Anda di halaman 1dari 29

LAP OR A N AK HI R

P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

BAB 6. INDIKASI MUATAN PERANGKAT


PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG

6.1 KONSEP MUATAN PERANGKAT PENGENDALIAN


Pengendalian pemanfaatan ruang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses
penataan ruang. Pemanfaatan ruang dalam pelaksanaannya tidak selalu sejalan dengan
rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Ketidaksesuaian atau pelanggaran tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti tekanan perkembangan pasar terhadap ruang,
belum jelasnya mekanisme pengendalian dan lemahnya penegakan hukum. Kondisi ini
mengisyaratkan bahwa untuk mewujudkan terciptanya pembangunan yang tertib ruang
diperlukan tindakan pengendalian pemanfaatan ruang. Kecenderungan penyimpangan tersebut
dapat terjadi karena produk rencana tata ruang kurang memperhatikan aspek-aspek
pelaksanaan (pemanfaatan ruang) atau sebaliknya bahwa pemanfaatan ruang kurang
memperhatikan rencana tata ruang.
Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan untuk mendorong setiap orang agar:
a. Menaati RTR yang telah ditetapkan;
b. Memanfaatkan ruang sesuai dengan RTR; dan
c. Mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan
Ruang.
Secara umum pengendalian pemanfaatan ruang wilayah adalah suatu upaya untuk dapat
kontinyu, konsekuen, dan konsisten mengarah pemanfaatan ruang secara efisien dan efektif
sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Untuk dapat memberikan
kesempatan terhadap setiap dinamika yang berkembang dalam masyarakat atau sektor
swasta, maka pengendalian pemanfaatan ruang ini seyogyanya bukanlah suatu hal yang kaku.
Pengendalian pemanfaatan ruang harus dapat juga berfungsi sebagai alat pemacu
perkembangan wilayah, yang dapat meningkatkan keuntungan secara sosial, ekonomi maupun
fisik.
Pengendalian Pemanfaatan Ruang berdasarkan Peraturan Pemerintah RI Nomor 21 Tahun
2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang dilakukan melalui:
a. Penilaian pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang dan pernyataan mandiri
pelaku UMK;
b. Penilaian perwujudan RTR;
c. Pemberian insentif dan disinsentif;
d. Pengenaan sanksi; dan
e. Penyelenggaraan sengketa Penataan Ruang.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-1
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Gambar 6.1 Pengendalian Pemanfaatan Ruang untuk Mewujudkan Kesesuai RTR

Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional
RI Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan
Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota dan
Rencana Detail Tata Ruang, ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten
meliputi:
a. Ketentuan umum zonasi;
b. Penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang;
c. Ketentuan insentif dan disinsentif; dan
d. Arahan sanksi.
Konsep muatan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah Kabupaten Pesisir Barat disusun
dengan kriteria:
a. Berdasarkan rencana struktur ruang dan rencana pola ruang wilayah kabupaten;
b. Mempertimbangkan kawasan strategis kabupaten;
c. Mempertimbangkan permasalahan, tantangan, dan potensi yang dimiliki wilayah
kabupaten;
d. Terukur, realistis, dan dapat diterapkan;
e. Mempertimbangkan aspirasi Masyarakat dalam penetapannya;
f. Melindungi kepentingan umum; dan
g. Mengacu pada ketentuan perundang-undangan.

6.1.1 Ketentuan Umum Zonasi


ketentuan umum peraturan zonasi merupakan suatu alat pengendalian pemanfaatan ruang. Alat
ini berisi persyaratan pemanfaatan ruang secara umum dan ketentuan pengendaliannya di
seluruh wilayah kabupaten. Alat ini minimal berisi aturan kegiatan dan intensitas pemanfaatan
ruang, standart minimum sarana dan prasarana, ketentuan pemanfaatan ruang yang dilewati
sistem jaringan dan ketentuan khusus.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-2
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten adalah ketentuan umum yang mengatur
pemanfaatan ruang/kabupaten dan unsur-unsur pengendalian pemanfaatan ruang yang
disusun untuk setiap klasifikasi peruntukan/fungsi ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten.
Ketentuan umum peraturan zonasi kabupaten berfungsi sebagai:
a. Landasan bagi penyusunan peraturan zonasi pada tingkatan operasional pengendalian
pemanfaatan ruang di setiap kawasan/zona kabupaten;
b. Dasar pemberian izin pemanfaatan ruang; dan
c. Salah satu pertimbangan dalam pengawasan pemanfaatan ruang.
Ketentuan umum peraturan zonasi ini memuat ketentuan mengenai:
a. Jenis kegiatan yang diperbolehkan, diperbolehkan dengan syarat, dan tidak diperbolehkan;
b. Intensitas pemanfaatan ruang;
c. Prasarana dan sarana minimum; dan
d. Ketentuan lain yang dibutuhkan.
Dalam penyusunan ketentuan umum zonasi Kabupaten Pesisir Barat dalam pekerjaan
Penyusunan Kajian dan Peta Potensi Wilayah Tata Guna Lahan dibagi menjadi:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; dan
b. Ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya.

6.1.2 Penilaian Pelaksanaan Pemanfaatan Ruang


Penilaian pelaksanaan pemanfaatan ruang terdiri atas:
a. Penilaian Pelaksanaan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang
Penilaian pelaksanaan KKPR dilaksanakan untuk memastikan:
1) Kepatuhan pelaksanaan KKPR
Periode penilaian pelaksanaan KKPR, yaitu:
(a) Selama pembangunan, dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaksanaan dalam
memenuhi ketentuan KKPR. Dilakukan paling lambat 2 tahun sejak diterbitkannya
KKPR, apabila ditemukan inkonsistensi/tidak dilaksanakan, maka akan dilakukan
penyesuaian.
(b) Pasca pembangunan, dilakukan untuk memastikan kepatuhan hasil pembangunan
dengan ketentuan dalam KKPR. Apabila ditemukan inkonsistensi, dilakukan pengenaan
sanksi.
Penilaian pelaksanaan KKPR dilakukan oleh pemerintah pusat dan dapat didelegasikan
kepada pemerintah daerah. Hasil penilaian pelaksanaan KKPR dituangkan dalam bentuk
tekstual dan spasial.
2) Pemenuhan prosedur perolehan KKPR
Pemenuhan prosedur perolehan KKPR dilakukan untuk memastikan kepatuhan pelaku
pembangunan/pemohon terhadap tahapan dan persyaratan perolehan KKPR, dengan
ketentuan:
(a) Apabila KKPR diterbitkan tidak melalui prosedur yang benar, maka KKPR batal demi
hukum.
(b) Apabila KKPR tidak sesuai akibat perubahan RTR, maka KKPR dibatalkan dan dapat
dimintakan ganti kerugian yang layak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Penilaian pelaksanaan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang termasuk juga penilaian
pernyataan mandiri pelaku UMK.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-3
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Penilaian pernyataan mandiri pelaku UMK dilaksanakan untuk memastikan kebenaran


pernyataan mandiri yang dibuat oleh pelaku UMK, apabila ditemukan ketidaksesuaian
maka akan dilakukan pembinaan.

Gambar 6.2 Skema Penilaian Pelaksanaan KKPR dan pernyataan mandiri pelaku UMK
(Sumber: PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang)

b. Penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang


Penilaian perwujudan rencana struktur dan rencana pola ruang dilakukan dengan:
1) Penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang
Penilaian tingkat perwujudan rencana struktur ruang dilakukan terhadap:
(a) Kesesuaian program
(b) Kesesuaiann lokasi
(c) Kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
Dengan penyandingan pelaksanaan pembangunan pusat-pusat permukiman dan system
jaringan prasarana terhadap rencana struktur ruang.
2) Penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang
Penilaian tingkat perwujudan rencana pola ruang dilakukan terhadap:
(a) Kesesuaian program
(b) Kesesuaian lokasi
(c) Kesesuaian waktu pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang
Dengan penyandingan pelaksanaan kegiatan pemanfaatan ruang dengan penyandingan
pelaksanaan program pengelolaan lingkungan, pembangunan berdasarkan perizinan
berusaha, dan hak atas tanah terhadap rencana pola ruang.
Hasil penilaian Perwujudan Rencana Tata Ruang berupa:
1) Muatan terwujud
2) Belum terwujud
3) Pelaksanaan program pembangunan tidak sesuai

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-4
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Gambar 6.3 Skema Penilaian Perwujudan RTR


(Sumber: PP Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang)

6.1.3 Ketentuan Insentif dan Disinsentif


Pemberian insentif dan disinsentif dilaksanakan untuk menindaklanjuti pengendalian implikasi
kewilayahan pada zona kendali dan zona yang didorong dan menindaklanjuti implikasi
kebijakan atau rencana strategis nasional. Ketentuan pemberian insentif dan pengenaan
disinsentif diselenggarakan untuk:
a. Meningkatkan upaya pengendalian pemanfaatan ruang dalam rangka mewujudkan tata
ruang sesuai dengan RTRW Kabupaten;
b. Memfasilitasi kegiatan pemanfaatan ruang agar sejalan dengan RTRW Kabupaten; dan
c. Meningkatkan kemitraan semua pemangku kepentingan dalam rangka pemanfaatan ruang
yang sejalan dengan RTRW Kabupaten.
Insentif dan disinsentif adalah ketentuan yang diterapkan oleh pemerintah daerah kabupaten
untuk mendorong pelaksanaan pemanfaatan ruang agar sesuai dengan rencana tata ruang
dan untuk mencegah pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang.

