Anda di halaman 1dari 11

1.

SINGLEBEAM ECHOSOUNDER (SBES)


A. Pengertian Singlebeam Echosounder
Singlebeam echosounder adalah alat ukur kedalaman air yang menggunakan pancaran tunggal
sebagai pengirim dan pengiriman sinyal gelombang suara.

Pada dasarnya singlebeam echosounder digunakan untuk membuat peta 3D yang


dikombinasikan dengan permukaan fisik lokasi dasar laut yang pada umumnya digunakan untuk
melakukan survei pendahuluan sebelum penggunaan multibeam sonar. Singlebeam echosounder
terdiri dari 2 jenis :
 Single frequency merupakan singlebeam echosounder yang menggunakan satu frekuensi
saja yaitu high frequency.
 Dual frequency merupakan singlebeam echosounder yang menggunakan dua frekuensi
yaitu high frequency dan low frequency. High frequency lebih memberikan kedalaman
yang akurat dalam hubungannya dengan keselamatan pelayaran, sedangkan low frequency
mampu melakukan penetrasi hingga ke lumpur dasar lautnya (sangat dalam) sehingga tidak
aman untuk pelayaran.

Komponen Singlebeam Echosounder terdiri atas 4 komponen :


1. Transducer
2. Receiver
3. Control
4. System display
Hubungan antar komponen singlebeam echosounder dapat dilihat pada gambar berikut:

 Kelebihan singlebeam echosounder adalah :


a. Relatif mudah untuk digunakan.
b. Mampu menyediakan informasi kedalaman sepanjang garis track yang dilalui oleh kapal.
c. Ketika sonar memiliki sudut beam yang sempit maka akan menyediakan keakuratan posisi
yang cukup tinggi dalam pengukuran kedalamannya.
 Kekurangan singlebeam echosounder adalah :
a. Dalam hal kecepatan survei, singlebeam echosounder bukan merupakan instrumen
pengukuran yang efisien waktu karena dalam sekali pengukuran hanya mendapatkan satu
ukuran kedalaman.
b. Ada fitur-fitur dasar laut yang tidak terekam antara lajur per lajur sebagai garis
tracking perekaman, yang mana ada ruang sekitar 10 sampai 100 meter yang tidak terlihat
oleh sistem ini.
c. Proses pemetaannya akan membutuhkan pengukuran yang satu per satu dan membutuhkan
waktu yang lama.

B. Prinsip Kerja Singlebeam Echosounder


Prinsip kerja dari sistem tersebut ialah transducer memancarakan pulsa akustik dengan
frekuensi tertentu ke dasar perairan secara tegak lurus, kemudian dipantulkan oleh dasar perairan
lalu diterima kembali. Data yang diperoleh dari proses itu adalah selang waktu gelombang mulai
dipancarkan dan gelombang kembali diterima, sehingga diperoleh data kedalaman yang dicatat alat
perekam yang merupakan fungsi dari selang waktu. Proses tersebut dapat diuraikan pada persamaan
berikut, (Poerbandono, dkk., 2005) :

Keterangan notasi :
d : Kedalaman laut yang terukur saat kedalaman,
v(t) : Cepat rambat gelombang suara standar,
Δt : Selang waktu saat gelombang dipancarkan dan gelombang kembali diterima.

Kalibrasi Singlebeam Echosounder Kalibrasi dilakukan untuk menjaga ketelitian pemeruman


yang diakibatkan kesalahan sifat gelombang akustik. Metode kalibrasi yang lazim dilakukan untuk
alat pemeruman pada survei batimetri adalah kalibrasi dengan menggunakan barcheck. Kalibrasi ini
sangat membantu memperoleh data ukuran yang benar akibat beberapa sumber kesalahan sekaligus.
Barcheck ini terbuat dari lempeng baja yang terbuat dari lempeng logam yang berbentuk lingkaran
atau segi empat yang digantungkan pada tali atau rantai berkala dan diletakan di bawah transducer.
Tali atau rantai berkala digunakan sebagai pembanding hasil ukuran dengan hasil yang terbaca oleh
alat perum gema. Pembandingan pengukuran kedalaman dilakukan untuk setiap perubahan
kedalaman, mulai dari 0 meter hingga kedalaman maksimum yang akan diperum dengan interval 1
meter (Poerbandono, dkk., 2005). Pengukuran barcheck harus dilakukan paling tidak 2x sebelum
dan 2x sesudah. Kemudian untuk hasil pengukuran barcheck harus dibandingkan dengan hasil
pengukuran SVP untuk mengecek apa sudah benar apa belum. Barcheck digunakan apabila
dilakukan pengukuran di perairan yang dangkal dengan kedalaman < 10 m.

