Pengukuran batimetri dapat menggunakan beberapa metode, salah satu metode yang biasa digunakan
yaitu menggunakan metode akustik. Menurut Suardi (2014) metode akustik merupakan proses
pendeteksian target di laut dengan mempertimbangkan proses perambatan suara, karakteristik suara
(frekuensi, pulsa, intensitas), faktor lingkungan atau medium, dan kondisi target. Metode ini
mengukur waktu tempuh pulsa gelombang akustik yang dipancarkan oleh transducer pengirim
menuju dasar laut dan dipantulkan kembali. Kedalaman perairan didapat dari setengah perkalian
antara cepat rambat gelombang suara dikali selang waktu gelombang suara pada saat dipancarkan
dan diterima kembali.
Survei batimetri adalah proses penggambaran dasar perairan, dimulai dari pengukuran, pengolahan,
hingga visualisasi dasar perairan (Poerbandono dan Djunasjah, 2005). Multibeam Echosounder memiliki
prinsip yang sama dengan single beam, namun jumlah beam yang dipancarkan lebih dari satu
pancaran. Pola pancarannya melebar dan melintang terhadap badan kapal. Jika kapal bergerak
maju, hasil sapuan multibeam tersebut menghasilkan suatu luasan yang menggambarkan
permukaan dasar laut. Data batimetri tersebut kemudian akan diklasifikasikan berdasarkan
keadaan morfologi lautnya.
Singlebeam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang menggunakan pengirim dan
penerima sinyal gelombang suara tunggal. Prinsip kerja singlebeam echosounder yaitu menggunakan
prinsip pengukuran selisih fase pulsa dengan cara menghitung selisih pemancaran dan penerimaan dari
pulsa kustik. Gelombang akustik dipancarkan dari transduser. Transduser adalah salah satu bagian dari
alat pemeruman yang mengubah energy listrik menjadi energi mekanik kemudian menghasilkan
gelombang akustik. Gelombang akustik tersebut kemudian merambat melalui air dengan cepat rambat
yang telah diketahui, sampai menyentuh dasar laut dan kembali lagi ke transduser.