Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akustik bawah air merupakan teknologi akustik bawah air, dikenal juga sebagai
hidro akustik. Hidro-akustik merupakan suatu teknologi pendeteksi bawah air yang
mengunakan suara atau bunyi untuk melakukan pendeteksian. Percobaan ini dilakukan
oleh Da Vinci adalah memasukan salah satu ujung pipa kedalam air dan ujung lainya
ditempelkan ketelinga, dan akhinya ia dapat mendengarkan suara kapal dariarah
kejauhan (Pristanty et al,2013).
Gelombang suara akustik dipancarkan melalui sebuah alat yang menghasilkan
energi akustik(suara) pada kolom perairan. Energi dari pulsa suara yang dipancarkan
melalui medium air. Ketika energi tersebut mengenai suatu objek, seperti ikan atau
atapun dasar perairan, beberapa energi akan memantul kembali ke tranducer (alat
pemancar dan penerima gelombang suara). Nilai hamburan balik yang diterima oleh alat
dan kemudian akan dikirimkan ke perangkat output ( seperti grafik perekam video atau
layar) dan digital echo processor (Lubis,2015).
Metode akustik mengunakan pulsa gelombang suara yang dipancarkan dan
diterima tranducer. Metode ini merupakan metode bersifat tidak merusak, tidak
menyentuh objek secara langsung dan penerapanya bersifat praktis. Ada dua metode
umum yang tersedia untuk memperkirakaan kesegaraan dan kualitas ikan, yaitu sensor
dan in-sensor (Jaya dan Ramadhan,2006).
Metode akustik merupakan proses-proses pendeteksian target di laut dengan
memepertimbangkan proses-proses perambatan suara. Karakteristik suara (frekuensi,
pulsa, intensitas), faktor lingkungan / medium, kondisi target lainya. Meytode akustik
kelautan yang digunakan untuk mengeksplorasikan sumberdaya hayati laut mempunyai
keunggulan kompratif yakni berkecepatan tinggi (great soeed), estimasistok ikan secara
langsung (direct estimation)karena tidak tergantung (Lubis,2015).
Untuk pengukuran kedalaman digunakan ecosounder dan perum gema yang
pertama kali di kembangkan di jerman tahun 1920. Alat ini dipakai untuk
menghasilkan profil kedalaman yang kontinu sepanjang jalur perum dengan ketelitian
yang cukup baik. Alat perum gema ini mengunakan prinsip pengukuran jarak dengan
menfaatkan gelombang akustik yang dipancarkan dari tranducer. Tranducer adalah
bagian dari alat perum gema yang mengubah energi listrik menjadi mekanik( untuk
membangkitkan gelombang suara) dan sebaliknya (Kautsar et al.2013).
Multibeam echosounder merupakan suatu instrumen hidro-akustik yang
memiliki jumlah beam lebih dari satu dalam satu kali pancar. Hal tersebut ditandai
dengan tranducer yang ada pada multibeam terdiri dari satu unit yang terpasang secara
array, oleh karna itu yang dihasilkan lebih banyak. Prinsip kerja multibeam didasarkan
pada teknik pendeteksian sistem akustik interferometri dari pengukuran fase pada
tranducer array,sehingga dapat menghasilkan data kedalaman secara melintang dalam
satu waktu pancaran (Pristanty Et al,2013).
Kemampuan gelombang akustik untuk bergerak pada jarak yang jauh
memberikan pengindraan jarak jauh pada sebuah lingkungan air. Gelombang akustik
merambat dalam air dengan sederetan tekanan yang dikenal sebagai compresional
wave.bila sebuah gelombang akustik bertemu dengan sebuah medium yang mempunyai
local spead of sound berbeda, makan akan terjadi perubahan panjang gelombang tetapi
frekuensinya tetap (Kautsar et al.2013).
Akustik bawah air membahas tentang deteksi lokasi lokasi sumber suara berupa
speaker di bawah air dalam keadaan near-field dan far-field mengunakan sensor
hidrofon. Proses untuk mendeteksi keadaan bawah air secara umum adalah speaker
memancarkan sinyal suara. Sinyal suara mengenai objek yang diteliti dan dipantulkan
oleh objek tersebut, sinyal pantulan akan diterima oleh hidrofon. Hasil rekam sinyal
yang diterima hidrofon ini digunakan untuk menganalisis hasil pendeteksian. Karena
teknologi ini mampu digunakan uintuk mengukur dan menganalisis hampi semua kolom
di dasar laut(Pristanty et al, 2013).

