Anda di halaman 1dari 19

APLIKASI INSTRUMEN AKUSTIK SEAWAVE DAN MAP

SOUNDER UNTUK DETEKSI KEDALAMAN PERAIRAN


SUNGAI DUA LAUT

1 SAMPUL

LAPORAN PRAKTIK AKUSTIK KELAUTAN

Ferdinan Erlando Sahata Tanjung

G1F115016

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2018
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang belum tereksploitasi
secara optimal, meskipun telah dilakukan berbagai penerapan metode
penangkapan, penggunaan bermacam jenis alat penangkapan maupun modifikasi
pada alat tangkap. Hal ini disebabkan karena proses penangkapan tidak didukung
oleh ketersediaan informasi tentang daerah penangkapan dan tentang sumberdaya
ikan itu sendiri.
Akustik Kelautan adalah teori tentang Gelombang suara dan perambatannya
di air laut. Dengan demikian, dalam Akustik Kelautan ini proses pembentukan
gelombang suara sifat-sifat perambatannya, serta proses-proses selanjutnya hanya
dibatasi pada, medium air laut, bukan air secara keseluruhan seperti halnya
pada Akustik Bawah Air (Underwater Acoustics). Oleh karena itu, diperlukan
upaya untuk memperoleh informasi tersebut yang bisa dilakukan dengan
memanfaatkan metode akustik.
Metode akustik merupakan metode yang menggunakan gelombang suara dan
perambatannva untuk mendeteksi obyek atau target dalam suatu medium. Metode
akustik ini dapat memberikan informasi yang detail tentang densitas, distribusi
kedalaman renang, ukuran panjang ikan dan variasi migrasi diurnal (Susandi,
2004). Gelombang akustik datang dalam dua jenis: longitudinal atau kompresi dan
transversal atau bergeser. Di dalam air, hanya hanya gelombang longitudinal atau
kompresi saja yang didukung karena air memiliki kekuatan bergeser yang lemah.
Metode akustik digunakan untuk menentukan perubahan kelimpahan stok
ikan, dengan menggunakan sistem pemancar yang memancarkan sinyal akustik
secara vertikal disebut echosounder, sedangkan yang memancarkan sinyal akustik
secara horizontal disebut sonar. Penggunaan echosounder disebut dengan
echosounding. Echosounding adalah teknik untuk mengukur kedalaman air dengan
memancarkan pulsa-pulsa yang teratur dari permukaan air dan kemudian pantulan
gema (echo) yang datang dari dasar laut tersebut didengar kembali.
Perairan Sungai Dua Laut merupakan salah satu perairan yang memiliki
kedalaman yang berbeda-beda tergantung jarak dari tepi pantai, itu karena perairan
Sungai Dua Laut menpunyai karakter pantainya yang rata dan tebing sehingga
banyak pendangkalannya disekitar pantainya yang disebabkan adanya erosi tanah
karna terbawa langsung oleh air hujan, ada juga ditemukan pendangkalan karena
gerusan ombak dan arus disekitar muara yang mengakibatkan terjadinya abrasi
pantai disekitar pantai dan muara sehingga menyebabkan terjadinya sedimentasi
disekitar bibir muara dan pantai.

1.2. Maksud dan Tujuan


Tujuan dari praktikum akustik kelautan mengenai echosounder antara lain:
1. Mengetahui prinsip dasar akustik kelautan dan fungsi kegunaannya.
2. Mengetahui alat-alat yang bekerja sesuai prinsip akustik kelautan dengan cara
pengoperasiannya.
3. Mengetahui bagian-bagian alat echosounder serta fungsi.
4. Mengetahui cara kerja dan cara pengoperasian echosounder di bidang
perikanan serta kelebihan dan kekurangannya.

1.3. Ruang Lingkup

1.3.1. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah berada di perairan Desa Sungai Dua Laut, Kabupaten
Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Tepatnya berada di perairan sebelah
Barat Desa Sungai Dua Laut. Letak geografis Desa Sungai Dua Laut berada pada
03° 40’ 31,51” – 3° 42’ 13,57” LS dan 115° 14’ 24” – 116° 05’ 56” BT.

