosiologi ekonomi mengkaji bagaimana masyarakat mempengaruhi ekonomi dan
bagaimana masyarakat dipengaruhi oleh ekonomi. Dalam sosiologi ekonomi, konsep masyarakat
mempengaruhi ekonomi dapat kita lihat contohnya dalam kegiatan ekonomi.

Kerangka Pemikiran
Berdasarkan uraian yang telah disebutkan di atas, maka kerangka pemikiran dalam
penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Harga Lahan

Pendapatan

Keputusan Memilih Tempat Tinggal


Kenyamanan

306
Aksesibilitas
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

Ekonomi dan Sosial

Gambar 3. Bagan Kerangka Pikiran

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
Data primer bersumber dari survei langsung ke lapangan dengan hasil wawancara dengan
responden. Data sekunder diperoleh dari berbagai pihak atau instansi yang terkait dengan
penelitian ini, baik instansi pemerintah atau swasta.

Metode Pengambilan Sampel


Sampel yang diambil berdasarkan jumlah rumah tangga pada pada empat kecamatan yang
terbagi ke dalam delapan gampong/desa pada tahun 2014, yaitu sebesar 4.190 (rumah tangga).
Berdasarkan jumlah populasi tersebut dilakukan penarikan sampel penelitian ini berdasarkan
pada rumus Slovin (Siregar, 2013:34), yaitu:
...................................................................................................................................... (3)
Dimana adalah sampel, N adalah populasi, dan e adalah perkiraan tingkat kesalahan.
Dengan populasi yang berjumlah 4.190 rumah tangga dengan (tingkat ketelitian) 10 persen,
Maka jumlah sampel yang dibutuhkan adalah 97,66 jiwa atau di genapkan menjadi 98 jiwa.

Metode Analisis
Metode yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah metode
Regresi Biner Logistik (Binary Logistik Regression) Putri (2013) dalam (Gujarati, 2009). Berikut
adalah persamaan ekonometrika dalam penelitian ini:
Ln = Y = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 + β4 X4 + β5 X5 +
Dimana:
a. Ln adalah keputusan memilih tempat tinggal di Kota Banda Aceh, 0 untuk
responden yang tidak paham tentang tsunami dan 1 untuk responden yang paham
tentang tsunami.
b. Y = Permintaan lokasi tempat tinggal
c. X1 = Harga lahan
d. X2 = Pendapatan
e. X3 = Kenyamanan,
f. X4 = Ekonomi sosial
g. X5 = Aksesibilitas
h. β0 = Konstanta
i. β1 β2 β3 β4 β5= Koefisien regresi
j. = Eror Term

HASIL PEMBAHASAN

Hasil Uji Likelihood L Ratio


Untuk menguji keseluruhan model dapat dilakukan dengan membandingkan nilai dari -
307
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

2Log Likelihood pada awal (block number: 0) dengan -2Log Likelihood kedua (block number: 1)
beserta χ2 tabel dengan df tertentu (selisih df dengan konstanta saja dan df dengan 5 variabel
independen). Berdasarkan tabel iteration history, nilai -2Log Likelihood pada blok (0) bernilai
60,126 sedangkan pada blok (1) nilai -2Log Likelihood-nya adalah 60,126 juga. Jika dihitung,
maka df1 = 98 dan df2 = 98-5 = 93 selisih df = df1-df2 = 3.
Tabel 3
Perbandingan -2Log Likelihood
Keterangan -2Log Likelihood
Block 0: Beginning Block 60.126
Block 1: Method = Enter 60.126
Sumber: Data primer, 2016 (diolah)

Berdasarkan df = 3 maka didapatkan nilai χ2 = 6,251 pada α = 10% (0,10), karena χ2


hitung > χ2 tabel (60,126 > 6,251) maka dapat dikatakan bahwa Ho tertolak atau dengan kata
lain model fit dengan data.

Hasil Uji Wald


Berdasarkan uji Wald dapat diketahui bahwa tidak semua variabel bebas dalam penelitian
ini berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya. Varibel bebas yang berpengaruh
signifikan adalah variabel pendapatan dan variabel aksesibilitas dengan tingkat signifikansi
kurang dari 10% (tingkat kepercayaan 90%). Sedangkan variabel harga lahan, variabel
kenyamanan dan variabel ekonomi sosial tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikatnya karena memiliki signifikansi lebih dari 10% (tingkat kepercayaan 90%).

