Anda di halaman 1dari 12

.OPEN ACCESS.

Jurnal Pengembangan Kota (2021)


PENGUATAN PELAKSANAAN PENERTIBAN Volume 9 No. 2 (154–165)
PEMANFAATAN RUANG PASCA TERBITNYA Tersedia online di:
http://ejournal2.undip.ac.id/index.php/jpk
UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA DOI: 10.14710/jpk.9.2.154-165

Sutaryono Sutaryono1*, Arsan Nurrokhman2, Novita Dian


Lestari1
1
Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional
Jl Tata Bumi No. 5, Gamping, Sleman, Yogyakarta, Indonesia
2
Pusat Pengembangan dan Standarisasi Kebijakan Kementerian
ATR/BPN, Indonesia

Abstrak. Pelaksanaan penegakan hukum/penertiban pemanfaatan ruang saat ini memiliki kecenderungan berhenti
pada temuan adanya indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang. Pengenaan sanksi yang merupakan hasil rekomendasi
audit tata ruang masih jarang dilaksanakan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa penegakan hukum di bidang
penataan ruang masih belum optimal. Di sisi lain, muncul tantangan baru pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang
pasca penetapan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) di tahun 2020. Penelitian ini bertujuan untuk menemukenali
permasalahan pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang untuk kemudian merumuskan strategi penguatan
pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang pasca ditetapkannya UUCK. Penelitian dilakukan dengan menggunakan
metode desk study yang mengutamakan content analysis. Content analysis dilakukan terhadap regulasi penertiban
pemanfaatan ruang dan salah satu laporan hasil audit tata ruang. Data yang dikumpulkan berupa data indikasi
pelanggaran pemanfaatan ruang dari hasil audit dan pelaksanaan tindaklanjutnya. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang tidak efektif. Ketidakefektifan tersebut disebabkan oleh (a)
muatan dalam regulasi belum sepenuhnya bisa operasional; (b) pelaksanaan pengawasan di lapangan terbatas; (c)
peran masyarakat dalam pengawasan adanya pelanggaran terhadap tata ruang belum optimal; (d) fungsi koordinasi
antar organisasi perangkat daerah dalam peran masing-masing belum maksimal dilakukan; dan (e) kondisi dan status
PPNS yang belum kuat. Ketidakefektifan tersebut dapat di atasi dengan strategi kebijakan penertiban pemanfaatan
ruang yang berupa penguatan regulasi, penguatan sumberdaya manusia, penataan kelembagaan, dan pengalokasian
anggaran yang memadai.

Kata Kunci: Penegakan Hukum; Pemanfaatan Ruang; UUCK; Evaluasi; Strategi

[Title: Strengthening The Implementation of Law Enforcement in Space Utilization After Enactment of Undang-
Undang Cipta Kerja]. The current implementation of law enforcement in spatial utilization tends to stop at finding
indications of violations of spatial utilization. The imposition of sanctions which are the result of the spatial planning
audit is still rarely implemented. This shows that law enforcement in the spatial planning sector is still not optimal. On
the other hand, new challenges emerge in the implementation of law enforcement in spatial use after the enactment
of the Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) in 2020. This study aims to identify problems in the implementation of law
enforcement in spatial utilization and then formulate strategies to strengthen the implementation of law enforcement
in spatial utilization after the enactment of the UUCK. The research was conducted using a desk study method that
prioritizes content analysis. Content analysis is carried out on regulations and one of the spatial audit reports. The data
collected is in the form of data on indications of violations of space utilization from the results of the audit and the
implementation of its follow-up. The results of the study indicate that the implementation of controlling the use of
space is not effective. This ineffectiveness is caused by (a) the content in the regulation is not yet fully operational; (b)
the implementation of supervision in the field is limited; (c) the role of the community in supervising the violation of
spatial planning has not been optimal; (d) the coordination function between regional apparatus organizations in their
respective roles has not been maximally carried out; and (e) the condition and status of PPNS are not yet strong. The
results showed that there are problems that often arise in the implementation of law enforcement in spatial use so it
requires a strategy for spatial use control policies in the form of strengthening regulations, strengthening human
resources, institutional arrangements, and adequate budget allocation.

Keywords: Law Enforcement; Space Utilization; UUCK; Evaluation; Strategy


Cara Mengutip: Sutaryono, Sutaryono., Nurrokhman, Arsan., & Lestari, Novita Dian. (2021). Penguatan Pelaksanaan
Penertiban Pemanfaatan Ruang Pasca Terbitnya Undang-Undang Cipta Kerja. Jurnal Pengembangan Kota. Vol 9 (2):
154-165. DOI: 10.14710/jpk.9.2.154-165

1. PENDAHULUAN memperlihatkan bahwa peraturan tidak hanya


sebatas kebijakan dengan ketidaksesuaian
Dalam beberapa tahun terakhir, penataan ruang implementasi (Sodikin, 2017).
dipahami sebagai proses pengambilan keputusan
atas penggunaan lahan dalam masyarakat, Dalam pandangan umum, penegakan hukum
berdasarkan penilaian dan penyeimbangan atas diartikan sebagai tindakan penerapan instrumen
tuntutan-tuntutan daya saing (Segura & Pedregal, hukum tertentu untuk melaksanakan sanksi hukum
2017). Jumlah dan aktivitas penduduk yang demi terjaminnya penataan pada ketentuan yang
meningkat serta luas lahan yang terbatas telah ditetapkan (Junef, 2021). Terdapat 5 (lima)
berdampak pada adanya dinamika penggunaan faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
lahan (Putra & Pradoto, 2016). Persaingan yakni: (1) faktor hukum itu sendiri (peraturan
penggunaan lahan mengarah pada terjadinya perundang-undangan), (2) faktor penegak hukum,
perubahan penggunaan lahan yang merupakan (3) faktor sarana, (4) faktor masyarakat, dan (5)
fenomena lazim perkotaan. Dalam hal ini, faktor kebudayaan (Soekanto, 2004). Apabila
permasalahan yang terjadi adalah bahwa dikaitkan dengan faktor hukum itu sendiri, maka
perubahan tersebut acapkali menyimpang dari berdasarkan undang-undang penataan ruang,
rencana tata ruang yang telah ditetapkan sehingga penegakan hukum administratif dalam konteks
menimbulkan dampak-dampak negatif (Kustiwan & implementasi rencana tata ruang atas izin-izin yang
Anugrahani, 2015). Faktor-faktor yang dikeluarkan oleh pemerintah mencakup
mempengaruhi penyimpangan/tidak sejalannya pengawasan dan penegakan sanksi (Dianto &
implementasi dengan rencana tata ruang antara Cahyaningtyas, 2021). Oleh karena itu dapat
lain dikarenakan adanya tekanan pengembangan dipahami bahwa lemahnya pengawasan dan
pasar, ketidakjelasan mekanisme kontrol, dan penegakan sanksi (penertiban), menunjunjukkan
lemahnya penegakan hukum (Rosdiana, 2018). lemahnya penegakan hukum. Lemahnya
Penyimpangan tata ruang yang terjadi juga penegakan hukum atas pelanggaran penataan
dipengaruhi oleh rendahnya pengetahuan ruang memberi akibat pada masih terjadinya
masyarakat tentang rencana tata ruang dan pelanggaran penataan ruang baik di pusat maupun
kurangnya sosialisasi terkait rencana tata ruang di daerah (Jazuli, 2017).
tersebut (Eko & Rahayu, 2012). Berdasarkan hal-
hal tersebut, dapat dipahami bahwa pelanggaran Salah satu upaya untuk mengurai dan/atau
penataan ruang disebabkan antara lain oleh (1) mengungkap adanya pelanggaran penataan ruang
potensi konflik antar wilayah, (2) potensi konflik adalah dengan melakukan audit tata ruang. Audit
antar sektor, dan (3) potensi konflik antara tata ruang merupakan serangkaian kegiatan
pemerintah dan masyrakat (Jazuli, 2017). pemeriksaan dan evaluasi terhadap data dan
informasi spasial serta dokumen pendukung untuk
Sebuah penelitian di Kabupaten Tanah Datar mengevaluasi suatu laporan atau temuan yang
menyebutkan bahwa 43.7% pengembangan diduga sebagai indikasi pelanggaran pemanfaatan
kawasan permukiman yang terdapat di kabupaten ruang (Peraturan Menteri Agraria dan Tata
tersebut tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) sehingga diperlukan kebijakan ISSN 2337-7062 © 2021
terkait konsistensi implementasi rencana tata This is an open access article under the CC-BY-NC-ND license
(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-sa/4.0/). – lihat
ruang dan penegakan hukum dalam menyikapi halaman depan © 2021
adanya pelanggaran pemanfaatan ruang (Umar
dkk., 2019). Penegakan hukum harus terus *Email sutaryono@stpn.ac.id
dilakukan untuk mengurangi dampak dari
Diterima 8 April 2021, disetujui 30 November 2021
pelanggaran itu sendiri, sekaligus untuk

