Anda di halaman 1dari 10

JAWABAN UJIAN AKHIR SEMESTER

dalam Mata Kuliah


Aspek Hukum Lingkungan dan Tata Ruang

Oleh :
Nama : FINTANIA VELLINDA
NPM : 8051901011
Dosen : Prof. Dr. Asep Warlan Yusuf, SH., M.H

UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN


PASCA SARJANA
2020
1. Tugas dan wewenang negara dalam penataan ruang salah satunya adalah negara
menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.
Negara memiliki tanggung jawab dalam menyelenggarakan penataan ruang.
a. Jelaskan yang dimaksud dengan tanggung jawab tersebut!
b. Bagaimanakah ukuran penilaian dalam hal negara telah menyelenggarakan
penataan ruang untuk mencapai kemakmuran rakyat tersebut!
Jawaban :
a. Bahwa berdasarkan Pasal 7 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang disebutkan :
1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), negara
memberikan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang kepada Pemerintah
dan Pemerintah Daerah.
3) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.

Berdasarkan pasal tersebut tanggung jawab yang dimaksud adalah demi


tercapainya kesejahteraan umum yang berkeadilan dan peningkatan daya
dukung dan daya tampung yang berkelanjutan serta berkepastian hukum bagi
yang memanfaatkannya.

Namun di sisi lain, penataan ruang merupakan tanggung jawab dari


pemerintah karena guna menjamin dan memberikan landasan atau dasar
bahwa setiap perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh pemerintah
merupakan sesuatu yang sah atau legal dan dapat dipertanggung jawabkan
serta bertanggung jawab (accountable) baik secara moral atau hukum.
Perbuatan pemerintah terbagi menjadi 2 (dua) yaitu :
 Perbuatan hukum (rechtshandelingen/legal action) adalah suatu perbuatan
yang merupakan suatu peristiwa hukum yang menimbulkan dan melahirkan
akibat hukum, dan karena perbuatannya menimbulkan akibat hukum tertentu,
maka sebagai konsekuensinya dapat dimintakan pertangungg jawaban
hukumnya. Misalnya : Apabila pemerintah menerbitkan suatu izin yang
ternyata merugikan pihak lain baik perorangan atau badan hukum maka
penyelesaiannya dapat diselesaikan melalui peradilan tata usaha negara.
 Perbuatan nyata (feitelijke handeling) adalah suatu perbuatan yang tidak
dimaksudkan untuk menimbulkan akibat hukum sehingga perbuatan tersebut
bukan merupakan suatu peristiwa hukum.

Page | 1
Misalnya : pemasangan rambu lalu lintas, pelayanan umum, pengenaan sanksi
paksaan pemerintah (bestuurdwang) seperti pembongkaran bangunan karena
menyalahi aturan.

b. Ukuran penilaian terkait dengan negara dalam menyelenggaran penataan ruang


untuk mencapai kemakmuran rakyat masih kurang/belum efektif, karena pada
faktanya masih terdapat beberapa hambatan atau masalah yaitu :
 Kebutuhan akan pemanfaatan ruang yang cukup tinggi disertai dengan
pertumbuhan penduduk yang cukup tinggi pula yang mana tentunya hal ini
berkaitan dengan hajat hidup orang banyak.
 Pengelolaan ruang pada kenyataannya masih bersifat sektoral dan parsial,
yang akhirnya menimbulkan masalah dalam rangka koordinasi dan
keterpaduan baik dalam tataran fungsi, substansi, maupun prosedur
 Peraturan perundang – undangan yang belum memadai dan masih
berkepentingan sektoral
 Belum bisa memberikan daya paksa kepada para pihak yang berkepentingan
untuk dapat memanfaatkan rencana tata ruang sebagaimana mestinya dan
menaatinya
 Masih adanya kerusakan lingkungan
 Banyak terjadinya konversi kawasan lindung menjadi kawasan budi daya,
lahan pertanian menjai lahan non-pertanian tanpa disertai dengan
substitusinya.
 Pengaturan wewenang pemerintah dalam penataan ruang masih banyak yang
tumpang tindih, tidak jelas, sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum
yang berpotensi menimbulkan peselisihan antar wewenang
 Belum adanya penggantian yang layak