Tabel 4
Hasil Uji Wald
90% C.I.for
EXP(B)
B S.E. Wald Df Sig. Exp(B) Lower Upper
Step Harga lahan -1,745 1,105 2,492 1 .114 .175 .020 1,524
1a Pendapatan .796 .408 3,813 1 .051 2,217 0,997 4,931
Aksesibilitas 1,845 .992 3,463 1 .063 6,330 0,907 44,207
Kenyamanan 17,420 4404.071 .000 1 .997 36779824,17 .000
Ekonomi
Sosial -1,085 .782 1,924 1 .165 .338 .073 1,565
Constant
.877 .733 1,431 1 .232 2,403
Sumber: Data primer, 2016 (diolah)

Untuk menghitung nilai probabilitas dari variabel-variabel bebas yang memiliki


signifikan pada taraf 10% (tingkat kepercayaan 90%) dalam model dapat dilihat dari nilai
Exp(B) dari variabel bebas tersebut.
Variabel pendapatan nilai Exp(B) = 2,217, berarti penduduk di Kota Banda Aceh dengan
pendapatan per bulan Rp.<1.000.000 dan Rp.1.000.000-Rp.5.000.000 jika dibandingkan
penduduk Kota Banda Aceh dengan pendapatan Rp.>5.000.000, lebih besar 95,9%
kemungkinannya untuk memutuskan memilih tempat tinggal di lokasi bekas tsunami. Dengan
perkataaan lain, semakin rendah pendapatan per bulan suatu keluarga atau penduduk di Kota
Banda Aceh maka keputusan memilih tempat tinggal di lokasi bekas tsunami semakin besar.
Variabel aksesibilitas nilai Exp(B) = 6,330, berarti penduduk di Kota Banda Aceh dengan
akses rata-rata yang di ukur dalam satuan menit, yaitu; dengan jarak akses <10 menit dan antara
10-30 menit jika dibandingkan dengan jarak akses >30 menit, lebih besar 97,9%
308
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

kemungkinannya untuk memutuskan memilih tempat tinggal di lokasi bekas tsunami. Dengan
perkataan lain, semakin dekat jarak akses rata-rata penduduk di Kota Banda Aceh, maka
keputusan memilih tempat tinggal di lokasi bekas tsunami semakin meningkat.
Berdasarkan Tabel 4, maka dapat disusun model pada keputusan memilih tempat tinggal
di lokasi bekas tsunami sebagai berikut:
Ln =Y= 0,877-1,745*(hargalahan)+0,796*(pendapatan)+1,845*(aksesibilitas)
+17,420*(kenyamanan)-1,085*(ekonomi sosial) dengan:

P : Peluang untuk memilih


Y : Permintaan lokasi tempat tinggal
Harga lahan : Harga lahan dalam satuan rupiah
Pendapatan : Pendapatan per bulan dalam satuan rupiah
Aksesibilitas : Akses rata-rata dalam satuan menit
Kenyamanan : Ketersedian membayar petugas kebersihan dalam satuan rupiah
Ekonomi sosial : Jumlah tanggungan yang diukur dalam satuan jiwa

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan sebelumnya yang disertai dengan data dan hasil analisis, maka
kesimpulan yang diperoleh dalam penelitian ini adalah perhitungan -2Log Likelihood pada blok
awal (0) dan blok 1, nilai -2Log Likelihood-nya sama, yaitu sebesar 60,126. Bila dibandingkan
dengan nilai χ2 pada df=3 yaitu 6,251, maka χ2 hitung > χ2 tabel atau 60,126 > 6,251. Hal
tersebut menandakan bahwa hipotesis nol ditolak yang berarti model yang dihipotesiskan telah
cocok dengan data observasi atau variabel harga lahan, pendapatan, aksesibilitas, kenyamanan
dan ekonomi sosial dapat memprediksi variabel terhadap keputusan memilih tempat tinggal di
lokasi bekas tsunami Kota Banda Aceh. Hasil uji Wald dapat diketahui bahwa tidak semua
variabel bebas dalam penelitian ini berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikatnya.
Varibel bebas yang berpengaruh signifikan adalah variabel pendapatan dan variabel aksesibilitas
dengan tingkat signifikansi kurang dari 10% (tingkat kepercayaan 90%). Sedangkan variabel
harga lahan, variabel kenyamanan, dan variabel ekonomi sosial tidak berpengaruh signifikan
terhadap variabel terikatnya karena memiliki signifikansi lebih dari 10% (tingkat kepercayaan
90%).