2 S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165


Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2. METODE PENELITIAN
17 Tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata
Ruang). Jika hasil audit tata ruang menghasilkan Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode
temuan adanya indikasi pelanggaran pemanfaatan desk study yang mengutamakan content analysis.
ruang, maka hasil temuan tersebut kemudian Content analysis dilakukan terhadap regulasi,
ditindaklanjuti dengan agenda penertiban program dan kegiatan, serta data dan informasi.
pemanfaatan ruang berupa pelaksanaan Content analysis merupakan analisis untuk
rekomendasi pengenaan sanksi, baik sanksi mengkaji suatu teks atau data dengan objektif
administratif atau sanksi pidana. untuk mendapatkan gambaran dari suatu isi apa
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah adanya adanya, tanpa campur tangan peneliti. Metode ini
kecenderungan tidak dilaksanakannya menghilangkan bias, keberpihakan dan
rekomendasi pengenaan sanksi hasil audit tata kecenderungan tertentu dari peneliti. Hasil analisis
ruang pasca ditemukannya indikasi pelanggaran isi benar-benar mencerminkan isi dari suatu teks
pemanfaatan ruang. Hal tersebut antara lain dan bukan akibat subjektifitas peneliti (Ahmad,
disebabkan oleh faktor kualitas SDM, kualitas 2018). Dalam konteks ini, pendekatan penelitian
rencana tata ruang, dan kualitas penindakan yang yang digunakan merupakan penelitian campuran.
masih kurang. Terkait kualitas SDM, petugas
pengawas lapangan terbatas dan lemahnya Secara operasional, teknik analisis deskriptif
koordinasi antar pemangku kepentingan. Terkait digunakan untuk mengelaborasi kondisi kebijakan
kualitas, kondisi RTRW yang perbedaannya terlalu penertiban pemanfaatan ruang pada wilayah
jauh dengan kondisi eksisting yang berakibat pada provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal ini data
lemahnya tindaklanjut hasil pengawasan ke arah yang digunakan adalah hasil audit tata ruang pada
penindakan (Pamungkas, 2020). Permasalahan sebuah kabupaten/kota, yang bersifat rahasia
tersebut semakin kompleks dengan ditetapkannya (Pasal 64 Permen ATR/KBPN 17/2017). Oleh karena
undang-undang cipta kerja (UUCK) di akhir tahun itu dalam naskah disebutkan sebagai Kabupaten X.
2020. Di dalam UUCK, pengenaan sanksi
mengalami pergeseran yang cukup signifikan yakni Secara operasional, teknik analisis deskriptif
lebih mengedepankan pengenaan sanksi digunakan untuk mengelaborasi kondisi kebijakan
administratif dibandingkan dengan sanksi pidana. penertiban pemanfaatan ruang pada wilayah
Hal tersebut dikuatirkan justru dapat mendorong provinsi dan kabupaten/kota. Dalam hal ini data
terjadinya pelanggaran karena sanksi administratif yang digunakan adalah hasil audit tata ruang pada
kurang dapat menimbulkan efek jera. sebuah kabupaten/kota, yang bersifat rahasia
(Pasal 64 Permen ATR/KBPN 17/2017). Oleh karena
Kecenderungan bahwa pelaksanaan penertiban itu dalam naskah disebutkan sebagai Kabupaten X.
pemanfaatan ruang hanya terhenti pada tahap
penemuan adanya indikasi pelanggaran Analisis komparatif digunakan untuk mencermati
pemanfaatan ruang, memperlihatkan bahwa upaya muatan dalam regilasi, baik sebelum UUCK
penegakan hukum di bidang penataan ruang masih maupun sesudah UUCK. Dalam hal ini komparasi
belum optimal. Penelitian ini bertujuan untuk dilakukan terhadap muatan yang ada dalam PP 15
mengevaluasi pelaksanaan penertiban ruang, Tahun 2010 (sebelum UUCK) dengan PP Nomor 21
untuk kemudian merumuskan strategi penguatan Tahun 2021 (setelah UUCK).
pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang,
terlebih pasca ditetapkannya UUCK. Penelitian Pendalaman terhadap kondisi implementasi
diharapkan dapat memberikan sumbangsih bagi kebijakan penertiban pemanfaatan ruang di atas
penguatan pelaksanaan penertiban pemanfaatan digunakan untuk menemukenali berbagai
ruang pasca ditetapkannya UUCK dalam rangka permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan
mewujudkan tertib tata ruang. kebijakan penertiban pemenfaatan ruang.
Berdasarkan hasil tersebut dirumuskan alternatif
penyelesaian masalah melalui perumusan

