Anda di halaman 1dari 11

Laporan Akhir

1
PENINJAUAN KEMBALI
RENCANA TATA RUANG WILAYAH
KABUPATEN TAPIN

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemerintah Daerah Kabupaten Tapin melalui Peraturan Daerah Nomor 10 Tahun
2014 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapin Tahun 2014-2034
melaksanakan penyelenggaraan penataan ruang daerah sebagaimana telah
diamanatkan dalam Undang-Undang 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Tahun
2019 merupakan masa periodik 5 (lima) tahun pertama dilakukan peninjauan kembali
RTRW Kabupaten Tapin Tahun 2014 - 2034 untuk melihat kesesuaiannya dengan
kebutuhan pembangunan sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor
26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun
2010 tentang Tata Cara Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah.

Peninjauan Kembali (PK) dimaksudkan sebagai upaya untuk melihat kesesuaian antara
RTRW dan kebutuhan pembangunan yang memperhatikan perkembangan
lingkungan strategis dan dinamika pembangunan, serta pelaksanaan pemanfaatan
ruang dalam kurun waktu 5 (lima) tahun sejak penetapan RTRW. Adapun kurun waktu
5 (lima) tahun dimaksud adalah dipandang sebagai rentang waktu yang minimal
untuk mencapai manfaat awal pembangunan dan kepastian hukum penataan ruang
yang berdasarkan kepada asas-asas keterpaduan, keserasian, keselarasan,
keseimbangan, keberlanjutan, keberdayagunaan dan keberhasilgunaan, keterbukaan,
perlindungan kepentingan umum, kepastian hukum dan keadilan, dan akuntabilitas
dalam penataan ruang di Indonesia pada umumnya.

Adapun pelaksanaan Peninjauan Kembali RTRW telah diatur dalam Peraturan Menteri
Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 6 Tahun 2017
tentang Tata Cara Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah dimana
disebutkan dalam pasal 10 bahwa pelaksanaan Peninjauan Kembali RTRW melalui :
a. Pengkajian
Halaman I | 1
b. Evaluasi; dan
c. Penilaian.

Pengkajian dalam proses pelaksanaannya melalui tahapan:


a. Pengumpulan data dan informasi; dan
b. Penyusunan matriks kesesuaian.
Data dan informasi yang dimaksud meliputi dokumen RTRW, dinamika pembangunan
dan kondisi aktual pemanfaatan ruang yang selanjutnya akan dipergunakan sebagai
bahan penyusunan matrik kesesuaian.

Evaluasi dilakukan dengan mengukur:


a. Kualitas RTRW;
b. Kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan ; dan
c. Pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Dengan memperhatikan kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW dan kualitas data
yang diperoleh dari pengukuran terhadap jenis pelaksanaan pemanfaatan ruang
terhadap indikasi program lima tahunan dan besaran pelaksanaan pemanfaatan
ruang terhadap struktur ruang dan pola ruang; dan dampak pelaksanaan
pemanfaatan ruang terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan.

Penilaian dilakukan dalam rangka menentukan rumusan rekomendasi hasil


pelaksanaan Peninjauan Kembali melalui metode kuantitatif dan kualitatif yang
menghasilkan 3 (tigal item penilaian yaitu :
1. Penilaian Tingkat Kualitas RTRW;
2. Penilaian Tingkat kesesuaian dengan peraturan perundang- undangan; dan
3. Penilaian tingkat kesesuaian pelaksanaan pemanfaatan ruang.
Dengan pertimbangan tersebut diatas, yaitu kewajiban Pemerintah Daerah Kabupaten
Tapin melaksanakan kegiatan Penyusunan PK RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah)
Tahun Anggaran 2019.