2. Salah satu persyaratan pokok dan penting dalam kegiatan penataan ruang, khususnya
dalam hal penyusunan rencana tata ruang, adalah terpenuhinya prinsip good norm
dan good process.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan good norm dan good process dalam penataan
ruang?
b. Apa manfaat dan implikasinya apabila dalam penataan ruang dilakukan melalui
good norm dan good process tersebut?

Jawaban :

a. Prinsip good norm dan good process dalam penataan ruang artinya semua
ketentuan yang berkaitan dengan penataan ruang mulai dari perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan, pengendailan dan penegakan hukum harus sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang – undangan, dan seluruh stakeholder
(pemangku kepentingan) mulai dari pejabat yang berwenang (dalam menerbitkan
izin), masyarakat (baik yang memanfaatkan ruang atau sebagai pengawas) dan

Page | 2
apparat penegak hukum seluruhnya dalam menjalankan peran dan fungsinya harus
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan. Untuk setiap
pelanggaran yang terjadi harus diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang
berlaku. Dengan demikian good norm dan good process perlu adanya keterlibatan
dari seluruh unsur pendukungnya.

b. Manfaat dan implikasinya apabila dalam penataan ruang dilakukan melalui good
norm dan good process tersebut tidak akan adanya kesenjangan antar masyarakat
dalam memanfaatkan ruang terlebih lagi apabila antara masyarakat, pejabat yang
berwenang dan aparat penegak hukum secara bersama – sama menjalankan tugas
dan fungsinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang – undangan maka
penataan ruang akan berjalan dengan baik, dapat memberikan keadilan dan
kemakmuran bagi masyarakat sebesar – besarnya serta dapat memberikan
kepastian hukum sebagaimana yang tertuang dalam Undang – Undang Nomor 26
Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

3. Penataan ruang membutuhkan adanya kepastian hukum, baik dalam perencanaan,


pemanfaatan maupun pengendalian.
a. Jelaskan apa fungsi kepastian hukum dalam penataan ruang!
b. Apa dampak dari ketiadaan kepastian hukum dalam penataan ruang?

Jawaban :

a. Bahwa berdasarkan Pasal 2 huruf h Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007


tentang Penataan Ruang disebutkan Penataan Ruang diselenggarakan berdasarkan
asas kepastian hukum dan keadilan yaitu penataan ruang diselenggarakan
dengan berlandaskan hukum atau ketentuan peraturan perundang – undangan dan
bahwa penataan ruang dilaksanakan dengan mempertimbangkan rasa keadilan
masyarakat serta melindungi hak dan kewajiban semua pihak secara adil dengan
jaminan kepastian hukum.

Selanjutnya dalam Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang ditegaskan pula bahwa penyelenggaran penataan ruang termasuk ke dalam
bidang hukum publik sehingga dalam kegiatan penataan ruang termasuk ke dalam
hukum administrasi. Untuk itu hukum administrasi memiliki beberapa fungsi yaitu
fungsi normatif, fungsi instrumental, fungsi penjaminan dalam
penyelenggaraan hukum administrasi yang berdasarkan pada asas keadilan dan
kesejahteraan sosial meliputi asas kebebasan untuk mengungkapan diri, asas
kesempatan yang sama dan asas perlindungan hukum.
 Fungsi Normatif
fungsi yang memberikan daya paksa, daya ikat, dan daya keberlakuan untuk
menjamin ditaatinya ketentuan hukum yang berlaku yang terdapat dalam suatu
peraturan perundang – undangan (baik secara tertulis maupun tidak tertulis).
Supaya peraturan perundang – undangan berkepastian dalam penataan ruang

