Anda di halaman 1dari 10

Published: March 2016 ISSN: 25028634

Volume 1, Number 10
LSC INSIGHTS
The Contemporary Policy Issues in Indonesia

TEKNOLOGI, INFORMASI DAN


PERENCANAAN DI INDONESIA: QUO VADIS
ONE MAP POLICY?

Adipandang Yudono
Department of Urban Studies and Planning, University of
Sheffield

Ringkasan Eksekutif
Dalam tulisan ini, Adipandang Yudono memberikan beberapa catatan tentang pentingnya
Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan tata ruang di Indonesia. Ia berargumen
bahwa (1) Indonesia sudah membangun beberapa fondasi dalam penggunaan Sistem
Informasi Geografi dalam perencanaan pembangunan, namun (2) ada kendala teknis dan
kebijakan dalam pengembangannya. Proses perencanaan yang lebih baik menjadi penting.

www.policyreview.id
Pendahuluan

Data menjadi faktor penting bagi kerja pemerintah dalam menyukseskan


pelaksanaan manajemen dan strategi programnya. Pemerintah di semua tingkat
(pusat, propinsi dan Kabupaten/Kota) menjalankan program mereka pada
landasan data yang akurat, handal dan up-to-date untuk selanjutnya diubah
menjadi informasi yang valid. Pemerintah membuat informasi dengan melakukan
kompilasi dari berbagai data resmi untuk merumuskan kebijakan dan strategi
yang mempengaruhi masyarakat.

Pada lingkup yang spesifik, berupa pengelolaan tata ruang, pemerintah


melakukan analisis kegiatan perencanaan-monitoring-evaluasi, dengan
mengandalkan segala macam jenis data; Namun, dalam konteks perencanaan,
data geospasial (keruangan) yang memliki peranan sangat penting, kurang
menjadi perhatian. Manajemen dan infrastruktur data geospasial sering berjalan
tidak optimal. Sementara itu, masih banyak negara didunia ini kurang
mengembangkan infrastruktur data geospasial, dan ini dapat memiliki dampak
yang berpotensi negatif terhadap proses perencanaan, salah satunya adalah
terjadinya konflik penggunaan lahan. Dengan demikian, kajian terhadap
infrastruktur data spasial diperlukan dalam meningkatkan kinerja perencanaan
tata ruang dan proses tata kelola pemerintah.

Mengapa Sistem Informasi Geografis Penting?

Sejak Sistem Informasi Geografis (SIG) diperkenalkan pada decade 1980an, secara
umum pemerintah, swasta dan masyarakat umum telah menggunakan data
spasial untuk mendukung pengambilan keputusan sehari-hari 1 . Informasi
geospasial memiliki peran sebagai sumber daya, komoditas, aset dan
infrastruktur.2 Informasi geospasial dapat berfungsi sebagai sumber daya, jika
kandungan informasi tersebut memiliki sumber daya ekonomi, misalnya tanah,
tenaga kerja dan modal3.

Informasi geografis memiliki nilai sebagai komoditas jika informasi memiliki


peran seperti konsep informasi ekonomi; dengan demikian, informasi geografis

1
Longley, P.A., Goodchild, M.F., Maguire, D.J., Rhind, D.W., 2005, Geographical Information
Systems and Science 2nd Edition, John Wiley & Sons, Ltd, Chichester, UK
2
Masser, I., 1998, Governments and Geographic Information, Taylor and Francis, Ltd, London.
3
Lihat Goddard, J., 1989 Editorial Preface, in Hepworth, M.E., 1989, Geography of the
Information Economy, Belhaven, London. Lihat juga Cleveland, H., 1982, Information as a
resource, The Futurist, Vol. 16/6.

1
dapat dibeli dan dijual seperti komoditas ekonomi lainnya.4 Selain itu, sebagai
aset, fungsi informasi geografis terkait kepentingan nasional, di mana diperlukan
untuk memenuhi tanggung jawab untuk keamanan nasional, administrasi publik
dan perumusan strategi ekonomi 5 . Sebagai infrastruktur, informasi geografis
memiliki peran seperti tulang punggung untuk mendukung keberhasilan
program dan strategi pemerintah nasional atau regional.