156 S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165


kebijakan dan strategi kebijakan dan implementasi yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang,
kebijakan penertiban pemanfaatan ruang. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin
yang diberikan, pemanfaatan ruang yang tidak
3. HASIL DAN PEMBAHASAN sesuai dengan persyaratan izin yang diberikan, dan
pemanfaatan ruang yang menutup akses terhadap
3.1. Pelaksanaan Kebijakan Penertiban Pemanfaatan kawasan yang dinyatakan oleh peraturan
Ruang peundang-undangan sebagai milik umum. Data
tersebut diperoleh melalui laporan audit tata
Pembiayaan kegiatan otoritas penegak hukum ruang pada satu wilayah kabupaten, dimana
dalam rangka pengeluaran anggaran untuk ditemukan adanya 28 kegiatan yang terindikasi
penegakan undang-undang memiliki kekurangan melanggar tata ruang dengan tipologi sebagaimana
dalam hal perencanaan alokasi dan pemanfaatan di atas berdasarkan laporan hasil audit Kabupaten
sumber keuangan untuk tujuan penegakan hukum X, 2019.
(Bakhyt dkk., 2015). Sejalan dengan hal tersebut,
dalam mengimplementasikan kebijakan penertiban Terkait tipologi di atas, hal yang kerap terjadi
pemanfaatan ruang, pemerintah pusat melalui adalah bahwa pelanggaran baru diketahui setelah
Direktorat Penertiban Pemanfaatan Ruang bangunan yang melanggar selesai dibangun atau
mengalokasikan anggaran audit tata ruang di bahkan telah beroperasi, dan menimbulkan
berbagai wilayah. Alokasi anggaran ini dilakukan perubahan fungsi ruang/kerugian. Dalam hal ini,
untuk mengevaluasi suatu laporan atau temuan sanksi yang akan dikenakan kerap memunculkan
yang diduga sebagai indikasi pelanggaran di bidang resistensi dari pihak penerima sanksi. Menyikapi
penataan ruang. Namun demikian, dari sisi hal ini, kegiatan penertiban yang seringkali
pemerintah daerah, informan yang dihubungi dilakukan adalah pemberian surat peringatan dan
menyatakan bahwa pemerintah daerah yang pemasangan plang. Namun demikian, walaupun
bersangkutan belum mengalokasikan anggaran pelaku pelanggaran tidak mengindahkannya,
untuk kegiatan audit tata ruang. tahapan sanksi berikutnya tidak dilaksanakan.
Penyebab utama dari hal tersebut adalah karena
Di samping itu, terdapat keterbatasan sumber daya kegiatan penertiban dilakukan saat bangunan telah
manusia di daerah yang mempunyai kemampuan berdiri dan/atau kegiatan dengan fungsi ruang
teknis dalam pelaksanaan audit tata ruang. yang tidak sesuai peruntukan tersebut telah
Adanya kekurangan dalam hal faktor sumber daya berlangsung. Hal tersebut juga menjadi salah satu
manusia merupakan salah satu faktor yang penyebab rendahnya pengenaan sanksi pasca
memberi pengaruh terhadap penegakan hukum ditemukannya indikasi pelanggaran pemanfaatan
(Soekanto, 2004). Motivasi, kompetensi, ruang.
mentalitas/personalitas, serta rasio kecukupan
jumlah dari aparat memegang peran yang penting. Data pada Direktorat Jenderal Pengendalian
Peraturan sebaik apapun apabila aparat Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah
penegaknya tidak memiliki motivasi yang baik, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan
tidak memiliki kompetensi dalam pelaksanaan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), menunjukkan
tugas lapangan, memiliki mentalitas/personalitas bahwa audit tata ruang dalam kurun waktu 2015-
korupsi, dan secara rasio jumlah tidak mencukupi, 2018 menemukan 6.621 lokasi yang terindikasi
maka penegakan hukum tidak akan berjalan melanggar pemanfaatan ruang. Dari jumlah
seperti yang diharapkan. Keseluruhan hal tersebut tersebut hanya sebagian kecil yang ditindaklanjuti.
menunjukkan bahwa agenda penertiban Berdasarkan interview dengan Direktur Penertiban
pemanfaatan ruang masih dianggap bukan sebagai Pemanfaatan Ruang Kementerian ATR/BPN
prioritas. (Januari 2022) diperoleh informasi bahwa: (a)
ditemukan melalui audit dan belum ditindaklanjuti
Di sisi lain, data hasil audit tata ruang sejumlah 3.625 kasus; (b) ditemukan melalui audit
menunjukkan bahwa tipologi pelanggaran yang dan ditindaklanjuti dengan fasilitasi penertiban
paling banyak terjadi adalah pemanfaatan ruang sejumlah 558 kasus; dan (c) ditemukan melalui
audit dan ditindaklanjuti dengan fasilitasi

S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165 157


penertiban dan pengawasan, pengamatan, potensi praktik ‘pemutihan’ pemanfaatan ruang
penelitian sejumlah 716 kasus. yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.