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu :
1. Mahasiwa dapat mengetahui apa itu desain survei
2. Mahasiswa dapat mengaplikasikan desain survei

1.3 Manfaat
Adapun manfaat dari praktikum ini yaitu dapat mengetahui desain survei,
pengaplikasianyan di kelautan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu tujuan utama dalam survei hidroakustik adalah memperkirakan stok
ikan di suatu perairan. Untuk memenuhi harapan tersebut, survei-survei yang dilakukan
selama ini berupaya menyediakan informasi mengenai distribusi dan kelimpahan relatif
spesies ikan. Informasi yang lebih rinci dari survei hidroakustik terdapat pada data
akustik atau echogram. Echogram memiliki keterbatasan dalam membedakan echo
spesies yang ada, sehingga sulit menentukan jenis dan kawanan ikan (Fauziyah dan
Jaya, 2004).

Saat ini hydro-acoustic memiliki peran yang sangat besar dalam sektorkelautan
dan perikanan, salah satunya adalah dalam pendugaan sumberdaya ikan(fish stock
assessment). Teknologi hydro-acoustic dengan perangkat echosounderdapat
memberikan informasi yang detail mengenai kelimpahan ikan, kepadatanikan sebaran
ikan, posisi kedalaman renang, ukuran dan panjang ikan, orientasidan kecepatan renang
ikan serta variasi migrasi diurnal-noktural ikan. Saat iniinstrumen akustik berkembang
semakin signifikan, dengan dikembangkannyavarian yang lebih maju, yaitu Multibeam
dan Omnidirectional. PerangkatEchosounder memiliki berbagai macam tipe, yaitu
single beam, dual beam (Indrayani et.al, 2015).

Sumber suara memancarkan sinyal secara vertikal ke bawah menelusuri airdan


reciever memonitor sinyal balikan yang telah dipantulkan dasar laut. Batasanantara dua
lapisan memiliki perbedaan ciri akustik (acoustic impedance rintangan akustik). Sistem
menggunakan energi pantulan untuk mengumpulkaninformasi lapisan-lapisan sedimen
di bawah dasar permukaan air (tampilan mukasedimen bawah air). Rintangan akustik
berhubungan dengan tingkat kekentalanatau berat jenis (densitas) dari kandungan
material dan tingkat kecepatan suara menelusuri material ( Hayani et al. 2013).

Multi-Beam Echosunder merupakan alat untuk menentukan kedalaman


airdengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip operasi alat ini secara umumadalah
berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan secara langsung ke arahdasar laut dan
setalah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (seabed), bebrapa
pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk menggunakanteknik pemrosesan
sinyal sehingga diketahui sudut beam. Dua arah waktupenjalaran antara pengiriman dan
penerimaan dihitung dengan algoritma pendeteksian (Simbolon et al, 2015).

Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang


mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Medium
gelombang bunyi adalah molekul yang membentuk bahan medium mekanik. gelombang
suara yaitu, terjadinya sebuah gangguan mekanika yang terkoordinasi dan melibatkan
sejumlah banyak molekul, dimana molekul tersebut bergerak dan bertumbukan ketika
sebuah gangguan gelombang datang dan melewatinya ( Hayani et al. 2013).
Dalam prinsip penjalaran gelombang, resolusi berbanding lurus dengan frekuensi dan
berbanding terbalik dengan lebar beam. Penggunaan instrumen akustik berfrekuensi
tinggi akan memberikan akurasi yang tinggi tetapi penetrasinya menjadi dangkal
sehingga informasi lain mengenai ketebalan sedimen misalnya harus diperoleh dengan
instrumen lain yang memiliki penetrasi yang lebih dalam. Faktor frekuensi
mempengaruhi resolusi vertikal data, semakin tinggi frekuensi keluaran maka
resolusinya semakin tinggi (Indrayani et.al, 2015).
Kegiatan survei geoteknik laut seringkali menggunakan marine magnetometer
sebagai pengganti metal detektor, dalam kasus ini maka harus diperhatikan mengenai
kisaran besarny. objek metal dan tingkat deteksi dari alat yang digunakan salah satu cara
yang biasa digunakan adalah kalibrasi. Kalibrasi dapat dilakukan dengan beberapa
prosedur, salah satunya dengan melewatkan objek berupa metal atau besi pada lintasan
yang berbeda-beda jaraknya terhadap sensor magnetometer (Simbolon et al, 2015).

Perlu dikembangkan suatu sistem atau perangkat lunak yang memberikan solusi,
terutama pada algoritma pola pengenalan yang dapat membedakan kelompok spesies
ikan. Tujuannya adalah membantu dan memudahkan dalam menganalisis berbagai
tampilan kawanan ikan pelagis melalui teknik pengolahan citra (image processing
techniques) dan mengembangkan algoritma yang dapat membedakan kelompok spesies
(Fauziyah dan Jaya, 2004).

