Anda di halaman 1dari 15

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PEMBATALAN AKTA HIBAH

YANG DIBUAT OLEH PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH (PPAT):


STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA PEMALANG
NO.1747/Pdt.G/2020/PA.Pml

Nanda Maulana, Supriyadi, Zaenal Arifin


Fakultas Hukum Universitas Semarang
nanda.maulanna805@gmail.com

ABSTRAK

Hibah adalah pemberian yang dilakukan oleh seseorang kepada pihak lain yang dilakukan
ketika masih hidup dan pelaksanaannya dilakukan pada waktu penghibah masih hidup. Penelitian ini
membahas tentang pembatalan akta hibah dengan studi perkara nomor: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml
tentang pembatalan hibah yang bertujuan mengetahui bagaimana proses pembatalan akta hibah yang
dibuat oleh PPAT dalam perkara nomor: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml, untuk mengetahui bagaimana
akibat hukum yang timbul setelah pembatalan akta hibah dibuat oleh PPAT dalam perkara nomor:
1747/Pdt.G/2020/PA.pml. Jenis penelitian adalah penelitian hukum yuridis normatif dengan spefikasi
penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
teknik mengumpulkan data melalui studi dokumen atau bahan pustaka kemudian dianalisis secara
kualitatif. Hasil penelitian ini diperoleh hasil: Pertama, proses pembatalan akta hibah dengan perkara
nomor: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml. Proses pembatalannya bisa menggunakan jalur non litigasi yaitu
dengan musyawarah/mediasi dengan membuat akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru jika
jalur non litigasi tidak berhasil maka proses pembatalannya menggunakan jalur litigasi melalui
Pengadilan Agama Pemalang untuk mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
Kedua, akibat hukum yang timbul dari pembatalan akta hibah, hibah yang dilakukan Pemberi hibah
terhadap Penerima hibah adalah tidak sah secara hukum dan batal demi hukum, akta hibah nomor:
24/UL/IV/2011 tanggal 21 April 2011 dinyatakan cacat hukum sehingga akta hibah tersebut tidak
mempunyai kekuatan hukum. Penerima hibah sudah tidak mempunyai hak atas (Obyek
sengketa/Harta hibah). Dengan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap melalui Kantor
(BPN) Kabupaten Pemalang agar dapat membatalkan dan menghentikan proses peralihan hak
berdasarkan akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011, tanggal 21 April 2011.

Kata Kunci : Hibah; Pembatalan; Pejabat Pembuat Akta Tanah.

ABSTRACT

A grant is a gift made by a person to another party that is carried out while still alive and its
execution is carried out while the beneficiary is still alive. This study discusses the cancellation of
grant deeds with case study number: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml on cancellation of grants aimed at
knowing how the process of annulment of grant deeds made by PPAT in case number:
1747/Pdt.G/2020/PA. Pml, to find out how the legal consequences arising after the cancellation of the
grant deed were made by the PPAT in case number: 1747/Pdt.G/2020/PA.pml. This type of research
is normative juridical legal research with analytical descriptive research specification. The type of
data used in this study is secondary data, the technique of collecting data through the study of
documents or library materials is then analyzed qualitatively. The results of this study obtained the

1
results: First, the process of canceling the grant deed with case number: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml.
The cancellation process can use the non-litigation route, namely by deliberation / mediation by
making a PPAT deed regarding new legal acts if the non-litigation route is unsuccessful, the
cancellation process uses the litigation route through the Pemalang Religious Court to obtain a court
decision with permanent legal force. Secondly, the legal consequences arising from the cancellation
of the grant deed, the grant made by the Grantor against the Grantee is legally invalid and null and
void, the grant deed number: 24/UL/IV/2011 dated April 21, 2011 is declared legally defective so that
the grant deed has no legal force. The grantee no longer has the right to (Object of dispute / Grant
property). With the decision of the Court with permanent legal force through the Pemalang Regency
Office (BPN) in order to cancel and stop the process of transferring rights based on the grant deed
number: 124 / UL / IV / 2011, dated April 21, 2011.

Key Words : Grant; Revocation; Land Deed Maker Dignitaries.

A. Pendahuluan
Dalam kehidupan bermasyarakat, tanah memiliki peran yang sangat berarti dalam
pembangunan nasional, sebab tanah bisa digunakan serta dimanfaatkan dalam pembangunan
perkantoran lembaga pemerintahan, perumahan, pertanian, peternakan, jalan raya, serta usaha
produktif yang lain.1 Pengertian tanah sendiri menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) yakni
seluruh bumi, air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya untuk
pemanfaatan fungsi dan kepentingan penggunaan tanah dalam batas-batas menurut peraturan
perundang-undangan sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa. 2 UUPA menjadi landasan dasar dalam
mengatur mengenai masalah pokok pada bidang pertanahan untuk menghasilkan kepastian hukum
bagi masyarakat. Hal tersebut ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil, guna
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang undangan yang menjamin
atas perlindungan hak dan kewajibannya tersebut. 3
Bertambahnya jumlah penduduk di suatu negara, masalah keinginan terhadap tanah yang muncul
di dalam kehidupan semakin meningkat. Isu-isu yang mengemuka terkait tanah dalam kehidupan
sehari-hari semakin rinci dengan adanya berbagai aturan dan pedoman hukum serta kebijakan
mengenai subjek tanah dan perubahan pemenuhan keinginan manusia terhadap tanah. Meningkatnya
pemenuhan kebutuhan pada tanah oleh masyarakat tersebut dapat berdampak pada adanya peralihan
hak atas tanah kepada orang lain. Sehubungan dengan peralihan hak atas tanah, terdapat pengaturan
dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah antara lain seperti
jual beli, sewa menyewa, waris, hibah, dan lelang. 4
Pembuatan akta hibah harus dilakukan di hadapan pejabat yang berwenang, hal ini sesuai dengan
ketentuan Pasal 1682 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu “Tiada suatu hibah, kecuali yang
disebutkan dalam Pasal 1687, dapat, atas ancaman batal, dilakukannya selainnya dengan suatu akta
1
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia (Jakarta: Djambatan, 2012), halaman 14.
2
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Dasar-dasar Pokok Agraria
3
Bachtiar Efendi, Kumpulan Tulisan Tentang Hukum Tanah (Bandung: Alumni, 2012), halaman 7.
4
Arnanda Panji Dewantara, “Proses Penyelesaian Sengketa Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah
Terhadap Ahli Waris Yang Lebih Berhak Mendapatkan Harta Warisan” (Studi Kasus di Pengadilan Negeri
Boyolali, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014), halaman 6.