Tabel 6.1 Bentuk Pemberian Insentif dan Disinsentif


Pemberian Insentif Pengenaan Disinsentif
a. Keringanan pajak; a. Pengenaan pajak yang tinggi;
b. Pemberian kompensasi; b. Pembatasan penyediaan
c. Imbalan infrastruktur;
d. Sewa ruang; c. Pengenaan kompensasi;
e. Urun saham; dan/atau
f. Peyediaan infrastruktur; d. penalti
g. Kemudahan prosedur perizinan;
dan
h. Penghargan.
Sumber : PP No. 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-5
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Gambar 6.4 Skema Ketentuan Pemberian Insentif dan Insentif

6.1.4 Arahan Sanksi


Arahan sanksi adalah arahan untuk memberikan sanksi bagi siapa saja yang melakukan
pelanggaran pemanfaatan ruang yang tiidak sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku.
Arahan pengenaan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhaap:
a. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur dan pola ruang;
b. Pelanggaran ketentuan umum perturan zonasi;
c. Pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang ditertibkan berdasarkan RTRW;
d. Pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan RTRW Kabupaten;
e. Pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan RTRW Kabupaten;
f. Pemanfaatan ruang yang memiliki akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
g. Pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.
Pelanggaran pemanfaatan ruang pada huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, dan huruf g
dikenakan sanksi administratif berupa:
1) Peringatan tertulis;
2) Penghentian sementara kegiatan;
3) Penghentian sementara pelayanan umum;
4) Penutupan lokasi;
5) Pencabutan izin;
6) Pembatalan izin;
7) Pembongkaran bangunan;
8) Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
9) Denda administrative.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-6
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Sedangkan pelamggaran pada huruf c dikenakan sanksi administrative berupa:


1) Peringatan tertulis;
2) Penghentian sementara kegiatan;
3) Penghentian sementara pelayanan umum;
4) Penutupan lokasi;
5) Pembongkaran bangunan;
6) Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
7) Denda administrative.

Gambar 6.5 Skema Pengenaan Sanksi dan Penyelesaian Sengketa

6.2 INDIKASI MUATAN PERANGKAT PENGENDALIAN


Dalam rangka mewujudkan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, diperlukan
keterpaduan pengendalian pemanfaatan ruang dalam berbagai konteks keruangan, termasuk
keterpaduan dalam tata ruang nasional, provinsi dan kabupaten/kota. Hal tersebut dalam
upaya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan
akiibat pemanfaatan ruang.
Indikasi muatan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten adalah ketentuan yang
diperuntukan sebagai alat penerbitan penataan ruang, meliputi ketentuan umum peraturan
zonasi, ketentuan perizinan, ketentuan pemberian insentif dan disinsentif, serta arahan
pengenaan sanksi dalam rangka perwujudan rencana tata ruang wilayah kabupaten.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-7
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

6.2.1 Ketentuan Umum Peraturan Zonasi


Peraturan zonasi pada wilayah kabupaten harus mengikuti arahan peraturan zonasi system
nasional dan arahan peraturan zonasi system provinsi, serta ketentuan umum peraturan zonasi
di dalam rencana tata ruang wilayah kabupaten. Penyusunan peraturan zonasi kabupaten
bertujuan untuk:
a. Meningkatkan kesehatan, keselamatan, kenyamanan lingkungan, dan moral dari
masyarakat;
b. Memberikan kepastian dan keadilan dalam pemanfaatan ruang yang berorientasi pada
kesejahteraan masyarakat; dan
c. Menjamin peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang kabupaten.

A. Ketentuan Peraturan Zonasi Kawasan Lindung


Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung terdiri atas:
1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung;
2. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberikan perlindungan terhadap
kawasan bawahannya;
3. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat;
4. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar
budaya;
5. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam;
6. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung geologi; dan
7. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan lindung lainnya.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan hutan lindung disusun dengan ketentuan:
1. Dapat digunakan untuk pengembangan kegiatan pariwisata alam, jasa lingkungan berupa
usaha wisata alam, olah raga tantangan (outbound), pemanfaatan air, perdagangan
carbon, dan penyelamatan hutan dan lingkungan secara terbatas dengan syarat tidak
boleh merubah bentang alam dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
2. Pelarangan seluruh kegiatan yang berpotensi mengurangi luas kawasan hutan dan tutupan
vegetasi;
3. Dapat digunakan untuk kegiatan budidaya yang dilaksanakan oleh penduduk setempat
dengan luasan tetap, tidak mengurangi fungsi lindung kawasan dan dibawah pengawasan
ketat dengan syarat sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
4. Pemanfaatan hutan lindung tidak diperkenankan melakukan kegiatan seperti memotong,
membakar, mengganti tutupan vegetasi dengan bangunan atau bentuk apapun yang tidak
alami yang dapat mengurangi luas tutupan hutan;
5. Kegiatan pemanfaatan hutan dalam kawasan hutan lindung yang diperbolehkan antara
lain budidaya tanaman sesuai vegetasi alam dengan ketentuan kegiatan untuk
pemanfaatan ruang yang diperkenankan antara lain:
a. Budidaya tanaman obat (herbal);
b. Budidaya tanaman hias;
c. Budidaya jamur;
d. Budidaya perlebahan;
e. Budidaya penangkaran satwa liar; dan
f. Budidaya sarang burung wallet.
6. Pemanfaatan untuk wisata alam dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut:
a. Memanfaatkan kondisi alam yang ada sebagai daya Tarik wisata;
b. Bangunan yang dibangun hanya sebatas yang dibutuhkan untuk jalur wisatawan, tanpa
mengganggu fungsi utama perlindungan/pelestarian/pengawetan dan
pengembangbiakan;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-8
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

c. Kegiatan wisata tidak mengganggu atau mengubah sistem/siklus hidrologi yang ada;
d. Kegiatan wisata tidak merusak/membakar komponen hutan dan ekosistemnya,
memotong kayu atau vegetasi hutan, atau meninggalkan/membuang sampah atau
barang-barang lain yang mengganggu; dan
e. Kapasitas wisata diatur sedemikian rupa (berdasarkan luas kawasan dan jumlah satwa
yang dilindung) sehingga jumlah pengunjung yang dating tidak mengganggu habitat
satwa dan siklus hidupnya (tidak membuat satwa merasa terasing/terganggu).
7. Pemungutan hasil hutan bukan kayu dalam blok pemanfaatan atau blok lainnya dengan
memperhatikan ketentuan kegiatan memungut hasil hutan yang diperbolehkan yaitu
mengambil rotan, madu, buah dan aneka hasil hutan lainnya, perburuan satwa liar yang
tidak dilindungi, dan dilaksanakan secara tradisional dengan syarat:
a. Tidak menebang pohon;
b. Tidak mengganggu kelestarian potensi yang dipungut; dan
c. Tidak mengunakan peralatan mekanis.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan
bawahannya disusun dengan ketentuan:
1. Dapat digunakan untuk penyediaan sumur resapan atau waduk pada lahan terbangun
yang sudah ada;
2. Dapat digunakan untuk kegiatan hutan raya;
3. Dapat digunakan untuk permukiman yang sudah terbangun di kawasan resapan air
sebelum ditetapkan sebagai kawasan lindung dengan syarat:
a. Tidak menambah luasan atau tingkat kerapatan bangunan rendah dengan KDB
maksimum 20 (dua puluh) persen dan KLB maksimum 40 % (empat puluh persen);
b. Pembatasan perkerasan permukiman menggunakan bahan yang memiliki daya serap
tinggi; dan
c. Dalam kawasan resapan air apabila diperlukan disarankan dibangun sumur-summur
resapan dan/atau waduk sesuai ketentuan yang berlaku.
4. Dapat dilakukan pemanfaatan untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki
kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
5. Pemanfaatan terbatas untuk budidaya terbangun di sekitar jalan arteri ruas Kota
Sukabumi – bts Cianjur dengan penerapan prinsip zero delta Q policy, dengan KDB
maksimum kurang dari 30 (tiga puluh) persen;
6. Pengajuan ijin pemanfaatan ruang budidaya terbangun pada kawasan resapan air harus
didukung kajian aspek keruangan untuk menjamin kegiatan tersebut tidak mengganggu
fungsi resapan air serta mendapatkan rekomendasi Forum Tata Ruang;
7. Kegiatan budidaya terbangun yang sudah ada di kawasan resapan air sebelum
berlakunya peraturan daerah ini dilakukan penataan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Kegiatan berizin masih dapat dilaksanakan sepanjang tidak mengganggu fungsi
resapan air dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. Kegiatan berizin yang terindikasi mengganggu fungsi resapan air dan/atau tidak
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan penertiban; dan
c. Kegiatan tidak berizin dilakukan penerbitan sesuai dengan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
8. Dapat digunakan untuk wisata alam dengan syarat tidak mengubah bentang alam;
9. Dapat digunakan untuk kegiatan Pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak
mengubah bentang alam;
10. Pelarangan untuk seluruh jenis kegiatan yang mengganggu fungsi resapan air;
11. Pelarangan tumbuhnya kegiatan ekonomi atau budidaya terbangun di sepanjang jalur
transportasi baru yang berada pada kawasan resapan air; dan

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-9
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