1.3.2. Ruang Lingkup Materi

Adapun parameter yang diukur dan dianalisis dari laporan Akustik kelautan
ini ialah mendeteksi kedalaman dasar perairan Sungai Dua Laut.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Akustik Kelautan

Dalam akustik, proses pembentukan gelombang suara dan sifat-sifat


perambatannya serta proses-proses selanjutnya dibatasi oleh air. Untuk
memperoleh informasi tentang objek-objek bawah air digunakan suatu sistem sonar
yang terdiri dari dua sistem yaitu active sonar system yang digunakan untuk
mendeteksi dan meneliti target-target bawah air dan passive sonar system yang
hanya digunakan untuk menerima suara-suara yang dihasilkan oleh objek-objek
bawah air (Budiarto 2001).
Akustik mengenal adanya transmission loss akibat adanya absorpsi dari
medium, adanya kehilangan akibat penyebaran (spreading) di dalam medium air,
impedansi akustik yang mempengaruhi nilai backscattering strength, ukuran butir
dan sifat-sifat sedimen terhadap sifat-sifat akustik. (Noorjayantie, 2009). Selain itu,
gangguan juga bisa terjadi dalam menjalankan metode akustik yang disebut
dengan noise, yaitu sinyal yang tidak diinginkan yang dapat terjadi karena faktor
fisik, biologi, dan artifisial (Allo, 2008).

2.2. Echosounder Singlebeam

Singlebeam echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang


menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan pengiriman sinyal
gelombang suara. Komponen dari singlebeam terdiri dari transceiver (transducer
atau receiver) terpasang pada lambung kapal. Sistem ini mengukur kedalaman air
secara langsung dari kapal penyelidikan. Transciever mengirimkan pulsa akustik
dengan frekuensi tinggi yang terkandung dalam beam (gelombang suara)
menyusuri bagian bawah kolomair. Energi akustik memantulkan sampai dasar laut
dari kapal dan diterima kembali oleh tranciever. Transciever terdiri dari sebuah
transmiter yang mempunyai fungsi sebagai pengontrol panjang gelombang pulsa
yang dipancarkan dan menyediakan tenaga elektris untuk besar frekuensi yang
diberikan. Transmiter ini menerima secara berulang-ulang dalam kecepatan yang
tinggi sampai pada orde kecepatan milisekon. Range frekuensi singlebeam
echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi hanya menyediakan informasi
kedalam sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal (Urick, 2005).
Singlebeam Echosounder menghasilkan sinar tunggal hanya satu yang
dikirim vertikal ke dalam air. Mereka sering digunakan untuk mendapatkan
kedalaman langsung di bawah kapal, sehingga dapat menghindari bias lebar beam
yang disebabkan oleh lereng bawah air. Kedalaman ini digunakan baik untuk
keselamatan atau navigasi atau untuk pemetaan dasar laut. Kedalaman yang lebih
besar harus diperbaiki untuk pergerakan roll dan pitch kapal yang diamati oleh
macam yang sesuai dengan heave-roll-pitch sensor (Xu, 2010).