Dalam konteks lokal (pemerintah daerah) 3.2. Permasalahan Pelaksanaan Kebijakan


kondisinya tidak berbeda dengan konteks nasional. Penertiban Pemanfaatan Ruang
Temuan indikasi pelanggaran pemanfaatan ruang
yang ditindaklanjuti relatif rendah. Tabel 1 berikut Beberapa permasalahan dalam melaksanakan
merupakan satu contoh hasil audit pada kebijakan penertiban di daerah dapat dibedakan
Kabupaten X, dimana dari 28 temuan indikasi dalam 2 (dua) kategori, yakni: (1) pada saat
pelanggaran tata ruang, hanya 5 (lima) kasus yang menindaklanjuti hasil dari kegiatan audit; dan (2)
ditindaklanjuti. paska pelaksanaan penertiban. Kedua kategori
Tabel 1. Hasil Audit Tata Ruang Pada Kabupaten X permasalahan tersebut memiliki problematika
Lokasi Indikasi masing-masing dan perlu dicarikan solusi
No Keterangan pemecahan masalahnya.
Pelanggaran
1 Lokasi 1 Tidak ditindaklanjuti
2 Lokasi 2 Tidak ditindaklanjuti Kategori pertama terkait dengan permasalahan
3 Lokasi 3 Tidak ditindaklanjuti saat akan melakukan penertiban sebagai langkah
4 Lokasi 4 Tidak ditindaklanjuti lanjutan setelah kegiatan audit tata ruang.
5 Lokasi 5 Tidak ditindaklanjuti Permasalahan yang sering muncul adalah:
6 Lokasi 6 Tidak ditindaklanjuti 1. Pelanggaran tata ruang yang ada seringkali
7 Lokasi 7 Tidak ditindaklanjuti kemudian digunakan sebagai dasar revisi tata
8 Lokasi 8 Tidak ditindaklanjuti ruang, sehingga saat akan dilakukan
9 Lokasi 9 Tidak ditindaklanjuti penindakan akan muncul keraguan, sebab pihak
10 Lokasi 10 Tidak ditindaklanjuti daerah sedang melakukan revisi rencana tata
11 Lokasi 11 Tidak ditindaklanjuti
ruangnya dan melakukan “pemutihan”
12 Lokasi 12 Tidak ditindaklanjuti
terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi
13 Lokasi 13 Tidak ditindaklanjuti
14 Lokasi 14 Tidak ditindaklanjuti
dengan menyesuaikan rencana pola ruangnya
15 Lokasi 15 Ditindaklanjuti dengan kondisi eksisting. Hal ini akan
16 Lokasi 16 Tidak ditindaklanjuti menimbulkan ketidakpastian dalam penertiban
17 Lokasi 17 Tidak ditindaklanjuti (pemberian sanksi). Karena saat ini memang
18 Terminal Tidak ditindaklanjuti melanggar namun dengan rencana penyesuaian
19 Rumah Makan Ditindaklanjuti rencana pola ruang dengan pemanfaatan ruang
20 Bangunan Pasar Tidak ditindaklanjuti eksisting maka akan terjadi keragu-raguan
21 Kawasan Pelabuhan Tidak ditindaklanjuti dalam melakukan penindakan.
22 Bangunan Pesantren Tidak ditindaklanjuti 2. Pada beberapa daerah terjadi ketidaktegasan
23 Perumahan 1 Tidak ditindaklanjuti OPD pengampu tata ruang, dimana setelah
24 Perumahan 2 Tidak ditindaklanjuti ditemukan pelanggaran tata ruang dan akan
25 Usaha Peternakan Tidak ditindaklanjuti dilakukan penindakan seringkali mencari alasan
26 Perumahan 3 Ditindaklanjuti pembenar dengan melihat peraturan
Bangunan Wisata di Ditindaklanjuti perundangan sektoral yang membenarkan
27
Pantai
situasi tersebut. Akibatnya perda tata ruang
Bangunan Pertokoan Ditindaklanjuti
28 yang seharusnya menjadi acuan dalam menilai
di Pantai
Sumber : Hasil Audit pada Kabupaten X Tahun 2019 pelanggaran menjadi tersamarkan dengan
aturan-aturan sektoral lainnya yang beberapa
Hal yang menjadi ironi di beberapa daerah adalah bertentangan dengan perda tata ruang
bahwa indikasi pelanggaran tata ruang hasil tersebut. Padahal seharusnya sebelum menjadi
kegiatan audit dijadikan sebagai bahan untuk perda tata ruang maka seharusnya telah terjadi
menyesuaikan rencana tata ruang (pada saat harmonisasi dengan peraturan perundangan
revisi) dengan kondisi eksisting agar menjadi sesuai sektoral lainnya. Seringkali posisi personal di
peruntukannya. Hal ini menunjukkan adanya OPD yang mengampu penindakan menghadapi

158 S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165


situasi dilematis terkait karier dan beberapa hal yang dikenakan diawali dengan pemberian
lainnya. peringatan tertulis (maksimal 3 kali). Apabila hal ini
3. Kualitas perda tata ruang yang tidak standar, diabaikan, maka berlaku pengenaan bentuk sanksi
dimana di dalam arahan peraturan zonasi atau berikutnya dan seterusnya sampai ke pengenaan
ketentuan peraturan zonasi masih ada bentuk sanksi berupa pemulihan fungsi ruang
pengaturan yang bersifat “abu-abu”. Dalam hal (Peraturan Pemerintah Nomor 21 Pasal 198 Tahun
ini, perda tata ruang yang standar yang secara 2021)). Permasalahan yang sering muncul adalah:
prosedur dan substansi mengikuti Permen 1. Kegiatan penertiban terkesan seperti simbolis,
ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2018 untuk dimana contohnya setelah pemberian surat
RTRW Provinsi dan Kabupaten Kota dan Permen peringatan sebanyak 3 kali kemudian
ATR/Kepala BPN Nomor 16 Tahun 2018 tentang pemasangan papan peringatan namun setelah
RDTR dan PZ, yang saat ini keduanya sudah lewat masa peringatan tetap tidak ada kegiatan
diganti dengan Permen ATR/Kepala BPN Nomor penertiban lanjutan. Hal ini mengakibatkan
11 Tahun 2021 tentang Tentang Tata Cara kegiatan penertiban menjadi kurang wibawanya
Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan dan tidak menimbulkan efek jera.
Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata 2. Kurangnya sumberdaya manusia (SDM) yang
Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan melakukan penertiban. Hal ini menjadi masalah
Rencana Detail Tata Ruang. klasik bahwa di beberapa kabupaten/kota di
Indonesia sangat sedikit PPNS penataan ruang.
Sebagai contoh tidak standarnya perda tentang Bahkan di beberapa daerah tidak ada sama
tata ruang, dimana di satu pasal disebutkan sekali PPNS penataan ruang. Sehingga untuk
boleh dikembangkan menjadi sebuah pola penindakan kasus pelanggaran penataan ruang
ruang tidak boleh digunakan untuk penggunaan yang terancam dengan sanksi pidana menjadi
lahan lain, namun di pasal lainnya justru sulit dilaksanakan.
memperbolehkan percampuran penggunaan 3. Penindakan yang kurang efektif dengan dampak
lahan. Ada juga aturan KLB (koefisien lantai yang ditimbulkan, dimana contohnya ada
bangunan) yang harus sekian persen, namun di sebuah perusahaan tambang yang tidak berizin
pasal lain disebutkan boleh melebihi ketentuan dan diberi surat peringatan untuk penghentian
KLB atas mendapat izin dari otoritas pengguna operasi dalam 14 hari, maka yang dilakukan
ruang udara setempat. Sehingga langkah- oleh perusahaan adalah justru menggenjot
langkah penertiban menjadi sebuah keragu- produksi besar-besaran dalam 14 hari dan
raguan. kemudian baru berhenti di hari ke 15, sehingga
dampak kerusakan justru akan meningkat
Untuk kategori kedua terkait dengan signifikan justru saat surat peringatan diberikan.
permasalahan paska kegiatan penertiban di level Contoh lain adalah pengenaan denda yang
awal. Dalam hal ini, kegiatan penertiban dibatasi terlalu kecil dibandingkan dampak kerusakan
pada ranah pengenaan sanksi administratif (PP yang ditimbulkan dari kegiatan.
Nomor 21 Pasal 188 Tahun 2021 tentang 4. Permintaan pencabutan surat peringatan, pada
Penyelenggaraan Penataan Ruang (Peraturan beberapa kasus terjadi penggunaan kekuasaan
Pemerintah Nomor 21 Pasal 188 Tahun 2021 dari otoritas setempat untuk meminta tim
tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang)). penertiban yang telah memberikan surat
Dalam teori hukum, tujuan dari sanksi administratif peringatan untuk mencabut kembali surat
bukan untuk memberikan nestapa melainkan peringatan tersebut dengan alasan-alasan
untuk mengembalikan ke kondisi semula (Junef, subyektif. Karena kedudukan yang lebih tinggi
2021). Adapun bentuk-bentuk dari sanksi maka tim penertiban akhirnya terpaksa
administratif yakni berupa peringatan tertulis, melakukan tindakan pencabutan. Sehingga
denda administratif, penghentian sementara wibawa penertiban tata ruang menjadi
kegiatan, penghentian sementara pelayanan berkurang.
umum, penutupan lokasi, pencabutan KKPR,
pembatalan KKPR, pembongkaran bangunan,
dan/atau pemulihan fungsi ruang. Bentuk sanksi