2
notaris, yang disimpan oleh notaris itu”. Pembatalan hibah merupakan kasus yang sering terjadi
dikarenakan pihak penerima hibah tidak memenuhi persyaratan dalam menjalankan hibah yang telah
diberikan. Menurut hukum, hibah yang sudah diberikan tidak dapat ditarik kembali, akan tetapi
terdapat beberapa pengecualian sehingga hibah dapat ditarik kembali. Pada dasarnya hibah tidak bisa
ditarik maupun dicabut kembali. Tetapi ada beberapa keadaan yang membuat hibah bisa ditarik
ataupun dicabut kembali, yang diatur dalam Pasal 1688 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata.
“Suatu penghibahan sebagaimana halnya dengan suatu perjanjian pada umumnya, tidak
dapat ditarik kembali secara sepihak tanpa persetujuan pihak lawan, namun undang-undang
menawarkan kemungkinan bagi si pemberi hibah untuk dalam hal-hal tertentu menarik
kembali atau menghapuskan hibah yang telah diberikan kepada orang lain. Demikian seperti
yang sudah disebutkan di dalam KUHPerdata pasal 1688 tentang penarikan kembali dan
penghapusan hibah, berupa 3 hal yaitu:5
1. Karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan.
2. Jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan
yang bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si
penghibah.
3. Jika ia menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang
ini jatuh dalam kemiskinan”.
Beberapa hal mengenai penghibahan dapat di tarik kembali maka proses penghibah menuntut
terhadap harta yang di hibahkan karena adanya alasan-alasan sehingga perjanjian atau kesepakatan
yang di buat menjadi batal. Pembatalan hibah dapat dilakukan melalui ranah Pengadilan, untuk orang
yang beragama Islam dapat mengajukan ke Pengadilan Agama. Kemudian perihal yang sama terdapat
dalam penjelasan umum Undang-Undang nomor 7 Tahun 1989 sebagaimana diubah dengan Undang-
Undang nomor 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama, yang berbunyi :
“Peradilan Agama merupakan salah satu badan peradilan kekuasaan kehakiman untuk
menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat pencari keadilan perkara
tertentu Antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syariah”.

Hal ini merupakan kewenangan absolut dari Pengadilan Agama dimana apabila yang
mengajukan permohonan beragama Islam maka merupakan wewenang dari Pengadilan Agama.
Namun terhadap kewenangan absolut ini, Pengadilan Agama diharuskan untuk meneliti perkara yang
diajukan kepadanya apakah termasuk kekuasaan absolutnya atau bukan. Pengadilan Agama dilarang
menerima perkara yang jelas tidak termasuk dalam kekuasaan absolutnya.
Salah satu kasus yang terjadi adalah adanya gugatan ke Pengadilan Agama Pemalang yang
terjadi antara orang tua sebagai pemberi hibah terhadap salah satu anaknya selaku penerima hibah,
melalui akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011, tertanggal 21 April 2011 yang dibuat oleh Pejabat
5
R.Subekti, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: PT Pradnya Paramita, 2008), halaman
440.

3
Pembuat Akta Tanah Sementara Selaku Camat Ulujami atas sebidang tanah dan diatasnya bangunan
rumah dan warung makan berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 00102 Surat Ukur nomor:
0063/Bumirejo/2007 tanggal 04 September 2007. Luas 481 M 2 atas nama Dulgani, terletak di Desa
Bumirejo Kecamatan Ulujami Kabupaten Pemalang dengan batas-batas, sebelah utara berbatasan
dengan jalan desa, sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Supriyah rasidin, sebelah selatan
berbatasan dengan saluran, sebelah barat berbatasan dengan jalan desa.
Duduk perkara dalam kasus ini adalah ketika dalam pembuatan akta hibah tersebut pada hari
kamis, tanggal 21 April 2011 pemberi hibah disuruh oleh penerima hibah untuk menandatangani surat
yang pemberi hibah sendiri tidak mengetahui isi dari surat tersebut, karena keterbatasan pemberi
hibah sudah lanjut usia dan telah mengalami banyak penurunan kondisi fisik seperti jalannya
sempoyongan, pendengaran kurang dan penglihatan kabur. Sehingga tidak di sadari oleh pemberi
hibah bahwa itu adalah akta hibah yang berisi bahwa pemberi hibah bersedia untuk menghibahkan
tanah beserta bangunan seluruhnya kepada penerima hibah. Hal ini terjadi karena atas dasar
kepercayan karena penerima hibah sebagai anak kandung terhadap pemberi hibah yang diyakini tidak
akan memiliki niat buruk terhadap pemberi hibah.
Penghibahan tanah dan bangunan rumah diatasnya dilakukan tanpa adanya persetujuan dari anak
pertama (anak 1 dan istri pemberi hibah Ibu Suwarni selaku Ibu tiri dari anak 1 dan penerima hibah)
sebagai saksi dalam pembuatan akta hibah tersebut, sehingga dalam pemberian hibah tersebut ada
perbuatan melawan hukum yang dilakukan penerima hibah atau anak kedua dari pemberi hibah.
Setelah Ibu kandung atau Istri pertama pemberi hibah meninggal dunia penerima hibah sudah diberi
pemberi hibah tanah sawah seluas 1.000 M 2 di Desa Bumirejo Kecamatan Ulujami, kabupaten
Pemalang, sehingga penghibahan tersebut melebihi 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta milik Pemberi
hibah.
Objek sengketa/ harta hibah berupa Tanah dan diatasnya bangunan rumah dan warung makan
tersebut adalah untuk usaha sehari-hari pemberi hibah dengan istri (Ibu Suwarni) karena tidak bisa
usaha lain, selain jualan/warungan. Setelah terbitnya akta hibah tersebut penerima hibah langsung
mengurus di Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pemalang tanpa sepengetahuan
pemberi hibah dan sejak terjadinya penandatanganan akta hibah tersebut, sikap penerima hibah dan
anak pertama pemberi hibah bernama (Saryu) dengan pemberi hibah menjadi berbeda selalu marah
dengan pemberi hibah sedangkan pemberi hibah sudah usia lanjut, bahkan pemberi hibah pernah
datang kerumah penerima hibah didiamkan atau tidak ditemui akhirnya pemberi hibah pulang , sikap
anak yang tidak memelihara, menghormati dan tidak berbakti kepada orangtua. Akibat terjadinya
penghibahan tersebut mengakibatkan konflik keluarga yang mengakibatkan hubungan tidak rukun.
Berdasarkan alasan tersebut pemberi hibah menuntut agar akta hibah nomor 124/UL/IV/2011
dibatalkan dengan mengajukan gugatan di Pengadilan Agama Pemalang.
Dalam Pembuatan Jurnal ini untuk memperjelas perbedaan penelitian yang terdahulu dengan
penelitian yang sekarang diteliti mengenai masalah pembatalan akta hibah yang dibuat oleh PPAT