Topografi dasar laut memengaruhi sirkulasi air laut melalui dua cara, yaitu
mengarahkan sirkulasi aliran air laut dan mencegah perairan dalam untuk bercampur,
Morfologi dasar laut juga memengaruhi ketebalan endapan sedimen suatu perairan.
Morfologi dasar laut dengan bentuk cekungan cenderung memiliki deposit sedimen
lebih tebal bila dibandingkan dengan dasar laut yang memiliki bentuk datar atau miring.
Pemetaan batimetri adalah metode yang dilakukan untuk mengetahui kedalaman laut
dan morfologi dasar lautan, sedangkan pemetaan subbottom profiler dilakukan untuk
mengetahui struktur bawah permukaan laut seperti ketebalan sedimen (Ghazali et.al,
2017).

Batimetri adalah garis khayal yang menghubungkan titik-titik yang memiliki


kedalaman yang sama. Data batimetri sangat dibutuhkan untuk memahami
hidrodinamika suatu perairan dan umumnya disajikan dalam bentuk peta batimetri. Peta
batimetri menunjukkan relief dasar danau dengan garis-garis kontur kedalaman,
sehingga memberikan informasi tambahan untuk navigasi permukaan. Selain itu, data
batimetri juga sangat penting untuk pengelolaan dan pemanfaatan berkelanjutan suatu
perairan (Indrayani et.al, 2015).
Peta batimetri seperti layaknya peta topografi di daratan dapat dipakai untuk
kepentingan peta dasar penelitian, peta lokasi, peta geografi maupun dimanfaatkan
untuk penafsiran pola struktur geologi. Pola struktur yang dihasilkan sangat bergantung
kepada tingkat ketelitian/resolusi peta yang dipergunakan. Dengan menggunakan peta
yang diolah dengan menggunakan data survei batimetri dilakukan analisis
morfotektonik yang tujuannya untuk menafsirkan struktur geologi yang berkembang,
validasi dengan data bawah permukaan seperti seismik pantul maupun gaya berat
sehingga struktur geologi yang ditarik baru dari aspek permukaan saja (Permana
et.al,2010).
Batimetri merupakan ukuran tinggi rendahnya dasar laut, sehingga peta
batimetri memberikan informasi tentang dasar laut, di mana informasi tersebut dapat
memberikan manfaat pada beberapa bidang yang berkaitan dengan dasar laut.
Pengukuran batimetri dengan metode konvensional menggunakan metode batu duga
yaitu sistem pengukuran dasar laut menggunakan kabel yang dilengkapi bandul
pemberat. Perkembangan teknologi saat ini pemetaan batimetri bisa dilakukan dengan
teknologi akustik yaitu dengan menggunakan gelombang suara sehingga penggunaan
teknologi ini lebih baik karena tidak merusak lingkungan sekitar (Kusumawati dan
Hariyadi, 20015).
Keakuratan data batimetri dikaitkan dengan data posisi dan juga data kedalaman
yang teramati dan disebut titik fiks. Dari beberapa titik fiks itu maka dibuatlah peta
batimetri yang menggambarkan kodisi topografi dari permukaan dasar laut dan
memerlukan data pasang surut sebagai data referensi kedalaman. Data yang diperoleh
pada saat pemeruman akan disimpan kedalam memory dalam format .txt. Setelah
didapatkan kedalaman hasil pemeruman, selanjutnya koreksi kedalaman dengan data
pasang surut menggunakan MS Excel, dengan nilai kedalaman dari echosounder
dikoreksi dengan nilai dari reduksi yang sesuai dengan kedudukan permukaan laut saat
dilakukan pengukuran (Efendi et al, 2015).