Untuk memanfaatkan data geospasial dalam mendukung proses penyusunan


kebijakan perencanaan tata ruang, Sistem Informasi Geografis (SIG) merupakan
media yang diperlukan 6 . Di sisi lain, banyak pemerintah atau swasta yang
memiliki sedikit kemampuan atau kapasitas untuk berbagi dan bertukar data
geospasial. Oleh karena itu, data geospasial yang dihasilkan sebagian oleh
instansi pemerintah dan sebagian lagi oleh sektor swasta berkembang dengan
cara terfragmentasi/ terpisah, aksesibilitas yang tidak memadai serta tidak
terjadinya interoperabilitas data7.

Baru-baru ini, beberapa negara telah menerapkan cara integrasi data geospasial
dengan melakukan kesepakatan tentang sharing (berbagi) dataset geospasial
dasar untuk mencapai integrasi informasi geospasial antar instansi pemerintah
maupun swasta di semua tingkatan. Hal ini menyebabkan pengembangan sistem
manajemen data spasial yang relatif baru menjadi lebih efektif dan efisien,
dengan pelibatan unsur teknologi, kebijakan, kriteria dataset, standar dan sumber
daya manusia dalam pengelolaannya, yang disebut dengan terminologi
Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN).8

Informasi Geospasial dalam Perencanaan Tata Ruang

Sistem perencanaan di Indonesia secara keseluruhan dibagi menjadi 3 bagian,


yaitu sistem perencanaan pembangunan, sistem perencanaan ruang, dan sistem
perencanaan anggaran belanja pembangunan. Dalam pelaksanaan
pembangunan di Indonesia, ketiga sistem ini saling terkait dan berjalan
beriringan.

4
Ibid. Lihat juga Masser (1998), op.cit.
5
Lihat Masser (1998), op. cit.
6
Rajabifard A, Fenney. M. E., Williamson, P., I., 2003, Spatial Data Infrastructures: Concept,
Nature and SDI hierarchy in Williamson, I., Rajabifard, A., and Feeney, M.-E.F (ed) Developing
Spatial Data Infrastructures: From Concept to reality, Taylor & Francis, London.
7
Crompvoets, J., Bouckaert, G., Vancauwenberghe, G., Orshoven, J. Van, Janssen, K., Dumortier, J.
Brussel, V. U., 2008, Interdisciplinary research project : SPATIALIST ; Spatial Data
Infrastructures and Public Sector Innovation in Flanders (Belgium). In GSDI 10 World
Conference (pp. 124). St. Augustine, Trinidad.
8
Lihat Rajabifard dan Williamson (2003), op.cit.

2
1. Sistem Perencanaan Pembangunan (Spatial Development system)
Sistem pembangunan Indonesia merupakan penjabaran dari nila-nilai
yang terkandung pada konstitusi UUD 1945. Pada zaman orde baru, sistem
perencanaan pembangunan ini dikenal dengan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) dengan pendetailnnya adalah Rencana Pembangunan
Lima Tahun (REPELITA). Pada tahun 1998, arah pembangunan Indonesia
disusun kembali menuju tatanan yang lebih baik dalam tata kelola
pemerintahan (Good Governance). Pada tahun 2004, Sistem perencanaan
pembangunan di Indonesia-pun disahkan dalam Undang-Undang No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Penjabaran dari SPPN ini adalah pelaksanaan strategi arah pembangunan
Indonesia untuk jangka panjang 20 tahun, yang dikenal dengan Rencana
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 2025.

Detail dari pelaksanaan RPJPN ini dijabarkan dalam Rencana Jangka


Menengah Nasional (detail Skala Prioritas RPJMN tersebut bisa dilihat di
sini) 9 . Detail dari RPJMN ini adalah implementasi rencana strategi
pemerintah setiap tahun yang dikenal dengan Rencana Kerja Pemerintah
(RKP) di level provinsi dan kabupaten/kota.