1.2 Landasan Hukum


Dalam kegiatan Peninjauan Kembali RTRW Tapi mengacu pada beberapa landasan
hukum dan peraturan yang berlaku, diantaranya :
1. Peraturan Menteri Agraria dan Penataan Ruang No. 6 Tahun 2017 Tentang
Tata Cara Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah;
2. Peraturan Presiden No. 13 Tahun 2017  tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
3. Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Pulau
Kalimantan;

Halaman I | 2
4. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No. 9 Tahun 2015 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2015-2035;
5. Peraturan Daerah Kabupaten Tapin No. 10 Tahun 2014 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Tapin Tahun 2014-2034;
6. Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2018 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional;
7. Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia No.
39 K/20/MEM/2019 Tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga
Listrik PT. Perusahaan Listrik Negara (Persero) Tahun 2019 – 2028;
8. Keputusan Menteri Kehutanan RI No. SK.435/Menhut-II/2009 Tentang
Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Kalimantan Selatan;
9. Rencana Induk Pelabuhan Nasional (RIPN) KP No. 432 Tahun 2017;
10. Keputusan Menteri Perhubungan RI No. KP 2128 Tahun 2018 Tentang
Rencana Induk Perkeretaapian Nasional;
11. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan No. 11 Tahun 2013 Tentang
Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Tahun 2013-2028;
12. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 14 Tahun 2015 Tentang
Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional Tahun 2015-2035.

1.3 Maksud dan Tujuan


Maksud diadakannya kegiatan ini adalah sebagai upaya melihat kesesuaian antara
RTRW dan kebutuhan perkembangan pembangunan yang memperhatikan
lingkungan strategis dan dinamika pembangunan serta pelaksanaan pemanfaatan
ruang.

Tujuan diadakannya kegiatan ini adalah terselenggaranya penataan ruang wilayah


yang produktif, seimbang dan lestari bagi kesejahteraan masyarakat serta
melaksanakan amanat Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang dan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah.

1.4 Sasaran
Target dari Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapin adalah
mengidnetifikasi kesesuaian produk RTRW sebelumnya dengan kondisi dan kebijakan
saat ini.

Halaman I | 3
1.5 Lokasi Kegiatan
Untuk lokasi kegiatan berada di Kabupaten Tapin. Lokasi kegiatan peninjauan kembali
RTRW Tapin yaitu sesuai dengan batasan administrasi Kabupaten Tapin.

1.6 Lingkup Kegiatan


A. Kegiatan Persiapan
Persiapan awal berupa mempersiapkan data-data yang di butuhkan terkait dengan
Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapin. Persiapan
pengumpulan data dan informasi berupa:
1. Persiapan daftar data/inventarisasi dan informasi yang diperlukan untuk
Peninjauan Kembali Kabupaten Tapin.
2. Persiapan bahan-bahan referensi yang dijadikan sebagai acuan untuk
penyusunan analisis yang berupa: Peraturan Perundang-undangan (UU, PP,
Permendagri, Peraturan Bupati Kabupaten Tapin, Peraturan Daerah Kabupaten
Tapin yang berkaitan dengan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapin.

B. Pelakasanaan Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah


1) Pengkajian
a. Pengumpulan Data dan Informasi
 Dokumen RTRW;
 Dinamika pembangunan; dan
 Kondisi aktual pemanfaatan ruang.
b. Penyusunan Matriks Kesesuaian
 Matriks dinamika pembangunan; dan
 Matriks kondisi aktual pemanfaatan ruang.
2) Evaluasi
a. Evaluasi kualitas RTRW
 Kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW;
 Kualitas data.
b. Evaluasi kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan Diukur dengan
memperhatikan kesesuaian materi muatan RTRW dengan berbagai peraturan
perundang-undangan/kebijakan terkait
c. Evaluasi pelaksanaan pemanfaatan ruang
 Jenis pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap indikasi program lima
tahunan dan besaran pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap struktur
ruang dan pola ruang; dan
 Dampak pelaksanaan pemanfaatan ruang terhadap kondisi sosial,
ekonomi, dan lingkungan.
3) Penilaian
Penilaian dapat dilakukan baik melalui metode kuantitatif maupun metode
kualitatif.
Halaman I | 4
a. Tingkat kualitas RTRW;
b. Tingkat kesesuaian dengan peraturan perundang-undangan; dan
c. Tingkat kesesuaian pelaksanaan pemanfaatan ruang.