4
yang diambil dari Jurnal. Mempertegas bahwa penelitian yang diteliti bukan dari plagiasi, maka
peneliti dalam hal ini menyajikan perbedaan dari penelitian yang lain sebagai berikut: Budify,
Universitas Prima Indonesia 2020 Medan membahas hak dan kewajiban pemberi hibah yang
melakukan pembatalan hibah, akibat hukum terhadap penerima hibah yang kepadanya terjadi
pembatalan hibah, serta untuk menganalisis kesesuaian Putusan PN Pematangsiantar No.
33/Pdt.G/2019/PN.Pms dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. 6 Muliana, Universitas
Islam Sultan Agung membahas sengketa wasiat dan hibah yang melanggar "legitieme portie"
dianggap "batal demi hukum" dengan bersumber dari Hukum Adat. 7 Djusfi, Universitas Teuku Umar
membahas sengketa ahli waris mengenai pembatalan hibah melalui Arbitrase sebelum diajukan ke
Pengadilan,8 Dalam Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana proses pembatalan akta
hibah yang dibuat oleh PPAT dalam perkara nomor: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml dan akibat hukum
yang timbul setelah pembatalan akta hibah dibuat oleh PPAT dalam perkara nomor:
1747/Pdt.G/2020/PA.pml.

B. Metode Penelitian
Pada penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif, penelitian
hukum normatif disebut juga penelitian doktrinal. Pada penelitian jenis ini, hukum di konsepsikan
sebagai kaidah atau aturan-aturan yang tertulis (law in books) dan hukum dikonsepkan sebagai kaidah
atau norma sebagai pedoman berperilaku manusia yang di anggap pantas atau wajar. 9 Pendekatan
yuridis normatif yakni suatu prosedur penelitian untuk menentukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan dari sisi normatifnya dengan cara menelaah konsep hukum, teori hukum, asas-asas hukum
serta peraturan perundang-undangan.10
Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk memperoleh data sekunder di
bidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum,
peraturan perundang-undangan yang berlaku, literature-literature yang berkaitam dengan
permasalahan. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian dokumenter dengan menggunakan
pendekatan kasus Putusan Pengadilan, yang berarti sebagian besar menelaah dan mengkaji data
sekunder yang diperoleh dari penelitian.

6
Alyatama Budify, Jelitamon Ayu Lestari Manurung dan Satria Braja Hariandja,"Pembatalan Akta
Hibah Di Pengadilan Negeri Pematang Siantar: Kajian Putusan Nomor 33/PDT.G/2019/PN.PMS" (Jurnal SIGn
Jurnal Hukum. vol.2, No.1, September 2020).
7
Muliana dan Akhmad Khisni, "Akibat Hukum Akta Hibah Wasiat Yang Melanggar Hak Mutlak Ahli
Waris (Legitieme Portie)" (Jurnal Akta. Vol.4, No.4, Desember 2017).
8
Apri Rotin Djusfi dan Jumadi Winata, "Sengketa Hibah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata" (Jurnal Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan. Vol.2, No.2, 2018).
9
Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2014),
Halaman 118.
10
Khudzalifah Dimyati dan Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum (Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2015) halaman 8.

5
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif-analitis, terhadap pembatalan akta hibah
berdasarkan putusan pengadilan kemudian di kaitkan kaidah-kaidah hukum dan implementasi hukum
positif, adapun yang dimaksud deskriptif yaitu guna memberikan gambaran secara rinci dan
sistematis, sedangkan analitis artinya mengelompokan, menghubungkan, menjelaskan, dan memberi
makna pada pokok permasalahan yang di analisis.
Data yang di pergunakan dalam penelitian ini data sekunder dan data tersier, bahan hukum
sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang diperoleh
dari berbagai sumber yang berupa beberapa bahan, yang di gunakan dalam penelitian ini antarala lain
bahan kepustakaan seperti buku-buku, undang-undang, jurnal hukum, Hasil-hasil penelitian serta
pendapat pakar-pakar hukum. Bahan hukum tersier, adalah sumber yang memberikan petunjuk
maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum tersier
ini merupakan bahan tambahan yang juga merupakan pelengkap terhadap data-data yang akan
dirangkum dalam mengisi penelitian ini sehingga menjadu karya ilmiah yang nantinya tersusun secara
terangkai dan berurutan, seperti kamus (hukum), kamus Bahasa Indonesia dan ensiklopedia.
Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Analisis data secara
kualitatif dilakukan dengan cara menguraikan studi kepustakaan secara kualitatif, meliputi peraturan
perundang-undangan, putusan pengadilan, buku, jurnal. Sumber data yang di peroleh dari studi
kepustakaan dan studi dokumen yang akan analisis berdasarkan pada perundang-udangan yang
berlaku sehingga dari sini akan di peroleh hasil yang obyektif mengenai pembatalan akta hibah dan
akibat hukum yang terjadi setelah Pembatalan akta hibah tersebut, sehingga dapat tercapai tujuan dari
penelitian ini.