Selain itu perlu dilakukan pengukuran tide tapi pengukuran tide sangat optional karena di laut
bebas tide-nya sangat kecil, pengukuran tide biasanya digunakan 2 alat, yaitu Tide Gauge atau Tide
Prediction. Berikut gambaran koreksi barcheck :
Pada saat koreksi barcheck juga perlu adanya koreksi draft transducer pada data pemeruman
selain koreksi pasang surut air dan barcheck. Hal ini karena posisi transducer terletak bukan di
permukaan air, namun tergantung di bawah permukaan air. Maka untuk mengolah datannya dapat
dihitung dengan rumus :

Hterkoreksi = Hechosounder + draft transducer + koreksi barcheck

C. Contoh Data
Contoh hasil plot data Singlebeam Echosounder
2. MULTIBEAM ECHOSOUNDER (MBES)
A. Pengertian Multibeam Echosounder
Multibeam Echosounder merupakan alat untuk menentukan kedalaman air dengan cakupan
area dasar laut yang luas. Pada multibeam echosounder ini menggunakan banyak beam (lebih dari
satu pancaran) yang ditunjukkan pada gambar I.4. Dengan sistem ini, setiap kali dikirimkan
gelombang suara ke dasar laut, maka akan diperoleh banyak titik kedalaman dasar laut karena
sistem ini menggunakan banyak transmitter dan receiver.

Pola pancarannya melebar dan melintang terhadap badan kapal. Setiap beam akan mendapatkan
satu titik kedalaman hingga jika titik-titik kedalaman tersebut dihubungkan akan membentuk profil
dasar laut. Jika kapal bergerak maju hasil sapuan multibeam echosounder tersebut menghasilkan
suatu luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut.

 Komponen Multibeam Echosounder


Pada MBES merujuk pada sekumpulan sensor dipasang pada suatu wahana survei yang
digunakan secara bersamaan untuk mendapatkan pengukuran kedalaman seketika.
Instrumentasi dasar tersebut antara lain :
1. Transducer
2. Unit kontrol dan integrasi
3. Unit Referensi Vertikal (sensor roll, pitch, yaw dan heave)
4. Sound Velocimeters
5. Positioning System
6. Sensor Heading
Kelengkapan lainnya seperti monitor dan alat (software) akusisi biasanya digunakan untuk
memantau hasil secara langsung (real time) dan penilaian kualitas survei. Unit untuk akusisi
dan mencatat data (logging) juga terintegrasi dengan sistem.
 Kelebihan penggunaan multibeam adalah :
a. Multibeam echosounder dapat menghasilkan data batimetri dengan resolusi tinggi (0,1
meter akurasi vertikal dan kurang dari 1 meter akurasi horizontalnya) (Urick, 1983).
b. Secara efektif dalam sekali survei multibeam mampu memetakan beberapa lokasi dasar
laut yang berbeda dalam sekali waktu. Lokasi-lokasi dasar laut tersebut kemudian disusun
menjadi sebuah peta area dasar laut yang kontinyu biasanya arah titik-titik pemerumannya
tergak lurus terhadap jalannya kapal yang disebut swath yang biasanya berukuran 120-160
derajat.
c. Selain menyediakan baik peta batimetri multibeam juga mampu menghasilkan gambar
backscatter daerah yang disurvei.
 Kekurangan penggunaan multibeam echosounder adalah :
a. Pengukuran dengan multibeam echosounder membutuhkan biaya yang jauh lebih mahal.
b. Pengukuran dengan multibeam echosounder lebih kompleks.

 Kalibrasi pada pengukuran Multibeam Echosounder


a. Kalibrasi Pitch
Pitch diukur dari dua pasang titik kapal dalam menentukan kedalaman terhadap sesuatu
kemiringan pada dua kecepatan berbeda atau untuk mengoreksi gerakan heading kapal. Hal
penting dari kalibrasi pitch karena sepanjang penggantian jalur adalah sebanding terhadap
kedalaman air (pergerakan terhadap sumbu Y). Jadi semakin dalam kedalaman air (mengarah
pada perairan dalam) maka semakin kecil nilai kalibrasinya. Gerakan pitch mempengaruhi
perubahan posisi rotasi kapal pada sumbu Y. Gerakan ini dipengaruhi oleh dinamika
pergerakan air laut. Sudut rotasi pitch bernilai positif apabila posisi haluan kapal (sisi depan
kapal) berada di atas permukaan air (Aritonang, 2010).

