Anda di halaman 1dari 20

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017


Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

GUGATAN TENTANG PENCABUTAN HAK ASUH ANAK DI


PENGADILAN AGAMA SEMARANG (STUDI PUTUSAN NOMOR
2389/Pdt.G/2010/PA.Sm.)

Almas Syifa Norra, Benny Riyanto, Marjo,


Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail : almassyifanorra@gmail.com

ABSTRAK

Gugatan merupakan suatu tuntutan hak yang diajukan kepada ketua pengadilan yang
berwenang, yang di dalamnya mengandung suatu sengketa hukum antara dua pihak atau lebih.
Adapun gugatan yang terdapat dalam studi Putusan Pengadilan Agama Semarang Nomor:
2389/Pdt.G/2010/PA.Sm berupa gugatan tentang pencabutan hak asuh anak. Secara hukum adanya
gugatan tentang pencabutan hak asuh anak dibenarkan asalkan memuat alasan-alasan yang kuat,
hal ini sesuai dengan yang tertuang pada Pasal 49 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang
Perkawinan, Pasal 156 huruf c Kompilasi Hukum Islam, dan Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Dalam perkara ini yang menjadi objek
perselisihan dari kedua orang tuanya adalah sang anak sehingga yang membuat menarik yaitu, cara
pengadilan dalam memeriksa anak dalam persidangan apakah sama dengan cara memeriksa orang
dewasa atau tidak serta analisis pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan pencabutan hak
asuh anak.

Kata kunci : Gugatan, Pencabutan Hak Asuh Anak, Pertimbangan Hakim,Putusan Pengadilan
Agama

ABSTRACT

The lawsuit constitutes a claim of rights presented to the competent court chairman, which
contains a legal dispute between two or more parties. The lawsuit contained in the study of
Religious Court Judgment Semarang Number: 2389 / Pdt.G / 2010 / PA.Sm in the form of lawsuit
about the revocation of child custody. Legally there is a lawsuit concerning the lifting of child
custody is justified as long as it contains strong reasons, this is in accordance with the provisions
of Article 49 of Law no. 1 Year 1974 on Marriage, Article 156 letter c Compilation of Islamic
Law, and Article 31 paragraph (1) of Law Number 23 Year 2002 on Child Protection. In this case
the object of dispute from both parents is the child so that the interesting thing is that the way of
trial in examining the child in the trial is the same as the way to check the adult or not and the
judge's consideration analysis in granting the lawsuit for the lifting of child custody.

Keywords: Lawsuit, Revocation of Child Custody, Judge's Consideration, Judgment of Religious


Courts.

1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

I. PENDAHULUAN anak agar terjamin segala hak-hak


Pada hakikatnya, suatu nya yang bertujuan untuk menumbuh
perkawinan merupakan jalan untuk kembangkan secara optimal dengan
dapat mewujudkan suatu keluarga cara terbebas dari hal-hal yang tidak
yang bahagia dan berlangsung sesuai dengan harkat dan martabat
seumur hidup atau kekal yang manusia serta terlepas dari segala
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha macam belenggu kekerasan,
Esa. Dalam perkawinan yang utama ancaman, maupun tindakan kriminal.
juga merupakan salah suatu tujuan Seiring berjalannya waktu,
hidup setiap manusia guna pelimpahan hak asuh anak dapat
memperoleh keseimbangan hidup terjadi penyelewengan oleh salah
baik yang dapat dilihat dari segi satu orang tuanya yang memegang
psikologis, sosial, biologis, mental, hak asuh sang anak berdasarkan yang
rohani, dan macam sebagainya. ditetapkan oleh pengadilan. Adanya
Selain itu, perikatan perkawinan juga hal tersebut dapat dilakukan
sangat penting dalam pergaulan permintaan pencabutan hak asuh
masyarakat. anak oleh salah satu orang tuanya
Salah satu hal yang terjadi ataupun pihak keluarga yang
akibat dari rusak dan kacaunya hidup mempunya hak asuh anak.
bersama yaitu adanya perceraian. Menariknya dalam
Perceraian merupakan salah satu pencabutan hak asuh anak ini terletak
sebab bubarnya suatu perkawinan pada alasan pencabutannya yang
berdasarkan Undang-Undang No. 1 tentunya dilengkapi dengan beberapa
Tahun 1974 tentang Perkawinan alat bukti. Dalam perkara ini
yang selanjutnya disebut dengan menyangkut anak yang menjadi
Undang-Undang Perkawinan. Akibat objek perselisihan dari kedua orang
dari perceraian tersebut dapat juga tuanya sehingga yang menjadi
memicu berbagai masalah lagi. Pada menarik yaitu cara pengadilan dalam
pasca perceraian, selain terdapat memeriksa anak dalam persidangan
masalah pembagian harta gono-gini apakah sama dengan cara memeriksa
juga terdapat masalah mengenai hak orang dewasa atau tidak serta
asuh anak. pertimbangan hakim dalam
Dalam penentuan hak asuh mengabulkan gugatan pencabutan
anak maka hakim juga berperan hak asuh anak.
penting. Hakim dalam menjatuhkan Berdasarkan uraian di atas
putusan pada persidangan terdapat maka permasalahan yang dapat
beberapa pertimbangan antara lain disusun antara lain :
yaitu fakta-fakta yang terungkap 1. Bagaimana proses gugatan
dipersidangan, bukti–bukti yang pencabutan hak asuh anak
diajukan oleh para pihak, serta dalam persidangan di
argumentasi yang dapat meyakinkan Pengadilan Agama
hakim mengenai kesanggupan dari Semarang?
pihak yang memohonkan Hak Asuh 2. Mengapa hak asuh anak yang
Anak tersebut. Hal tersebut kelak sudah ditetapkan oleh
dapat mempengaruhi dalam hal Pengadilan Agama Semarang
merawat, menjaga, dan mengasuh bisa dicabut?