2. Sistem Perencanaan Ruang (Spatial Planning System)


Dalam konteks perencanaan pembangunan, arahan dan strategi yang
disusun pada sistem perencanan pembangunan diterjemahkan dalan
bahasa keruangan berupa sistem perencanaan ruang, yang dikenal juga
dengan istilah rencana tata ruang. Rencana tata ruang merupakan
pedoman dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang optimal dan serasi
serta menjadi dasar bagi pembangunan negara dalam menyusun skala
prioritas pembangunan sarana dan prasarana dalam membentuk struktur
keruangan. Struktur keruangan yang dimaksud disini adalah hierarki suatu
wilayah yang dijabarkan mulai dari pusat aktivitas suatu wilayah yang
bercirikan perkotaan hingga lokal kegiatan yang bersifat sektoral, semisal
pertanian. Pada sistem ini, data dan infromasi spasial banyak berperan
untuk memberikan visualisasi spasial pemanfaatan dan struktur wilayah.
Rencana tata ruang Indonesia diatur dalam UU. No. 26 tahun 2007 dengan
hirarki berupa nasional, provinsi dan kabupaten/kota.

3. Sistem Perencanaan Anggaran Belanja Pembangunan

9
Lihat di http://www.bappenas.go.id/files/6014/1505/8425/Pedoman_RPJMN_2015-2019-
Cetak.pdf

3
Dalam implementasi penyusunan pembangunan wilayah yang dijabarkan
secara keruangan dalam rencana tata ruang akan sangat bergantung pada
anggaran pembangunan yang disetujui dan dibagikan oleh pemerintah,
baik pusat, regional maupun daerah. Anggaran untuk operasionalisasi
pembangunan inilah yang dinamakan sistem perencanaan anggaran
belanja pembangunan, dikenal juga dengan Anggaran Belanja dan
Pendapatan nasional/daerah (APBN/APBD).

Lebih lanjut dari keterhubungan ketiga sistem perencanaan tersebut dapat


dijabarkan kedalam Tabel berikut.

Tabel 1

Hubungan Sistem Pembangunan, Sistem Penataan ruang dan Sistem


Perencanaan Anggaran Belanja Pembangunan

Level Sistem Sistem Sistem


Pembangunan Perencanaan Perencanaan
Ruang Anggaran
Belanja
Pembangunan
Pemerintah Pusat
1. RPJPN RTRW APBN
2. RPJMN Nasional
3. RKP
Skala Peta
1:1,000,000

Pemerintah
Provinsi 1. RPJP Provinsi RTRW APBD
Provinsi Provinsi
2. RPJM
Provinsi Skala
3. RKP Proivinsi
Peta
1:250,000

Pemerintah
Kabupaten/Kota APBD
Kabupaten/
Kota

4
1. RPJP RTRW
Kabupaten Kabupaten/K
/Kota ota

2. RPJM Skala Peta


Kabupate 1:50,000
n/Kota) untuk
Kabupaten
3. RKP
Kabupate dan
n/Kota )
Skala peta
1:25,000
untuk Kota

Dari diagram tersebut, terlihat bahwa pemanfaatan data dan informasi spasial
sangat krusial untuk menerjemahkan bahasa RPJP dan RPJM kedalam konteks
pembangunan yang disesuaikan dengan geografis suatu wilayah. Data dan
informasi spasial yang terkandung dalam Rencana tata ruang akan menentukan
prioritas dalam penentuan besaran rencana anggaran yang akan disetujui.

Pengembangan Sistem Informasi Geografis (SIG) di Indonesia

Dampak SIG untuk keperluan analisis keruangan di negara-negara berkembang


terjadi sejak United Nations Centers for Regional Development (UNCRD)
meluncurkan serangkaian program adopsi dan difusi sistem informasi dalam
studi perkotaan, regional dan perencanaan pembangunan lembaga di negara
berkembang. 10 Program ini memiliki implikasi untuk Indonesia, yang masih
termasuk dalam kategori negara berkembang saat itu untuk memanfaatkan
teknologi informasi geospasial.