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah melintasi satu jalur yang sama, dengan arah
berlawan, melintasi kedangkalan yang bergradien tajam, menggunakan kecepatan sama serta
pancaran terdalam yang overlap digunakan untuk koreksi.
b. Kalibrasi Roll
Kalibrasi ini paling terasa pengaruhnya di perairan yang dalam dan harus secara hati-hati
dalam diukur. Kalibrasi ini digunakan untuk mengoreksi gerakan oleng kapal dalam arah
sumbu X. Untuk sudut kecil kurang dari 3o roll offset dapat diperkirakan dengan persamaan
berikut :
R = tan-1 [(dz/do)/2]

Dimana :
R = roll offset (dalam derajat)
dz = perbedaan kedalaman (m)
do = jarak across-track (m)

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah melintasi satu lajur yang sama, dengan arah
berlawanan, melintasi dasar laut relatif datar, menggunakan kecepatan sama serta pancaran
terluar yang overlap digunakan untuk koreksi (Sasmita, 2008).
c. Kalibrasi Yaw
Yaw adalah gerakan kesamping pada kapal disekitar sumbu Z. Hal tersebut disebabkan
tekanan berbeda pada badan kapal.

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah melintasi dua jalur yang sejajar dengan spasi 2
(dua) kali kedalaman, dengan arah yang sama, melintasi kedangkalan yang bergradien tajam,
menggunakan kecepatan sama serta pancaran terdalam yang overlap digunakan untuk koreksi.
Tes ini terdiri dari suatu survei yang kecil beberapa bentuk yang kemudian dievaluasi untuk
melihat kekonsistenannya dan lalu mengkoreksinya. Uji dilakukan dengan cek yang akhir dari
offset-offset dan penyimpangan-penyimpangan untuk memverifikasi apakah data tersebut telah
sesuai persyaratan-persyaratan ketelitian untuk survei.
B. Prinsip Kerja Multibeam Echosounder
Prinsip operasi alat ini secara umum adalah berdasar pada pancaran pulsa yang dipancarkan
secara langsung ke arah dasar laut dan setelah itu energi akustik dipantulkan kembali dari dasar laut
(seabed). Semakin dekat obyeknya dengan sumber maka intensitasnya pun semakin kuat.
Gelombang akustik yang dipantulkan dari dasar laut selanjutnya dianalisis oleh transducer sehingga
dapat dibedakan gelombang pantul yang datang dari arah yang berbeda. Untuk mendeteksi arah
datangnya sinyal yang dipantulkan oleh dasar laut, transducer pada MBES menggunakan tiga
metode pendeteksian, yaitu pendeteksian amplitudo, fase dan interferometrik (sudut). Pada
prinsipnya pengukuran multibeam echosounder menggunakan pengukuran selisih fase pulsa (jenis
pengamatan yang digunakan adalah metode pulsa). Untuk teknik pengukuran yang digunakan
selisih fase pulsa ini yaitu fungsi dari selisih pulsa waktu pemancaran dan penerimaan pulsa akustik
serta sudut datang dari sinyal tiap-tiap transducer.

C. Contoh Data
Contoh hasil ploting data Multibeam Echosounder
Daftar Pustaka

Sasmita, D.K. 2008. Aplikasi Multibeam Echosounder System (MBES) untuk Keperluan Batimetrik.
Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika. Institut Teknologi Bandung.

Windari,S. Azmi, M. U. 2014. Pengolahan Data Singlebeam Echosounder, Multibeam


Echosounderdan Side Scan Sonar untuk Pemetaan Dasar Laut . Laporan
Kerja Praktek. Program Studi Teknik Geodesi. Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.

Prasetyo, Frasca Fajar Dwi. 2017. Pemanfaatan Data Hasil Pengukuran Multibeam Echosounder
untuk Monitoring Kegiatan Pengerukan Alur Pelayaran (Studi Kasus: Alur
Pelayaran Barat Surabaya). Skripsi.Program Studi Teknik Geodesi. Institut
Teknologi Nasional. Malang.

Anda mungkin juga menyukai