2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

3. Apakah putusan Nomor : perdata materiil dalam praktik,


2389/Pdt.G/2010/PA.Sm. sehingga bagi orang yang
hakim telah sesuai dengan merasa hak perdatanya
peraturan perundang-undang dilanggar, tidak boleh
yang berlaku dan rasa diselesaikan dengan cara
keadilan di masyarakat? menghakimi sendiri
(eigenrichting), tapi ia dapat
II. METODE menyampaikan perkaranya ke
Metode pendekatan dalam pengadilan, yaitu dengan
penelitian ini menggunakan mengajukan tuntutan hak
pendekatan yuridis normatif (gugatan) terhadap pihak yang
(normative legal research), dan dianggap merugikannya, agar
pendekatan yuridis empiris memperoleh penyelesaian
(empirical legal research). Disebut sebagaimana mestinya dengan
demikian karena metode penelitian melalui beberapa proses.
hukum normatif-empiris ini pada Proses beracaranya yang
dasarnya merupakan penggabungan berlaku pada Peradilan Agama
antara pendekatan hukum normatif yaitu Hukum Acara Perdata
dengan adanya penambahan berbagai yang sama halnya dengan
unsur empiris. Metode penelitian Peradilan Umum, hal ini
normatif-empiris mengenai didasarkan pada Pasal 54
implementasi ketentuan hukum Undang-Undang Nomor 7
normatif (undang-undang) dalam Tahun 1989 tentang Peradilan
aksinya pada setiap peristiwa hukum Agama yang menyatakan:
tertentu yang terjadi dalam suatu “Hukum Acara yang berlaku
masyarakat. pada Pengadilan dalam
Spesifikasi penelitian yang lingkungan Peradilan Agama
dilakukan bersifat deskriptif-analitis adalah Hukum Acara Perdata
berdasarkan analisis kualitatif dan yang berlaku dalam lingkungan
kuantitatif dengan alat pengumpulan Peradilan Umum, kecuali yang
data menggunakan wawancara telah diatur secara khusus dalam
dengan Majelis Hakim yang undang-undang ini.” Hal ini
memutus perkara pada Putusan menandakan proses gugatan
Pengadilan Agama Semarang pencabutan hak asuh anak sama
Nomor: 2389/Pdt.G/2010/PA.Sm dan dengan gugatan yang lainnya.
advokat yang menjadi anggota Adapun proses gugatan
PERADI di Kota Semarang. tentang pencabutan hak asuh
anak diantaranya adalah sebagai
III. HASIL PENELITIAN DAN berikut:
PEMBAHASAN 1. Tempat Mengajukan Gugatan
A. Proses Gugatan Pencabutan Hak Berdasarkan studi kasus
Asuh Anak ini, yaitu tentang gugatan
Adanya hukum acara pencabutan hak asuh anak,
perdata berfungsi untuk dalam hal ini penggugat
menegakkan, mempertahankan mengajukan gugatan kepada
dan menjamin ditaatinya hukum Pengadilan Agama Semarang.

3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Hal mengenai penentuan tempat Tergugat pernah


dimana mengajukan gugatan melangsungkan pernikahan
dapat dibuktikan melalui secara Islam sebagai suami
kewenangan mengadili peradilan istri yang sah sesuai dengan
tersebut yang terdiri kompetensi Kutipan Aklta Nikah Nomor :
absolut dan kompetensi relatif 652/66/XI/1995 di Kantor
karena setiap peradilan Urusan Agama Kecamatan
mempunyai kewenangan Semarang Barat, pada tanggal
mengadili masing-masing, sama 18 Nopember 1995.”
hal nya dengan Pengadilan c. Pada gugatan pencabutan hak
Agama. asuh anak terdapat poin
Pada studi kasus gugatan berupa “putusan tentang
tentang pencabutan hak asuh pencabutan kekuasaan orang
anak merupakan mutlak tua”, hal ini sesuai dengan
kompetensi absolut dari penjelasan yang dimaksud
Peradilan Agama karena hal ini perkawinan pada Pasal 49
sesuai dengan Pasal 49 Undang- Undang-Undang Nomor 3
Undang Nomor 3 Tahun 2006 Tahun 2006 tentang
tentang Perubahan Undang- Perubahan Undang-Undang
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Nomor 7 Tahun 1989 tentang
tentang Peradilan Agama yang Peradilan Agama ,
pada intinya menyebutkan Berdasarkan uraian
bahwa Pengadilan Agama diatas, telah dibuktikan bahwa
bertugas dan berwenang dalam mengajukan tempat
memeriksa, memutus dan gugatan sesuai dengan
menyelesaikan perkara di tingkat kompetensi absolut dari
pertama antara orang-orang yang Peradilan Agama.
beragama Islam di bidang p Meskipun demikian,
erkawinan, waris, wasiat, hibah, harus ditentukan pula daerah
wakaf, zakat, infaq, shadaqah, mengadili (jurisdictie)
dan ekonomi syari’ah. pengadilan sejenis dan sejajar
Berdasarkan pasal atau disebut kompetensi relatif
tersebut, dapat pula dibuktikan karena permohonan atau gugatan
bawha pencabutan hak asuh harus ditujukan kepada Ketua
anak kompetensi absolut dari Pengadilan dengan permintaan.
Peradilan Agama. Berikut Dalam menentukan
analisisnya: tempat mengajukan gugatan
a. Kedua belah pihak yang berdasarkan wilayah hukumnya
berperkara yaitu beragama meliputi tempat kediaman
islam; tergugat. Hal ini sejalan dengan
b. Dalam perkara perceraiannya ketentuan pada Pasal 118 ayat
berlaku hukum Islam pada (1) HIR/Pasal 142 ayat (1) RBg)
waktu pernikahan yang pada pokoknya gugatan
dilangsungkan berdasarkan diajukan ke pengadilan di tempat
isi putusan studi kasus ini Tergugat, kecuali yang
yaitu “Penggugat dan ditentukan oleh undang-undang.