C. Penyusunan Rekomendasi
Rumusan rekomendasi hasil pelaksanaan Peninjauan Kembali RTRW menghasilkan:
1. Tidak Perlu Dilakukan Revisi Terhadap RTRW
Rumusan rekomendasi yang menghasilkan tidak perlu dilakukan revisi terhadap
RTRW diberikan jika berdasarkan hasil penilaian Peninjauan Kembali RTRW
dinyatakan baik. Dalam hal hasil penilaian Peninjauan Kembali RTRW yang
dinyatakan baik, RTRW tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya. Rumusan
rekomendasi dapat disertai dengan usulan penertiban terhadap pelanggaran
pemanfaatan ruang.
2. Perlu Dilakukan Revisi Terhadap RTRW
Rumusan rekomendasi yang menghasilkan perlu dilakukan revisi terhadap RTRW
diberikan jika berdasarkan hasil penilaian Peninjauan Kembali RTRW dinyatakan
buruk. Revisi terhadap RTRW dilakukan dengan memperhatikan saran yang
dimuat dalam hasil rekomendasi Peninjauan Kembali. Revisi terhadap RTRW
dilakukan berdasarkan prosedur penyusunan RTRW sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.

1.7 Pendekatan dan Metodologi


1.7.1 Pendekatan
A. Pendekatan Keruangan
Pendekatan keruangan merupakan suatu cara pandang yang menekankan eksistensi
ruang sebagai penekanan. Eksisitensi ruang dalam perspektif geografi dapat
dipandang dari struktur (spatial structure), pola (spatial pattern), dan proses (spatial
processess) (Yunus, 1997). Dalam konteks fenomena keruangan terdapat perbedaan
kenampakan strutkur, pola dan proses. Struktur keruangan berkenaan dengan dengan
elemen-elemen penbentuk ruang. Elemen-elemen tersebut dapat disimbulkan dalam
tiga bentuk utama, yaitu: (1) kenampakan titik (point features), (2) kenampakan garis
(line features), dan (3) kenampakan bidang (areal features).
Kerangka kerja analisis pendekatan keruangan bertitik tolak pada permasalahan
susunan elemen-elemen pembentuk ruang. Dalam analisis itu dilakukan dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut.
1. What? Struktur ruang apa itu?
2. Where? Dimana struktur ruang tesebut berada?
3. When? Kapan struktur ruang tersebut terbentuk seperti itu?
4. Why? Mengapa struktur ruang terbentuk seperti itu?

Halaman I | 5
5. How? Bagaimana proses terbentukknya struktur seperti itu?
6. Who suffers what dan who benefits whats? Bagaimana struktur keruangan
tersebut didayagunakan sedemikian rupa untuk kepentingan manusia.
Dampak positif dan negatif dari keberadaan ruang seperti itu selalu dikaitkan
dengan kepentingan manusia pada saat ini dan akan datang.
Pola keruangan berkenaan dengan distribusi elemen-elemen pembentuk ruang.
Fenomena titik, garis, dan areal memiliki kedudukan sendiri-sendiri, baik secara implisit
maupun eksplisit dalam hal agihan keruangan (Coffey, 1989). Beberapa contoh seperti
cluster pattern, random pattern, regular pattern, dan cluster linier pattern untuk
kenampakan-kenampakan titik dapat diidentifikasi (Whynne-Hammond, 1985; Yunus,
1989).
Agihan kenampakan areal (bidang) dapat berupa kenampakan yang memanjang
(linier/axial/ribon); kenampakan seperti kipas (fan-shape pattern), kenampakan
membulat (rounded pattern), empat persegi panjang (rectangular pattern),
kenampakan gurita (octopus shape pattern), kenampakan bintang (star shape
pattern), dan beberapa gabungan dari beberapa yang ada. Keenam bentuk
pertanyaan geografi dimuka selalu disertakan dalam setiap analisisnya.
Proses keruangan berkenaan dengan perubahan elemen-elemen pembentuk ruang
dan ruang. Oleh karena itu analisis perubahan keruangan selalu terkait dengan
dengan dimensi kewaktuan (temporal dimension). Dalam hal ini minimal harus ada
dua titik waktu yang digunakan sebagai dasar analisis terhadap fenomena yang
dipelajari.