C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Proses Pembatalan Akta Hibah Yang Dibuat Oleh PPAT Dalam Kasus Nomor:
1747/Pdt.G/2020/PA.Pml.
Hibah memiliki fungsi sosial dalam masyarakat yang dapat diberikan kepada siapa saja tanpa
memandang ras, suku, agama dan golongan, sehingga hibah dianggap sebagai solusi dalam
pembagian warisan kepada keluarganya. Pengaturan hibah yang dimuat dalam Buku III KUHPerdata,
dimana sistem Buku III KUHPerdata menganut sistem terbuka/open system yang berarti bahwa setiap
orang boleh mengadakan perjanjian apa saja walaupun belum atau tidak diatur dalam undang-undang,
yang berarti pula bahwa hukum perjanjian memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
masyarakat untuk mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asal tidak bertentangan dengan
undang-undang, ketertiban umum dan kesusilaan. Asas ini juga disebut “asas kebebasan berkontrak”
(freedom of making contract), dengan kata lain, dalam soal perjanjian antara kedua belah pihak
diperbolehkan membuat ketentuan-ketentuan khusus bagi mereka sendiri. 11

11
Oping, Meylita Stansya Rosalina. "Pembatalan Hibah Menurut Pasal 1688 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata", Lex Privatum, Vol. 5, No.7, hlm. 29, 2017.

6
Hibah digolongkan pada perjanjian sepihak sehingga dalam hukum perjanjian ada akibat hukum
tertentu jika syarat suatu perjanjian tidak terpenuhi. Di dalam kasus ini syarat sahnya suatu perjanjian
diwujudkan dalam akta hibah/ akta PPAT.
Adapun syarat sahnya perjanjian yaitu:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri;
2. Cakap membuat suatu perjanjian;
3. Mengenai suatu hal tertentu;
4. Suatu sebab yang halal.
Didalam KUHPerdata telah dijelaskan bahwa hibah yang telah diberikan tidak dapat ditarik
kembali. Akan tetapi pemberi hibah dapat mengajukan gugatan pembatalan hibah apabila penerima
hibah telah melakukan hal-hal seperti yang tercantum dalam pasal 1688 KUHPerdata. Hal-hal yang
menjadi dasar pembatalan hibah menurut pasal 1688 KUHPerdata.
1. Karena syarat-syarat resmi untuk penghibahan tidak terpenuhi;
2. Jika orang yang diberi hadiah telah bermasalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan
lain terhadap penghibah;
3. Apabila penerima hibah menolak menerima memberi nafkah atau tunjangan kepada penghibah,
setelah penghibah jatuh miskin;
Menurut jumhur ulama syarat-syarat hibah yaitu Hibah menghendaki adanya penghibah, orang
yang diberi hibah, dan sesuatu yang dihibahkan. Disyaratkan bagi penghibah syarat-syarat sebagai
berikut: a. Penghibah memiliki sesuatu untuk dihibahkan;
b. Penghibah bukan orang yang dibatasi haknya karena suatu alasan;
c. Penghibah itu orang dewasa, sebab anak-anak kurang kemampuannya;
d. Penghibah itu tidak dipaksa, sebab hibah itu akad yang mempersyaratkan keridhaan dalam
keabsahannya.
Disyaratkan bagi orang yang diberi hibah yaitu orang yang diberi hibah harus benar-benar ada
waktu diberi hibah. Bila tidak benar-benar ada, atau diperkirakan adanya, misalnya dalam bentuk
janin, maka hibah tidak sah. Apabila orang yang diberi hibah itu ada di waktu pemberian hibah, akan
tetapi dia masih atau gila, maka hibah itu diambil oleh walinya, pemeliharaannya atau orang
mendidiknya sekalipun dia orang asing.12
Dalam KHI (Kompilasi Hukum Islam) tersebut disyaratkan selain harus merupakan hak
penghibah, penghibah telah pula berumur 21 tahun, berakal sehat dan didasarkan atas kesukarelaan
dan sebanyak-banyaknya 1/3 dari hartanya (Pasal 210). Sedangkan hibah yang dilakukan oleh orang
tua kepada anaknya, kelak dapat diperhitungkan sebagai harta warisan, apabila orang tuanya

12
Annisa Setyo Hardianti , "Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Memutus Pembatalan Akta Hibah
(Analisis Putusan Mahkamah Agug Nomor: 78 PK/Ag/2013)" (Jurnal Masalah - Masalah Hukum. Jilid 46, No. 1,
Januari 2017).