4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Adanya ketentuan b) Memanggil penggugat dan


tersebut, maka dibenarkan tergugat, serta
bahwa gugatan tentang c) Memeriksa perkara yang
pencabutan hak asuh anak diajukan penggugat kepada
diajukan kepada Ketua tergugat.
Pengadilan Agama Semarang Tahap selanjutnya,
mengingat tempat kediaman yaitu setelah di sidangkannya
(woonplaats) tergugat berada di perkara yang pertama kali
Kota Semarang serta sebelum dilanjutkan perdamaian
terjadinya sengketa pencabutan (PERMA Nomor 1 tahun 2008)
hak asuh anak, penggugat dan tentang prosedur mediasi di
tergugat juga telah telah putus pengadilan. Pada proses gugatan
karena perceraian yang telah tentang pencabutan hak asuh
mempunyai kekuatan hukum anak telah dilakukan mediasi
yang tetap pada tanggal 12 Mei sesuai dengan isi putusannya
2009, berdasarkan putusan yaitu “bahwa kedua belah pihak
Pengadilan Agama Semarang telah menempuh proses mediasi
Nomor0807/Pdt.G/2008/PA.Sm. dengan bantuan mediator Drs. H.
dan telah diterbitkan Akta Cerai Hamid Anshori, S.H., akan
Nomor : 1369/AC/2009?PA.Sm tetapi gagal.” Mengingat mediasi
tertanggal 22 Oktober 2009. gagal, maka masuk ke dalam
2. Permulaan Proses tahap selanjutnya yaitu
Dalam tahap permulaan pemeriksaan perkara.”
proses terdapat beberapa tahap 3. Pemeriksaan Perkara
yaitu yang pertama , hari sidang Pada tahap pemeriksaan
panggil yang diatur pada Pasal perkara, dimulai dengan Hakim
121 dan 122 HIR. Pada dasarnya mebacakan surat gugat (131
setelah diajukannya gugatan HIR). Selanjutnya, tergugat
tentang pencabutan hak asuh dapat melakukan upaya hukum
anak kepada Ketua Pengadilan (Pasal 132 HIR) yaitu sebagai
Agama Semarang, maka alat yang diberikan oleh hukum
pengadilan membagikan kepada pihak dalam proses
perkara-perkara yang masuk untuk mencapai sesuatu atau
kepada para Hakim dan Hakim- untuk bertindak menghadapi
Hakim ini yang menentukan hari sesuatu. Berdasarkan studi kasus
sidang dengan surat penetapan ini, adanya upaya hukum
(beschikking). tersebut menimbulkan jawab
Setalah itu, gugatan jinawab atau perbantahan ( Pasal
tersebut penyampaiannya 132a-136 HIR) yang ditandai
dimasukkan kepada Panitera dengan adanya surat jawaban
pengadilan. Dengan demikian, dari tergugat, yang bersamaan
dapat disimpulkan bahwa setelah dengan jawaban yang pertama
diajukannya gugatan kepada itu pula tergugat mengajukan
pengadilan, maka pengadilan : upaya hukum berupa:
a) Menentukan hari a. Eksepsi
persidangan, dan

5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Eksepsi yang diajuka tergugat (Pasal 154), Pengetahuan Hakim