2.3. Deskripsi Fish Finder SEIWA

Fish finder adalah jenis sonar khusus yang dirancang untuk mendeteksi ikan
(atau makhluk biologis lainnya) di dalam air. Prinsip kerjanya sama persis dengan
sonar, tetapi karena targetnya makhluk hidup yang relatif lebih kecil dan dapat
bergerak ada beberapa penyesuaian pada fish finder. Frekuensi suara
yang dihasilkan lebih tinggi (20 – 200 kHz) mampu membedakan target individu.
Gelombang suara dipantulkan oleh tubuh ikan, utamanya dipantulkan oleh
gelembung renang jadi dengan penelitian lebih lanjut dan bank data akustik dapat
ditentukan jenis ikan tersebut (Dutton, 2004).
1. Ringkasan Fitur dari Fish finder SEIWA:
1) Worldwide Built-in Cartography menunjukkan hingga 2,0 NM
2) C-MAP oleh grafik Jeppesen MAX yang kompatibel
3) Sistem grafik berorientasi objek dengan fungsionalitas yang disempurnakan
termasuk:
a. Guardian Alarm, Safety Status Bar, Cek Rute Aman
b. Perspektif Lihat
c. Cakupan Gambar Satelit (pada latar belakang global)
d. Turbo dan Smooth Zoom
e. multilanguage
f. Database Informasi Port Enhanced
g. Data pasang surut & arus
h. Foto & Diagram
i. Informasi Otomatis pada semua Objek Grafik dan Poin Pengguna
j. Temukan fungsi untuk Layanan Pelabuhan, Pelabuhan Berdasarkan
Nama, Pelabuhan Dengan Jarak, Stasiun Tide, Wrecks, Obstructions,
Informasi Danau
4) 10.000 Poin Pengguna: Waypoints / Marks
5) 10.000 Track Points
6) 5 Trek
7) 50 Rute
8) Ikon Poin Pengguna 16
9) Buat, Pindahkan, Sisipkan, Edit, Hapus, Kirim, Terima Waypoint
10) Buat, Pindahkan, Edit, Hapus, Kirim, Terima Mark / Event
11) Navigasi ke Goto
12) Buat, Simpan, Nama, Edit, Hapus, Kirim, Terima atau Ikuti Rute
13) Halaman Data Rute dan User Points (Marks / Waypoints)
14) Tampilkan posisi, arah dan lintasan kapal
15) Man OverBoard (MOB) untuk menavigasi kembali ke orang atau objek
yang hilang
16) Kemampuan Layanan Cuaca
17) Fungsi Range & Bearing
18) Mode Simulasi dengan kontrol kursor
2. Fungsi Fish finder SEIWA :
1) BBFF Dual frequency 50 / 200Khz, 600W
2) Radar yang kompatibel
3) Kompatibilitas AIS
4) Kompatibilitas DSC
5) WAAS / EGNOS / MSAS kompatibel
6) MOB (Man Over Board)
7) Waktu ke tujuan
8) Jarak ke Tujuan
9) Warna lintasan yang dipilih
10) Kalibrasi Kompas
11) Info Navigasi
12) Info Otomatis pada objek kartografi
13) Mode Simulasi

2.4. Deskripsi Map Sounder

Map Sounder digunakan untuk mengukur kedalaman air dan bentuk dasar air,
dapat mangukur kedalaman maksimal sampai 500 meter serta juga dapat berfungsi
untuk mendeteksi keberadaan ikan dengan menggunakan sensor tranducer yang
dipasang di dasar badan kapal. Dilengkapi dual frequensi yaitu 50 kHz untuk laut
dalam dan 200 kHz untuk laut dangkal (Xu, 2010).

2.5. Prinsip Deteksi Bawah Laut

Istilah sonar merupakan singkatan dari Sound Navigation and Ranging. Sonar
adalah suatu metode yang memanfaatkan perambatan suara didalam air untuk
mengetahui keberadaan obyek yang berada dibawah permukaan kawasan perairan.
Secara garis besar sitem kerja sebuah peralatan sonar adalah mengeluarkan sumber
bunyi yang akan menyebar didalam air. Bunyi ini akan dipantulkan oleh obyek
didalam air dan diterima kembali oleh sistem sonar tersebut. Berdasarkan
penghitungan kecepatan perambatan suara didalam air maka letak obyek didalam
air tersebut dapat diketahui jaraknya dari sumber suara.
Sistem sonar berguna untuk mengindera bendabenda di lautan, mencari
makan, dan berkomunikasi. Prinsip kerja sonar yaitu alat pada kapal yang disebut
transduser akan mengubah sinyal listrik menjadi gelombang ultrasonik yang
dipancarkan ke dasar laut. Pantulan dari gelombang tersebut akan
menimbulkan efek gema (echo) dan akan dipantulkan kembali ke kapal dan
ditangkap oleh alat detektor. Sistem penerima pada kapal akan melakukan
penghitungan mengenai jarak obyek (Xu, 2010).