Saran
Dari hasil analisis yang telah dilakukan berdasarkan seluruh data yang telah diperoleh
serta dengan mempertimbangkan beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, maka terdapat
beberapa saran kepada pihak-pihak yang terkait yaitu:
1. Jika Pemerintah Kota Banda Aceh ingin merelokasi penduduknya yang tinggal di lokasi
bekas tsunami ke tempat yang lebih aman, maka untuk ke depannya, pembangunan
jaringan fasilitas sebaiknya di bangun pada lokasi yang lebih aman dari resiko bencana
tsunami sehingga masyarakat cenderung tidak lagi memilih tempat tinggal di lokasi
tersebut karena tidak tersedianya jaringan fasilitas yang memadai.
2. Jika lokasi bekas tsunami dianggap rentan terhadap resiko bencana tsunami dan supaya
penduduk yang tinggal di lokasi tersebut bersedia direlokasi, maka pemerintah Kota

309
Jurnal Ilmiah Mahasiswa (JIM)
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unsyiah
Vol.1 No.2 November 2016:299-310

Banda Aceh harus membuat program untuk meningkatkan pendapatan masyarakat,


khususnya mereka yang tinggal di lokasi bekas tsunami.
3. Pemerintah Kota Banda Aceh harus efektif secara berkala untuk memberikan sosialisasi
bencana tsunami, pendidikan bencana tsunami serta program tanggap terhadap bencana
tsunami sejak dini baik pada lembaga pendidikan formal maupun non-formal sehingga
masyarakat memiliki pengetahuan tentang bencana dan pengetahuan bagaimana cara
tanggap siaga terhadap bencana.
4. Penelitian ini dapat dikembangkan lagi oleh peneliti selanjutnya dengan menganalisis
daerah studi lainnya dengan cakupan wilayah yang lebih luas.
5. Penelitian ini dapat dikembangkan lagi oleh peneliti selanjutnya dengan menambahkan
jumlah sampel yang lebih banyak agar dapat dilihat perbaikan hasil signifikansinya.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, A., & Ma'rif, S. (2014). Arah Perkembangan Kawasan Perumahan Pasca Bencana
Tsunami di Kota Banda Aceh. Jurnal Teknik PWK, Volume 3 No. 2.
Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh. 2005. Aceh dalam Angka 2005, BPS, Aceh.
2015. Aceh dalam Angka 2015, BPS, Aceh.
Damsar. (2009). Pengantar Sosiologi Ekonomi. Jakarta: Kencana Prenada Group.
Gujarati, D. N., & Porter, D. C. (2009). Basic Econometrics; Fifth Edition. Singapore: The
Mcgraw-Hill Companies.
Gustiandi, I. S. (2014). Analisis Lokasi Sekolah di Kecamatan Parongpong Kab. Bandung Barat.
Universitas Pendidikan Indonesia, 1-8.
H, A. R. (2005). Pembangunan Ekonomi Perkotaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Http://padalumba.blogspot.co.id/2013/04/aksesibilitas-dan-mobilitas.html. Di akses 03.05.2016.
Hadi, Y. S. (2005). Manajemen Kota Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2005. Struktur Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Kahairuddin, H. (1992). Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
Koestoer, R. H. (1997). Perspektif Lingkungan Desa-Kota. Jakarta: Universitas Indonesia (Ui-
Press).
Rachmadhiyanti. (2014). Analisis Pendapatan Peternak Sapi di Kecamatan Suka Makmur
Kabupaten Aceh Besar. Banda Aceh: Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala.
Repository.usu.ac.id/bitstream/.../3/Chapter%20II.pdf. Di akses 03.05.2016.
Siregar, S. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Sjafrizal. (2008). Ekonomi Regional; Teori dan Aplikasi. Padang-Sumatera Barat: Baduose
Media.
2012. Ekonomi Wilayah Perkotaan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Walangkopo99. (2015). Pengertian Pendapatan Menurut Para Ahli. Blogspot.Co.Id. Di Akses
03.05.2016.
Yunus, H. S. (1999). Struktur Tata Ruang Kota. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

310

Anda mungkin juga menyukai