berupa eksepsi ne bis in idem (Pasal 78 (1) UU No.1 Tahun
dan obscuur libel yang dapat 1950 tentang Mahkamah Agung
dikategorikan sebagai jenis dan yurisprudensi).
eksepsi prosesual di luar Berdasarkan studi kasus
eksepsi kompetensi yang ini, kedua belah pihak masing-
didalamnya terdapat Exeptio masing telah mengajukan alat
Res Judicia atau Nebis In bukti yang berupa Alat Bukti
idem dan Exeptio Obscuur Surat yang dalam hal ini,
Libel. penggugat mengajukan 34 alat
b. Gugatan Renkopensi bukti surat dan tergugat
Gugatan Rekonpensi tertuang mengajukan 27 alat bukti surat.
pada Pasal 132b ayat (1) Alat Bukti kedua, yaitu saksi
HIR) yang merupakan upaya yang dalam studi kasus ini,
hukum melawan gugatan penggugat menghadirkan 6 saksi
yang bersifat tidak langsung sedang tergugat menghadirkan 5
atau biasa disebut gugat balik. saksi.
Pada studi kasus ini gugatan 4. Putusan
rekonvensinya terdapat Apabila proses
hubungan mengenai dasar pembuktian sudah selesai, maka
hukum dan kejadian yang tahap selanjutknya pembuatan
relevan pada gugatan putusan dengan sebelumnya para
konvensi sehingga Majelis Hakim melakukan
penyelesaiannya dapat sidang musyawarah (raadkamer)
dilakukan secara efektif sebagaimana diatur dalam Pasal
dalam satu proses dan 161 (2) juncto Pasal 179 (1)
putusan. HIR. Pada sidang musyawarah
Setelah melewati tahap dilakukan secara tertutup dan
upaya hukum dan perbantahan, rahasia dengan para Hakim
maka tahap selanjutnya yaitu diikuti oleh panitera sebagai juru
pembuktian. Dalam pembuktian tulis mempertimbangkan bunyi
terdapat bermacam-macam putusan dan dasar/alasannya
bentuk dan jenis yang mampu yang dituangkan dalam suatu
memberi keterangan dan putusan.
penjelasan tentang masalah yang Dengan demikian,
diperkarakan di pengadilan, pertimbangan-pertimbangan
yang biasa disebut sebagai Alat pada sidang musyawarah dapat
Bukti. Alat bukti dalam Hukum dikatakan sebagai penyusunan
Acara Perdata meliputi putusan karena pertimbangan-
Surat/tulisan (Pasal 165 HIR), pertimbangan tersebut menjurus
Kesaksian (Pasal 139-168 HIR), ke arah bunyi putusan (amar).
Persangkaan (Pasal 173 HIR), Setelah dilakukannya sidang
Pengakuan (Pasal 174-175 HIR), musyawarah, dilanjutkan dengan
Sumpah (Pasal 155, 156, 177 pembacaan/pengumuman
HIR), Pemeriksaan tempat putusan dalam sidang yang
(Pasal 153 HIR), Kesaksian ahli dinyatakan terbuka untuk umum

6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

(openbare) yang merupakan Hal tersebut diatur juga


syarat mutlak sebagaiman diatur dalam Pasal 156 huruf (c) KHI
dalam Pasal 179 HIR. yang menyebutkan: “apabila
Berdasarkan hal tersebut, maka pemegang hadhanah ternyata
pada proses pencabutan hak asuh tidak dapat menjamin
anak dihasilkan Putusan keselamatan jasmani dan rohani
Pengadilan Agama Semarang anak, meskipun biaya nafkah
Nomor:2389/Pdt.G/2010/PA.Sm dan hadhanah telah dicukupi,
B. Hak Asuh Anak yang sudah maka atas permintaann kerabat
ditetapkan oleh Pengadilan yang bersangkutan Pengadilan
Agama Semarang yang Bisa Agama dapat memindahkan hak
Dicabut hadhanah kepada kerabat lain
Adapun dapat yang mempunyai hak hadhanah
dibenarkan bahwa penggugat pula” dan diatur pula dalam
dalam kasus ini mengajukan Pasal 31 ayat (1) Undang -
gugatan pencabutan hak asuh Undang Nomor 23 Tahun 2002
anak karena terdapat dasar Tentang Perlindungan Anak yang
hukum mengenai gugatan menyatakan “salah satu orang
tentang pencabutan hak asuh tua, saudara kandung, atau
anak yang tertuang dalam Pasal keluarga sampai derajat ketiga,
49 Undang-Undang Perkawinan dapat mengajukan permohonan
yang berbunyi : ke pengadilan untuk
(1) Salah seorang atau kedua mendapatkan penetapan
orang tua dapat dicabut pengadilan tentang pencabutan
kekuasaannya terhadap kuasa asuh orang tua atau
seorang anak atau lebih melakukan tindakan pengawasan
untuk waktu yang tertentu apabila terdapat alasan yang kuat
atas permintaan orang tua untuk itu.”
yang lain, keluarga anak Berdasarkan peraturan
dalam garis lurus ke atas perundang-undangan tersebut,
dan saidara kandung yang perlu di garis bawahi bahwa
telah dewasa atau pejabat dalam peraturan tersebut harus
yang berwenang dengan terdapat alasan-alasan yang
keputusan Pengadilan dalam dipenuhi dalam pencabutan hak
hal-hal : asuh anak, yaitu apabila yang
a. Ia sangat melalaikan memegang hak asuh anak
kewajibannya terhadap tersebut melalaikan
anaknya; kewajibannya terhadap anaknya,
b. Ia berkelakuan buruk berkelakuan buruk, dan tidak
sekali. dapat menjamin keselamatan
(2) Meskipun orang tua dicabut jasmani dan rohani anak.
kekuasaannya, mereka Penulis dalam hal ini
masih berkewajiban untuk akan mengaitkan alasan-alasan
memberi pemeliharaan yang membuat adanya gugatan
kepada anak tersebut. pencabutan hak asuh anak serta
uraian peristiwa yang ada di