7
meninggal dunia (Pasal 211). Hibah tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada
anaknya. Tetapi orang tua tidak dapat menarik hibah tersebut secara sepihak (Pasal 212).
Penarikan hibah dalam Kompilasi Hukum Islam yang telah dijelaskan pada Pasal 212 yaitu “Hibah
tidak dapat ditarik kembali, kecuali hibah orang tua kepada anaknya”, hal ini dipertegas oleh pasal
211 yaitu, “Hibah dari orang tua kepada anaknya dapat diperhitungkan sebagai warisan”.
Pengertian“dapat“dalam pasal tersebut bukan berarti imperatif (harus), tetapi merupakan salah satu
alternatif yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa warisan. Pemberian hibah orang tua
kepada anaknya berpegang kepada prinsip pembagian yang sama antara semua anak tanpa membeda-
bedakan satu dengan yang lainnya, sebagaimana yang diajarkan Rasullullah saw kepada sahabatnya
dahulu.
Penarikan atau pembatalan akta hibah dapat dilakukan dengan cara penarikan kembali hibah atau
penghapusan penghibahan dilakukan dengan menyatakan kehendaknya kepada penerima hibah
dengan cara musyawarah atau mediasi terlebih dahulu untuk membuat akta PPAT mengenai
perbuatan hukum , apabila hal tersebut tidak dipenuhi secara sukarela maka penuntutan kembali harus
melalui pengadilan, mengenai pembatalan akta PPAT pembatalan tersebut dalam proses pendaftaran
di kantor pertanahan, dimana menurut Pasal 45 PP Nomor 24 Tahun 1997 mewajibkan dengan
putusan pengadilan karena pembatalannya perlu mendapat pengkajian yang Tepat dan Cermat, Jika
gugatan mengenai pembatalan akta hibah tersebut maka dapat diajukan ke Pengadilan Agama
menurut Pasal 49 Undang-undang No 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-undang No. 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama menyebutkan Pengadilan Agama, Jelas Pengadilan Agama
Kelas 1 A berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara gugatan hibah tidak hanya
formalnya saja tetapi juga Materiilnya, dalam hal ini termasuk penghibahanya (Perbuatanya).
Dalam memutuskan sengketa pembatalan penghibahan majelis hakim dalam tingkat manapun
memperhatikan hak-hak para pihak atas objek hibah yang disengketakan. Kasus tersebut di atas,
Tergugat adalah orang yang menerima hibah dari Penggugat pemberi hibah yang merupakan ayah
kandung sehingga gugatan pembatalan hibah ini telah sesuai dengan Hukum Acara Perdata dan hibah
dibatalkan karena Penggugat merasa tertipu atau terpaksa melakukan hibah, obyek sengketa saat
sekarang merupakan satu-satunya harta yang dimiliki oleh Penggugat dan merupakan satu-satunya
tempat usaha dan sarana untuk mata pencaharian bagi Penggugat dan isterinya (Ibu Suwarni), setelah
terbitnya akta hibah tersebut Tergugat langsung mengurus obyek sengketa ke Kantor Badan
Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pemalang tanpa sepengetahuan Penggugat. Sesuai pasal KHI
210 ayat 1 yaitu melebihi 1/3 (sepertiga) dari seluruh harta milik Penggugat dan yang diberi hibah
hanya Tergugat (Rahayu) sedangkan anak Penggugat yang lain (Saryu) tidak diberi hibah, Oleh
karena itu maka pemberi hibah dapat mengajukan penarikan pembatalan hibah yang telah ia berikan
kepada penerima hibah yaitu membatalkan akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011, tanggal 21 April 2011
melalui Pengadilan Agama Pemalang.

8
Berdasarkan Fakta di Persidangan, Pelanggaran yang dilakukan PPAT Sementara selaku Camat
Ulujami dalam membuat akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011 karena pembuatannya tidak sesuai
dengan kejadian sebenarnya tanpa dihadiri 2 orang saksi pada pembuatan akta hibah tersebut, yaitu
pada Pasal 22 Peraturan Pemerintah no 37 Tahun 1998 yang berbunyi “Akta PPAT harus
dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua)
orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT”. Dua
orang saksi seharusnya Istri ke 2 dan Anak Pertama dari Pemberi hibah.
Mengenai Pelanggaran tersebut PPAT Sementara dapat di kenakan sanksi sesuai dengan Pasal 13
Ayat (1) Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2
Tahun 2018 Tentang Pengawasan Pejabat Pembuat Akta Tanah yaitu: Pemberian sanksi yang
dikenakan terhadap PPAT yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat
(2), dapat berupa:
a. teguran tertulis;
b. pemberhentian sementara;
c. pemberhentian dengan hormat; atau
d. pemberhentian dengan tidak hormat.
Sanksi terhadap pelanggaran PPAT juga ditetapkan dalam Pasal 6 ayat (1) Kode Etik Ikatan PPAT
berbunyi: Sanksi yang dikenakan terhadap anggota perkumpulan IPPAT yang melakukan pelanggaran
Kode Etik dapat berupa:
a. teguran;
b. peringatan;
c. schorsing (pemecatan sementara) dari keanggotaan perkumpulan IPPAT;
d. onzetting (pemecatan) dari keanggotaan perkumpulan IPPAT; dan
e. pemberhentian dengan tidak hormat dari keanggotaan perkumpulan IPPAT.
Pembatalan akta hibah/akta PPAT dalam proses pendaftaran di kantor pertanahan berdasarkan
ketentuan Pasal 45 PP Nomor 24 Tahun 1997 pembatalannya dapat dilakukan dengan meminta
kepada salah satu pihak, dengan cara musyawarah atau mediasi terlebih dahulu untuk membuat akta
PPAT mengenai perbuatan hukum yang baru jika tidak berhasil mengajukan gugatan ke pengadilan
oleh pihak-pihak tertentu baik pemberi dan penerima hibah.

9
Bagan 1: Pembatalan akta hibah dengan jalur non litigasi Mediasi.

Pemberi hibah

Mediasi PPAT

Penerima
hibah

Kantor BPN

Dari Bagan 1 dapat dijelaskan bahwa: pemberi hibah dapat melakukan musyawarah/mediasi
terlebih dahulu dengan penerima hibah untuk membatalkan akta hibah tersebut, jika dapat berjalan
dengan baik maka dengan kesepakatan untuk membuat akta PPAT mengenai perbuatan hukum yang
baru kemudian dimintakan pembatalan akta hibah/akta PPAT dalam proses pendaftaran di Kantor
Badan Pertanahan Nasional.
Mediasi tidak berjalan dengan baik, selanjutnya Penyelesaian sengketa antara Penggugat/Pemberi
hibah melawan Tergugat Penerima hibah diajukan Pembatalan akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011 di
mintakan kebatalannya melalui jalur Litigasi di Pengadilan Agama Pemalang dalam menyelesaikan
permasalahan demi mendapatkan Keadilan bagi semua pihak sesuai dengan peraturan hukum.
Bagan 2: Prosedur Pembatalan akta hibah melalui jalur litigasi di Pengadilan Agama Pemalang.