2.6. Kecepatan Suara Dalam Medium Air

Kecepatan suara dalam air laut merupakan variabel oseanografik yang


menentukan pola pemancaran suara di dalam medium. Kecepatan suara bervariasi
terhadap kedalaman, musim, posisi geografis dan waktu pada lokasi tertentu. Di
perairan dangkal dekat pantai, profil kecepatan suara cenderung tidak teratur dan
sulit diprediksi. Faktor fisik air laut yang paling menentukan dalam mempengaruhi
kecepatan suara di dalam air laut adalah suhu, salinitas, dan tekanan.
Di dalam air laut, kecepatan gelombang suara mendekati 1.500 m/detik
(umumnya berkisar 1.450 m/detik sampai dengan 1.550 m/detik, tergantung suhu,
salinitas, dan tekanan). Secara sederhana pola perambatan gelombang suara di
dalam laut yang dibagi secara vertikal adalah sebagai berikut:
a. Lapisan tercampur, dimana kecepatan suara relatif konstan, biasanya
ditemukan sampai kedalaman beberapa meter dari permukaan.
b. Surface channel, kecepatan suara meningkat jika dibandingkan pada saat
berada di lapisan tercampur.
c. Termoklin, pada lapisan ini kecepatan suara akan menurun dengan
bertambahnya kedalaman, karena biasanya suhu menurun secara drastis dalam
kedalaman yang relatif dangkal pada lapisan ini. Termoklin dapat muncul
secara musiman (jika dekat dengan permukaan) atau permanen.
d. Deep channel, kecepatan suara pada lapisan ini mendekati minimum. Rata-rata
kedalaman lapisan ini mulai dari beberapa ratus meter sampai 2000 m.
e. Lapisan isothermal, pada lapisan ini suhu relatif konstan, kecepatan suara
bertambah secara linear seiring bertambahnya kedalaman karena pengaruh
tekanan hidrostatis.

2.7. Klasifikasi Dasar Laut

Informasi mengenai tipe dasar, sedimen dan vegetasi perairan secara umum
dapat digambarkan pada sinyal echo dimana sinyal ini dapat disimpan dan diperoleh
secara bersamaan dengan menggunakan data GPS. Sinyal echo ini dapat diuraikan
sehingga informasi mengenai dasar perairan dapat diproyeksikan ke suatu tabel
digital. Dalam verifikasi hasil, sampel fisik dasar perairan harus diobservasi melalui
penyelaman atau dengan menggunakan kamera bawah air (underwater camera)
yang harus direkam bersamaan dengan akuisisi data akustik sehingga pada saat
verifikasi kembali data yang ada dapat digunakan untuk membandingkan tipe dasar
perairan yang belum diketahui (Burczynski, 2002).
2.8. Nilai Backstattering Dasar Perairan

Jackson (2006) menjelaskan bahwa terdapat faktor dependensi yang lemah


dari nilai backscattering yang dihasilkan terhadap sedimen yang relative halus.
Susandi (2004) mengatakan dimana nilai backscattering yang dihasilkan dari empat
tipe sedimen: lumpur, pasir, kerikil dan batu menunjukan korelasi dengan ukuran
butiran. Pemodelan akustik yang lebih lanjut diperlukan guna mendapatkan
hubungan antara sifat-sifat fisik sedimen dan sifat-sifat akustik. (masukkan nilai
standard back scattering).
Tabel 1. Ketetapan parameter akustik untuk sedimen. Semua nilai dalam tabel telah
disederhanakan (Lurton 2002)
Jenis M N c V (00) α cs Ω0 h δ
ρ (kg/m-3) cr
Sedimen (∅) (%) (m/s) (dB) (dB/λ) (m/s) 4
(cm ) (cm) (0)
-4
Lempung 9 80 1,200 0.98 1,470 -21.8 0.08 - 5 x 10 0.5 1.2
Lanau-
8 75 1,300 0.99 1,485 -18.0 0.10 - 5 x 10-4 0.5 1.5
Lempungan
Lempung-
7 70 1,500 1.01 1,515 -13.8 0.15 125 5 x 10-4 0.6 1.7
Lanauan
Pasir-
Lanau- 6 65 1,600 1.04 1,560 -12.1 0.20 290 5 x 10-4 0.6 2
Lempungan
Pasir-
5 60 1,700 1.07 1,605 -10.7 1.00 340 5 x 10-4 0.7 2.5
Lanauan
Lanau-
4 55 1,800 1.10 1,650 -9.7 1.10 390 1 x 10-3 0.7 3
Pasiran
Pasir Sangat
3 50 1,900 1.12 1,680 -8.9 1.00 410 2 x 10-3 1.0 4
Halus
Pasir halus 2 45 1,950 1.15 1,725 -8.3 0.80 430 3 x 10-3 1.2 5
Pasir kasar 1 40 2,000 1.20 1,800 -7.7 0.90 470 7 x 10-3 1.8 6