Page | 3
perlu diterapkan regulasi dalam bidang penataan ruang baik perencanaan
penataan ruang, pemanfaatan penataan ruang, maupun pengendalian
penataan ruang guna mengikat dan memaksa masyarakat untuk mentaati
peraturan perundang – undangan. Dalam regulasi yang bersifat normatif
harus ada kriteria yang bisa ditaati yaitu :
 Regulasi harus mengatur secara lengkap, pasti, dalam menjalankan
penataan ruang
 Regulasi dapat dijalankan atau dapat di operasionalkan (implementatif)
 Regulasi harus dapat ditegakan apabila adanya pelanggaran

 Fungsi Instrumental
merupakan instrumen pemerintahan (bestuur midelen) yang dapat
menjalankan suatu hukum. Instrumen yang dapat dijalankan atau dilaksanakan
yaitu:
 Instrumen perencanaan (planning) adalah instrumen pemerintah untuk
menjalankan suatu hukum atau peraturan perundang – undangan
 Instrument regulasi yang mengatur mengenai keberadaan lembaga, sumber
daya manusia (SDM), anggaran, teknologi.

Selanjutnya dalam tahap pelaksanaan terdapat 2 (dua) faktor yang perlu


diperhatikan yaitu Pertama, faktor koordinasi yaitu mengingat suatu tujuan
yang baik dalam penataan ruang adalah kesejahteraan dan kemakmuran rakyat
yang sebesar – besarnya. Kedua, faktor pengawasan yang jujur dan lugas
sehingga penataan ruang tidak berubah menjadi kegiatan eksploitasi sumber
daya alam yang tidak memperhatikan daya dukung dan daya tampung ruang
dan lingkungan.

 Fungsi Penjaminan
Setiap hukum pasti memiliki tujuan seperti menciptakan keadilan dan
kepastian hukum. Sehingga fungsi penjaminan ini memastikan atau menjamin
bahwa setiap tujuan hukum dapat diterapkan atau dijalankan oleh setiap orang.

Pada akhirnya harus diperhatikan bahwa fungsi hukum Administrasi dalam


konteks penegakan hukum tata ruang sebagai bagian dari penegakan hukum
administrasi merupakan bagian kekuasaan memerintah (bestuuren). Sehingga
penegakan hukum tata ruang dan lingkungan tunduk pada asas – asas umum yaitu :
asas keabsahan (rechmatigheid van bestuur), asas efektivitas dan efisiensi
(doelmatigheid en doeltraffenheid), asas keterbukaan (openbaarheid van bestuur),
asas berencana (planmatigheid).

b. Dampak dari ketiadaan kepastian hukum dalam penataan ruang yaitu :


 Berpotensi terjadinya konflik atau sengketa hukum
 Kerugian dan kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan yang sah

Page | 4
 Kekacauan dalam pelaksanaan, baik kegiatan pemerintahan maupun
masyarakat
 Lemahnya penegakan hukum
 Penyalahgunaan oleh aparatur pemerintahan maupun penegak hukum
 Lunturnya kepercayaan masyarakat terhadap hukum.

Salah satu contohnya adalah seperti yang terdapat dalam Pasal 114 A Peraturan
Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintahan Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional yaitu :

(1) Dalam hal rencana kegiatan pemanfaatan ruang bernilai strategis nasional
dan/atau berdampak besar yang belum dimuat dalam peraturan daerah
tentang rencana tata ruang provinsi, rencana tata ruang wilayah
kabupaten/kota, dan/atau rencana rincinya, izin pemanfaatan ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 didasarkan pada Peraturan
Pemerintah ini.

(2) Dalam pemberian izin pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) Menteri dapat memberikan rekomendasi pemanfaatan ruang.