S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165 159


3.3. Efektifitas Implementasi Kebijakan Penertiban harus, boleh, dan tidak boleh dilakukan pada zona
Pemanfaatan Ruang pemanfaatan ruang (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Kebijakan penertiban pemanfaatan ruang tidak Ruang). Peraturan zonasi juga merupakan alat
dapat dilepaskan dari instrumen pengendalian pengendali pemanfaatan lahan yang digunakan
pemanfaatan ruang. Sebelum ditetapkannya UUCK untuk mengkonservasi sumber daya lahan,
dan PPPPR Tahun 2021, pengendalian membatasi eksternalitas negatif pembangunan
pemanfaatan ruang dilakukan melalui 3 instrumen kepadatan tinggi, dan mencapai manfaat yang
yang bersifat pencegahan (peraturan zonasi, besar dari kegiatan konservasi lahan di dalam
perizinan, dan insentif-disinsentif) dan 1 instrumen suatu blok yang besar (Liu & Lynch, 2011).
yang bersifat penanggulangan (pengenaan sanksi). Peraturan zonasi berfungsi sebagai petunjuk teknis
Tiga instrumen yang bersifat pencegahan tersebut bagi pemanfaatan ruang dan pengendalian
masih menyisakan sejumlah pekerjaan rumah yang pemanfaatan ruang (Kautsary, 2018). Dengan
harus segera ditangani, yakni: demikian, peran peraturan zonasi sebagai alat
1. Belum tersusunnya Peraturan Zonasi (PZ) identifikasi awal pelaksanaan penertiban
secara tuntas. PZ merupakan bagian tak memberikan rujukan atas persyaratan dan/atau
terpisahkan dari RDTR. Data dari Ditjend Tata ketentuan kegiatan di dalam masing-masing
Ruang Kementerian ATR/BPN (2019), baru zonanya.
terdapat 53 RDTR yang berhasil diperdakan dari
total 2000-an RDTR untuk seluruh Indonesia. Di sisi lain, instrumen izin memiliki peran penting
Data terkini pada portal Protaru Kementerian bagi penataan ruang melalui izin pemanfaatan
ATR/BPN, sudah terdapat 173 RDTR yang ruang (Hastuti, 2020). Izin merupakan alat
diperdakan; pemerintah yang bertujuan untuk mengendalikan
2. Adanya paradigma bahwa izin merupakan pintu perilaku masyarakat (Mardhani, 2019). Lebih
masuk bagi pemanfaatan ruang dan bukan lanjut, terkait izin pemanfaatan ruang berdasarkan
sebagai instrumen pengendalian pemanfaatan UU Penataan Ruang, kegiatan yang memiliki
ruang. Idealnya, izin dikeluarkan untuk peluang mengakibatkan gangguan pada prinsipnya
mewujudkan rencana tata ruang yang telah tidak diperbolehkan kecuali dengan izin. Dalam hal
digariskan dan bukan untuk mewadahi ini, perizinan tersebut adalah izin kegiatan, izin
keinginan pemodal; pertanahan, dan izin perencanaan & bangunan
3. Ragam dan teknis pelaksanaan insentif- (Rosdiana, 2018). Dengan demikian, instrumen
disinsentif yang belum terinci secara jelas dan perizinan sebagai alat identifikasi awal kegiatan
lengkap, baik dalam bentuk NSPK, Perda, penertiban memberikan justifikasi atas keseuaian
Perkada, maupun SK Kepala Daerah. Idealnya, kegiatan tanah, rencana, dan bangunan dengan
masing-masing pemerintah daerah rencana dan standar yang telah ditetapkan.
menyediakan peraturan terkait insentif
disinsentif secara mandiri karena tiap-tiap Insentif dan disinsentif merupakan konsep dari
daerah mempunyai karakteristik ruang dan suatu sistem yang bertujuan untuk mengontrol dan
kearifan lokal yang spesifik. Aturan insentif- mengatur penggunaan lahan dan pengelolaan
disinsentif hendaknya melekat pada unsur- ruang (Boka, 2016). Pemberian insentif ditujukan
unsur keunikan daerah tertentu. sebagai bentuk penggantian atas pelaksanaan
kegiatan yang sesuai dengan rencana tata ruang.
Ketiga instrumen pengendalian yang berupa Disinsentif ditujukan sebagai upaya pencegahan,
pencegahan ini merupakan alat-alat identifikasi di pembatasan, dan/atau pengurangan pelaksanaan
awal pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang. kegiatan yang tidak sesuai dengan rencana tata
Instrumen peraturan zonasi merupakan ketentuan ruang (Artaya, 2016). Dengan demikian, Instrumen
yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur- insentif dan disinsentif berperan sebagai alat untuk
unsur pengendalian yang disusun untuk setiap mengidentifikasi kawasan yang didorong atau
zona peruntukan (Undang-Undang Republik dibatasi pengembangannya, sehingga dapat
Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan mempermudah menemukenali ada tidaknya
Ruang)). Peraturan zonasi memuat ketentuan yang pelanggaran pemanfaatan ruang pada kawasan-