Pendugaan densitas ikan sangat penting karena informasi densitas ikan


ini sangat penting digunakan dalam penentuan kebijakan pengelolaan perikanan. Hal ini
disebabkan karena pendugaan densitas yang akurat akan bermanfaat untuk menentukan
besarnya potensi lestari dan hasil tangkapan yang diperbolehkan untuk ditangkap, untuk
selanjutnya dapat mencegah kondisi tangkap lebih (overfishing). Teknik-teknik yang
banyak digunakan dalam pendugaan stok di antaranya adalah metode swept area dengan
menggunakan trawl, surplus produksi, dan teknologi penginderaan jauh menggunakan
hidroakustik (Simbolon et al, 2015).
Penggunaan survei hidroakustik yang simultan dengan swept area trawl
diharapkan akan saling melengkapi dan meningkatkan akurasi dalam estimasi stok
sumberdaya ikan, khususnya ikan demersal. Dengan demikian, kelebihan maupun
kelemahan masing-masing metode tersebut akan dapat diungkapkan. Tujuan penelitian
ini adalah untuk membandingkan densitas ikan demersal dari pendeteksian survei
hidroakustik terhadap tangkapan trawl dasar, dan menentukan faktor-faktor yang
mempengaruhi perbedaan estimasi densitas ikan demersal dari metode swept area dan
akustik (Kusumawati dan Hariyadi, 20015).
Hidroakustik memiliki beberapa kelebihan dibanding-kan dengan metode swept
area trawl, mengingat bahwa metode hidroakustik dapat mendeteksi kolom air yang
lebih luas secara terus menerus dan simultan, termasuk di atas headrope trawl.
Penggunaan trawl dasar sebagai sarana penelitian untuk menghitung potensi
sumberdaya ikan demersal sudah lama digunakan. Dalam metode swept area ini,
kemampuan tangkap (catchability) trawl umumnya rendah, dan kemampuan ikan untuk
meloloskan diri (escapment factor) dari cakupan alat tangkap trawl juga tinggi, sehingga
dapat menimbulkan bias dalam estimasi densitas ikan (Efendi et al, 2015).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat
Pada praktikum Pendahuluan dan Desain Survei dilaksanakan pada hari Rabu 14
Februari 2018, pukul 8:15 wib sampai dengan selesai. Di Labolatorium Penginderaan
Jarak Jauh dan Sistem Informasi Geografis Kelautan Program Studi Ilmu Kelautan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sriwijaya.

3.2 Alat dan Bahan


No Alat dan Bahan Fungsi
1 Leptop Berfungsi untuk pengoperaesian software
2 Mouse Membantu mengerakan kursor
3 Software/ Mapsource Softwareyang digunakan
4 Peta betimetri Objek yang akan di bahas
DAFTAR PUSTAKA

Effendi . K, Putra. RD, Pratomo. A, 2015. Pemetaan batimetri perairan pantai pajem
Pulau Bangka. Jurnal Ilmu Kelautan. Vol.2.(1).

Fauziyah, Jaya. I, 2004. Pengembangan perangkat lunak acoustic descriptor analyzer


(Ada-Versi 2004) untuk identifikasi kawanan ikan pelagis. Jurnal ilmu-ilmu
perairan dan perikanan indonesia. Vol.11.(2).

Gazali. A, Hamzah. MA, Paharuddin, 2017. Pemodelan ombak Perairan Pinrang dengan
menggunakan pendekataan spektral. Jurnal Geofisika. Vol.2.

Indrayani. E, Nitimulyo. KH, Hadisusanto. S, Rustadi, 2015. Peta batimetri Danau


Sentani Papua. Jurnal Depik. Vol.4(3) : 116-117

Jaya. I dan Ramadhan. D.K, 2006. Aplikasi Metode Untuk Uji Kesegaran Ikan. Jurnal
teknologi hasil perikanan. Vol.IX(2) : 1-2.

Kautsar, M.A, Sasmito, B dan Hani’ah, 2013. Aplikasi echosounder HI-TARGET HD


370 untuk pemeruman di perairan dangkal. Jurnal geodesi undip. Vol.2(4) :228

Kusumawati. E, Handoyo. G, Hariadi, 2015. Pemetaan batimetri untuk mendukung alur


pelayaran di Perairan Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Jurnal OSEONOGRAFI.
Vol.4.(4) : 706-708

Lubis. M.Z, 2015. Aplikasi Split Beam Akustik (Beam Tergagi Akustik) Untuk Deteksi
Single Target dan Scetring Volume Dalam Pendugaan Densitas Ikan Dibidang
Perikana [skripsi]. Bogor : Teknologi kelautan

Permana. H, Handayani. L, Gaffar. EZ, 2010. Studi awal pola struktur busur muka
Aceh, Sumatra bagian Utara (Indonesia) : penafsiran dan analisis petabatimatri.
Jurnal Geologi Kelautan. Vol.8.(3) : 105-107

Pristanty. M, Wirawan dan Widjiati. E, 2013. Pengukuran sinyal akustik untuk


mendeteksi sumber Noise mengunakan metode Beamforming. Jurnal teknik
pomit. Vol.1(1) : 1-2

Simbolon. D, Priana. A, Hestirianotono, Purbayanto. A, 2015. Perbandingan antara


marine acoustic remote sensing dan swept area trawl dalam pendugaan densitas
ikan demersal di Perairan tawar. Jurnal pengindraan jauh. Vol.12.(2).

Anda mungkin juga menyukai