Volume 1, Number 10
LSC INSIGHTS
The Contemporary Policy Issues in Indonesia
Adipandang Yudono
Department of Urban Studies and Planning, University of
Sheffield
Ringkasan Eksekutif
Dalam tulisan ini, Adipandang Yudono memberikan beberapa catatan tentang pentingnya
Sistem Informasi Geografis dalam perencanaan tata ruang di Indonesia. Ia berargumen
bahwa (1) Indonesia sudah membangun beberapa fondasi dalam penggunaan Sistem
Informasi Geografi dalam perencanaan pembangunan, namun (2) ada kendala teknis dan
kebijakan dalam pengembangannya. Proses perencanaan yang lebih baik menjadi penting.
www.policyreview.id
Pendahuluan
Sejak Sistem Informasi Geografis (SIG) diperkenalkan pada decade 1980an, secara
umum pemerintah, swasta dan masyarakat umum telah menggunakan data
spasial untuk mendukung pengambilan keputusan sehari-hari 1 . Informasi
geospasial memiliki peran sebagai sumber daya, komoditas, aset dan
infrastruktur.2 Informasi geospasial dapat berfungsi sebagai sumber daya, jika
kandungan informasi tersebut memiliki sumber daya ekonomi, misalnya tanah,
tenaga kerja dan modal3.
1
Longley, P.A., Goodchild, M.F., Maguire, D.J., Rhind, D.W., 2005, Geographical Information
Systems and Science 2nd Edition, John Wiley & Sons, Ltd, Chichester, UK
2
Masser, I., 1998, Governments and Geographic Information, Taylor and Francis, Ltd, London.
3
Lihat Goddard, J., 1989 Editorial Preface, in Hepworth, M.E., 1989, Geography of the
Information Economy, Belhaven, London. Lihat juga Cleveland, H., 1982, Information as a
resource, The Futurist, Vol. 16/6.
1
dapat dibeli dan dijual seperti komoditas ekonomi lainnya.4 Selain itu, sebagai
aset, fungsi informasi geografis terkait kepentingan nasional, di mana diperlukan
untuk memenuhi tanggung jawab untuk keamanan nasional, administrasi publik
dan perumusan strategi ekonomi 5 . Sebagai infrastruktur, informasi geografis
memiliki peran seperti tulang punggung untuk mendukung keberhasilan
program dan strategi pemerintah nasional atau regional.
Baru-baru ini, beberapa negara telah menerapkan cara integrasi data geospasial
dengan melakukan kesepakatan tentang sharing (berbagi) dataset geospasial
dasar untuk mencapai integrasi informasi geospasial antar instansi pemerintah
maupun swasta di semua tingkatan. Hal ini menyebabkan pengembangan sistem
manajemen data spasial yang relatif baru menjadi lebih efektif dan efisien,
dengan pelibatan unsur teknologi, kebijakan, kriteria dataset, standar dan sumber
daya manusia dalam pengelolaannya, yang disebut dengan terminologi
Infrastruktur Data Spasial Nasional (IDSN).8
4
Ibid. Lihat juga Masser (1998), op.cit.
5
Lihat Masser (1998), op. cit.
6
Rajabifard A, Fenney. M. E., Williamson, P., I., 2003, Spatial Data Infrastructures: Concept,
Nature and SDI hierarchy in Williamson, I., Rajabifard, A., and Feeney, M.-E.F (ed) Developing
Spatial Data Infrastructures: From Concept to reality, Taylor & Francis, London.
7
Crompvoets, J., Bouckaert, G., Vancauwenberghe, G., Orshoven, J. Van, Janssen, K., Dumortier, J.
Brussel, V. U., 2008, Interdisciplinary research project : SPATIALIST ; Spatial Data
Infrastructures and Public Sector Innovation in Flanders (Belgium). In GSDI 10 World
Conference (pp. 124). St. Augustine, Trinidad.
8
Lihat Rajabifard dan Williamson (2003), op.cit.