7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

dalam posita dengan peraturan dengan melakukan tindakan


perundang-undangan. berupa kekerasan psikis.
Berdasarkan studi kasus Kekerasan psikis merupakan
ini, kedua anaknya mengalami perbuatan yang mengakibatkan
kekerasan dan tekanan psikis ketakutan, hilangnya rasa
ketika dibawah pengasuhan percaya diri, hilangnya
tergugat(ayah). Peristiwa kemampuan untuk bertindak,
tersebut dapat dikategorikan rasa tidak berdaya, dan/atau
bahwa tergugat berkelakuan penderitaan psikis berat pada
buruk terhadap anaknya. seseorang (Pasal 7 Undang-
Meskipun demikian, tidak Undang No. 23 Tahun 2004
terdapat penjelasan secara tentang Penghapusan Kekerasan
terperinci dalam Pasal 49 Dalam Rumah Tangga yang
Undang-Undang Perkawinan selanjutnya disebut Undang-
dan Pasal 156 huruf (c) KHI Undang PKDRT). Adanya
mengenai batasan-batasan yang kekerasan psikis kepada anak
seperti apa, apabila orang tua merupakan hal yang tidak
berkelakuan buruk. dibenarkan mengingat pada
Dalam menentukan Pasal 5 Undang-Undang
kategori berkelakuan buruk PKDRT menyebutkan : “Setiap
menurut majelis Hakim, hal orang dilarang melakukan
tersebut tergantung dari kekerasan dalam rumah tangga
penilaian Hakim, apakah alasan- terhadap orang dalam lingkup
alasan yang diajukan oleh rumah tangganya, dengan cara :
penggugat tersebut berdasar atau kekerasan fisik, kekerasan
tidak. Perlakuan yang buruk psikis, kekerasan seksual, atau
terdapat 2 (dua) jenis, yaitu yang penelantaran rumah tangga”.
pertama perlakuan buruk yang Merujuk pada literatur
tidak langsung dilakukan tersebut, sudah seharusnya anak
terhadap anak, bisa berupa diberikan perlindungan hukum
perbuatan-perbuatan tercela yang tentunya tidak terlepas dari
yang bertentangan dengan hak asasi manusia khususnya
moral, seperti suka berzina, hak anak karena pada hakikatnya
mabuk-mabukan, dan judi, yang anak tidak dapat melindungi diri
dikhawatirkan akan dicontoh sendiri dari berbagai macam
oleh anak yang di bawah tindakan yang menimbulkan
asuhannya. Kedua, perlakuan kerugian mental, fisik, psikis
buruk yang dilakukan oleh orang sosial dalam berbagai bidang
tua yang langsung terhadap kehidupan dan penghidupan.
anak, yaitu bisa berupa Anak harus dibantu oleh orang
kekerasan fisik, psikis, ataupun lain dalam melindungi dirinya,
penelantaran. mengingat situasi dan
Dengan demikian, pada kondisinya. Anak perlu
kasus ini tergugat termasuk mendapat perlindungan agar
berkelakuan buruk yang tidak mengalami kerugian baik
langsung terhadap anaknya mental, fisik, maupun sosial.

8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Perlu adanya perlindungan anak fisik, tetapi juga secara mental


agar sang anak dapat bahkan secara pasif.
melaksanakan hak dan Berdasarkan uraian di
kewajibannya serta terhindar atas, maka tentunya perlu
dari segala ancaman ataupun adanya pembuktian mengenai
upaya dari pihak manapun dalam terjadinya kekerasan psikis pada
hal menggerogoti hak-hak anak anak terlebih dahulu.
tersebut. Pembuktian pada kekerasan
Hal tersebut menandakan psikis sulit tentunya untuk
pentingnya adanya perlindungan dibuktikan karena kekerasan
anak, bahkan dalam perihal ini psikis sulit diketahui oleh orang
diatur dalam Pasal 3 Undang- lain secara jelas atau kasat mata
Undang Nomor 23 Tahun 2002 serta bersifat lahiriah yang
Tentang Perlindungan Anak tergantung pada perasaan batin.
yang menyatakan: Namun hal ini, dapat dibuktikan
“Perlindungan anak bertujuan secara ilmiah indikasi-indikasi
untuk menjamin terpenuhinya adanya kekerasan psikis melalui
hak-hak anak agar dapat hidup, psikiater berupa analisis
tumbuh, berkembang, dan psikologis serta keterangan
berpartisipasi secara optimal saksi-saksi. Jika melihat
sesuai dengan harkat dan pertimbangan Hakim, adapun
martabat kemanusiaan, serta pembuktian yang berupa analisis
mendapat perlindungan dari psikologis yang menganalisis
kekerasan dan diskriminasi, indikasi-indikasi kekerasan
demi terwujudnya anak psiskis.
Indonesia yang berkualitas, Dilihat dari alat bukti
berakhlak mulia, dan sejahtera” . penggugat yang berupa analisis
Perlindungan anak tersebut psikologis dapat disimpulkan
berbagai macam bentuknya, bahwa sang anak mengalami
termasuk perlindungan anak depresi sedang, tertekan, kurang
terhadap adanya kekerasan percaya diri, merasa tidak berdaya,
psikis pada anak yang tertuang dan rasa ketakutan. Jika hal
dalam Pasal 15 huruf (d) tersebut dikaitkan dengan
Undang-Undang Perlindungan definisi dari kekerasan psikis
Anak yang menyebutkan “setiap yang ada pada Undang-Undang
anak berhak untuk memperoleh PKDRT, yang menyebutkan
perlindungan dari pelibatan bahwa “kekerasan psikis
dalam peristiwa yang merupakan perbuatan yang
mengandung unsur Kekerasan”. mengakibatkan ketakutan,
Perlindungan dalam ketentuan hilangnya rasa percaya diri,
ini meliputi kegiatan yang hilangnya kemampuan untuk
bersifat langsung dan tidak bertindak, rasa tidak berdaya,
langsung, dari tindakan yang dan/atau penderitaan psikis berat
membahayakan Anak secara pada seseorang”, maka dapat
fisik dan psikis karena kekerasan dikategorikan tergugat telah
tidak hanya diartikan secara melakukan kekerasan psikis