B. Pendekatan Aspiratif dan Partisipatif


Entertain aspirate : dalam proses dan tahapan perencanaan dari awal sampai akhir,
masukan, ide, gagasan dan pendapat seluruh komponen dan pelaku pembangunan
semaksimal mungkin dapat ditampung dan diakomodasikan serta menunjang
perwujudan kawasan perencanaan yang diharapkan bersama.
Pengertian partisipatif : konsekuensi dari pendekatan perencanaan yang aspiratif,
dalam proses dan tahapan perencanaan dari awal sampai akhir akan melibatkan
partisipasi pelaku pembangunan dalam pelaksanaan survai, perumusan ide dan
gagasan rencana yang mendukung analisis dan rencana, memberi masukan dalam
finalisasi rencana dan berpartisipasi dalam perwujudan rencana itu sendiri.
Model perencanaan yang partisipatif dan aspiratif umumnya diwujudkan dalam
bentuk perencanaan yang melibatkan peran serta masyarakat. Di Indonesia konsep
peran serta masyarakat mulai muncul pada UU No. 26 Tahun 2007 khususnya pasal 4
ayat 2 yang menyatakan bahwa ‘Setiap orang dapat mengajukan usul, memberi saran,
atau mengajukan keberatan kepada pemerintah dalam rangka penataan ruang’.

Halaman I | 6
Pendekatan yang lebih dikenal dengan pendekatan pembangunan yang bertumpu
pada masyarakat ini merupakan suatu pola pendekatan yang mendudukkan
masyarakat sebagai pelaku utama dalam pembangunan. Akibatnya semua keputusan
dan tindakan pembangunan didasarkan pada aspirasi, kepentingan/kebutuhan,
kemampuan dan upaya masyarakat. Pendekatan ini menganggap sama antara
masyarakat dengan pelaku pengembangan permukiman lainnya seperti pemerintah
daerah, instansi yang terlibat, swasta, lembaga yang mendanai dan sebagainya.
Secara prinsip terdapat dua alasan dasar dan rasional untuk melibatkan peran serta
masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan:
 Alasan Etis: pada masyarakat demokratis, masyarakat yang berkepentingan
harus dimintai pendapat dan diikutsertakan dalam pengambilan keputusan.
 Alasan Pragmatis: dukungan terhadap program-program dan kebijaksanaan-
kebijaksanaan seringkali tergantung pada keinginan dan kepedulian
masyarakat untuk membantu melaksanakannya.
Beberapa alasan lain yang mendukung perlunya pelaksanaan peranserta masyarakat
dalam perencanaan dan pembangunan, yaitu:
 Mengkondisikan masyarakat tetap memperoleh informasi sebaik-baiknya dan
meningkatkan kepercayaan diri pembuat keputusan;
 Memperoleh informasi untuk memperbaiki pengambilan keputusan;
 Menghapus sikap permusuhan terhadap pihak pemerintah;
 Memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memberikan kepentingan
mereka;
 Tetap mempertahankan pihak pemerintah bersikap terbuka dan manusiawi;
 Memperoleh jaminan dukungan dari masyarakat.
Mengenai derajat kontrol yang dipunyai masyarakat untuk pengambilan keputusan,
pada dasarnya kita harus mencari keseimbangan di antara kedua belah pihak
(masyarakat dan pemerintah) yang biasanya diperoleh dengan cara konsensus.
Pemerintah tidak akan menyerahkan keputusan kepada masyarakat, tetapi
mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada masyarakat. Kriteria keadilan sosial
dan perimbangan kesempatan bagi seluruh masyarakat harus didukung kedua belah
pihak dalam pengambilan keputusan.
Berdasarkan pengalaman negara-negara maju, kenyataan menunjukkan bahwa peran
serta masyarakat dalam perencanaan dan pembangunan pada umumnya terbatas
pada peran serta lapisan tipis golongan menengah ke atas. Oleh karena itu, menjadi
kewajiban pemerintah untuk menjaga kepentingan golongan-golongan lainnya yang
tidak mempunyai akses ke forum-forum peran serta tersebut dengan tidak
memberikan kekuasaan penuh pembuatan keputusan pada masyarakat.
Peran serta masyarakat mempunyai tahapan perilaku sebagai berikut:
Halaman I | 7
 Kognitif, masyarakat mengetahui secara baik dan benar tentang
pembangunan prasarana dan sarana dasar serta peran yang dapat dilakukan
olehnya;
 Afektif, masyarakat termotifasi dan timbul keinginan untuk terlibat dan
berperan serta dalam pembangunan prasarana dan sarana dasar (PSD) sesuai
dengan alternatif peran yang dimungkinkan dan kemampuannya;
 Konasi, masyarakat telah terbiasa dan melakukan peran sertanya secara aktif
menjadi bagian dalam kehidupannya.