2
1. Sistem Perencanaan Pembangunan (Spatial Development system)
Sistem pembangunan Indonesia merupakan penjabaran dari nila-nilai
yang terkandung pada konstitusi UUD 1945. Pada zaman orde baru, sistem
perencanaan pembangunan ini dikenal dengan Garis-Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) dengan pendetailnnya adalah Rencana Pembangunan
Lima Tahun (REPELITA). Pada tahun 1998, arah pembangunan Indonesia
disusun kembali menuju tatanan yang lebih baik dalam tata kelola
pemerintahan (Good Governance). Pada tahun 2004, Sistem perencanaan
pembangunan di Indonesia-pun disahkan dalam Undang-Undang No. 25
tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN).
Penjabaran dari SPPN ini adalah pelaksanaan strategi arah pembangunan
Indonesia untuk jangka panjang 20 tahun, yang dikenal dengan Rencana
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 2025.
9
Lihat di http://www.bappenas.go.id/files/6014/1505/8425/Pedoman_RPJMN_2015-2019-
Cetak.pdf
3
Dalam implementasi penyusunan pembangunan wilayah yang dijabarkan
secara keruangan dalam rencana tata ruang akan sangat bergantung pada
anggaran pembangunan yang disetujui dan dibagikan oleh pemerintah,
baik pusat, regional maupun daerah. Anggaran untuk operasionalisasi
pembangunan inilah yang dinamakan sistem perencanaan anggaran
belanja pembangunan, dikenal juga dengan Anggaran Belanja dan
Pendapatan nasional/daerah (APBN/APBD).
Tabel 1
Pemerintah
Provinsi 1. RPJP Provinsi RTRW APBD
Provinsi Provinsi
2. RPJM
Provinsi Skala
3. RKP Proivinsi
Peta
1:250,000
Pemerintah
Kabupaten/Kota APBD
Kabupaten/
Kota
4
1. RPJP RTRW
Kabupaten Kabupaten/K
/Kota ota
Dari diagram tersebut, terlihat bahwa pemanfaatan data dan informasi spasial
sangat krusial untuk menerjemahkan bahasa RPJP dan RPJM kedalam konteks
pembangunan yang disesuaikan dengan geografis suatu wilayah. Data dan
informasi spasial yang terkandung dalam Rencana tata ruang akan menentukan
prioritas dalam penentuan besaran rencana anggaran yang akan disetujui.
10
Batty, M. (1992). Sharing Information In Third World Planning Agencies: Perspectives On
The Impact Of Gis. New York, National Center for Geographic Information and Analysis State
University of New York at Buffalo.
11
Soesilo, I., (1996a) Remote Sensing & Gis In Indonesia: Status Of 1995-1996. Remote Sensing
& Geographic Information Systems: Year book 1996. Pp. 147
5
Dampak lebih lanjut adalah banyak duplikasi data spasial dan data spasial kurang
dapat diandalkan untuk keperluan manajemen data spasial nasional.
Indonesia telah melakukan inisiasi JIGN di Asia, pada awal tahun 1991, ketika
Forum SigNAS (Forum Sistem Informasi Geografi Nasional) didirikan. Forum
SigNAS diprakarsai oleh Bakorsurtanal (lembaga pemetaan nasional Indonesia
sebelum berganti nama menjadi Badan Informasi Geospasial pada tahun 2011)
yang pada saat itu memiliki peran untuk mengatasi kesulitan dalam memperoleh
data spasial, standardisasi data spasial dan menghindari duplikasi proyek
pengadaan data spasial antar lembaga pemerintah.12
12
Lilywati H and Gularso, S.K., (2000), SIGNas sebagai Landasan Informasi Spasial untuk
Menunjang Manajemen Pembangunan, Pusdignas Bakorsurtanal, Cibinong, Indonesia
13
Matindas, R. W. (2003). Pembangunan Nasional dan Daerah Berbasis Ekosistem: Sinergi
Data dan Informasi Geografis. Menuju Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Berbasis
Ekosistem untuk Mereduksi Potensi Konflik Antar Daerah Yogyakarta. Faculty of Geography,
Gadjah Mada University.
6
Untuk Informasi Geospasial Tematik (IGT) pada skala nasional masih perlu
pembaharuan dengan skala detail hingga 1:50,000. Terlebih lagi pada level
provinsi dan Kabupaten/Kota, masih dijumpai wilayah yang belum
menyeleseikan RTRW dan RDTR, sehingga IGT yang disediakan masih
belum lengkap.