Pemberi
hibah
Penetapan Proses
Gugatan Putusan
Hari Sidang Persidangan
Penerima
hibah

Kantor BPN
Kabupaten
Pemalang
Dari Bagan 2 dapat dijelaskan bahwa: Sesuai dengan Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 untuk membatalkan akta hibah/akta PPAT dengan putusan pengadilan karena
pembatalannya perlu mendapat pengkajian yang tepat dan cermat. Sesuai dengan prinsip dalam
hukum perdata, ketika dilakukan pembatalan, semua keadaan tersebut harus dikembalikan pada
keadaan semula ketika belum terjadi perbuatan hukum yang tersebut dalam akta yang bersangkutan.
Setelah Majelis Hakim Pengadilan Agama Pemalang mengeluarkan putusan mempunyai kekuatan
hukum tetap, dengan salinan putusan pengadilan tersebut, selanjutnya untuk dimintakan pembatalan

10
akta hibah/akta PPAT dalam proses pendaftaran di Kantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten
Pemalang.

D. Akibat Hukum Yang Timbul Setelah Proses Pembatalan Akta Hibah Yang Dibuat Oleh
PPAT
Pada hakekatnya Hukum tidak lain adalah perlindungan kepentingan manusia, yang berbentuk
kaidah dan norma.13 Hubungan hukum yang muncul antara pemberi hibah dan penerima hibah
merupakan hubungan hukum karena adanya perjanjian antara pemberi hibah selaku debitur dan
penerima hibah selaku kreditur. 14 Hibah menimbulkan hubungan hukum antara pemberi hibah dan
penerima hibah meskipun hubungan tersebut merupakan hubungan yang sepihak (pemberi hibah
memberikan barang hibah kepada penerima hibah secara cuma-cuma dan tanpa meminta imbalan
apapun). Hal tersebut berarti pemberi hibah hanya memiliki kewajiban saja tanpa memiliki hak.
Dalam memberikan hibah hendaknya dicermati terlebih dahulu perihal kepatutan dan kepantasan si
penerima hibah untuk menerima hibah tersebut, adapun yang dimaksud dengan kepatutan dan
kepantasan penerima hibah yaitu si penerima hibah harus memiliki moral yang baik dan sipenerima
telah memenuhi syarat sebagai penerima hibah sesuai peraturan yang berlaku agar nantinya tidak
timbul permasalahan seperti pembatalan hibah yang menyebabkan hubungan hukum antara kedua
pihak menjadi bermasalah.
Dalam KUHPerdata telah dijelaskan bahwa hibah yang telah diberikan tidak dapat ditarik kembali,
namun pemberi hibah dapat mengajukan gugatan pembatalan hibah apabila penerima hibah telah
melakukan hal-hal seperti yang tercantum dalam pasal 1688 KUHPerdata. 15 Pemberi hibah dapat
mengajukan pembatalan hibah dan dapat dibuktikan di Pengadilan.
Penyebab pertama suatu hibah dapat dibatalkan pada dasarnya adalah berdasarkan Hukum Islam
berdasarkankan ketentuan Pasal 210 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, “orang yang telah berumur
sekurang-kurangnya 21 tahun berakal sehat tanpa adanya paksaan dapat menghibahkan sebanyak-
banyaknya 1/3 harta bendanya kepada orang lain atau lembaga di hadapan dua orang saksi untuk
dimiliki”, dimana seseorang dalam memberikan hibah atau banyaknya barang yang akan diberikan
dibatasi oleh hukum sebanyak 1/3 dari harta kekayaan pemberi hibah. Tujuannya adalah untuk
menghindari konflik atau pertengkaran yang terjadi antara sesama anggota keluarga.

13
Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum, (Yogyakarta: Liberty, 2010), halaman 1.
14
Widya Anggraeni, Tanggung Gugat Pemberi Hibah Akibat Pembatalan Hibah, (Surabaya: Universitas
Airlangga, 2006), halaman 47.

15
Pasal 1688 KUHPerdata menyatakan bahwa suatu hibah dapat ditarik kembali atau dihapuskan,
apabila:
1. karena tidak dipenuhi syarat-syarat dengan mana penghibahan telah dilakukan;
2. jika si penerima hibah telah bersalah melakukan atau membantu melakukan kejahatan yang
bertujuan mengambil jiwa si penghibah atau suatu kejahatan lain terhadap si penghibah; dan
3. jika penerima hibah menolak memberikan tunjangan nafkah kepada si penghibah, setelah orang
tersebut jatuh miskin.