Setelah program UNCRD di awal 1990-an selesei, teknologi SIG telah


berkembang pesat di Indonesia. Pada tahun 1990 hingga 1996, terdapat 26
proyek nasional yang menggunakan aplikasi SIG dan Penginderaan Jauh atau
Remote Sensing, berupa proyek Land Use Planning and Mapping (LUPAM), Land
Resources Evaluation and Planning (LREP), Marine Resources Evaluation and
Planning (MREP). Lebih lanjut, aplikasi SIG telah digunakan untuk kepolisian,
angkatan bersenjata, perhubungan, pertanian, kehutanan dan kelautan. 11

10
Batty, M. (1992). Sharing Information In Third World Planning Agencies: Perspectives On
The Impact Of Gis. New York, National Center for Geographic Information and Analysis State
University of New York at Buffalo.
11
Soesilo, I., (1996a) Remote Sensing & Gis In Indonesia: Status Of 1995-1996. Remote Sensing
& Geographic Information Systems: Year book 1996. Pp. 147

5
Dampak lebih lanjut adalah banyak duplikasi data spasial dan data spasial kurang
dapat diandalkan untuk keperluan manajemen data spasial nasional.

Terkait solusi manajemen informasi geospasial, pemerintah Indonesia telah


menerapkan prosedur informasi geospasial yang efektif dan efisien untuk
perumusan perencanaan tata ruang dengan menerapkan Jaringan Informasi
Geospasial Nasional (JIGN) sebagai nama lain dari IDSN yang diperkenalkan
secara global. Namun, hingga saat ini, pemerintah Indonesia masih tahap
mencari pola infrastruktur data spasial yang tepat untuk memfasilitasi
pelaksanaan JIGN.

Indonesia telah melakukan inisiasi JIGN di Asia, pada awal tahun 1991, ketika
Forum SigNAS (Forum Sistem Informasi Geografi Nasional) didirikan. Forum
SigNAS diprakarsai oleh Bakorsurtanal (lembaga pemetaan nasional Indonesia
sebelum berganti nama menjadi Badan Informasi Geospasial pada tahun 2011)
yang pada saat itu memiliki peran untuk mengatasi kesulitan dalam memperoleh
data spasial, standardisasi data spasial dan menghindari duplikasi proyek
pengadaan data spasial antar lembaga pemerintah.12

Namun, karena kurangnya koordinasi dan kurangnya penegakan hukum, forum


SigNAS tidak berjalan selama hampir satu dekade. Pada tahun 2000, keinginan
untuk mengelola data spasial nasional bangkit kembali. Pada tahun ini,
Bakorsurtanal mengadakan lokakarya nasional yang memberikan hasil yang kritis
dengan visi mewujudkan IDSN yang handal dan terpercaya di Indonesia.13

Jaringan Informasi Geospasial Nasional: Beberapa Tantangan


Kebijakan

Tantangan yang dihadapi dalam pelaksanaan JIGN berdasarkan pengamatan


dapat diidentifikasi sebagai berikut:

Terkait masalah data spasial, untuk Informasi Geospasial Dasar (IGD)


sampai saat ini masih menggunakan Rupa Bumi Indonesia (RBI) tahun
2003, sehingga perlu pemutakhiran. Lebih lanjut, skala peta yang
digunakan dalam IGD masih kecil, yaitu 1:250,000.

12
Lilywati H and Gularso, S.K., (2000), SIGNas sebagai Landasan Informasi Spasial untuk
Menunjang Manajemen Pembangunan, Pusdignas Bakorsurtanal, Cibinong, Indonesia
13
Matindas, R. W. (2003). Pembangunan Nasional dan Daerah Berbasis Ekosistem: Sinergi
Data dan Informasi Geografis. Menuju Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Berbasis
Ekosistem untuk Mereduksi Potensi Konflik Antar Daerah Yogyakarta. Faculty of Geography,
Gadjah Mada University.