160 S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165


kawasan dimaksud. Beberapa ‘pekerjaan rumah’ akan terhenti. Apabila yang bersangkutan sedang
yang belum tuntas atas ketiga instrumen tersebut melaksanakan tugas penyidikan, maka yang
(peraturan zonasi, perizinan, dan insentif- bersangkutan tidak dapat lagi terlibat dalam proses
disinsentif), menyebabkan kurang efektifnya penyidikan.
pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang.
Hal terkait mutasi PPNS telah ditindaklanjuti dalam
Instrumen pengendalian pemanfaatan ruang Permen ATR/Kepala BPN Nomor 23 Tahun 2020
keempat yang bersifat penanggulangan tentang perubahan atas Permen ATR/Kepala BPN
(pengenaan sanksi) masih memiliki keterbatasan Nomor 3 Tahun 2017 tentang PPNS Penataan
dalam implementasinya. Ketidakefektifan Ruang. Muatan Permen tersebut mengatur bahwa
implementasi tersebut antara lain disebabkan mutasi hanya boleh dilakukan setelah 5 tahun.
karena pelaksanaan penyidikan yang masih Namun demikian, selama PPNS masih merupakan
dilakukan oleh organ internal pemerintah (PPNS), organ pemerintah dan pembentukannya masih
proses pentipologian indikasi pelanggaran atas persetujuan pemerintah, maka adanya
pemanfaatan ruang, wilayah kewenangan tim pembatasan mutasi masih kurang efektif.
audit tata ruang, dan batas waktu pelaksanaan
tindak lanjut hasil audit tata ruang. Terkait pencetakan PPNS, dapat dikatakan bahwa
pencetakan PPNS masih merupakan salah satu
Hal tersebut di atas sedikit banyak dipengaruhi penghambat efektifitas pelaksanaan penyidikan.
oleh adanya 2 (dua) produk kebijakan penertiban Hal ini karena target jumlah PPNS dan realisasinya
pemanfaatan ruang yakni Peraturan Menteri masih jauh dari harapan. Realita memperlihatkan
Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 3 adanya kesulitan mendapatkan PNS untuk dididik
Tahun 2017 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil menjadi PPNS penataan ruang. Hal ini masih belum
Penataan Ruang dan Peraturan Menteri Agraria terjawab dalam revisi permen PPNS. Durasi waktu
dan Tata Ruang/Kepala BPN Nomor 17 Tahun diklat PPNS penataan ruang yang cukup lama dan
2017 tentang Pedoman Audit Tata Ruang. gambaran tugas PPNS nantinya, membuat daerah
enggan untuk mengirimkan kandidat untuk dididik
Dalam membedah materi muatan Permen tentang menjadi PPNS penataan ruang.
PPNS, setidaknya terdapat hal penting yang perlu
mendapat perhatian dalam rangka efektifitas Di dalam membedah materi muatan permen
kinerja PPNS Penataan Ruang yakni terkait tentang audit tata ruang perlu kiranya melihat
perlindungan dan pencetakan PPNS Penataan pada efektifitas pelaksanaan tindak lanjut hasil
Ruang. audit. Setidaknya terdapat 3 (tiga) poin yang perlu
dibahas lebih lanjut dalam muatan permen tentang
Perlindungan terhadap pemberhentian dari pedoman audit tata ruang. Hal yang pertama
jabatan diperlukan mengingat pada dasarnya PPNS berkaitan dengan tipologi indikasi pelanggaran di
Penataan Ruang adalah Pegawai Negeri Sipil (PNS) bidang penataan ruang, hal kedua berkaitan
yang diangkat menjadi PPNS penata ruang oleh dengan wilayah kewenangan tim audit tata ruang,
Menteri Hukum dan HAM untuk melakukan dan hal yang ketiga adalah batas waktu
penanganan tindak pidana bidang penataan ruang. pelaksanaan tindak lanjut hasil audit. Terkait
Dalam Pasal 20 disebutkan bahwa PPNS Penataan tipologi pelanggaran, hal ini bukanlah sesuatu yang
Ruang dapat diberhentikan dari jabatannya, salah baru. Di Israel, amandemen legislatif
satunya apabila tidak bertugas lagi di teknis memungkinkan otoritas perencana untuk
operasional bidang penata ruang atau hukum. menetapkan prioritas penegakan peraturan dan
Sebagai PNS yang secara hirarki struktural berada untuk membedakan pelanggaran kecil dan besar
di bawah Kepala Daerah, PPNS Penataan Ruang di (Calor & Alterman, 2017). Terkait kewenangan
daerah sangat mungkin mengalami mutasi ke luar wilayah dan batas waktu pelaksanaan hasil audit,
bidang teknis operasional penataan ruang apabila substansi Pasal 189 dan 194 PP Nomor 21 Tahun
Kepala Daerah memutuskan untuk melakukan 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
mutasi. Dengan mutasi tersebut, maka secara telah memberi ruang bagi perincian pengaturan ke
otomatis jabatan sebagai PPNS Penataan Ruang

S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165 161


depannya. Secara garis besar, ketiga hal tersebut (bila dinilai terdapat indikasi pelanggaran yang
dijelaskan sebagai berikut: masuk ke dalam unsur pidana penataan ruang),
1. Tipologi indikasi pelanggaran bidang penataan menjadi tidak berkesudahan dan sangat
ruang hendaknya tidak hanya ditentukan bergantung pada political will dari pihak-pihak
setelah melalui tahap pelaksanaan audit tata yang berwenang melaksanakan tindak lanjut
ruang, tetapi juga sebelum pelaksanaan audit. tersebut. Oleh karena itu, agar penertiban
Hal tersebut mengingat bahwa input bagi pemanfaatan ruang dapat berjalan lebih efektif,
dilaksanakannya audit salah satunya berasal skema penertiban pemanfaatan ruang
dari pelaporan masyarakat. Dalam hal ini, sebagaimana Gambar 1 dapat diterapkan.
masyarakat merupakan suatu entitas dengan
tingkat pemahaman bidang tata ruang yang
beragam dan hal tersebut berimplikasi pada
beragamnya kasus-kasus pelanggaran yang
dilaporkan (kasus ringan, sederhana, dan
berat). Pedoman hendaknya memuat adanya
mekanisme pentipologian awal indikasi
pelanggaran yang berasal dari laporan-laporan
masyarakat. Laporan-laporan yang masuk perlu
Gambar 1. Skema Penertiban Pemanfaatan Ruang
disaring terlebih dahulu, untuk kemudian
Sumber : Permen ATR/KBPN 17/2017 & Modifikasi
dilakukan pemeringkatan penanganan kasus
yang dilengkapi dengan informasi terkait pihak- 3.4. UUCK dan Implementasi Penertiban
pihak yang berwenang menangani pelaksanaan Pemanfaatan Ruang
audit, pihak-pihak yang berpotensi untuk
diperiksa, serta pihak-pihak yang memiliki Sebelum UUCK penyelenggaraan penataan ruang
kompetensi untuk memberikan bantuan dalam diatur melalui PP Nomor 15 Tahun 2010.
pelaksanaan audit. Dengan demikian, efektifitas Berkenaan dengan pengendalian pemanfaatan
tindak lanjut hasil audit sedari awal sudah dapat ruang, terdapat 4 (empat) instrumen, yakni: (1)
terpetakan, demikian juga kendala-kendala pengaturan zonasi; (2) perizinan; (3) pemberian
yang akan dihadapi sehingga langkah-langkah insentif dan disinsentif; dan (4) pengenaan sanksi.
antisipasi pun dapat diskenariokan di awal Berkenaan dengan sanksi, dalam regulasi ini
pelaksanaan audit. terdapat ancaman sanksi administratif dan sanksi
2. Permintaan pelaksanaan audit tata ruang di luar pidana.
wilayah kewenangan hendaknya tidak hanya
berlaku atas permintaan daerah ke pusat, tetapi Sesudah terbit UUCK penyelenggaraan penataan
juga dari pusat ke daerah. Hal ini mengingat ruang diatur melalui PP 21 Tahun 2021. Dalam PP
tipologi kasus pelanggaran tata ruang sangat kegiatan pengendalian dilaksanakan melalui: (1)
beragam (ringan, sedang, berat) sehingga penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan
sangat dimungkinkan terdapat kasus ringan pemanfaatan ruang dan pernyataan mandiri
yang terjadi di wilayah yang menjadi pelaku UMK; (2) penilaian perwujudan RTR; (3)
kewenangan pusat sehingga akan lebih efektif pemberian insentif dan disinsentif; (4) pengenaan
jika audit dilaksanakan oleh pemerintah daerah. sanksi; dan (5) penyelesaian sengketa Penataan
3. Muatan pedoman belum mengatur tentang Ruang. Instrumen pengendalian berupa perizinan
batas waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil dan peraturan zonasi diubah menjadi kesesuaian
audit pasca laporan hasil audit disampaikan. kegiatan pemanfaatan ruang (KKPR). Dalam
Jangka waktu yang diatur di dalam pedoman regulasi ini tidak ada lagi ancaman sanksi pidana.
terbatas pada jangka waktu pelaksanaan audit
tata ruang. Ketiadaan pengaturan terkait jangka Tantangan di dalam pelaksanaan pengendalian dan
waktu pelaksanaan tindak lanjut hasil audit penertiban pemanfaatan ruang pasca
pasca penyampaian laporan audit tata ruang ditetapkannya UUCK akan semakin bertambah
membuat pelaksanaan pengenaan sanksi karena akan berhadapan dengan adanya persoalan
dan/atau penyidikan oleh PPNS penataan ruang