Dasar perairan memiliki karakteristik menghamburkan kembali gelombang


suara seperti halnya permukaan perairan atau laut. Namun efek yang dihasilkan
lebih kompleks karena sifat dasar laut yang tersusun atas beragam unsur mulai dari
bebatuan yang keras hingga lempung yang halus dan tersusun atas lapisan-lapisan
yang memiliki komposisi yang berbeda-beda (Urick, 2005). Nilai backscattering
yang diberikan oleh dasar perairan biasanya memiliki intensitas tertentu, namun
diperlukan threshold agar nilai backscattering dari dasar laut yang ingin diamati
dapat terekam dengan baik. Wijaksana (2008) menyebutkan bahwa batas minimum
deteksi (threshold) echo yang kembali dari dasar perairan adalah -60 dB dengan
mengacu pada standar instrumen hidroakustik EY500. Backscattering pada dasar
berbatu memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan dasar berlumpur.
Hal ini dijadikan sebagai suatu landasan untuk mengaitkan backscattering dari
dasar laut terhadap tipe dasar lain, seperti lumpur, lempung, pasir, batu.
Pada kasus sedimen berpasir, nilai backscattering yang didapatkan
cenderung meningkat dengan meningkatnya frekuensi. Penggunaan frekuensi
tinggi memberikan nilai backscattering yang dominan dihasilkan oleh permukaan
sedimen dibandingkan backscattering yang diberikan oleh volume sedimen. Pada
frekuensi yang lebih rendah nilai backscattering yang diperoleh dipengaruhi juga
oleh backscattering dari volume sedimen (Manik, 2006).
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi

Praktik lapang ini dilaksanakan pada tanggal 08 November - 11 November


2017 di Desa Sungai Dua Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan
Selatan.

Gambar 1. Peta Lokasi Praktik Lapang Di Desa Sungai Dua Laut

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Perangkat Keras (Hardware)

Perangkat keras yang digunakan pada praktikum ini dapat dilihat pada tabel
2 dibawah ini ;
Tabel 2. Perangkat Keras
No. Nama Kegunaan
1 GPS Map Sounder Untuk menentukan kedalaman dan tracking
2 Sea Wave Untuk menentukan kedalaman
3 Laptop Untuk mengolah data
3.2.2. Perangkat Lunak (Software)

Perangkat lunak yang digunakan pada praktik kali ini dapat dilihat pada
tabel 3 berikut ini :
Tabel 3. Perangkat Lunak
No. Nama Kegunaan
1 Mapsource Untuk memindahkan data dari GPS ke Laptop
2 Microsoft Excel Untuk mengolah data
3 ArcGIS atau surfer Untuk menglah data kedalam peta

3.3. Metode Pengambilan Data

3.3.1. Sounding (Pemeruman)

Metode pengambilan data yang dilakukan secara insitu dan observasi di


lapangan yaitu di perairan Sungai Dua Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi
Kalimantan Selatan. Perekaman data dilakukan menggunakan kapal yang melaju
dengan kecepatan standar atau dengan kata lain kapal melaju pelan.
Perekaman kedalaman air secara berkesinambungan dari bawah kapal
menghasilkan ukuran kedalamn beresolusi tinggi sepanjang lajur yang disurvei.
Informasi tambahan seperti heave (gerakan naik-turunnya kapal yang disebabkan
oleh gaya pengaruh air laut), pitch (gerakan kapal ke arah depan (mengangguk)
berpusat di titik tengah kapal), dan roll (gerakan kapal ke arah sisi-sisinya lambung
kapal atau pada sumbu memanjang) dari sebuah kapal dapat diukur oleh sebuah alat
dengan nama Motion Reference Unit (MRU) yang juga digunakan untuk koreksi
posisi pengukuran kedalaman selam proses berlangsung.
Range frekuensi yang dipakai pada sistem ini menurut WHSC Sea-floor
Mapping Group mengoperasikan range frekuensi dari 3.5 kHz sampai 200 kHz.
Single-beam echosounder relatif mudah untuk digunakan, tetapi alat ini hanya
menyediakan informasi kedalaman sepanjang garis trak yang dilalui oleh kapal.
Jadi, ada feature yang tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis traking
perekaman, yang mana ada ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak terlihat
oleh sistem ini.
Gambar 2. Sistem Konfigurasi Komponen SBP (SyQwest.inc Bathy-2010 PC
manual book)

Gambar 3. Konfigurasi Array SBP SyQwest dan gambaran ping menuju dasar laut

3.3.2. Design Survey (Lintasan Kapal)

Gambar 4. Pola Lintasan Kapal


Suatu metode yang digunakan mengecek secara terus menerus pergerakan
kapal yang mengikuti track atau lintasan yang telah direncanakan oleh Navigator.
Menurut MacLennan dan Simmonds (2007) bahwa jika salah satu tujuan dari survei
adalah untuk distribusi ikan, maka transek dengan jarak yang sama atau sejajar
(parallel grid) adalah lebih baik digunakan karena upaya penyamplingan distribusi
akan merata pada area yang diteliti.