C. Pendekatan Survey
Paling tidak ada empat tujuan yang dapat dicapai melalui survei, yaitu: deskriptif,
eksplanatif, eksploratif, dan prediktif.
Pendekatan deskriptif (descriptive approach) akan menjelaskan seluruh fenomena
objek dan subjek pekerjaan secara komprehensif berdasarkan kasus (permasalahan)
yang teridentifikasi. Dengan menggunakan pendekatan tersebut diharapkan melalui
pekerjaan ini dapat disajikan pemecahan permasalahan yang difokuskan pada upaya
mengevaluasi pelaksanaan penataan ruang.
Menurut Surakhmad (1978), ciri-ciri penelitian yang bersifat deskriptif antara lain :
 Memusatkan diri pada pemecahan masalah yang ada pada masa sekarang
dan pada masalah-masalah yang aktual;
 Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan, dan kemudian
dianalisis (karena itu metode ini sering pula disebut metode analitis).
Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan akan meminimalisasi subjektivitas
sekaligus dapat diperoleh suatu kesimpulan yang lebih obyektif.
Pendekatan survei deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan keadaan dan kondisi
subyek dan atau obyek yang dipantau dan evaluasi.
Pendekatan eksplanatif digunakan untuk menjelaskan mengapa hal ini terjadi, atau
mengapa terjadi perubahan, atau mengapa tidak ada perubahan, mengapa program
tidak berjalan lancar, mengapa dampak program tidak seperti yang diharapkan, dan
lain sebagainya. Jadi pada pemantauan dan evaluasi dengan pendekatan eksplanatif
pada dasarnya ingin menjawab pertanyaan mengapa.
Pendekatan eksploratif digunakan manakala pemantauan dan evaluasi bertujuan
untuk mengungkap hal-hal yang sebelumnya tidak dirumuskan dalam tujuan
program.
Pendekatan survei prediktif digunakan untuk memprediksikan hasil dan dampak
program beberapa tahun yang akan datang dengan memperhatikan data yang ada
saat ini. Pendekatan ini juga digunakan manakala evaluator bermaksud
Halaman I | 8
memprediksikan dampak suatu program dengan memperhatikan pada proses yang
dilakukan saat ini.

D. Pendekatan Ex Post Facto


Pendekatan ex post facto digunakan untuk mencari dampak suatu program perbaikan
yang telah dilakukan di masa lampau. Dengan demikian, bila pemantauan dan
evaluasi itu tidak dimaksudkan untuk mencari dampak akibat perlakuan di masa
lampau maka pendekatan ini tidak disebut dengan ex post facto.