162 S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165


yang mungkin timbul akibat persetujuan KKPR 4. KESIMPULAN
yang diproses tanpa adanya rencana detail tata
ruang (RDTR). Faktor Penyebab Ketidakefektifan Pelaksanaan
Penertiban Pemanfaatan Ruang
Berdasarkan data pada portal Protaru Kementerian
ATR/BPN, saat ini baru terdapat 173 RDTR yang Berdasarkan analisis dan evaluasi pelaksanaan
diperdakan, sehingga dapat dikatakan sebagian penertiban pemanfaatan ruang, maka faktor-faktor
besar pemerintah daerah belum memiliki RDTR. yang menjadi penyebab ketidakefektifan
Banyaknya pemerintah daerah yang belum pelaksanaan penertiban pemanfaatan ruang
menyediakan RDTR diprediksi akan membuat adalah sebagai berikut:
tingkat permohonan persetujuan KKPR ke 1. Kepastian hukum yang tertuang dalam pasal-
Pemerintah Pusat sangat tinggi. Di sisi lain, pasal peraturan daerah secara substansi belum
persetujuan KKPR yang diberikan nantinya, operasional;
dimungkinkan memiliki tingkat ketepatan lokasi 2. Pengawasan bangunan dan pemanfaatan ruang
yang rendah karena umumnya peta RTRWN, RTR di lapangan terbatas;
Pulau/Kepulauan, RTR KSN, dan/atau RTRW 3. Peran masyarakat dalam mengadu bila terjadi
Provinsi/Kabupaten/Kota merupakan peta berskala pelanggaran izin dan tata ruang belum optimal;
kecil. Tumpang tindih lokasi di dalam persetujuan 4. Fungsi koordinasi antar organisasi perangkat
KKPR sangat mungkin akan terjadi. daerah dalam peran masing-masing belum
maksimal dilakukan;
Persoalan akan menjadi lebih berat lagi karena 5. PPNS tata ruang terbatas dan stagnant dalam
instrumen “perizinan” digantikan dengan menjalankan fungsinya, mengingat kedudukan
“kesesuaian” yang memungkinkan lebih banyak kepegawaian PPNS pada posisi yang rentan.
celah untuk dilakukannya diskresi oleh aparatur
sipil negara (ASN). Diskresi tanpa batasan jelas dan Stategi Penguatan Pelaksanaan Penertiban
pemahaman yang sama tentang rencana tata Pemanfaatan Ruang
ruang merupakan potensi bagi terjadinya
pelanggaran pemanfaatan ruang. Berdasarkan analisis dan evaluasi pelaksanaan
penertiban pemanfaatan ruang, maka strategi
Persoalan berikutnya adalah adanya pergeseran penguatan pelaksanaan penertiban pemanfaatan
dalam hal pengenaan sanksi, dimana pasca UUCK ruang perlu diarahkan pada:
sanksi pidana ditiadakan dan sanksi administratif 1. Regulasi
yang mendapatkan prioritas. Dalam hal ini,  Diperlukan regulasi pada level pusat dan
pemberian sanksi administratif akan daerah terkait pedoman teknis penertiban
menghilangkan efek jera bagi para pelanggar. pelanggaran pemanfaatan ruang;
Namun demikian, dalam regulasi ini dasar dalam  Diperlukan regulasi yang menjembatani
pengenaan sanksi lebih jelas, yakni berupa: (a) peralihan pengenaan sanksi administratif ke
hasil penilaian pelaksanaan ketentuan KKPR; (b) sanksi pidana untuk menimbulkan efek jera
hasil pengawasan penataan ruang; (c) hasil audit dan menghindari tindakan ‘pemutihan’ atas
tata ruang; dan/atau (d) pengaduan pelanggaran pelanggaran pemanfaatan ruang yang
pemanfaatan ruang. terjadi.
 Diperlukan regulasi yang merinci tata cara
Berkenaan dengan beberapa hal di atas, maka pengambil alihan kewenangan pengenaan
perlu dirumuskan strategi baru yang mampu sanksi administratif oleh Gubernur dan
mengatasi ketidakefektifan pengendalian dan Menteri.
penertiban pemanfaatan ruang selama ini. Strategi 2. Sumber Daya Manusia
tersebut sangat memungkinkan untuk diwujudkan  PPNS Penataan Ruang hendaknya tidak
berdasarkan regulasi pasca UUCK, yang meliputi diposisikan sebagai subordinat dari kepala
strategi penguatan regulasi, sumberdaya manusia, daerah melainkan menjadi organ
dan kelembagaan serta pengalokasian anggaran
secara memadai.