Berdasarkan pasal tersebut memberikan pemanfaat ruang yang tidak sesuai


dengan rencana tata ruang dilakukan tanpa melalui mekanisme peninjauan
kembali dan revisi rencana tata ruang. Rencana pemanfaatan ruang yang
bernilai strategis nasional berdampak besar dan sangat berpotensi akan
menggangu dominasi fungsi ruang yang telah ditetapkan sebelumnya. Apabila
melihat pasal tersebut pemanfaatan ruang untuk kegiatan baru hendaklah
dilakukan melalui mekanisme peninjauan kembali dan revisi rencana tata ruang
yang partisipatif, perubahan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam
pasal tersebut yang sewaktu waktu dapat berubah hanya berdasarkan
rekomendasi dari menteri dapat menimbulkan ketidakpastian hukum bagi
masyarakat terlebih dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2017 tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintahan Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Nasional tidak mengatur mengenai mekanisme yang jelas
atas partisipasi publik dalam pemberian rekomendasi dan izin pemanfaatan
ruangnya.

4. Dalam hal terjadi pelanggaran dalam pemanfaatan ruang, maka perlu dilakukan
penegakan hukum secara efektif dan konsisten berupa pengenaan sanksi administratif
dan juga sanksi pidana sebagaimana diatur dalam UU No. 26 tahun 2007 tentang
Penataan Ruang. Jelaskan perbuatan pelanggaran apa saja yang dapat dikumulasi
(digabung) antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana?

Jawaban :

Page | 5
Penegakan hukum administrasi bersifat preventif (pengawasan) dan represif (sanksi
administratif) untuk menegakan peraturan perundang – undangan. Penegakan hukum
lingkungan administrasi dapat diterapkan terhadap kegiatan yang melanggar
persyaratan perizinan dan peraturan perundang – undangan. Terdapat 3 (tiga)
perbedaan antara sanksi administrasi dengan sanksi pidana yaitu:
 sasaran penerapan sanksi administrasi ditujukan pada perbuatan, sedangkan
sanksi pidana ditujukan pada pelaku.
 Sanksi hukum pidana fokusnya adalah orang (dader, offender) beda dengan
sanksi administrasi yang bertujuan menghentikan pelanggaran dan/atau
memulihkan kepada keadaan semula/reparatoir, sehingga fokus dari sanksi
administrasi adalah pada perbuatan bukan pada orang atau pelaku
 Prosedur sanksi administrasi dilakukan secara langsung oleh pemerintah,
tanpa melalui peradilan (preventif-represif non justisial), sedangkan prosedur
penerapan sanksi pidana harus melalui proses peradilan (justisial)

Bahwa dalam Pasal 61 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang disebutkan :
Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang wajib:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat
yang berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan
ruang; dan
d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum.

Bahwa dalam Pasal 62 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang disebutkan :
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61,
dikenai sanksi administratif.

Bahwa dalam Pasal 63 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang disebutkan :
Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 dapat berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau
i. denda administratif.

Page | 6
Bahwa dalam Pasal 69 Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang disebutkan :
Setiap orang yang tidak menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a yang mengakibatkan perubahan
fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan
denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Bahwa dalam Pasal 73 ayat (1) Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang disebutkan :
Setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai
dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat(7),
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Contoh perbuatan pelanggaran yang dapat dikumulasi (digabung) antara sanksi


administrasi dengan sanksi pidana :

 Seorang pengusaha “A” mendirikan pabrik tekstil dikawasan permukiman


(perumahan) “X” yang mana berdasarkan rencana tata ruang kawasan
permukiman (perumahan) “X” tersebut dilarang untuk didirikan/dibangun pabrik
– pabrik, tapi pengusaha “A” tetap mendirikan pabrik tekstil tersebut dengan dasar
adanya izin yang diberikan atau diterbitkan oleh dari pemerintah setempat yang
berwenang.

Berdasarkan contoh kasus di atas, bahwa kawasan permukiman (perumahan) “X”


dilarang untuk didirikan pabrik – pabrik, tapi pada kenyataannya pengusahan “A”
tetap mendirikan sebuah pabrik tekstil dengan dasar izin yang diberikan atau
diteritkan oleh pemerintah setempat yang berwenang. Maka tindakan pengusaha
“A” dapat dikenakan sanksi administratif seperti pencabutan izin dan untuk diri “A”
sendiri dapat dipidana berdasarkan Pasal 69 Undang – Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang juga dengan tindakan pemerintah setempat yang
memberikan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang dapat di pidana
berdasarkan Pasal 73 ayat (1) Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang.