Pemilihan pendekatan ini ditentukan dengan memperhatikan tujuan dan waktu atau
saat pemantauan dan evaluasi itu dilakukan. Namun, hal yang harus diingat adalah
pemantauan dan evaluasi itu dapat dilakukan pada saat program itu berlangsung
ataupun program itu sudah berlangsung. Hal ini dapat dipahami karena pemantauan
dan evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan, yakni pemantauan dan evaluasi.

1.7.2 Metodologi
Metodologi merupakan bagian epistemologi yang mengkaji perihal urutan langkah-
langkah yang ditempuh agar pengetahuan yang diperoleh memenuhi ciri-ciri Ilmiah.
Metodologi juga dapat dipandang sebagai bagian dari logika yang mengkaji kaidah
penalaran yang tepat. Jika kita membicarakan metodologi maka hal yang tak kalah
pentingnya adalah asumsi-asumsi yang melatarbelakangi berbagai metode yang
dipergunakan dalam aktivitas ilmiah.

Dalam kegiatan Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapin
2014-2034, perlu disusun langkah-langkah yang tersistematis agar mendapatkan hasil
sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan.

Metodologi yang digunakan dalam proses Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten Tapin 2014-2034 tentunya disesuaikan dengan ruang lingkup dan
output yang telah ditetapkan di dalam Kerangka Acuan Kerja, tetapi tetap mengikuti
ketentuan yang diatur dalam Ketentuan Pedoman Peninjauan Kembali Rencana Tata
Ruang Wilayah (Permen ATR/BPN No. 6 Tahun 2017).

Halaman I | 9
Gambar I.1 Metodologi Pelaksanaan Pekerjaan Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tapin

Halaman I | 10
1.8 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dari Kegiatan Peninjauan Kembali Rencana Tata Ruang
Kabupaten Tapin adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Berisi mengenai Latar Belakang, Landasan Hukum, Maksud dan Tujuan, Sasaran,
Lokasi Kegiatan, Lingkup Kegiatan, Keluaran dan Sistematika Pembahasan.

BAB II TINJAUAN KEBIJAKAN


Berisi mengenai tinajaun kebijakan spasial dan sektoral mulai dari tingkat provinsi
sampai dengan kabupaten.

BAB III GAMBARAN UMUM


Berisi mengenai gambaran umum wilayah Kabupaten Tapin, meliputi: Letak Geografis,
Kondisi Fisik, Kondisi Penggunaan Lahan, Kondisi Kependudukan, Kondisi Ekonomi,
Kondisi Transportasi, Kondisi Sarana dan Prasarana, dan Realisasi Kegiatan
Pembangunan Kabupaten Tapin Tahun 2015-2019.

BAB IV PENGKAJIAN
Berisi mengenai tahapan pengkajian RTRW yang terdiri dari matriks dinamika
pembangunan, matriks realisasi program dan matriks rekapitulasi hasil pengkajian
RTRW Kabupaten.

BAB V EVALUASI DAN PENILAIAN


Berisi mengenai tahapan evaluasi dan penilaian RTRW yang terdiri dari kelengkapan
dan kedalaman materi muatan RTRW, ketentuan data minimal yang harus digunakan
dalam penyusunan RTRW Kabupaten, Kesesuaian antara RTRW dengan peraturan
Perundang-undangan, evaluasi terhadap pelaksanaan pemanfaatan ruang,
kelengkapan dan kedalaman muatan RTRW, ketentuan penilaian kualitas data RTRW,
penilaian kesesuaian antara RTRW dengan peraturan perundang-undangan, dan
penilaian terhadap pelaksanaan pemanfaatan ruang.

BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Berisi mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari peninjauan kembali Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Tapin

Halaman I | 11

Anda mungkin juga menyukai