Terkait Sumber daya, memerlukan pendanaan dan sumber daya manusia
serta updating teknologi yang berkualitas untuk produksi data spasial.
Terkait Institusi adalah masih adanya Ego-Sektoral, yang memegang
prinsip information is Power, sehingga jika pada akhirnya data dan
informasi tersebut dibagi, maka institusi tersebut kurang memiliki taring
atau peran.
Dalam UU. No. 7 tahun 1971 tentang kearsipan, produksi data dan arsip yang
bersifat confidential bahkan bisa berujung pada pidana karena dianggap
7
membocorkan rahasia negara. Akibatnya, institusi pemerintah ketika itu sangat
berhati-hati untuk menyampaikan data dan informasi. Bahkan, antara institusi
pemerintah pun mengalami kesulitan untuk bertukar data dan informasi. Budaya
organisasi yang menerapkan system ketertutupan data dan informasi publik yang
telah lama dijalani ini menjadikan penghalang utama untuk merubah system
dalam institusi tersebut.
Namun, Sejak adanya amandemen UUD 1945 pada pasal 28F yang berisi
kebebasan untuk mengolah informasi, serta dengan diberlakukannya UU. No.14
tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, intansi pemerintah mulai
membuka data dan informasi yang menjadi hak publik. Namun, pengesahan
kebijakan dan peraturan keterbukaan informasi publik tidak serta merta merubah
budaya institusi dalam membuka data dan informasi untuk publik, khususnya
pada level provinsi dan kabupaten/kota. Sebaliknya pada level pusat,
kementerian dan lembaga Negara telah menerapkan sistem keterbukaan data.
Untuk mengatasi perubahan tradisi dan budaya dari system ketertutupan data
dan informasi publik, didalamnya termasuk jenis data dan informasi spasial, maka
pemerintah-pun melakukan tahapan-tahapan pelaksanaan OMP dalam skema
bernama Roadmap OMP (2015-2019). Pelaksanaan Roadmap OMP ini bersamaan
dengan pelaksanaan RPJMN 2015-2019 yang bertujuan memantapkan
pembangunan yang berbasis Sumber daya alam yang tersedia, sumber daya
manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Rincian Roadmap One Map Policy tersebut dapat dilihat pada presentasi tautan
berikut.14
Roadmap OMP secara umum memiliki nilai strategis yang baik menuju
penyatuan standardisasi, referensi, basis data dan geoportal dari data spasial.
Walaupun tidak dipungkiri, dalam realisasinya, membutuhkan komitmen dan
konsistensi pemerintah, baik pusat, regional maupun daerah untuk
memenuhinya.
Lebih lanjut, Tuntutan pengelolaan data spasial dasar skala besar, yaitu 1:5,000
untuk Perencanaan lebih detail yaitu Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) masih
belum terlihat baik hingga hari ini, dari sisi kebijakan, baru berlaku Instruksi
Presiden No 6 tahun 2012 tentang penyediaan, penggunaan, pengendalian
kualitas, pengolahan dan distribusi data satelit penginderaan jauh resolusi tinggi.
Itu-pun dalam observasi yang dilakukan banyak ditemui kendala
14
Lihat rincian Roadmap tersebt di tautan berikut
https://www.academia.edu/15530799/Aplikasi_One_Map_Policy_dalam_Perencanaan_Pemanfaata
n_dan_Pengendalian_Pemanfaatan_Ruang
8
implementasinya. Belum lagi adanya kebijakan dan peraturan lebih mendalam
mengenai manajemen data spasial skala besar, sehingga masih menjadi
Pekerjaan Rumah untuk pengelolaan data spasial hingga skala 1:5,000 .
JIGN sebagai system manajemen data dan informasi spasial sebagian dari OMP
merupakan implementasi dari good governance yang menuntut untuk dilakukan
koordinasi, kolaborasi, kerjasama dan integrasi antar kementerian, lembaga
Negara dan pemerintah daerah dalam penyamaan visi dan misi untuk
memahami, mengembangkan dan membaharukan data spasial, sehingga
pelaksanaan pembangunan menjadi lebih efektif.