6
Untuk Informasi Geospasial Tematik (IGT) pada skala nasional masih perlu
pembaharuan dengan skala detail hingga 1:50,000. Terlebih lagi pada level
provinsi dan Kabupaten/Kota, masih dijumpai wilayah yang belum
menyeleseikan RTRW dan RDTR, sehingga IGT yang disediakan masih
belum lengkap.
Terkait Sumber daya, memerlukan pendanaan dan sumber daya manusia
serta updating teknologi yang berkualitas untuk produksi data spasial.
Terkait Institusi adalah masih adanya Ego-Sektoral, yang memegang
prinsip information is Power, sehingga jika pada akhirnya data dan
informasi tersebut dibagi, maka institusi tersebut kurang memiliki taring
atau peran.

Menjawab tantangan tersebut, maka perlu adanya pelaksanaan JIGN. Terkait


dengan pelaksanaan JIGN, maka tidak terlepas dari adanya kebijakan unggulan
pemerintah yang dikenal dengan Kebijakan Satu Peta atau One Map Policy
(OMP). Inisiasi OMP ini dimulai pada tahun 2010 ketika Unit Kerja Presiden untuk
Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menunjukkan peta tutupan
hutan dari dua kementerian saat itu, yaitu kementerian lingkungan hidup dan
kementerian kehutanan yang memiliki perbedaan perspektif kepada presiden
Susilo Bambang Yudhoyono (Lihat tautan berikut).

Melalui proses panjang menuju OMP, mulai dari pengesahan Undang-Undang


No. 4 tahun 2011 tentang Informasi Geospasial serta dikeluarkannya berbagai
peraturan presiden terkait dengan OMP dalam konteks IDSN (Perpres No. 85
tahun 2007 yang selanjutnya digantikan dengan Perpres no. 27 tahun 2014),
hingga akhirnya dikeluarkan Peraturan Presiden No. 9 tahun 2016 terkait dengan
percepatan kebijakan satu peta pada prioritas skala peta 1:50,000. Bersamaan
dengan ini, implementasi OMP dilakukan sebagai bagian dari Paket Kebijakan
Ekonomi VIII Joko Widodo.

Pelaksanaan OMP yang menuntut terciptanya good governance dalam bentuk


keterbukaan, transparansi dan akuntabilitas data dan informasi, memberikan
peluang yang baik untuk menciptakan koordinasi, kolaborasi, kerjasama dan
integrasi antar kementerian dan lembaga Negara yang memiliki tugas pokok dan
fungsi (Tupoksi) untuk memproduksi data dan informasi spasial. Namun, tidak
bisa dipungkiri, hal ini memang tidak mudah, jika menilik dari sejarah pada era
orde baru, kementerian dan lembaga Negara yang menghasilkan data dan
informasi publik cenderung tertutup.

Dalam UU. No. 7 tahun 1971 tentang kearsipan, produksi data dan arsip yang
bersifat confidential bahkan bisa berujung pada pidana karena dianggap

7
membocorkan rahasia negara. Akibatnya, institusi pemerintah ketika itu sangat
berhati-hati untuk menyampaikan data dan informasi. Bahkan, antara institusi
pemerintah pun mengalami kesulitan untuk bertukar data dan informasi. Budaya
organisasi yang menerapkan system ketertutupan data dan informasi publik yang
telah lama dijalani ini menjadikan penghalang utama untuk merubah system
dalam institusi tersebut.

Namun, Sejak adanya amandemen UUD 1945 pada pasal 28F yang berisi
kebebasan untuk mengolah informasi, serta dengan diberlakukannya UU. No.14
tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, intansi pemerintah mulai
membuka data dan informasi yang menjadi hak publik. Namun, pengesahan
kebijakan dan peraturan keterbukaan informasi publik tidak serta merta merubah
budaya institusi dalam membuka data dan informasi untuk publik, khususnya
pada level provinsi dan kabupaten/kota. Sebaliknya pada level pusat,
kementerian dan lembaga Negara telah menerapkan sistem keterbukaan data.