12. Pelarangan pembangunan kegiatan industri dan kawasan perumahan yang menyebabkan
kerusakan kawasan resapan air.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perlindungan setempat terdiri atas:
1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan pantai, meliputi:
a. Pengoptimalan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. Pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;
c. Pemanfaatan untuk pelabuhan yang dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan;
d. Pendrian bangunan baru yang dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi
pantai, pelabuhan, bandar udara dan pembangkit tenaga listrik;
e. Kegiatan budidaya terbangun yang sudah ada di kawasan sempadan pantaii sebelum
berlakunya peraturan daerah ini dilakukan penataan dengan ketentuan sebagai
berikut:
(1) Kegiatan berizin masih dapat dilaksanakan sepanjang tidak mengganggu fungsi
sempadan pantai dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(2) Kegiatan berizin dan tidak berizin yang terindikasi mengganggu fungsi sempadan
pantai dan/atau tidak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan
penerbitan; dan
(3) Kegiatan tidak berizin sepanjang tidak mengganggu fungsi sempadan pantai dan
dapat memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan dapat melaksanakan
kegiatan setelah memiliki izin.
f. Perhitungan batas sempadan pantai disesuaikan dengan karakteritik topografi, biofisik,
hidro-oseanografi pesisir, kebutuhan ekonomi dan biaya, serta ketentuan lain yang
terkait;
g. Kawasan sempadan pantai dapat dibuat zona pemanfaatan baru berdasarkan hasil
kajian dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
h. Batas sempadan pantai dan zona pemanfaatan dapat ditetapkan dan diatur lebih
lanjut dalam peraturan Bupati;
i. Pelarangan pemanfaatan dan kegiatan pada kawasan yang mengurangi fungsi
kawasan;
j. Pelarangan membuang limbah secara langsung; dan
k. Lahan milik negara dan merupakan lahan bebas diperuntukkan bagi perluasan
kawasan lindung.
2. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sempadan sungai, meliputi:
a. Ketentuan lebar sempadan sungai sesuai ketentuan berlaku meliputi:
(1) Sekurang-kurangnya 5 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di luar
kawasan perkotaan dan 3 meter di sebelah luar sepanjang kaki tanggul di dalam
kawasan perkotaan;
(2) Sekurang-kurangnya 100 meter di kanan kiri sungai besar dan 50 meter di kanan
kiri sungai kecil yang tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan;
(3) Sekurang-kurangnya 10 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai
kedalaman tidak lebih dari 3 meter;
(4) Sekurang-kurangnya 15 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai
kedalaman lebih dari 3 meter sampai dengan 20 meter;
(5) Sekurang-kurangnya 30 meter dari tepi sungai untuk sungai yang mempunyai
kedalaman lebih dari 20 meter; dan
(6) Sekurang-kurangnya 100 meter dari tepi sungai untuk sugai yang terpengaruh
pasang surut air laut, dan berfungsi sebagai jalur hijau.
b. Pelarangan membuang limbah secara langsung limbah padat, limbah cair, limbah gas,
dan limbah B3 maupun limbah industri ke sungai;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-10
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

c. Pengoptimalan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau;
d. Pelarangan pendirian bangunan selain bengunan pengelolaan badan air dan/atau
pemanfaatan air;
e. Dapat digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan air tawar; dan
f. Kegiatan yang diperbolehkan di sempadan sungai meliputi:
(1) Untuk permukiman perkotaan dan perdesaan sebelum peraturan daerah ini
ditetapkan dengan syarat tidak menambah intensitas bangunan sesuai izin dan
memenuhi persyaratan;
(2) Untuk aktivitas wisata alam petualangan dengan syarat tidak mengganggu
kualitas air sungai;
(3) Untuk kegiatan budidaya perikanan air tawar;
(4) Untuk budidaya pertanian dengan jenis tanaman yang diijinkan; dan
(5) Untuk penyelenggaraan kegiatan-kegiatan yang bersifat sosial dan masyarakat
yang tidak menimbulkan dampak kerugian bagi kelestarian dan keamanan sungai.
3. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar waduk atau situ, meliputi:
a. Dapat digunakan untuk ruang terbuka hijau;
b. Tidak diperkenankan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sumber
air;
c. Pelarangan membuang secara langsung limbah padat, limbah cair, limbah gas dan
limbah B3;
d. Dapat digunakan untuk membangun sarana dan prasarana pariwisata dengan
menjaga kualitas tata air yang ada;
e. Pelarangan menggunakan lahan untuk mendirikan bangunan yang tidak berhubungan
dengan konservasi waduk;
f. Pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang fungsi taman rekreasi;
g. Dapat digunakan untuk kegiatan penunjang pariwisata alam sesuai ketentuan yang
berlaku;
h. Ketentuan lebar sempadan sungai dengan ketentuan meliputi:
(1) Kawasan sempadan waduk besar ditetapkan selebar 100 (seratus) meter diatas
permukaan laut di sekitar daerah genangan;
(2) Kawasan sempadan waduk kecil ditetapkan selebar 50 (lima puluh) meter di
sekitar genangan air dari air pasang tertinggi;
(3) Kriteria garis sempadan bangunan terhadap waduk paling sedikit 100 (seratus)
meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat;
(4) Pembuatan sabuk hijau dengan lebar 100 (seratus) meter; dan
(5) Penetapan kawasan penyangga di luar kawasan sempadan waduk dengan jarak
1.000 (seribu) meter.
4. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan sekitar mata air, meliputi:
a. Digunakan untuk kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan;
b. Pelarangan alih fungsi lindung yang menyebabkan kerusakan kualitas sumber air;
c. Sempadan mata air dapat dimanfaatkan untuk air minum atau irigasi;
d. Dapat digunakan untuk pariwisata dengan tidak mengurangi kualitas tata air yang
ada;
e. Pelarangan penggunaan lahan secara langsung untuk bangunan yang tidak
berhubungan dengan konservasi mata air;
f. Dapat digunakan untuk pemanfaatan ruang terbuka hijau;
g. Pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air; dan
h. Ketentuan kawasan perlindungan pada sekitar sumber mata air meliputi:
(1) Perlindungan setempat difokuskan pada badan air dari mata air;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-11
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

(2) Perlindungan setempat kawasan sekitar sumber mata air di luar kawasan
permukiman ditetapkan minimal radius 200 (dua ratus) meter;
(3) Perlindungan setempat kawasan sekitar sumber mata air di kawasan permukiman
ditetapkan minimal radius 100 (serratus) meter; dan
(4) Kawasan dengan radius 16 (lima belas) meter dari sumber mata air harus bebas
dari bangunan kecuali bangunan penyaluran air.
5. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan ruang terbuka hijau perkotaan, meliputi:
a. Dapat digunakan untuk pemanfaatan ruang terbuka hijau sebagai konservasi
lingkungan, peningkatan keindahan kota, rekreasi, dan sebagai penyeimbang guna
lahan industri dan permukiman;
b. Dapat digunakan untuk pendirian bangunan yang menunjang kegiatan rekreasi dan
fasilitas umum lainnya;
c. Wajib menyediakan tanah pemakaman paling sedikit seluas 1 (satu) hektar pada
masing-masing desa/kelurahan;
d. Pelarangan seluruh kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH;
e. Pelarangan pendirian bangunan yang bersifat permanen;
f. Kawasan ruang terbuka hijau dapat berada pada kawasan permukiman perkotaan,
permukiman perdesaan, pertanian pangan lahan basah, pertanian lainnya, dan
kawasan peruntukan industri; dan
g. Pemanfaatan kawasan hutan di kawasan perkotaan untuk ruang terbuka hijau.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan suaka alam, pelestarian alam dan cagar budaya
disusun dengan ketentuan:
1. Pelarangan adanya alih fungsi kawasan dan hanya dimanfaatkan untuk kegiatan
penelitian, pendidikan dan pariwisata;
2. Pelarangan melakukan kegiatan dan pendirian bangunan yang tidak sesuai dengan fungsi
kawasan;
3. Dapat digunakan untuk pengembangan sarana dan prasarana pada kawasan situs-situs
yang dijadikan obyek wisata dengan syarat berada di luar situs; dan
4. Perlindungan untuk kawasan cagar budaya dengan menetapkan dengan kawasan
penyangga sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan bencana alam terdiri atas:
1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan tanah longsor, disusun dengan
ketentuan:
a. Pengoptimal konservasi pada kawasan rawan longsor;
b. Dilarang membangun pada kawasan rawan gerakan tanah tinggi kecuali di
rekomendasikan berdasarkan hasil kajian dan memenuhi standar bangunan sesuai
ketentuan yang berlaku;
c. Ketentuan pembatasan pemanfaatan ruang dengan cara membatasi pendirian
bangunan hunian, meminimalkan jaringan infrastruktur dan kegiatan diarahkan untuk
hutan, pertanian, perkebunan, ruang terbuka hijau, wisata lam dan olahraga terbuka;
d. Pengendalian pembangunan secara ketat, memperhatikan teknis stabilitas lereng,
system drainase, tidak mengganggu kestabilan lereng, menjaga vegetasi berakar kuat
dan dalam, tidak berada di bantaran sungai, dan melakukan pemetaan detail gerakan
tanah, kajian geologi Teknik, dan analisis resiko bencana;
e. Disarankan untuk relokasi bangunan, tidak melakukan perluasan atau penambahan
bangunan, melakukan kajian geologi Teknik, membangun dinding penahan longsor,
pada daerah rawan longsor tinggi atau sering mengalami kejadian longsor;
f. Pemaangan papan informasi bahaya, rambu bahaya, dan jalur evakuasi;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-12
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

g. Pelarangan untuk pengembangan kawasan permukiman kecuali direkomendasikan


berdasarkan hasil kajian dan memenuhi standar bangunan sesuai ketentuan yang
berlaku;
h. Untuk kegiatan pariwisata dilakukan dengan persyaratan ketat yakni tidak
dikembangkan melebihi daya dukung lingkungan dan mematuhi persyaratan dokumen
lingkungan dan penggunaan rekayasa Teknik;
i. Pembatasan kegiatan pengembangan budidaya yang berpotensi meningkatkan
intensitas longsor;
j. Memetakan dan menyiapkan lahan-lahan evakuasi dan hunian sementara di daerah
terdekat kawasan rawan bencana gerakan tanah tinggi;
k. Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapsiagaan untuk masyarakat yang masih tinggal
di kawasan rawan gerakan tanah tinggi;
l. Memperbaiki system drainase;
m. Wajib melakukan analisis resiko bencana bagi kegiatan yang berada di lokasi rawan
gerakan tanah pelarangan terhadap kegiatan yang mengganggu fungsi lindung
kawasan rawan bencana longsor; dan
n. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana dan kepentingan umum.
2. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan gelombang pasang atau tsunami,
disusun dengan ketentuan:
a. Pemanfaatan ruang pada rawan bencana tsunami wajib melakukan analisis resiko
bencana tsunami;
b. Pelarangan mengembangkan kawasan permukiman pada rawan tsunami tinggi;
c. Zona dengan tingkat resiko paling tinggi pemanfaatannya diarahkan sebagai kawasan
jalur hijau;
d. Pembuatan infrastruktur potensi bencana yang memadai, seperti pemecah ombak atau
tanggul penahan;
e. Penetapan system peringatan dini, rambu dan papan info oeringatan bencana tsunami,
jalur evakuasi, shelter atau bangunan perlindungan terhadap tsunami, dan tempat
evakuasi sementara baik vertical maupun horizontal;
f. Perlindungan dan penetapan vegetasi pantai, bakau, gemuk dan bukit pasir, dan
sempadan pantai;
g. Pembatasan kegiatan hunian, wisata dan pendukung wisata pantai di kawasan rawan
tsunami dengan ketentuan sesuai persyaratan mitigasi bencana tsunami;
h. Untuk kegiatan pariwisata dilakukan dengan persyaratan ketat yakni tidak
dikembangkan melebihi daya dukung lingkungan dan mematuhi persyaratan dokumen
lingkungan dan penggunaan rekayasa Teknik;
i. Pembatasan kegiatan budidaya yang berpotensi berdampak besar oleh gelombang
pasang tsunami;
j. Persyaratan desain bangunan fisik yang responsive terhadap tipe bencana, seperti
bangunan tahan gempa atau tahan banjir (bertingkat) serta pembangunan infrastruktur
kedap air;
k. Pelarangan kegiatan yang mengganggu fungsi lindung kawasan rawan gelombang
pasang atau tsunami; dan
l. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman
bencana dan kepentingan umum.
3. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan rawan banjir, disusun dengan ketentuan:
a. Wajib membuat sumur resapan;
b. Wajib menetapkan lokasi dan jalur evakuasi dari permukiman penduduk;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-13
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