 Kawasan pemukiman di kota Bandung yang terletak di daerah “X” dibangun dan
diperuntukan untuk kawasan perumahan berbentuk cluster, namun ada ternyata
oleh “A” dibangun untuk GUEST HOUSE di dalam kawasan perumahan tersebut.
Pembangunan GUEST HOUESE ini dibangun pada tahun 2012. Namun saat GUEST
HOUSE ini dibangun ternyata belum ada Izin Mendirikan Bangunan (IMB) yang
diterbitkan oleh pejabat pemerintah yang berwenang dan faktanya IMB GUES
HOUSE baru diterbitkan pada tahun 2018, kemudian pemberitahuan yang
seharusnya disampaikan/diberitahukan kepada tetangga berbatasan langsung
dengan GUEST HOUSE telah dipalsukan dan pemberitahuan tersebut
Page | 7
disampaikan/diberitahukan kepada warga di blok lain, serta sosialisasi
pembangunan GUEST HOUSE baru disampaikan pada tahun 2018 jauh setelah
adanya pembangunan GUEST HOUSE tersebut.

Dari contoh kasus di atas, jelas perbuatan yang dilakukan oleh “A” adalah telah
melanggar ketentuan dalam Pasal 61 huruf a Undang – Undang Nomor 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang yang mana pembangunan di kawasan perumahan
tersebut diperuntukan untuk perumahan tempat tinggal berbentuk cluster bukan
diperuntukan untuk GUEST HOUSE, terlebih lagi pembangunan GUEST HOUSE
tersebut belum memiliki IMB yang diterbitkan oleh pejabat pemerintah yang
berwenang. Namun apabila memperhatikan ketentuan peraturan perundang –
undang yang berlaku yang intinya menyatakan “apabila suatu bangunan yang
dibangun belum memiliki IMB maka dalam tempo 1 (satu) sejak diundangkannya
peraturan ini harus memiliki IMB”. GUEST HOUSE tersebut dibangun pada tahun
2012 apabila memperhatikan ketentuan pasal tersebut artinya pada tahun 2013
GUEST HOUSE tersebut harus sudah memiliki IMB yang diterbitkan oleh pejabat
pemerintah yang berwenang. Namun, pada kenyataanya pejabat pemerintah
yang berwenang baru menerbitkan IMB untuk GUEST HOUSE tersebut pada
tahun 2018 yang mana penerbitkan IMB tersebut tidak sesuai dengan
peruntukannya yaitu PERUMAHAN TEMPAT TINGGAL BERBENTUK CLUSTER,
maka atas hal tersebut seharusnya pejabat pemerintah yang berwenang dapat
menerapkan sanksi administratif kepada “A” selaku pemilik GUEST HOUSE berupa
penghentian semestara kegiatan GUEST HOUSE sebagaimana Pasal 63 huruf b
Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Lebih lanjut apabila memperhatikan ketentuan Pasal 69 dan Pasal 73 ayat 1


Undang – Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
tindakan/perbuatan dari “A” dapat dipidana yang mana “A” telah mendirikan
bangunan yang tidak sesuai dengan peruntukan rencana tata ruang untuk kawasan
perumahan berbentuk cluster di daerah “X” dan juga telah memalsukan surat
pemberitahuan kepada tetangga yang berbatasan langusng, serta
tindakan/perbuatan dari pejabat pemerintah yang berwenang dapat dipidana
karena telah menerbitkan IMB GUEST HOUSE yang tidak sesuai dengan peruntukan
rencana tata ruang dan juga tanpa memperhatikan persyaratan – persyaratan yang
harus dipenuhi terlebih dahulu sebelum diterbitkannya IMB GUEST HOUSE
tersebut.

Page | 8
Page | 9

Anda mungkin juga menyukai