Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

PENGANTAR GEODESI DAN GEOMATIKA

Disusun oleh :
Damar Prima (19.25.049)
Klara Maria Kapitan Nahak (19.25.058)
Husein Albarri (19.25.072)
Rahayu Amelia (19.25.082)
Rasyid Al Sya’bana (19.25.086)
Raga Armayudha (19.25.089)
Beti M.K (19.25.078)
Desi Rahmadana (18.25.004)
Wahyu Denri Budiyanto (18.25.044)
Charles Konsalis Keso (18.25.030)
Muhammad Zhorif Nasri (17.25.038)

PROGRAM STUDI TEKNIK GEODESI S-1


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
MALANG
2019
A. Alata-alat dalam Survei Hidrografi
Adapun alat-alat yang digunakan dalam bidang hidrografi, yaitu :
1. Side Scan Sonar
Sidescan sonar merupakan alat untuk mendapatkan gambaran permukaan
dasar perairan dengan menggunakan gelombang bunyi. Sistem sidescan
mengirimkan pulsa akustik pada suatu sisi dari receiver dan merekam
amplitude energi balikan dari pulsa yang dipancarkan oleh sensor. Tiap
pancaran pulsa, satu lajur kecil (sekitar 100 sampai 200 m ke tiap sisi) dari
dasar laut dipetakan.
2. Echosounder
Echosounder adalah alat yang digunakan untuk mengukur kedalaman
perairan. Alat ini menggunakan prinsip kerja dari sonar, yaitu dengan
memancarkan bunyi dan kemudian gema dari bunyi tersebut ditangkap
kembali untuk mengetahui keberadaan benda-benda di bawah air. Dalam
survei hidrografi dikenal dua jenis echosounder, yaitu :
a. Single-beam Echosounder
Single-Beam Echosounder merupakan alat ukur kedalaman air yang
menggunakan pancaran tunggal sebagai pengirim dan penerima
sinyal gelombang suara. Komponen dari single-beam berupa
transceiver (tranducer dan receiver). Sistem ini mengukur kedalaman
air secara langsung dari kapal dimana tranducer mengirimkan pulsa
akustik dengan frekuensi tinggi berupa gelombang suara yang
merambat pada medium air. Setelah sampai ke dasar laut, energi
akustik akan dipantulkan kembali ke tranducer.

Gambar 1: Single-beam Echosounder


Gambar 2: Komponen Single-beam Echosounder
b. Multi-beam Echosounder
Multi-Beam Echosounder merupakan alat untuk menentukan
kedalaman air dengan cakupan area dasar laut yang luas. Prinsip
operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa
yang dipancarkan secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu
energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut (sea bad),
beberapa pancaran suara (beam) secara elektronis terbentuk
menggunakan teknik pemrosesan sinyal sehingga diketahui sudut
beam. Multi-beam echosounder dapat menghasilkan data batimetri
dengan resolusi tinggi (0,1 m akurasi vertikal dan krang dari 1 m
akurasi horizontalnya.

Gambar 3: Ilustrasi pengambilan data dengan multi-beam echosouder


Gambar 4: Alat Multi-beam echosounder
3. Tranducer
Transducer merupakan bagian terpenting dari echosounder. Tranducer ini
berfungsi mengubah energi listrik menjadi mekanik (untuk membangkitkan
gelombang suara) dan sebaliknya. Gelombang akustik tersebut merambat
pada medium air hingga menyentuh dasar perairan dan dipantulkan kembali
ke transducer.

Gambar 5: Tranducer
4. Sub-Bottom Profiler
Merupakan suatu sistem pengidentifikasi dan pegukur variasi dari lapisan-
lapisan sedimen yang ada di bawah permukaan air. Sistem akustik yang
digunakan dalam penentuan sub-bottom profiling hampir sama dengan alat
pada echosounder. Sumber suara memancarkan sinyal secara vertikal ke
bawah menelusuri air dan reciever memonitor sinyal balikan yang telah
dipantulkan dasar laut. Batasan antara dua lapisan memiliki perbedaan ciri
akustik (acoustic impedance = rintangan akustik).
Sistem peralatan yang digunakan oleh SBP pada dasarnya terbagi menjadi
dua bagian utama, yaitu unit perekam (recorder) dan transduser. Unit
perekam berfungsi sebagai pencatat parameter pengukuran dan
menyajikannya dalam bentuk sonograf. Sonograf merupakan citra grafis
yang terbentuk dari jejak pantulan gelombang yang menggambarkan kondisi
dasar laut. Transduser berfungsi untuk memancarkann sinyal gelombang
akustik. Pengukuran dengan menggunakan SBP dilakukan sepanjang jalur
pemeruman. SBP ditarik di bawah permukaan laut oleh kapal dengan
menggunakan kabel atau dapat dipasang secara permanen di lambung kapal.
Panjang kabel yang digunakan tidak kurang dari 3 kali panjang kapal, hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya interferensi transmisi gelombang yang
berasa dari kapal. Ilustrasi dari pemasangan alat SBP.