9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

kepada sang anak. Sedangkan mempunyai nilai kekuatan


keterangan saksi dari tergugat pembuktian.1 Meskipun
mengenai analisis psikologinya demikian, menurut Yahya
yaitu menyebutkan bahwa anak Harahap sesuai dengan Pasal
pada usia 12 tahun sampai 15 154 ayat (2) HIR dan Pasal 229
tahun bisa membedakan baik Rv dikemukakan sebgagai
dan buruk serta mengkritik berikut ini:
orang tuanya, justru pada uraian a. Hakim tidak wajib
tersebut dapat dibenarkan bahwa mengikuti pendapat ahli,
anak mengalami kekerasan jika pendapat tersebut
psikis karena dapat menilai berlawanan dengan
pengasuhan ayahnya/tergugat keyakinannya maka
yang menurutnya adalah buruk. pendapat itu dapat
Dari hasil proses disingkirkan dan dianggap
pembuktian tersebut, terdapat tidak ada.
surat keterangan dari pskiater b. Begitu pula sebaliknya,
atau bisa disebut sebagai rekam Hakim dapat mengikuti
medis, yaitu berkas yang pendapat ahli, apabila
berisikan catatan dan dokumen pendapat itu tidak
tentang identitas pasien, bertentangan dengan
pemeriksaan, pengobatan, keyakinannya maka dapat
tindakan, dan pelayanan lain mengambil alih pendapat itu
yang telah diberikan kepada menjadi pendapatnya sendiri
pasien ( Penjelasan Pasal 46 dan dijadikan sebagai
Undang-Undang Praktik bagian pertimbangan
Kedokteran) . Dari penjelasan dalam putusan.
tersebut, dapat diartikan bahwa Berdasarkan uraian di atas,
rekam medis yang berbentuk sejatinya keterlibatan analisis
tertulis ini dapat disamakan psikologis dalam proses
dengan surat yang dapat pembuktian di persidangan
dijadikan sebagai alat bukti merupakan hal wajar karena
dipengadilan. menurut Satjipto Rahardjo,
Selanjutnya, terdapat misalnya pada hukum pidana
keterangan pihak ketiga, yaitu yang cukup sering berurusan
saksi ahli yang objektif dan dengan psikologi mengingat
bertujuan membantu Hakim pada hukum modern
dalam pemeriksaan guna penggunaannya secara sadar
menambah pengetahuan Hakim. untuk mencapai tujuan-tujuan
Umumnya Hakim menggunakan yang dikendaki sehingga
ini agar dapat menambah menandakan bahwa hukum telah
pengetahuan yang mendalam memasuki bidang yang
tentang sesuatu yg hanya menggarap tingkah laku
dimiliki ahli. Secara normatif, manusia. Psikologi dalam
kesaksian ahli berada di luar alat hukum, mengacu pada gambaran
bukti, oleh karena itu menurut
hukum pembuktian, 1 tidak
Ignatius Ridwan Widyadharma, Loc.cit.

10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

mengenai ilmu psikologi secara dipakai sebagai saksi. Pada


spesifik dalam penerapannya. gugatan pencabutan hak asuh
Dapat disimpulkan bahwa anak terdapat kedudukan perdata
keberadaan psikologi di dalam antara anak dengan ayah ataupun
hukum dapat seperti tugas ibu kandungnya. Selain itu,
psikolog yang menjadi saksi ahli adanya pengecualian terhadap
dengan menilai tingkah laku kasus ini dikarenakan orang
seseorang, kesuaian saksi mata, terdekat ataupun keluarganya
kondisi mental seseorang, lebih tau mengenai situasi dan
bahkan memberikan kondisinya sang anak serta
rekomendasi pada hak asuh menghindari adanya keterangan
anak. Dengan demikian, analisis yang dibuat-buat atau palsu
psikologis dari surat keterangan apabila terdapat saksi diluar
dokter maupun saksi ahli dapat keluarganya ataupun orang
dijadikan sebagai bahan terdekatnya.
pertimbangan Hakim. Dengan demikian, pada
Pembuktian pada kekerasan kesaksian tersebut, selain
psikis juga dapat dilihat terbukti adanya kekerasan psikis
berdasarkan uraian-uraian melalui analisis psikologis oleh
peristiwa yang di kemukakan saksi ahli, dalam uraian
oleh saksi dengan catatan peristiwa yang di kemukakan
tentunya bahwa peristiwa oleh saksi yang masing-masing
tersebut harus dilihat sendiri, pernah mendengar langsung
didengar, dan dialami sendiri pengakuan sang anak, maka
dan disampaikan secara lisan dapat dinyatakan telah terbukti
dibawah sumpah di persidangan. menurut hukum bahwa sang
Saksi yang dihadirkan oleh anak telah mengalami kekerasan
penggugat terdapat dua orang psikis sewaktu berada di bawah
saksi yang berasal dari keluarga asuhan Tergugat.
sedaran dan keluarga semenda Adanaya hak anak berupa
dari salah satu pihak menurut hak untuk didengar pendapatnya
keturunan lurus. Dalam Pasal yang secara jelas diamanatkan
145 HIR memang sejatinya dalam Pasal 10 Undang-Undang
melarang keluarga sedarah dan Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
semenda untuk tidak boleh Perlindungan Anak, Pasal 59
didengar kesaksiannya. Undang-Undang Nomor 39
Meskpiun demikian, ada Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
pengecualian dalam Pasal 145 Manusia, dan Pasal 105 huruf b
(2) HIR yang menyebutkan KHI. Berdasarkan beberapa
“Akan tetapi keluarga sedarah peraturan perundang-undangan
atau semenda dalam tersebut, maka keterangan anak
persengkataan mengenai di persidangan patut
kedudukan perdata (burgelijke dipertimbangkan walaupun tidak
staat) dari kedua belah pihak, sebagai bukti, seyogyanya
atau mengenai perjanjian keterangan anak tersebut harus
pekerjaan/perburuhan, boleh diterima dan dapat dijadikan