Untuk mengatasi perubahan tradisi dan budaya dari system ketertutupan data
dan informasi publik, didalamnya termasuk jenis data dan informasi spasial, maka
pemerintah-pun melakukan tahapan-tahapan pelaksanaan OMP dalam skema
bernama Roadmap OMP (2015-2019). Pelaksanaan Roadmap OMP ini bersamaan
dengan pelaksanaan RPJMN 2015-2019 yang bertujuan memantapkan
pembangunan yang berbasis Sumber daya alam yang tersedia, sumber daya
manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rincian Roadmap One Map Policy tersebut dapat dilihat pada presentasi tautan
berikut.14

Roadmap OMP secara umum memiliki nilai strategis yang baik menuju
penyatuan standardisasi, referensi, basis data dan geoportal dari data spasial.
Walaupun tidak dipungkiri, dalam realisasinya, membutuhkan komitmen dan
konsistensi pemerintah, baik pusat, regional maupun daerah untuk
memenuhinya.

Lebih lanjut, Tuntutan pengelolaan data spasial dasar skala besar, yaitu 1:5,000
untuk Perencanaan lebih detail yaitu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) masih
belum terlihat baik hingga hari ini, dari sisi kebijakan, baru berlaku Instruksi
Presiden No 6 tahun 2012 tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian
kualitas, pengolahan dan distribusi data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi.
Itu-pun dalam observasi yang dilakukan banyak ditemui kendala

14
Lihat rincian Roadmap tersebt di tautan berikut
https://www.academia.edu/15530799/Aplikasi_One_Map_Policy_dalam_Perencanaan_Pemanfaata
n_dan_Pengendalian_Pemanfaatan_Ruang

8
implementasinya. Belum lagi adanya kebijakan dan peraturan lebih mendalam
mengenai manajemen data spasial skala besar, sehingga masih menjadi
Pekerjaan Rumah untuk pengelolaan data spasial hingga skala 1:5,000 .

Tantangan ke depan adalah pemenuhan kebutuhan data spasial skala besar


dengan mengintegrasikan data spasial yang dibuat dalam konteks crowdsourcing
Geographic Information, seperti yang diperkenalkan oleh OpenStreetMap (OSM).
Walaupun memerlukan telaah lebih lanjut, khususnya terkait akurasi dan
kebenaran data dan informasi, setidaknya usaha pemenuhan kekosongan data
dan informasi skala besar dapat dilakukan. Hal ini, bagi pakar bidang geospasial
Indonesia dari sisi pemerintah, akademik dan provider OSM berarti melakukan
integrasi visi, misi, dan penyamaan standardisasi data spasial yang dihasilkan
volunteer dengan data spasial yang diberlakukan oleh pemerintah.

Alternatif pengadaan data spasial skala besar adalah melakukan integrasi


pemetaan dari level desa, yang mana telah dilucurkan agenda dari pemerintah
melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi
bekerjasama dengan BIG dengan nama Peta Desa pada Februari 2016 kemarin.
Lebih lanjut, integrasi Peta Desa yang dijabarkan secara Undang-Undang Desa
No. 6 Tahun 2014, pasal 86 dalam bentuk Sistem Informasi Desa (SID) dengan
JIGN akan mempercepat pengadaan data spasial skala besar.

JIGN sebagai system manajemen data dan informasi spasial sebagian dari OMP
merupakan implementasi dari good governance yang menuntut untuk dilakukan
koordinasi, kolaborasi, kerjasama dan integrasi antar kementerian, lembaga
Negara dan pemerintah daerah dalam penyamaan visi dan misi untuk
memahami, mengembangkan dan membaharukan data spasial, sehingga
pelaksanaan pembangunan menjadi lebih efektif.

Adipandang Yudono adalah Kandidat PhD di Department of Urban Studies and


Planning, University of Sheffield. Ia menyelesaikan S1 di Universitas Indonesia dan
S2 di University of South Australia, Australia. Sehari-hari, Adipandang mengajar di
Universitas Brawijaya, Malang.

Anda mungkin juga menyukai