c. Pembatasan pendirian bangunan kecuali untuk kepentingan pemantauan ancaman


bencana dan kepentingan umum;
d. Untuk kegiatan hunian diperbolehkan dengan terbatas dan persyaratan kegiatan
tersebut tidak menimbulkan banjir;
e. Dapat digunakan untuk pemanfaatan dataran banjir bagi ruang terbuka hijau dan
pembangunan fasilitas umum dengan kepadatan rendah; dan
f. Pelarangan pemanfaatan ruang bagi kegiatan permukiman dan fasilitas umum penting
lainnya.

B. Ketentuan Peraturan Zonasi Kawasan Budidaya


Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan budidaya terdiri atas:
1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan produksi, dengan ketentuan:
a. Pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya
kehutanan dan sumber daya air;
b. Pembatasan pendirian bangunan untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan;
c. Pelarangan kegiatan kehutanan dalam kawasan hutan produksi yang menimbulkan
gangguan lingkungan;
d. Dapat digunakan untuk kegiatan bukan kehutanan dengan syarat menempuh ketentuan
pinjam pakai kawasan hutan;
e. Pelarangan alih fungsi kawasan hutan produksi dengan syarat berpedoman pada
peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
f. Pemilihan komoditas tanaman yang menjamin ketersediaan air bagi penduduk.
2. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan hutan rakyat, disusun dengan
ketentuan:
a. Pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya
kehutanan dan sumber daya air;
b. Dapat digunakan untuk kegiatan penghijauan, rehabilitasi dan pengembangan hutan;
c. Pembatasan kegiatan budidaya sector lain hanya untuk menunjang kegiatan
pemanfaatan hasil hutan; dan
d. Hutan rakyat dapat beralih fungsi dengan tidak mengurangi luasan ruang terbuka
hijau.
3. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian, terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertanian tanaman pangan
lahan basah, disusun dengan ketentuan:
(1) Pelarangan alih fungsi LP2B selain untuk kepentingan umum dan akibat bencana
dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan melalui mekanisme
rekomendasi Forum Penataan Ruang;
(2) Kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah yang belum ditetapkan sebagai
lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dan/atau bukan lahan sawah dapat
dialihfungsikan;
(3) Pembatasan alih fungsi lahan pertanian tanaman lahan pangan lahan basah
menjadi kegiatan non pertanian;
(4) Pelarangan tumbuhnya kegiatan perkotaan di sepanjang jalur transportasi yang
menggunakan lahan sawah dikonversi;
(5) Pelarangan penggunaan lahan yang dikelola dengan mengakibatkan kelestarian
lingkungan;
(6) Penggunaan sumber air dengan efektif dan efisien;
(7) Dapat digunakan untuk bangunan prasarana wilayah dan bangunan pendukung
kegiatan pertanian; dan

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-14
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

(8) Dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan
Pendidikan.
b. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lahan kering, disusun dengan
ketentuan:
(1) Lahan pertanian kering tidak produktif dapat beralih fungsi menjadi peruntukan
lain secara selektif;
(2) Wajib melaksanakan konservasi lahan;
(3) Penggunaan lahan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
(4) Lahan pertanian lahan kering tidak produktif dapat di alihfungsikan dengan
syarat-syarat tertentu sesuai dengan mekanisme yang ada maupun peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
(5) Pengalihan fungsi lahan dari pertanian lahan kering tidak produktif (tingkat
kesuburan tanah) menjadi peruntukan lain harus dilakukan tanpa mengurangi
kesejahteraan masyarakat;
(6) Diperbolehkan dengan syarat membangun permukiman perdesaan bagi penduduk
yang bekerja disektor pertanian;
(7) Diperbolehkan dengan syarat mendirikan bangunan prasarana wilayah dan
bangunan pendukung kegiatan pertanian; dan
(8) Diperbolehkan dengan syarat mengadakan kegiatan wisata alam secara terbatas,
penelitian dan Pendidikan.
c. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian lainnya, meliputi:
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian tanaman pangan lahan
kering, disusun dengan ketentuan:
(a) Kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering diarahkan berada pada
kawasan pertanian lainnya;
(b) Kawasan pertanian tanaman pangan lahan kering dapat beralih fungsi
menjadi peruntuka lain secara selektif;
(c) Pembataan alih fungsi lahan pertanian kering menjadi kegiatan non
pertanian;
(d) Wajib melaksanakan konservasi lahan;
(e) Penggunaan lahan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
(f) Kawasan pertanian lahan kering tidak produktif dapat dialihfungsikan
dengan syarat-syarat tertentu sesuai dengan mekanisme yang ada maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
(g) Pengalihan fungsi lahan dari pertanian lahan kering tidak produktif (tingkat
kesuburan tanah) menjadi peruntukan lain harus dilakukan tanpa mengurangi
kesejahteraan masyarakat;
(h) Kawasan pertanian lahan kering diperbolehkan dialihfungsikan dengan
syarat:
Ø Tidak merugikan masyarakat;
Ø Bermanfaat bagi orang banyak;
Ø Bermanfaat bagi Pendidikan dan penelitian; dan
Ø Bilamana dibutuhkan kajian khusus badan/orang tersebut berkewajiban
memfasilitasi kegiatan tersebut sesuai dengan kemampuan badan/orang
tersebut dan/atau terhadap kegiatan yang perlu kajian, badan/orang
yang berkaitan berkewajiban memfasilitasi kegiatan tersebut sesuai
dengan kemampuan badan/orang tersebut.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-15
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

(2) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pertanian holtikultura, disusun dengan
ketentuan:
(a) Kawasan pertanian holtikultura diarahkan berada pada kawasan pertanian
lainnya;
(b) Penggunaan lahan dengan memperhatikan kelestarian lingkungan;
(c) Pertanian holtikultura dapat beralih fungsi untuk kegiatan peternakan dan
perikanan;
(d) Dapat digunakan untuk permukiman perdesaan bagi penduduk sekitar
dengan intensitas kepadatan rendah;
(e) Dapat digunakan untuk bangunan prasarana wilayah dan bangunan
pendukung kegiatan pertanian;
(f) Dapat digunakan untuk kegiatan wisata alam secara terbatas, penelitian, dan
Pendidikan; dan
(g) Diperbolehkan ialihfungsikan dengan syarat:
Ø Tidak merugikan masyarakat;
Ø Bermanfaat bagi orang banyak;
Ø Bermanfaat bagi pendidikan dan penelitian; dan
Ø Bilamana dibutuhkan kajian khusus badan/orang tersebut berkewajiban
memfasilitasi kegiatan tersebut sesuai dengan kemampuan badan/orang
tersebut dan/atau terhadap kegiatan yang perlu kajian, badan/orang
yang berkaitan berkewajiban memfasilitasi kegiatan tersebut sesuai
dengan kemampuan badan/orang tersebut.
(3) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perkebunan rakyat, disusun dengan
ketentuan:
(a) Wajib melaksanakan koservasi lahan;
(b) Perubahan, alih fungsi dan pengembangan usaha perkebunan kawasan
perkebunan besar Negara dan perkebunan besar swasta dilaksanakan
dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
Ø Dengan memperhatikan prinsip pemanfaatan ruang yang efisien,
produktif, berkelanjutan dan berdaya saing pada kawasan perkebunan
dapat dilaksanakan perubahan atau penganekaragaman jenis tanaman
perkebunan, kayu-kayuan, agrowisata dan komoditas tanaman pertanian;
Ø Kawasan peruntukan perkebunan dapat dialih fungsi dan/atau
dilaksanakan kegiatan bersama dalam hal pemenuhan kebutuhan
penyediaan lahan untuk perkembangan sistem pusat peruntukan industri,
kawasan industri, pertambangan ramah lingkungan, lahan pertanian
pangan berkelanjutan, kawasan peternakan, dan kawasan pengembalaan
umum sesuai peraturan perundang-undangan;
Ø Pengembangan usaha perkebunan dapat dilaksanakan pada wilayah
kecamatan setempat dengan menggunakan pola kemitraan sesuai
peraturan perundang-undangan; dan
Ø Kawasan peruntukan perkebunan dapat di alih fungsi menjadi lahan
pengganti/tukar menukar/pinjam pakai hutan dalam hal pemenuhan
kebutuhan investasi di wilayah Kabupaten Pesisir Barat.
(c) Dapat dilaksanakan dengan kegiatan industri pengolahan produk hasil
perkebunan;
(d) Dapat dilakukan diversifikasi kegiatan sesuai peraturan perundang-
undangan;
(e) Dapat digunakan untuk permukiman perdesaan bagi penduduk sekitar;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-16
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