11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

sebagai bahan untuk menambah perceraian penggugat dan


keyakinan Hakim sehingga logis tergugat dahulu, kedua anak
apabila keterangan anak dipakai tersebut dipaksa menulis dan
sebagai rujukan. didikte bahwa mereka ingin ikut
Dengan demikian, hak anak tergugat dan menjelek-jelekkan
dalam penyampaian kehendak penggugat.
atau keterangan anak di Berdasarkan uraian di atas,
persidangan dibenarkan karena dalam memilih ibu
aspirasi anak sangat penting kandungnya/penggugat
untuk didengar dalam kaitannya dibenarkan karena yang
dengan siapa yang patut diberi diutamakan yaitu kepentingan
hak asuh atas dirinya karena anak agar tetap merasa nyaman,
sesuai dengan kadar tingkat aman, tenang dan hak-hak nya
berpikirnya anak yang terpenuhi dalam kelangsungan
dipandang sudah mampu untuk kehidupan sang anak. Hal ini
membedakan mana yang baik juga terdapat dasar hukumnya,
dan yang buruk, mampu yaitu Pasal 14 ayat (1) Undang-
merasakan dan membedakan Undang Nomor 35 Tahun 2014
tingkat kenyamanan, Tentang Perubahan Atas
ketenangan, kelembutan, dan Undang-Undang Nomor 23
kedamaian antara perlakuan Tahun 2002 Tentang
yang diterima dari sentuhan Perlindungan Anak, Pasal 41
kasih sayang ataupun perlakuan huruf a Undang-Undang
di dalam cara mendidik dan Perkawinan, dan Pasal 3 Undang-
mengasuh sang anak dari kedua Undang Nomor 23 Tahun 2002
orang tuanya, sehingga anak Tentang Perlindungan Anak.
sudah bisa membedakan dan Berdasarkan seluruh analisis
merasakan berdasarkan apa yang di atas, tergugat terbukti
dialaminya. berkelakuan buruk sehingga
Perihal menyampaikan dapat dijadikan sebagai alasan
kehendak dan keterangan anak pencabutan hak asuh anak.
dapat dilihat berdasarkan Mengenai alasan pencabutan hak
pertimbangan Hakim bahwa asuh anak yang lainnya harus
anak pertama, Irsyad dipenuhi atau tidak, menurut
menerangkan tetap memilih majelis Hakim, apabila
untuk ikut dengan penggugat penggugat megemukakan
dengan alasan karena merasa beberapa alasan pencabutan hak
lebih tenang dan lebih nyaman asuh anak dan kemudian sudah
serta dapat lebih leluasa untuk ada salah satu dari alasan itu
menyalurkan bakatnya sedangan terbukti dan sang anak
selama tinggal bersama tergugat menghendaki adanya pencabutan
merasa tertekan, selalu dimarahi, kekuasaan, maka alasan yang
banyak larangan sehingga lainnya tidak perlu
dirinya pergi tanpa ijin dari dipertimbangkan lebih lanjut.
rumah tergugat. Sang anak juga Dengan demikian, pencabutan
menyatakan pada saat proses hanya diperbolehkan, apabila

12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

ada satu atau lebih alasan yang C. Kesesuain Putusan Hakim


dimaksud dalam peraturan dengan Peraturan Perundang-
perundang-undangan dan Undangan yang Berlaku dan
pencabutan itu sangat perlu Rasa Keadilan di Masyarakat
untuk kepentingan anak. Menurut Sudikno
Pada pembahasan mengenai Mertokusumo, pada hakikatnya
alasan pencabutan hak asuh anak Hakim dalam mengadili suatu
sudah jelas bahwa tergugat telah perkara harus melakukan
memenuhi salah satu alasan tindakan secara bertahap, yaitu
pencabutan hak asuh anak, yaitu konstatir, kualifikasi, dan
berkelakuan buruk dengan konstituir. Pada tahap konstatir
melakukan kekerasan psikis Hakim berarti melihat, mengakui
berdasarkan pada proses atau membenarkan telah terjadi
pembuktian di persidangan dan peristiwa konkret yang telah
sang anak juga telah memilih diajukan para pihak yang
ikut dengan ibunya karena berperkara dengan catatan
merasa lebih tenang, aman, dan Hakim harus melakukan
nyaman serta bahwasanya pembutian dengan alat-alat bukti
pencabutan itu hanya dapat yang ada. Setelah berhasil
diputuskan apabila hal tersebut mengkonstatir peristiwanya,
menurut pertimbangan Hakim Hakim harus mengkualifisir
sangat perlu untuk kepentingan peristiwa sehingga pada tahap
anak-anak. Oleh karena itu, pada kualifisir berarti Hakim menilai
studi Putusan Pengadilan Agama peristiwa yang telah dianggap
Semarang Nomor: benar-benar terjadi dengan
2389/Pdt.G/2010/PA.Sm telah menemukan hukumnya secara
sesuai karena berdasar alasan- jelas dan menerapkan peraturan
alasan pencabutan hak asuh anak hukum terhadap pertistiwa.
tersebut maka penetapan Tahap terakhir, yaitu Hakim
pelimpahan hak asuh anak pasca harus mengkonstituir atau
perceraian pada putusan Nomor memberi kontitusinya yang
0807/Pdt.G/PA.Sm., tertanggal berarti Hakim menetapkan
12 Mei 2009, yang menetapkan hukumnya kepada yang
hak pengasuhan anak Irsyad bersangkutan untuk memeberi
Azharusyarif Yudhiza Putra keadilan. Tahap konstituir ini
sebelumnya jatuh kepada sejalan dengan yang di
ayahnya/tergugat, telah dicabut amanatkan beberapa peraturan
hak asuh anaknya dan diberikan perundangan, yaitu Pasal 50 ayat
kepada ibunya/penggugat, akan 1 Undang-Undang Nomor 48
tetapi untuk Fakhry Ardhusyarif Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Yudhiza Putra tetap pada hak asuh Kehakiman, Pasal 62 ayat 1
ayahnya karena penggugat tidak Undang-Undang Nomor 3
dapat membuktikan dalil-dalil Tahun 2006 tentang Perubahan
gugatannya yang menunjukan atas Undang-Undang Nomor 7
bahwa Fakhry juga mengalami Tahun 1989 tentang Peradilan
kekerasan psikis. Agama.