Gambar 6 : Pemasangan sistem SBP

5. GPS
GPS (Global Positioning System) adalah sistem satelit navigasi dan
penentuan posisi yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem ini
didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi serta
informasi mengenai waktu, secara kontinu di seluruh dunia tanpa tergantung
waktu dan cuaca.
Dalam survei hidrografi, GPS digunakan sebagai alat untuk menentukan
tinggi pasang surut air laut (pasut). Dengan menggunakan GPS, pengamatan
pasut dapat dilakukan secara langsung. Dalam hal ini, satu receiver GPS
ditempatkan di pelampung yang dijangkarkan di dasar laut, dan satu reveiver
lainnya ditempatkan di satu titik (bench mark) dipinggir pantai. Pada metode
ini, GPS digunakan untuk menentukan beda tinggi antara pelampung dengan
benchmark tersebut dari waktu kewaktu.

Gambar 7 : Komponen vertikal pasut GPS


6. Lidar
Lidar (Light Detection and Ranging) merupakan teknologi pemetaan yang
menjadi salah satu aplikasi sistem penginderaan jauh dengan menggunakan
sinar laser untuk memperoleh informasi ketinggian ataupun kedalaman dari
suatu objek.
Dalam survei hidrografi sistem Lidar yang digunakan dikenal dengan nama
Airborne Laser Hydrography (ALH) atau Airborne Laser Bathymetry (ALB)
yang berguna untuk memetakkan kedalaman dari perairan. Dalam proses
pengukurannya, sistem ini menggunakan wahana pesawat atau helikopter.
Survei batimetri dengan menggunakan wahana udara (ALB) bekerja
berdasarkan transmisi sinar laser secara vertikal ke bawah dari pesawat udara
dan mengukur selisih waktu antara sinar pantul dari permukaan laut dan dari
dasar laut. Survei dilaksanakan oleh pesawat terbang yang terbang dengan
ketinggian dan kecepatan (ground speed) tertentu. Arah penerbangan (track)
berupa pola perum berupa garis lurus menyilang jalur survei dengan spasi
interval tertentu.

Gambar 8: Cara kerja Lidar pada perairan


B. Output Survei Hidrografi
Ada beberapa output yang dihasilkan dari survei hidrografi, diantaranya :
1. Peta LPI
Peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI) merupakan peta dasar yang
memberikan informasi secara khusus untuk wilayah pesisir sehingga pada
akhirnya diharapkan bisa lebih optimal dalam perencanaan pembangunan
nasional di wilayah pantai/ pesisir pada khususnya.. Peta LPI mencakup
sebagian daratan yang datanya diperoleh dari peta rupabumi yang
memberikan informasi secara khusus untuk wilayah darat dan sebagian
lautan. Hal yang paling penting dan mendasar pada peta LPI adalah garis
pantai. Garis pantai menjadi krusial, karena obyek ini memiliki karakteristik
berbeda apabila ditinjau dari produk awalnya. Pada peta darat (topographic
map) garis pantai menggunakan referensi tinggi muka laut rata-rata (mean
sea level, MSL), namun pada peta laut (nautical chart) referensinya adalah
garis air tinggi (high water level, HWL).
Peta LPI merupakan infrastruktur spasial dengan informasi pesisir lebih
dominan, yang menunjang dalam penataan ruang, terutama pesisir, dan
koridor ekonomi yang telah ditetapkan pemerintah.

Gambar 9 : Contoh Peta LPI


2. Topographic Map
Topographic Map atau peta topografi merupakan peta khusus yang tidak
memberikan banyak informasi. Infromasi yang disampaikan oleh peta
topografi adalah hanya sebatas kenampakan alam atau tinggi rendahnya
bentuk permukaan bumi saja. setiap jenis peta memiliki ciri khusus yang
mencerminkan karakteristik dari peta tersebut.

Gambar 10: Contoh Peta Topografi


3. Nautical Chart
Nautical chart atau peta navigasi laut merupakan peta topografi di daerah
maritim dan wilayah pesisir disekitarnya. Peta ini memuat informasi-
informasi yang ditemukan di daerah maritim seperti kedalaman laut, tinggi
tanah, fitur alami seperti seabed, detil garis pesisir, informasi pasut dan arus,
detil medan magnet lokal dan hasil buatan manusia seperti mercusuar,
jembatan dan pelabuhan.
Peta navigasi penting digunakan dalam pelayaran karena sangat bermanfaat
untuk mengarahkan kapal ke pelabuhan atau ke dermaga tujuan. Selain itu,
karena peta ini juga memuat topografi dasar laut dan karang-karang maka
peta ini dapat membantu kapal untuk menghindari karang agar kapal tidak
karam. Peta navigasi laut dibuat berwarna untuk dapat memudahkan
penggunaan. Perbedaan warna diberikan pada fitur-fitur buatan manusia,
daratan, seabed yang terlihat saat laut surut, seabed yang selalu di bawah air
dan juga kedalaman air. Kedalaman dihitung dari chart datum sesuai standar
IHO. Biasanya digunakan LAT (Lowest Astronomical Tide), yaitu pasut
terendah yang diprediksi pada siklus pasut penuh. Namun, pada wilayah
yang tidak mengalami pasut biasanya menggunakan MSL (Mean Sea Level).
Gambar 11 : Peta Navigasi Laut (Nautical Chart)

Anda mungkin juga menyukai