11
Pada permasalahannya mengenai pembatalan penghibahan sering terjadi di kehidupan masyarakat,
hal yang mendasari yaitu tidak terpenuhinya syarat subjektif dan objektif. Menurut Kartini Muljadi
dan Gunawan Widjaja, berdasarkan sifat kebatalannya kebatalan dibedakan dalam kebatalan relatif
dan kebatalan mutlak.16 Kebatalan mutlak dan relatif menurut Prof. Dr. R. Wirjono Prodjodikoro,
suatu pembatalan mutlak (absolute nietigheid) adalah apabila suatu perjanjian harus dianggap batal
meskipun tidak diminta oleh suatu pihak. Perjanjian ini dianggap tidak pernah ada sejak semula dan
terhadap siapapun juga, sedangkan pembatalan realtif (relatief nietigheid) yaitu hanya terjadi jika
diminta oleh orang-orang tertentu dan hanya berlaku terhadap orang-orang tertentu itu.
Akibat dari kebatalan yang timbul karena batal demi hukum atau setelah adanya tuntutan akan
kebatalannya memiliki akibat yang sama yaitu tidak mempunyai akibat hukum yang diinginkan. 17
Dalam jurisprudensi atau dalam doktrin dapat dikatakan bahwa yang dimaksud dengan kebatalan
absolut ialah perbuatan hukum yang batal demi hukum, yaitu atas perbuatan hukum tersebut sejak
terjadinya perbuatan hukum tidak memiliki akibat hukum. Sedangkan yang dimaksud dengan
kebatalan relatif ialah perbuatan hukum yang dapat dibatalkan dimana keadaan dapat dibatalkannnya
atau disahkannya perbuatan hukum digantungkan pada keinginan salah satu pihak.
Apabila pelanggaran suatu ketentuan dimaksudkan untuk melindungi kepentingan umum, akibat
pada umumnya ialah batal demi hukum atau kebatalan absolut. Pelanggaran suatu ketentuan
dimaksudkan untuk melindungi individu ataupun kelompok tertentu, maka dapat berakibat dibatalkan
atau kebatalan relatif. 18 Pendapat dari para ahli yang membedakan antara kebatalan absolut dan
kebatalan relatif, dengan mendasarkan pada apakh kebatalan tersebut berlaku bagi setiap orang atau
bagi orang-orang tertentu.
Suatu perbuatan hukum dapat digolongkan menjadi kebatalan absolut apabila:
1. Perbuatan hukum tersebut batal demi hukum sehingga batalnya perbuatan tersebut dapat
dimohonkan oleh setiap orang.
2. Batalnya perbuatan hukum tersebut berlaku bagi setiap orang.
Kebatalan relatif yang timbul dari perbuatan yang batal demi hukum, perbuatan hukum digolongkan
pada kebatalan relatif apabila:
1. Hanya golongan orang tertentu yang dapat mengajukan permohonan atas pembatalannya.
2. Akibat batalnya hanya berlaku bagi orang-orang tertentu.
Undang-undang tidak mengatur secara sistematis akibat dari kebatalan. Pada umumnya akibat dari
suatu kebatalan adalah berlaku surut dan kembali pada keadaan semula atau ex tunc.19
16
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Perikatan (perikatan pada umumnya) cetakan ke-
2, (Jakarta: Raja Grapindo Prasada, 2004), halaman 142.
17
Herlien Budiono, op.cit., halaman 381
18
Ibid., halaman 382.
19
Ex tunc merupakan keadaan yang merupakan akibat dari kebatalan yang diatur dalam Pasal 1451
dan Pasal 1452 Kitab Undang-Undang Hukum Per KUHPerdata data. Pasal 1451 KUHPerdata menyatakan
bahwa pernyataan batalnya perikatan berdasarkan ketidakcakapan orang-orang, berakibat bahwa barang dan
orang-orangnya dipulihkan dalam keadaan sebelum perikatan dibuat, dengan pengertian bahwa segala apa
yang telah diberikan atau dibayarkan kepada orang-orang yang tidak berkuasa, sebagai akibat perikatan, hanya

12
Mengembalikan pada keadaan sebelum terjadi perbuatan hukum kadang tidak dapat dilakukan, seperti
prestasi yang berupa melakukan suatu pekerjaan, sewa yang telah dinikmati, bendanya telah dijual
kepada orang lain, atau batal karena adanya tindakan yang bertentangan dengan keadaan baik. Ada
kemungkinan nilai dari prestasi yang tidak dapat dikembalikan tersebut dikompensasikan dalam
bentuk sejumlah uang, yang kerap menjadi masalah mengenai penilaian tersebut ialah penentuan
besarnya, dan memakai dasar penilaian pada waktu perjanjian dibuat atau pada waktu pembatalan
dilakukan.20
Pembatalan akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011 pada perkara nomor: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml
terdapat akibat hukum yang timbul setelah terdapat putusan Pengadilan Agama Pemalang yang
membatalkan akta hibah tersebut. Akibat hukum itu terjadi bagi pihak yang memberikan hibah selaku
Penggugat dan bagi pihak yang menerima hibah selaku Tergugat. Adanya putusan Pengadilan Agama
Pemalang yang membatalkan akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011, maka akta hibah nomor:
124/UL/IV/2011 sudah tidak berkekuatan hukum sejak ada putusan Pengadilan tersebut. Akibat dari
akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011 yang sudah tidak mempunyai kekuatan hukum, maka yang
tertuang dalam akta hibah tersebut sudah tidak berlaku bagi para pihak yang membuatnya. Segala
sesuatu yang telah dihibahkan dalam akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011 yaitu berupa sebidang tanah
dan di atasnya berdiri bangunan rumah yang bersertifikat Hak Milik No. 00102, Surat Ukur No.
00063/Bumirejo/2007, tanggal 04 September 2007, luas 481 M2, atas nama Dulgani, terletak di Desa
Bumirejo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang dengan batas-batas, sebelah utara berbatasan
dengan jalan desa, sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Supiyah Rasidin, sebelah selatan
berbatasan dengan saluran, sebelah barat berbatasan dengan jalan desa, adalah tidak sah secara hukum
dan batal demi hukum.
Akibat Hukum yang timbul setelah dikeluarkannya putusan pembatalan akta hibah nomor:
124/UL/IV/2011 oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Pemalang dalam perkara nomor:
1747/Pdt.G/2020/PA.Pml, yaitu:
1. Hibah yang dilakukan Pemberi hibah terhadap Penerima hibah adalah tidak sah secara hukum dan
batal demi hukum, karena akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011 tanggal 21 April 2011 dinyatakan cacat
hukum, karena isinya tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya dalam proses perbuatan hibah
atas obyek sengketa, seperti adanya persetujuan dari Saryu anak 1 penghibah dan adanya dua orang
saksi, maka akta hibah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum.
2. Penerima hibah atau Tergugat yaitu Rahayu sudah tidak mempunyai hak terhadap atas tanah dan di
atasnya berdiri bangunan rumah (obyek sengketa/Harta hibah) bersertifikat Hak Milik No. 00102,
Surat Ukur No. 00063/Bumirejo/2007, tanggal 04 September 2007, luas 481 M 2, atas nama Dulgani,
terletak di Desa Bumirejo, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang dengan batas-batas, sebelah

dapat dituntut kembali, sekadar barangnya masih berda ditangan orang yang tidak berkuasa itu, atau sekedar
ternyata bahwa orang ini telah mendapat manfaat dari apa yang diberikan atau dibayarkan, atau bahwa apa
yang dinikmati telah dipakai atau berguna bagi kepentingannya.
20
Herlien Budiono,op.cit., halaman 383.