3.4. Metode Analisis Data

Metode analisis data pengambilan data pada praktik kali ini dapat dilihat
dalam bagan alir berikut ini :

Hasil
ArcGIS atau Surfer
Microsoft excel
MapSource
Pengambilan
Data
Gambar 5. Diagram Alir Analisis Data

Analisis data Akustik Kelautan langkahnya yaitu kita mengambil data


koordinat pada saat turun kelapangan, kemudian setelah kita ambil data
koordinatnya kita pindahkan koordinat tersebut dari GPS ke aplikasi MapSource
dan didalam aplikasi tersebut kita pilih mana saja koordinat yang mau dipakai untuk
dijadikan data yang diinginkan. Setelah data yang kita inginkan dari aplikasi
MapSource sudah selesai lalu kita olah data tersebut didalam aplikasi Microsoft
Excel dan setelah data yang kita olah selesai dapat kita simpan data tersebut baik
dalam bentuk excel tersebut ataupun dalam bentuk shiftfile. Data yang telah kita
simpan tadi lalu kita masukkan kembali kedalam aplikasi ArcGIS atau Surfer untuk
diolah lebih matang dan sesuai yang kita inginkan, setelah data yang diolah didalam
aplikasi tersebut selesai maka didapatlah hasilnya berupa gambar peta dan gambar
tersbut dapat kita pakai sendiri ataupun orang lain yang memerlukan data kita yang
telah diolah tersebut.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Bathymetri dan Morfologi Dasar Laut

Bathimetri (dari bahasa Yunani: βαθυς, berarti "kedalaman", dan μετρον,


berarti "ukuran") berarti Batimethry ilmu yang mempelajari kedalaman di bawah
air dan studi tentang tiga dimensi lantai samudra atau danau. Sebuah peta batimetri
umumnya menampilkan relief lantai atau dataran dengan garis-garis kontur
(contour lines) yang disebut kontur kedalaman (depth contours atau isobath), dan
dapat memiliki informasi tambahan berupa informasi navigasi permukaan.
Nilai dari sinyal echo (pemancaran gelombang suara) selain tergantung dari
tipe dasar perairan (khususnya kekasaran dan kekerasan) tetapi juga tergantung dari
parameter alat (misalnya frekuensi serta transducer bandwith). Sehingga faktor-
faktor penentu hasil bukan hanya dari objek tetapi juga dari keadaan peralatan itu
sendiri Gaol (2012). Adapun batimetri di perairan Sungai Dua Laut seperti gambar
6 di bawah ini, yaitu :

Gambar 6. Bathimetri di Perairan Sungai Dua Laut


Gambar di atas (Gambar 6) merupakan peta hasil interpolasi kedalaman di
perairan Desa Sungai Dua Laut, Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan
Selatan. Peta kedalaman tersebut dilakukan di perairan laut bagian barat Desa
Sungai Dua Laut. Kedalaman ini diukur dari pertama pemeruman menggunakan
kapal dari daerah pesisir menuju lautan lepas. Berdasarkan gambar 6 di atas,
kedalaman paling dangkal berada pada daerah pesisir yang ditunjukkan dengan
warna biru pudar dengan nilai 0,5 m. Kemudian kedalaman tertinggi berada pada
daerah laut lepas yang ditunjukkan dengan warna biru tua dengan nilai 9,5 m.
Gambaran hasil pola peta kedalaman di atas menunjukkan bahwa kedalaman
perairan apabila menuju ke lautan lepas akan semakin dalam dengan kelandaian
yang semakin bertambah pula. Adapun Gambaran 3D morfologi di perairan Sungai
Dua Laut seperti gambar 7 di bawah ini, yaitu :

Gambar 7. Gambaran 3D dan Morfologi Perairan Sungai Dua Laut

Perairan Sungai Dua Laut pada Gambar 7 di atas terlihat dengan gambar
menggunakan 3D peta kedalaman, bahwa kedalaman air laut menjadi semakin
dalam dari daerah pesisir mengarah ke laut lepas. Dibagian barat perairan laut
Sungai Dua Laut pada di atas (Gambar 7) terlihat dengan gambar menggunakan 3D
hasil interpolasi bahwa kedalaman air laut menjadi semakin dalam dari daerah
pesisir mengarah ke laut lepas bagian utara.