(f) Pelarangan penanaman jenis tanaman perkebunan yang bersifat menyerap


air;
(g) Dapat digunakan untuk mendirikan bangunan pendukung kegiatan
perkebunan dan jaringan prasarana wilayah; dapat alih fungsi untuk lahan
pengganti kawasan hutan, kecuali kegiatannya berada di Kabupaten Pesisir
Barat.
(4) Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peternakan, disusun dengan ketentuan:
(a) Kawasan peternakan diarahkan berada pada kawasan pertanian lainnya;
(b) Diperbolehkan pengembangan lahan budidaya ternak besar (sapi, kerbau,
dsb);
(c) Diperbolehkan pengembangan lahan budidaya ternak kecil dan aneka ternak
(kambing, domba, dsb);
(d) Diperbolehkan pengembangan lahan budidaya ternak ungags dan aneka
ungags (ayam, itik, entog, angsa, dsb);
(e) Usaha peternakan dan peternakan rakyat yang baru hanya dapat
dilaksanakan pada status kecamatan PPL yang diatur lebih lanjut oleh
Peraturan Bupati;
(f) Dikecualikan dari ketentuan huruf (e) diatas, usaha peternakan yang baru
dapat dilaksanakan di Kawasan PPK, PKL, dan PKW dengan syarat diluar
kawasan permukiman, diluar kawasan strategis kabupaten dan dinyatakan
layak berdasarkan kajian ruang yang menyangkut teknis, ekonomis,
lingkungan dan social serta tidak berpotensi mengganggu pengembangan
perkotaan, sector pariwisata, dan fungsi resapan air serta kualitas air tanah;
(g) Kegiatan usaha peternakan dan kegiatan peternakan rakyat tidak dapat
berbatasan langsung dengan kawasan peruntukan permukiman dan harus
memenuhi jarak aman atau membuat kajian analisis resiko;
(h) Dapat digunakan untuk mendirikan bangunan prasarana wilayah dan
bangunan pendukung kegiatan peternakan;
(i) Diperbolehkan pengembangan lahan hijau makanan ternak;
(j) Pelarangan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan
lingkungan;
(k) Kegiatan peternakan yang terindikasi mengakibatkan pencemaran air tanah
dan/atau mengganggu kualitas air tanah wajib untuk memperbaiki dan
mengembalikan seperti semula;
(l) Pengelola kawasan peternakan atau pemilik ijin usaha peternakan harus
mengoptimalkan produktivitas lahan dan dilarang membiarkan lahan di
kawasan peternakan menjadi terlantar, tidak produktif/tidak menghasilkan;
dan
(m) Kegiatan optimalisasi produktivitas lahan kawasan peternakan harus
melibatkan masyarakat sekitar kawasan.
Pelarangan alih fungsi kawasan pertanian lainnya menjadi lahan pengganti kawasan
hutan kecuali untuk investasi di wilayah Kabupaten Pesisir Barat atas rekomendasi
Forum Tata Ruang. Kawasan pertanian lainnya dapat digunakan untuk kegiatan
pertambangan dan sarana penunjangnya dengan rencana pasca tambang diarahkan
untuk kegiatan pertanian. Kawasan pertanian lainnya dapat digunakan untuk kegiatan
budidaya non pertanian sepanjang memenuhi daya dukung dan daya tampung
lingkungan.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-17
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

4. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan perikanan, disusun dengan


ketentuan:
a. Dapat digunakan untuk mendirikan bangunan prasarana wilayah dan bangunan
pendukung kegiatan perikanan;
b. Pembatasan pemanfaatan sumber daya perikanan tidak melebihi potensi lestari;
c. Pelarangan kegiatan yang mengakibatkan pencemaran dan kerusakan lingkungan
kawasan perairan habitat ikan;
d. Perlindungan terhadap kawasan perairan yang menjadi habitat ikan endemik;
e. Perlindungan terhadap jalur ikan (fish way) endemik pada hulu dan hilih kawasan
perairan; dan
f. Penetapan kawasan dan tata cara perlindungan ikan diatur lebih lanjut dalam
Peraturan Bupati.
5. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pertambangan, disusun dengan
ketentuan:
a. Kegiatan pertambangan baru wajib berlokasi di kawasan peruntukan pertambangan;
b. Kegiatan pertambangan baik berupa kegiatan penambangan, pengolahan dan/atau
penampungan sementara (stockpile) mineral dilarang berbatasan langsung dengan
permukiman masyarakat dan harus dibuat jarak aman paling kecil 50 meter;
c. Angkutan tambang yang keluar dari lokasi kegiatan pertambangan dilarang melebihi
kapasitas daya dukung jalan yang dilaluinya;
d. Kegiatan pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada daerah yang berpotensi
mengganggu jalur dan/atau pengembangan pariwisata;
e. Kegiatan pertambangan mineral logam diarahkan untuk menggunakan sarana
angkutan laut;
f. Kegiatan pertambangan yang berada di wilayah sungai dana atau berada di wilayah
yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi atau pemerintah pusat harus
mendapat rekomendasi dari instansi yang berwenang;
g. Kegiatan pertambangan hanya akan dilaksanakan oleh pelaku usaha/perusahaan
yang berpengalaman di bidang pertambangan dan pemilik modal langsung yang
ditunjukkan dalam profil company dan proposal rencana kegiatan perusahaan;
h. Kegiatan pertambangan wajib melakukan pemberdayaan masyarakat melalui
program Pendidikan, kesehatan, keagamaan, sosial, ekonomi, dan/atau pembangunan
sarana prasarana di wilayah sekitarnya;
i. Dapat digunakan untuk mendirikan pembangunan sarana prasarana penunjang
kegiatan pertambangan;
j. Pelarangan pemanfaatan ruang yang mengganggu fungsi kawasan lindung atau fungsi
budidaya lainnya di sekitar kawasan pertambangan;
k. Wajib melaksanakan reklamasi pada lahan-lahan bekas galian/penambangan;
l. Pengembangan kawasan pertambangan dilakukan dengan mempertimbangkan potensi
bahan tambang, kondisi geologi dan geohidrologi dalam kaitannya dengan kelestarian
lingkungan;
m. Pengelolaan kawasan bekas penambangan harus direhabilitasi sesuai dengan zona
peruntukan yang ditetapkan, sehingga menjadi lahan yang dapat digunakan kembali
sebagai kawasan hijau, ataupun kegiatan budidaya lainnya dengan tetap
memperhatikan aspek kelestarian lingkungan hidup;
n. Percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain dapat dilaksanakan
dengan tidak merubah fungsi utama kawasan;
o. Memiliki perizinan sesuai ketentuan yang berlaku;
p. Pelaksanaan kegiatan penambangan wajib memenuhi ketentuan peraturan
perundangan;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-18
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

q. Peningkatan RTH dan penghijauan;


r. Pembuatan artificial catchment berupa kolam retensi, sumur resapan, dan biopori;
s. Kawasan pertambangan yang berada Kawasan Hutan Taman Nasional tidak
diperbolehkan;
t. Pengembangan kawasan pertambangan di daerah pesisir pantai tidak diperbolehkan
di zona sempadan pantai yang dibatasi minimum 100 meter dari garis pantai kea rah
darat; dan
u. Kegiatan pertambangan harus mengolah limbah sebelum dibuang ke badan air
sehingga tidak menimbulkan pencemaran terhadap daerah hilir aliran sungai.
6. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan industri, disusun dengan ketentuan:
a. Pelarangan kegiatan industri tekstil kimia skala besar, menengah dan kecil di seluruh
kecamatan, kecuali industri tekstil skala kecil yang menggunakan bahan alami;
b. Industri baru wajib berada sesuai dengan kawasan peruntukan industri;
c. Perusahan industri besar baru wajib berada di kawasan industri kecuali belum tersedia
kawasan industri atau tersedia kawasan industri tetapi sudah penuh dan harus berada
di dalam kawasan peruntukan industri besar;
d. industri baru diutamakan yang memanfaatkan sumberdaya lokal;
e. setiap perusahaan industri baik yang sudah beroperasi maupun yang baru diwajibkan
untuk:
(1) meyediakan zona penyangga dengan lingkungan sekitar;
(2) memiliki system pengolahan limbah yang tidak mengganggu kelestarian
lingkungan;
(3) menyediakan sarana dan mengelola limbah B3;
(4) mengelola limbah terpadu sesuai standar keselamatan internasional bagi industri
yang lokasinya berdekatan;
(5) memiliki sarana prasarana pengelolaan sampah, system drainase memadai, dan
sumber energi untuk memenuhi kebutuhan industri;
(6) menyediakan tempat ibadah yang layak dengan kapasitas ruangan yang
memadai untuk jumlah karyawan yang dimiliki; dan
(7) menyediakan ruang terbuka ijau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
(8) bertanggung jawab terhadap kelancaran lalu lintas di sekitar lokasi industri
termasuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang yang dipandang perlu.
f. lokasi kawasan industri tidak dapat meliputi kawasan permukiman masyarakat yang
sudah ada kecuali mendapat persetujuan dari seluruh warga dan pemilik tanah yang
mendiami kawasan permukiman tersebut;
g. harus menyediakan akses bagi masyarakat yang berada di sekitar kawasan industri
apabila diperlukan warga;
h. tidak menimbulkan dampak negative bagi masyarakat di sekitar kawasan;
i. pemanfaatan ruang kegiatan industri wajib menyediakan zona penyangga dengan
lingkungan sekitar;
j. pemanfaatan ruang kegiatan industri harus sesuai dengan kemampuan penggunaan
teknologi, potensi sumberdaya alam dan SDM di sekitarnya;
k. dapat digunakan untuk kegiatan industri yang hemat dalam penggunaan air dan non
polutif;
l. dapat digunakan untuk kegiatan industri yang tidak mengakibatkan kerusakan atau
alih fungsi kawasan lindung;
m. pelarangan bentuk kegiatan yang memberikan dampak merusak dan menurunkan
kualitas lingkungan;
n. setiap kegiatan industri dapat memiliki sumber air baku yang memadai dengan jumlah
yang dibatasi dengan menjaga kelestariannya; dan

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-19
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

o. peningkatan RTH dan penghijauan.


7. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan pariwisata, disusun dengan
ketentuan:
a. Dapat digunakan untuk kegiatan wisata, sarana dan prasarana penunjang wisata
dengan syarat tidak mengganggu fungsi kawasan lindung;
b. Sarana dan prasarana penunjang wisata yang berada di kawasan lindung wajib
mengikuti ketentuan bangunan dan/atau kegiatan pada kawasan lindung sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. Dapat digunakan kegiatan pemanfaatan kawasan fungsi lindung untuk kegiatan wisata
sesuai azas konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, perlindungan
terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;
d. Wajib menarapkan ciri khas arsitektur daerah setempat pada setiap bangunan hotel
dan fasilitas penunjang pariwisata;
e. Wajib menyediakan fasilitas parkir;
f. Wajib menggunakan tata busana adat daerah pada petugas jasa pariwisata sesuai
dengan jenis jasa yang disediakan;
g. Dapat digunakan untuk kegiatan penelitian dan Pendidikan;
h. Dapat digunakan untuk optimalisasi pemanfaatan lahan-lahan tidur yang sementara
tidak diusahakan;
i. Pembatasan KDB sesuai peraturan yang berlaku;
j. Peningkatan RTH dan penghijauan;
k. Pembuatan artificial catchment berupa kolam retensi, sumur resapan dan biofori;
l. Mekanisme pinjam pakai hutan untuk areal yang berada pada kawasan hutan;
m. Rekayasa teknis di areal gempa bumi dan sesar aktif berupa konstruksi bangunan di
daerah rawan gempa memenuhi SNI 03-1726-2002 tentang Tata Cara Perencanaan
Ketahanan Gempa Bumi untuk Bangunan Gedung;
n. Rekayasa teknis di areal rawan longsor berupa pembuatan bronjong, pembuatan
dinding penahan lereng (retaining wall), pemasangan rambu longsor;
o. Rekayasa teknis di areal tsunami berupa pemasangan early warning system,
menyiapkan rambu-rambu jalur evakuasi dan tempat berkumpul;
p. Membatasi pembangunan di elevasi pantai <25 mdpl, bangunan yang telah lama ada
dan memiliki izin agar dilengkapi dengan mitigasi bencana tsunami seperti petunjuk dan
rambu evakuasi menuju zona evakuasi di setiap lokasi dengan jumlah yang memadai
dan meningkatkan penanaman tanaman penahan gelombang tsunami di zona
penyangga, adanya bangunan tinggi tempat evakuasi penyelamatan pertama pada
saat terjadinya tsunami; dan
q. Rekayasa teknis di areal banjir berupa pembuatan saluran pengendali banjir, kolam
retensi, dan perbaikan saluran drainase eksisting.
8. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan permukiman, disusun dengan
ketentuan:
a. Kegiatan pembangunan perumahan wajib berada pada kawasan permukiman kecuali
ditentukan lain berdasarkan rekomendasi Forum Tata Ruang;
b. Kegiatan pembangunan perumahan harus diarahkan pada kawasan yang aman dari
bencana dan memiliki ketersediaan air yang memadai;
c. Kegiatan pembangunan perumahan harus diarahkan untuk mendukung terwujudnya
interkoneksi jalan lingkungan dan/atau jaringan jalan lainnya;
d. Penerapan amplop bangunan sesuai dengan jenis dan syarat penggunaan bangunan;
e. Penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan meliputi:
(1) Menyediakan kelengkapan, keselamatan bangunan, dan lingkungan;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-20
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

(2) Menyediakan prasarana penunjang sesuai dengan peraturan perundang-


undangan;
(3) Menyediakan utilitas dan/atau prasarana sanitasi lingkungan yang memadai; dan
(4) Menyediakan fasilitas parkir sesuai dengan fungsi bangunan.
f. Diperbolehkan kegiatan lainnya pada kawasan permukiman meliputi:
(1) Kegiatan industri skala rumah tangga dan fasilitas sosial ekonomi lainnya dengan
skala pelayanan lingkungan;
(2) Kegiatan industri skala kecil dan menengah;
(3) Kegiatan perdagangan dan jasa;
(4) Kegiatan fasilitas sosial dan fasilitas umum; dan
(5) Kegiatan lainnya sesuai kapasitas dan daya dukung daya tampung lingkungan,
serta tidak mengganggu fungsi permukiman dan kelangsungan kehidupan sosial
masyarakat.
g. Pembangunan kawasan perumahan wajib memperhatikan potensi kebencanaan dan
sumber air baku;
h. Kawasan permukiman berada di kawasan rawan bencana maka dilakukan secara
bersyarat melalui rekayasa teknis;
i. Pembatasan KDB sesuai peraturan yang berlaku apabila berada pada kawasan
lindung;
j. Peningkatan RTH dan penghijauan;
k. Pembuatan artificial catchment berupa kolam retensi, sumur resapan dan biopori; dan
l. Peningkatan daerah pelayanan PDAM dan jaringan perpipaan PDAM pada daerah
dengan daya dukung air tanah rendah.
9. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnya.
Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan lainnnya terdiri atas:
1. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perdagangan dan jasa, disusun dengan
ketentuan:
a. Pengendalian pertumbuhan dan penyebaran sarana dan prasarana perdagangan dan
jasa yang mengganggu fungsi kawasan lindung meliputi:
(1) Pelarangan pengembangan kawasan perdagangan dan jasa yang menyebabkan
kerusakan kawasan resapan air dan pelarangan pengambilan air tanah di daerah
yang telah ditetapkan sebagai zona pemanfaatan air tanah kritis dan rusak; dan
(2) Lokasi pasar penunjang yang berfungsi menampung produk pertanian dan
didirikan berdekatan dengan sumber pasokan, dengan tidak mengganggu fungsi
kawasan lindung.
b. Penetapan jenis dan syarat yang diijinkan meliputi:
(1) Sarana perdagangan berupa pasar (tradisional maupun modern) berlokasi pada
akses jaringan jalan arteria atau kolektor primer atau arteri sekunder
sesuai peraturan perundangan; dan
(2) Hypermarket dan pusat perbelanjaan berlokasi pada akses sistem jaringan jalan
arteria atau kolektor; dan
(3) Penyediaan area parkir yang memadai dan fasilitas sarana umum lainnya di
pasar tradisional dan pasar modern.
c. Penetapan jenis dan syarat yang dilarang meliputi:
(1) Pelarangan hypermarket dan pusat perbelanjaan berada pada lahan pelayanan
local atau lingkungan di dalam kota/perkotaan;
(2) Pelarangan lokasi supermarket dan department store pada system jaringan jalan
lingkungan dan/atau pada kawasan pelayanan lingkungan di dalam
kota/perkotaan; dan

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-21
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

(3) Pelarangan penyelenggaraan perdagangan supermarket dan department store


pada lokasi system jaringan jalan lingkungan dan berlokasi di kawasan pelayanan
lingkungan permukiman.
d. Ijin kegiatan perdagangan dan jasa yang masih berlaku dinyatakan tetap berlaku
sampai berlakunya ijin dan wajib menyesuaikan dengan ketentuan peraturan daerah
dan rencana tata ruang wilayah yang berlaku; dan
e. Kegiatan perdagangan dan jasa hanya dapat dilaksanakan apabila jenis usaha
dan/atau produk serta jasa yang dijual memenuhi norma sosial dan norma agama.
2. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pesisir dan laut, disusun dengan ketentuan:
a. Pengendalian pemanfaatan bangunan dan lingkungan sepanjang pesisir sesuai
peraturan perundangan meliputi:
(1) Pemanfaatan ruang untuk permukiman petani/nelayan dengan kepadatan rendah;
(2) Pemanfaatan ruang untuk kawasan pemijahan dan/atau kawasan sabuk hijau;
(3) Pembatasan kawasan budidaya tambak atau tanpa unit pengolahannya sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
(4) Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, prasarana dan sarana dasar
lingkungan permukiman di kawasan pesisir, dan penurunan luasan kawasan kumuh.
b. Rekayasa teknis di areal raan tsunami perlu dilakukan mitigasi bencana berupa
pemasangan early warning system, menyiapkan rambu-rambu jalur evakuasi dan
tempat berkumpul;
c. Pembatasan pembangunan di elevasi pantai <25 mdpl, bangunan yang telah lama
ada dan memiliki ijin agar dilengkapi dengan mitigasi bencana tsunami seperti petunjuk
dan rambu evakuasi menuju zona evakuasi di setiap lokasi dengan jumlah yang
memadai dan meningkatkan penanaman tanaman penahan gelombang, adanya
bangunan tinggi tempat evakuasi penyelamatan pada saat terjadinya tsunami;
d. Pemanfaatan pesisir dan laut untuk tujuan observasi, penelitian dan kompilasi data
dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan wajib melibatkan Lembaga dan/atau
instansi terkait dan/atau pakar setempat;
e. Dapat digunakan untuk konservasi, Pendidikan dan pelatihan;
f. Pemanfaatan kawasan memenuhi persyaratan pengelolaan lingkungan, kemampuan
system tata air setempat, penggunaan teknologi yang ramah lingkungan;
g. Pengendalian pemanfaatan bangunan sepanjang pesisir atau sempadan pantai;
h. Peningkatan kualitas lingkungan permukiman, prasarana dan sarana dasar lingkungan
permukiman di kawasan pesisir, dan penurunan luasan kawasan kumuh;
i. Penyediaan infrastruktur pendukung bagi bisnis kelautan dan wisata bahari; dan
j. Terpenuhinya pengaturan dan penataan kawasan bisnis kelautan dan wisata bahari.
3. Ketentuan umum peraturan zonasi kawsan peruntukan pertahanan dan keamanan negara,
disusun dengan ketentuan:
a. Wajib menetapkan kawasan pertahanan dan keamanan negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. Pembatasan kegiatan budidaya di sekitar kawasan pertahanan dan keamanan
negara; dan
c. Dapat digunakan untuk penyediaan infrastruktur pendukung kawasan pertahanan dan
keamanan negara ditetapkan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan peruntukan fasilitas umum dan fasilitas sosial,
disusun dengan ketentua:
a. Dapat digunakan untuk mengembangkan aktivitas budidaya produktif lainnya; dan
b. Pelarangan segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu fungsi fasilitas umum
dan fasilitas sosial.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-22
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

5. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan pemerintahan, disusun dengan ketentuan dapat
digunakan untuk mengembangkan aktivitas budidaya produktif dengan tidak mengganggu
aktivitas pemerintahan.