13
utara berbatasan dengan jalan desa, sebelah timur berbatasan dengan tanah milik Supiyah Rasidin,
sebelah selatan berbatasan dengan saluran, sebelah barat berbatasan dengan jalan desa.
3. Putusan Pengadilan Agama Pemalang melalui Majelis Hakim memerintahkan kepada Kantor
Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pemalang, agar membatalkan dan menghentikan proses
peralihan hak berdasarkan akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011, tanggal 21 April 2011, terhadap
Sertifikat Hak Milik nomor: 00102, surat ukur nomor: 00063/Bumirejo/2007, tanggal 04 September
2007, luas 481 m2, atas nama Dulgani yang terletak di Desa Bumirejo, Kecamatan Ulujami,
Kabupaten Pemalang dari Penggugat kepada Tergugat.

D. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan didalam artikel ini, simpulan sebagai berikut:
Proses pembatalan akta hibah nomor: 124/UL/IV/2011, tanggal 21 April 2011, dengan perkara
nomor: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml, pembatalan hibah mendasar alasannya karena Penerima hibah tidak
memenuhi syarat sebagai penerima hibah, penerima hibah telah melakukan perbuatan melawan
hukum terhadap pemberi hibah, karena isinya tidak sesuai dengan kejadian yang sesungguhnya dalam
proses perbuatan hibah atas obyek sengketa. Proses pembatalannya bisa menggunakan jalur non
litigasi yaitu dengan musyawarah atau mediasi dengan membuat akta PPAT mengenai perbuatan
hukum yang baru jika tidak berhasil maka pembatalan hibah melalui jalur litigasi melalui Pengadilan
Agama Pemalang untuk mendapatkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sesuai
dengan Pasal 45 PP Nomor 24 Tahun 1997 dengan putusan pengadilan karena pembatalannya perlu
mendapat pengkajian yang tepat dan cermat. Akibat hukum yang timbul dari pembatalan hibah
perkara nomor: 1747/Pdt.G/2020/PA.Pml, hibah yang dilakukan Pemberi hibah terhadap Penerima
hibah adalah tidak sah secara hukum dan batal demi hukum. Akta hibah nomor: 24/UL/IV/2011
tanggal 21 April 2011 dinyatakan cacat hukum, karena isinya tidak sesuai dengan kejadian yang
sesungguhnya dalam proses perbuatan hibah sehingga akta hibah tersebut tidak mempunyai kekuatan
hukum. Penerima hibah sudah tidak mempunyai hak atas tanah dan di atasnya berdiri bangunan
rumah (Objek sengketa/Harta hibah). Dengan Putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap
maka melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Pemalang agar dapat
membatalkan dan menghentikan proses peralihan hak berdasarkan akta hibah Nomor:
124/UL/IV/2011, tanggal 21 April 2011.

14
DAFTAR PUSTAKA

a. Buku
Daud Ali, Muhammad. Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas Indonesia
Press, 1999.
Departemen Agama. Ilmu Fiqh P3S PTAI/IAIN. Jakarta, 1999.
Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia. Jakarta: Djambatan, 2012.
Johan Nasution dan Sri Warjiyati, Hukum Perdata Islam Kompetensi Peradilan Agama Tentang
Perkawinan, Waris, Wasiat, Hibah Wakaf dan Shodaqah. Bandung: MandarMaju, 1997.
Sudikno Mertokusumo, Bunga Rampai Ilmu Hukum. Yogyakarta: Liberty, 2010.
Sutedi, Adrian. Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika. 2012.
Ramli, Zein. Hak Pengelolaan Dalam System UUPA. Jakarta: Rineka Cipta. 2012.
b. Peraturan Perundang Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. UNDANG-UNDANG, R.I. Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Dasar-dasar Pokok Agraria. Jakarta, 1960.
Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Jakarta, 2006.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. PERATURAN PEMERINTAH, R.I. Nomor 24 Tahun
1997 tentang Pendaftaran Tanah. Jakarta, 1997.
c. Jurnal
Annisa Setyo Hardianti , "Kewenangan Pengadilan Agama Dalam Memutus Pembatalan Akta
Hibah (Analisis Putusan Mahkamah Agug Nomor: 78 PK/Ag/2013)", Jurnal Masalah-
Masalah Hukum, Jilid 46, No. 1, hlm 69-79. 2017.
Budify . "Pembatalan Akta Hibah Di Pengadilan Negeri Pematang Siantar: Kajian Putusan Nomor
33/PDT.G/2019/PN.PMS", SIGn Jurnal Hukum, Vol.2, No.1, hlm. 73. 2020.
Djusfi. "Penyelesaian Sengketa Hibah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata", Jurnal
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan, Vol.2, No.2, hlm. 110. 2018.
Hariyanto, Elizabeth Anjani Putri, "Wewenang Pejabat Pembuat Akta Tanah Terhadap
Pembuatan Akta Hibah yang Dibatalkan Pengadilan", Jurnal Media Hukum dan Peradilan,
Vol.4, No.1, hlm 73. Universitas Surabaya, 2019.
Muliana. "Akibat Hukum Akta Hibah Wasiat Yang Melanggar Hak Mutlak Ahli Waris
(Legitieme Portie)", Jurnal Akta, Vol.4, No.4, hlm. 740. 2017.
d. Karya Ilmiah
Panji Dewantara, Ananda. “Proses Penyelesaian Sengketa Hak Milik Atas Tanah Karena Hibah
Terhadap Ahli Waris Yang Lebih Berhak Mendapatkan Harta Warisan”. Studi Kasus di
Pengadilan Negeri Boyolali, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2014.

15

Anda mungkin juga menyukai