4.2. Klasifikasi Dasar Perairan

Substrat dasar perairan adalah seluruh bahan-bahan yang terdapat dalam


perairan terutama yang bersifat anorganik. Bahan (substrat) ini biasanya bergantung
pada proses sedimentasi, sebagai contoh pada daerah pantai substrat lebih banyak
berbentuk pasir, untuk daerah sungai dan muara lebih banyak berbentuk lumpur hal
ini disebabkan juga oleh kondisi sekitarnya (baik yang bersifat organik maupun
yang anorganik).
BAB 5. PENUTUP

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum kali ini adalah sebagai berikut:


1. Akustik Kelautan merupakan ilmu yang mempelajari gelombang suara dan
perambatannya dalam medium air laut dengan menggunakan Echosounder
yang memancarkan gelombang vertikal ke dalam air.
2. GPS Map Sounder adalah salah satu alat yang digunakan dalam akustik
kelautan untuk mengukur kedalaman dasar perairan. Dengan menggunakn GPS
Map Sounder diketahui kedalaman di perairan desa Sungai Dua Laut berkisar
antara kedalaman 0,5 meter - 9,5 meter.
3. Echosounder adalah alat untuk mengukur kedalaman air dengan mengirimkan
tekanan gelombang dari permukaan ke dasar air dan dicatat waktunya sampai
echo kembali dari dasar air. Bagian-bagian echosonder adalah transmitter,
tranducer, receiver dan recorder atau display unit.
4. Selain dari faktor kondisi perairan, keadaan dari peralatan echosounder juga
mempengaruhi hasil pengamatan.

5.2. Saran

Dalam praktik berikutnya agar lebih terlaksana dengan baik sehingga data
yang diperoleh lebih baik pula, saat pengolahan data pun agar lebih dipercepat dan
rajin-rajinlah mengolah data atau laporan, agar laporan tidak mengganggu ujian.
Diperlukan kerjasama dalam menganalisis data dan kejelasan pembagian tugas
antar praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Allo, Obed Agtapura Taruk. 2008. Klasifikasi Habitat Dasar Perairan Dengan
Menggunakan Instrumen Hidroakustik Simrad Ey 60 Di Perairan Sumur,
Pandeglang – Banten. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Budiarto, Aris. 2001. Aplikasi Split Beam Acoustic System Untuk Pendugaan Nilai
Densitas Ikan di Perairan Teluk Jakarta. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Burczynski, J., dan Ben-yami. 2002. Finding Fish With Echosounder. FAO:
ROMA

Dutton, J. David.2004. Gradistat: A Grain SizeDistribution and Statistics Package


for The Analysis of Unconsolidated Sediments.Royal Holloway University
of London.

Gaol, Korsues Lumban. 2012. Pengukuran Hambur Balik Akustik Dasar Laut di
Sekitar Kepulauan Seribu Menggunakan Split Beam Echosounder. Skripsi.
Insitut Pertanian Bogor. Bogor

Jackson, K. A, dan R.B. Mitson. 2006. Fisheries Acoustics: A Practical Manual for
Aquatic Biomass Estimation. FAO: Roma

Mac, Lenan and Simmonds. 2007. Fisheries Acoustics Theory and Practice. Oxford
: Blackwell Science

Manik, H, M. 2006 Study on Acoustic Quantification of Sea Bottom Using


Quantitative Echo Sounder. Ph.D Dissertation. Tokyo University of Marine
Science and Technology. Tokyo Japan.

Noorjayantie, Roshyana Wahyu. 2009. Pengukuran Acoustic Backscattering


Strength Dasar Perairan Selat Gaspar Dan Sekitarnya Menggunakan
Instrumen Simrad Ek60. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Susandi, Feri. 2004. Pendugaan Nilai dan Sebaran Target Strenght Ikan Pelagis Di
Selat Makasar Pada Bulan Oktober 2003. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Urick, J. Robert.2005. Principles of underwater sound. Mc GRAW-Hill.inc

Wijaksana, Arief. 2008. Pengukuran Karakteristik Akustik Sumber Daya


Perikanan di Laguna Gugusan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Xu, Guochang. 2010. Sciences of geodesy. Springer.

Anda mungkin juga menyukai