6.2.2 Ketentuan Perizinan


Ketentuan perizinan adalah ketentuan perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang
yang menurut ketentuan perundang-undangan harus ditempuh dan dimiliki sebelum
pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Ketentuan perizinan meliputi:
a. Bentuk izin pemanfaatan ruang; dan
b. Mekanisme pemberian izin pemanfaatan ruang.
Ketentuan perizinan merupakan acuan bagi pejabat dalam pemberian izin pemanfaatan ruang
berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan. Izin pemanfaatan ruang
diberikan untuk:
a. Menjamin pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang, peraturan zonasi, dan
standar pelayanan minimal bidang penataan ruang;
b. Mencegah dampak negatif pemanfaatan ruang; dan
c. Melindungi kepentingan umum dan masyarakat luas.
Izin pemanfaatan ruang diberikan kepada calon pengguna ruang yang akan melakukan
kegiatan pemanfaatan ruang pada suatu kawasan atau zona berdasarkan rencana tata ruang.
Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dikeluarkan oleh pemerintah kabupaten untuk
kegiatan penanaman modal dan/atau bukan penanaman modal (non investasi). Dalam proses
perolehan izin pemanfaatan ruang dapat dikenakan retribusi.

A. Bentuk Izin Pemanfaatan Ruang


Izin pemanfaatan ruang meliputi:
a. Izin prinsip;
b. Izin lokasi;
c. Izin penggunaan pemanfaatan tanah;
d. Izin mendirikan bangunan; dan
e. Izin lain berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin prinsip adalah:
a. Surat izin yang diberikan oleh pemerintah kabupaten untuk menyatakan suatu kegiatan
secara prinsip diperkenankan untuk diselenggarakan atau beroperasi;
b. Izin prinsip merupakan pertimbangan pemanfaatan lahan berdasarkan aspek teknis, politis
dan social budaya sebagai dasar pemberian izin lokasi, izin penggunaan pemanfaatan
tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin lainnya;
c. Penerbitan izin prinsip harus sesuai dengan arahan kebijakan rencana struktur ruang, pola
ruang, indikasi program, dan ketentuan umum peraturan zonasi.
Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada pemohon untuk memperoleh dan menggunakan
tanah yang diperlukan dalam rangka melakukan kegiatan investasi dan/atau Penanaman
Modal, dengan ketentuan:
a. Izin lokasi diberikan berdasarkan izin Prinsip Penanaman Modal dan SPPL;
b. Izin lokasi merupakan dasar untuk melakukan pembebasan lahan dalam rangka
pemanfaatan ruang; dan
c. Izin lokasi diberikan berdasarkan rencana tata ruang wilayah kabupaten

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-23
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT) adalah izin untuk menggunakan tanah dalam
rangka penanaman modal. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin untuk melakukan
kegiatan pembangunan fisik bangunan yang diberikan kepada orang atau badan yang akan
mendirikan bangunan. Izin lain adalah izin usaha pengembangan sectoral yang disyaratkan
sesuai peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai izin-izin pemanfaatan ruang diatur
oleh Bupati.

B. Mekanisme Pemberian Izin Pemanfaatan Ruang


Izin Pemanfaatan diberikan dengan mekanisme sebagai berikut:
a. Penerbitan izin pemanfaatan ruang diselenggarakan oleh Organisasi Perangkat Daerah
sesuai kewenangannya;
b. Penerbitan izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. Setiap pejabat dilarang menerbitkan izin yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang;
d. Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau diperoleh dengan tidak melalui
prosedur yang benar batal demi hukum;
e. Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur yang benar tetapi kemudian
terbukti dalam pelaksanaannya tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dapat
dibatalkan;
f. Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat adanya perubahan RTRW dapat
dibatalkan oleh Pemerintah Daerah dengan memberikan ganti kerugian yang layak;
g. Penerbitan Izin Pemanfaatan Ruang yang berada di kawasan resapan air, kawasan
sempadan pantai, dan kawasan pertanian tanaman pangan lahan basah berdasarkan
rekomendasi Forum Tata Ruang;
h. Penerbitan izin pemanfaatan ruang yang berpotensi dampak negative besar terhadap
daya dukung lingkungan, menimbulkan konflik ruang, dan mengganggu pengembangan
potensi ekonomi unggulan berdasarkan rekomendasi Forum Tata Ruang;
i. Penerbitan Izin Pemanfaatan Ruang dimaksud pada huruf “g” dan “h” tetap mengacu pada
ketentuan umum peraturan zonasi dan ketentuan peraturan perundang-undangan serta
mempertimbangkan aspek fungsi lindung dan keberlangsungan sumber daya lain
dan, ketahanan pangan dalam rangka mewujudkan daya saing di bidang agrobisnis,
pariwisata dan industri; dan
j. Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin, pengawasan, pengendalian, dan
penetapan sanksi serta tata cara penggantian yang layak diatur lebih lanjut melalui
Peraturan Bupati sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

6.2.3 Ketentuan Pemberian Insentif dan Disinsentif


Insentif dapat diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Desa, dunia usaha dan
masyarakat yang melaksanakan pembangunan sesuai dengan RTRWP, berupa aspek
pengaturan atau kebijakan, aspek ekonomi dan aspek pembangunan.
Insentif kepada Pemerintah Desa dapat diberikan dalam bentuk:
a. Kompensasi;
b. Dukungan program serta kegiatan pembangunan;
c. Penyediaan infrastruktur; dan/atau
d. Penghargaan.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-24
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Insentif kepada dunia usaha dan masyarakat dapat diberikan dalam bentuk:
a. Keringan retribusi Daerah;
b. Kompensasi;
c. Kerjasama pendanaan;
d. Penyediaan infrastruktur;
e. Kemudahan prosedur perizinan; dan/atau
f. Penghargaan.
Untuk mewujudkan kawasan pertanian pangan berkelanjutan, Pemerintah Daerah dapat
memberikan insentif. Insentif diberikan kepada masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah desa
atas ketersediaan menjadikan tanahnya sebagai lahan pertanian berkelanjutan. Pemberian
insentif diberikan dalam bentuk:
a. Keringanan Pajak Bumi dan Bangunan;
b. Keringanan Retribusi Daerah;
c. Pengalokasian bantuan program/kegiatan;
d. Pengembangan infrastruktur pertanian;
e. Pembiayaan penelitian serta pengembangan benih dan varietas unggul;
f. Penyediaan sarana dan prasarana produksi pertanian; dan
g. Penghargaan.
Untuk mewujudkan tercapainya tujuan penataan ruang dapat diberikan insentif kepada
masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah desa yang melaksanakan kegiatannya sesuai
dan/atau menyesuaikan secara sukarela dengan penataan ruang wilayaj. Pemberian insentif
kepada masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah desa diberikan dalam bentuk:
a. Pengembangan infrastruktur;
b. Penyediaan sarana dan prasarana;
c. Keringanan retribusi daerah;
d. Kemudahan dalam perizinan; dan
e. Penghargaan.
Disinsentif dibebankan kepada Pemerintah Desa, dunia usaha dan masyarakat yang dalam
melaksanakan pembangunan tidak sesuai dengan RTRW. Disinsentif kepada Pemerintah Desa
dapat diberikan dalam bentuk:
a. Penyediaan infrastruktur secara terbatas;
b. Pengenaan kompensasi; dan/atau
c. Pembatalan insentif.
Disinsentif kepada dunia usaha dan masyarakat dapat diberikan dalam bentuk:
a. Penyediaan infrastruktur secara terbatas;
b. Pengenaan kompensasi;
c. Pembatalan insentif;
d. Pencabutan izin; dan/atau
e. Sanksi administrasif.

6.2.4 Ketentuan Pemberian Sanksi


Sanksi dikenakan atas pelanggaran rencana tata ruang yang mengakibatkan terhambatnya
pencapaian tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten.
a. Sanksi dikenakan kepada pejabat dan penerima izin.
b. Sanksi yang diberikan berupa sanksi administratif.
c. Jenis pelanggaran rencana tata ruang terdiri atas:
1) Pelanggaran fungsi ruang;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-25
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

2) Pelanggaran intensitas pemanfaatan ruang;