S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165 163


pemerintah pusat yang ditugaskan di Pariwisata. Jurnal Magister Hukum
daerah; Udayana (Udayana Master Law Journal),
 Kemampuan teknis SDM pemerintah di 5(3), 543-558. Doi: https://doi.org/
bidang penataan ruang hendaknya didukung 10.24843/JMHU.2016.v05.i03.p10
dengan kepekaan moral sehingga menjadi Bakhyt, M. N., Aiman, K. K., & Alexey, V. B. (2015).
filter dalam menentukan tindakan diskresi The Price and Efficiency of the Law
yang diambil. Enforcement in the Republic of
3. Kelembagaan Kazakhstan. The Social Sciences (Pakistan),
 Dalam rangka memperkuat kinerja PPNS 10(7), 1704-1711. Doi: https://doi.org/
Penataan Ruang, fungsi penataan ruang 10.3923/sscience.2015.1704.1711
(pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan Boka, R. Y. (2016). The Evaluation of Incentive-
pengawasan) dapat dimasukkan pada organ Disincentive System in Tourism
pemerintah pusat yang terdapat di daerah, Development: A Case Study of Lake Linow
yakni pada kantor wilayah BPN; development, Tomohon, North Sulawesi.
4. Pembiayaan Journal of Indonesian Tourism and
 Diperlukan pengalokasian anggaran yang Development Studies, 4(2), 49-56. Doi:
memadai pada APBD untuk pelaksanaan https://doi.org/10.21776/ub.jitode.2016.0
kegiatan penertiban pemanfaatan ruang. 04.02.01
Namun demikian, hal ini memerlukan Calor, I., & Alterman, R. (2017). When enforcement
political will dari kepala daerah untuk fails: Comparative analysis of the legal and
menempatkan agenda penertiban planning responses to non-compliant
pemanfaatan ruang sebagai agenda prioritas development in two advanced-economy
daerah. countries. International Journal of Law in
the Built Environment, 9(3), 207-239. Doi:
5. UCAPAN TERIMA KASIH https://doi.org/10.1108/IJLBE-06-2017-
0021
Tulisan ini dihasilkan dari penelitian yang didanai Dianto, R., & Cahyaningtyas, I. (2021).
dari anggaran Pusat Pengembangan dan Administrative Law Enforcement against
Standarisasi Kebijakan Agraria, Tata Ruang dan Urban Spatial Planning Based onthe Spatial
Pertanahan (PPSK-ATP) Kementerian ATR/BPN. Planning Law. International Journal of
Peneliti mengucapkan terimakasih kepada Kepala Social Science and Human Research,
PPSK-ATP Kementerian ATR/BPN beserta seluruh 04(05), 1174-1179. Doi: https://doi.org/
jajarannya, Direktur dan Staf pada Direktorat 10.47191/ijsshr/v4-i5-36
Penertiban Pemanfaatan Ruang Kementerian Eko, T., & Rahayu, S. (2012). Perubahan
ATR/BPN yang berkenan memberikan kesempatan Penggunaan Lahan dan Kesesuaiannya
untuk melaksanakan penelitian, berbagi data dan Terhadap RDTR di Wilayah Peri-Urban
informasi serta dukungan dalam penyelesaian Studi Kasus: Kecamatan Mlati. Jurnal
seluruh tahapan penelitian. Terimakasih Pembangunan Wilayah dan Kota, 8(4),
disampaikan kepada J. Hamidin, M.Sc sebagai 330-340. Doi: https://doi.org/10.14710
tengah ahli yang telah mendampingi selama proses /pwk.v8i4.6487
penelitian. Hastuti, S. D. (2020). Pengendalian Pemanfaatan
Ruang Melalui Izin Lokasi Dalam Rangka
6. DAFTAR PUSTAKA Perolehan Tanah Yang Diperlukan Usaha.
Jurist-Diction, 3(3), 1099-1122. Doi:
Ahmad, J. (2018). Desain Penelitian Analisis Isi https://doi.org/10.20473/jd.v3i3.18640
(Content Analysis). Research Gate, 5(9), 1- Jazuli, A. (2017). Penegakan Hukum Penataan
20. Ruang dalam Rangka Mewujudkan
Artaya, A. (2016). Kewenangan Pemerintah Pembangunan Berkelanjutan. Jurnal Rechts
Kabupaten Badung Dalam Pengendalian Vinding: Media Pembinaan Hukum
Perizinan Pembangunan Sarana Akomodasi Nasional, 6(2), 263-282. Doi: https://
doi.org/10.33331/rechtsvinding.v6i2.156

164 S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165


Junef, M. (2021). Penegakkan Hukum Dalam Rosdiana, Y. (2018). Analisis Yuridis
Rangka Penataan Ruang Guna Penyelenggaraan Izin Pemanfaatan Ruang
Mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan. (Study Pada Penyusunan Peraturan Daerah
Jurnal Penelitian Hukum, 17(4), 373-390. Tentang Izin Pemanfaatan Ruang
Doi: https://doi.org/10.30641/dejure.2017 Kabupaten Labuhan batu). De Lega Lata:
.V17.373-390 Jurnal Ilmu Hukum, 3(1), 81-95. Doi:
Kautsary, J. (2018). Perencanaan Peraturan Zonasi https://doi.org/10.30596/dll.v3i1.3149
di Kawasan Konservasi (Studi Kasus Segura, S., & Pedregal, B. (2017). Monitoring and
Pecinan Semarang). Jurnal Planologi, 15(2), Evaluation Framework for Spatial Plans: A
216-229. Doi: https://doi.org/10.30659/ Spanish Case Study. Sustainability, 9(10),
jpsa.v15i2.3526 1706. Doi: https://doi.org/10.3390/
Kustiwan, I., & Anugrahani, M. (2015). Perubahan su9101706
Pemanfaatan Lahan Perumahan ke Sodikin, S. (2017). Eksistensi Penyidik Pegawai
Perkantoran: Implikasinya Terhadap Negeri Sipil (PPNS) Dalam Penegakan
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kota Hukum Terhadap Pelanggaran Tata Ruang.
(Studi Kasus: Wlayah Pengembangan Jurnal Rechts Vinding: Media Pembinaan
Cibeunying, Kota Bandung). Jurnal Hukum Nasional, 6(2), 283-300. Doi:
Perencanaan Wilayah dan Kota, 11(1), 87- https://doi.org/10.33331/rechtsvinding.v6i
98. 2.169
Liu, X., & Lynch, L. (2011). Do Zoning Regulations Soekanto, S. (2004). Faktor-Faktor yang
Rob Rural Landowners' Equity? Mempengaruhi Penegakan Hukum.
Environmental Economics eJournal, 93(1). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Doi: https://doi.org/10.1093/ajae/aaq164 Umar, I., Dewata, I., & Barlian, E. (2019).
Mardhani, Y. (2019). Eksistensi Izin Gangguan Konsistensi Rencana Tata Ruang
sebagai Instrumen Hukum Pengendalian Permukiman dan Arahan Kebijakan
Kegiatan USAha. Jurnal Hukum Magnum Pembangunan di Kabupaten Tanah Datar,
Opus, 2(1), 276594. Doi: https://doi.org/ Provinsi Sumatera Barat. Journal of Natural
10.30996/jhmo.v2i2.2179 Resources and Environmental
Pamungkas. (2020). Penegakan Sanksi dan Management, 9(2), 277-286. Doi:
Pengendalian Pemanfaatan Ruang di Kota https://doi.org/10.29244/jpsl.9.2.276-287
Yogyakarta Materi Seminar Penelitian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26
Penertiban Pemanfaatan Ruang Pada Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Wilayah Provinsi, Kabupaten dan Kota,
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN,
Kamis 10 Desember 2020.
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 17
Tahun 2017 tentang Pedoman Audit Tata
Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Pasal 188 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Penataan
Ruang.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Pasal 198 Tahun
2021.
Putra, D. R., & Pradoto, W. (2016). Pola dan Faktor
Perkembangan Pemanfaatan Lahan di
Kecamatan Maranggen, Kabupaten
Demak. Jurnal Pengembangan Kota, 4(1),
66-74. Doi: http://dx.doi.org/10.14710/
jpk.4.1.66-74

S. Sutaryono, A. Nurrokhman, N. D. Lestari / JPK Vol. 9 No. 2 (2021) 154-165 165

Anda mungkin juga menyukai