3) Pelanggaran tata massa bangunan;
4) Pelanggaran kelengkapan prasarana bangunan; dan
5) Pelanggaran salah satu atau beberapa ketentuan kewajiban dan/atau larangan
dan/atau ketentuan peraturan zonasi di dalam ketentuan ini.
d. Pengenaan sanksi administratif ditetapkan berdasarkan:
1) Hasil pengawasan penataan ruang;
2) Tingkat simpangan implementasi rencana tata ruang; dan
3) Peraturan perundang-undangan sektor terkait lainnya.
e. Pengenaan sanksi administratif dilakukan secara berjenjang dalam bentuk:
1) Peringatan tertulis;
2) Penghentian sementara kegiatan;
3) Penghentian sementara pelayanan umum;
4) Penutupan lokasi;
5) Pencabutan izin;
6) Pembongkaran bangunan;
7) Pemulihan fungsi ruang; dan/atau
8) Denda administratif.
Peringatan tertulis diberikan oleh pejabat dalam hal terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang
dengan cara:
a. Menerbitkan surat peringatan tertulis yang memuat:
1) Pelanggaran yang telah dilaksanakan dalam pemanfaatan ruang; dan
2) Batas waktu untuk memperbaiki pelanggaran tersebut.
b. Surat peringatan tertulis diberikan 3 (tiga) kali, apabila pada setiap penyampaian surat
peringatan tertulis tidak dipatuhi, surat peringatan tertulis pertama, kedua dan ketiga
masing-masing disampaikan dengan tenggang waktu 7 (tujuh) hari;
c. Apabila dalam masa surat peringatan tertulis telah dipenuhi kewajibannya maka pejabat
mencabut surat peringatan tertulis dan kegiatan dapat dilanjutkan;
d. Apabila sampai batas waktu yang ditetapkan dalam surat peringatan ketiga tidak dipatuhi
maka dilanjutkan dengan pengenaan sanksi Penghentian Sementara Kegiatan.
Penghentian sementara kegiatan dilakukan dengan cara:
a. Penerbitan surat pemberitahuan penghentian kegiatan sementara yang memuat:
1) Terlampauinya batas waktu sebagaimana disebutkan dalam surat peringatan tertulis;
2) Batas waktu yang diberikan untuk memenuhi kewajiban 14 (empat belas) hari;
3) Pemberitahuan akan dilakukan tindakan penerbitan apabila kewajiban yang harus
dilaksanakan oleh pelanggar tidak dipatuhi;
4) Tindakan penertiban yang dapat dilaksanakan adalah Pengehentian sementara kegiatan
pemanfaatan dapat dilakukan secara paksa; dan
5) Penghentian sementara kegiatan pemanfaatan secara paksa adalah segala tindakan
pejabat untuk mencegah kegiatan dilanjutkan, termasuk dalam tindakan ini adalah
penyegelan, penyitaan, penahanan sebagaimana diatur dalam undang-undang hukum
acara pidana.
b. Apabila sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan pada surat pemberitahuan
penghentian kegiatan sementara tidak dipatuhi, pejabat menerbitkan Surat Keputusan
penghentian sementara;
c. Surat Keputusan penghentian sementara memuat:
1) Pernyataan penghentian kegiatan untuk sementara;
2) Terlampauinya batas waktu sebagaimana disebutkan dalam surat pemberitahuan
penghentian kegiatan sementara;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-26
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

3) Penyampaian uraian tindakan penertiban apabilla kewajiban yang harus dilaksanakan


oleh pelanggar tidak dipatuhi;
4) Pernyataan dapat dilaksanakannya tindakan penghentian sementara kegiatan
pemanfaatan secara paksa; dan
5) Batas waktu untuk melakukan perbaikan dan/atau pemenuhan kewajiban yang
ditetapkan oleh pejabat berdasarkan kepatuhan waktu yang dibutuhkan.
d. Dalam pelaksanaan sanksi penghentian sementara dilaksanakan pengawasan;
e. Pengawasan dilaksanakan untuk memastikan kegiatan pemanfaatan ruang yang dihentikan
tidak beroperasi sampai dengan terpenuhinya kewajiban pelanggar;
f. Pengawasan dilaksanakan oleh pejabat;
g. Apabila sampai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam surat keputusan penghentian
sementara tidak dipatuhi maka dilanjutkan dengan pengenaan sanksi Penghentian
Sementara Pelayanan Umum; dan
h. Apabila ketentuan dipenuhi, maka pejabat menerbitkan surat pencabutan penghentian
sementara dan memberikan izin untuk melanjutkan kegiatan.
Penghentian sementara pelayanan umum dilakukan dengan cara:
a. Menerbitkan surat pemberitahuan penghentian sementara pelayanan umum yang memuat:
1) Terlampauinya batas waktu sebagaimana disebutkan dalam surat keputusan penghentian
sementara;
2) Batas waktu yang diberikan untuk memenuhi kewajiban 14 (empat belas) hari;
3) Pemberitahuan akan dilakukan tindakan penertiban penghentian sementara pelayanan
umum apabila kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pelanggar tidak dipatuhi; dan
4) Tindakan penertiban yang dapat berupa pemutusan sambungan listrik, saluran air
bersih, saluran limbah, pemutusan akses jalann menuju lokasi kegiatan, dan lain-lain
yang menunjang suatu kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan
pemanfaatan ruang.
b. Menerbitkan surat keputusan penghentian sementara pelayanan umum yang memuat:
1) Pernyataan penghentian kegiatan untuk sementara pelayanan umum;
2) Terlampauinya batas waktu sebagaimana disebutkan dalam surat pemberitahuan
penghentian kegiatan sementara;
3) Penyampaian uraian tindakan penertiban apabila kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh pelanggar tidak dipatuhi;
4) Pernyataan dapat dilaksanakannya tindakan penertiban penghentian sementara
kegiatan pelayanan umum berupa: pemutusan sambungan listrik, saluran air bersih,
saluran limbah, pemutusan akses jalan menuju lokasi kegiatan, dan lain-lain yang
menunjang suatu kegiatan pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan pemanfaatan
ruang; dan
5) Batas waktu untuk melakukan perbaikan dan/atau pemenuhan kewajiban yang
ditetapkan oleh pejabat.
c. Apabila ketentuan tidak dipenuhi sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam surat
keputusan pengenaan sanksi penghentian sememtara Pelayanan Umum, dilanjutkan dengan
pengenaan sanksi Penutupan Lokasi; dan
d. Pengawasan terhadap penerapan sanksi penghentian sementara pelayanan umum untuk
memastikan tidak terdapat pelayanan umum kepada pelanggar sampai dengan pelanggar
memenuhi kewajibannya untuk menyesuaikan pemanfaatan ruangnya dengan rencana tata
ruang dan ketentuan teknis pemanfaatan ruang yang berlaku.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-27
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

Penutupan lokasi dilakukan dengan cara:


a. Menerbitkan surat pemberitahuan penutupan lokasi;
b. Menerbitkan surat keputusan penutupan. Lokasi kepada pelanggar;
c. Penutupan lokasi secara paksa melakukan tindakan penyegelan sebagaimana diatur dalam
undang-undang hukum acara pidana;
d. Pengawasan terhadap penerapan sanksi penutupan lokasi adalah sebagai tindakan untuk
memastikan lokasi yang ditutup tidak dibuka kembali sampai dengan pelanggar memenuhi
kewajibannya; dan
e. Apabila ketentuan dalam Surat Keputusan enutupan Lokasi tidak dipenuhi, maka dikenakan
sanksi Pencabutan Izin.
Pencabutan izin dilakukan dengan cara:
a. Menerbitkan surat pemberitahuan pencabutan izin pemanfaatan ruang;
b. Surat pemberitahuan pencabutan izin diberikan untuk menghentikan kegiatan pemanfaatan
ruang secara permanen;
c. Batas waktu untuk melakukan perbaikan dan atau pemenuhan kewajiban ditetapkan oleh
pejabat;
d. Apabila dalam batas waktu yang ditetapkan dalam surat pencabutan izin dipatuhi maka
pejabat menerbitkan surat keputusan pemberlakukan izin kembali;
e. Apabila sampai dengan batas waktu yang ditetapkan dalam surat pemberitahuan
pencabutan izin tidak dipatuhi maka dilanjutkan dengan menerbitkan surat keputusan
pencabutan izin; dan
f. Apabila ketentuan dalam Surat Keputusan Pencabutan Izin tidak dipenuhi maka dikenakan
sanksi Pembatalan Izin.
Pembatalan Izin dilakukan dengan cara:
a. Menerbitkan lembar evaluasi mengenai perbedaan antara pemanfaatan ruang
berdasarkan dokumen perizinan dengan arahan pola pemanfaatan ruang dalam rencana
tata ruang;
b. Menerbitkan surat keputusan pembatalan izin; dan
c. Apabila ketentuan dalam Surat Keputusan Pembatalan Izin tidak dipenuhi maka dikenakan
sanksi Pembongkaran Bangunan.
Pembongkaran bangunan dilakukan melalui langkah-langkah:
a. Menerbitkan surat pemberitahuan pembongkaran bangunan untuk melakukan
pembongkaran secara sukarela;
b. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, menerbitkan
surat keputusan pembongkaran bangunan;
c. Pelaksanaan/eksekusi pengenaan sanksi pembongkaran bangunan secara paksa oleh
instansi berwenang; dan
d. Setelah dilaksanakan pembongkaran, pelanggar wajib melakukan pemulihan fungsi ruang.
Pemulihan fungsi ruang dilakukan dengan langkah-langkah:
a. Menetapkan ketentuan pemulihan fungsi ruang yang berisi bagian-bagian yang harus
dipulihkan fungsinya dan cara pemulihannya;
b. Menerbitkan surat pemberitahuan perintah pemulihan fungsi ruang;
c. Apabila pelanggar mengabaikan surat pemberitahuan yang disampaikan, pejabat
menerbitkan surat keputusan pengenaan sanksi pemulihan fungsi ruang;
d. Pejabat, memberitahukan kepada pelanggar mengenaipengenaan sanksi pemulihan fungsi
ruang yang harus dilaksanakan pelanggar dalam jangka waktu tertentu;
e. Pejabat melakukan pengawasan pelaksanaan kegiatan pemulihan fungsi ruang;

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-28
LAP OR A N AK HI R
P ENY USUNA N K AJI A N DAN P ETA P OTENSI W I LAY A H TATA GUNA LAHAN

f. Apabila sampai jangka waktu yang ditentukan pelanggar belum melaksanakan pemulihan
fungsi ruang, pejabat melakukan tindakan paksa untuk melakukan pemulihan fungsi ruang;
dan
g. Apabila pelanggar tidak melaksanakan kegiatan pemulihan fungsi ruang, Pemerintah
Daerah dapat mengajukan penetapan pengadilan agar pemulihan dilakukan oleh
Pemerintah Daerah atas beban pelanggar.
Denda administratif dapat dikenakan secara tersendiri atau bersama-sama dengan pengenaan
denda sebesar 10 (sepuluh) kali Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) ditambah seluruh biaya
kegiatan pemulihan. Batas waktu pengenaan sanksi administratif secara berjenjang paling lama
90 (sembilan puluh) hari.

DINAS PEKERJAAN UMUM DAN PENATAAN RUANG


PEMERINTAH KABUPATEN PESISIR BARAT 6-29

Anda mungkin juga menyukai