13
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Selanjutnya, terdapat 1917 KUHPerdata, meskipun


analisis mengenai penentuan dalam perkara Nomor
hukum yang diterapkan untuk 0807/Pdt.G/2008/PA.Sm., Jo.
menyelesaikan perkara tersebut Nomor119/Pdt.G/2009/PTA.Sm
yang pertimbangannya berupa g telah berkekuatan hukum tetap
argumentasi yang objektif dan yang bersifat positif serta
rasional. Hasil dari argumentasi mempunyai pihak yang sama
tersebut, menjelaskan dalam kasus ini dan objek yang
pendapatnya apa saja yang yang sama yaitu anak, namun gugatan
terbukti dan yang tidak yang pencabutan hak asuh anak belum
kemudian dijadikan kesimpulan pernah diperkarakan sebelumnya
hukum sebagai dasar landasan serta mempunyai dasar-dasar
penyelesaian perkara yang akan gugatan dan petitum yang
dituangkan dalam putusan berbeda mengingat peristiwa
dengan catatan putusan Hakim hukum yang terjadi juga
tersebut tidak boleh melewati merupakan peristiwa yang baru
apa yang dimohon atau digugat, berbeda dengan perkara Nomor:
namun Hakim juga diberi 0807/Pdt.G/2008/PA.Sm., Jo.
kelonggaran untuk menggali Nomor:119/Pdt.G/2009/PTA.Sm
hukum seluas-luasnya demi g yang selain itu juga
menegakkan keadilan. Oleh dicantumkan ketentuan
karena itu, Hakim harus peraturan perundang-undangan
menggali nilai-nilai hukum, oleh majelis Hakim tentang
mengikuti, dan mengutamakan pencabutan hak asuh anak, yaitu
rasa keadilan yang hidup dalam Pasal 156 huruf c Kompilasi
masyarakat dengan Hakim Hukum Islam, Pasal 49 Undang-
menerapkan hukumnya berdasar Undang Perkawinan, dan Pasal 31
sumber hukum yang berupa ayat (1) Undang - Undang Nomor
peraturan perundang-undangan, 23 Tahun 2002 Tentang
hukum tidak tertulis (hukum Perlindungan Anak.
adat), putusan desa, Sebelum penggugat
yurisprudensi, ilmu pengetahuan membuktikan dalil-dalil
maupun doktrin/ajaran para ahli. gugatannya dan tergugat
Berikut analisisnya : membuktikan dalil-dalil
1. Dalam Konpensi bantahannya, maka
Tergugat dalam hal ini pertimbangan hakim yang
menyatakan bahwa posita pertama, yaitu menilai alat bukti
penggugat, yaitu ne bis in idem. dengan mempertimbangkan hal-
Bertitik tolak dari uraian di atas hal berikut :
dihubungkan dengan a. Apakah hak asuh atas anak (
pertimbangan Hakim, maka hadhanah ) semata-mata
majelis Hakim dalam menilai merupakan hak orang tua,
perkara tersebut ne bis in idem ataukah sebaliknya
atau tidak, telah sesuai. Hal ini merupakan hak anak untuk
bisa dibuktikan berdasar mendapatkan perlindungan
ketentuan yang ada dalam Pasal dari orang tuanya;

14
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

b. Apakah anak-anak yang kepentingan yang terbaik bagi


menjadi obyek sengketa perlu anak. Hal tersebut sejalan pula
didengar keterangannya di dengan penjelasan yang ada
depan persidangan ataukah pada Pasal 1 Undang-Undang
tidak; Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Berdasarkan Perlindungan Anak yang
pertimbangan hal-hal tersebut, memberi kepentingan pengertian
Hakim pada poin pertama tentang asas kepentingan terbaik
menyebutkan “untuk menetapkan anak adalah dalam suatu
hak asuh atas anak yang tindakan yang menyangkut anak
termasuk di dalamnya yang dilakukan oleh pemerintah,
pencabutan hak asuh orang tua masyarakat, badan legislatif, dan
atas anak atau pengalihan hak badan yudikatif, maka
asuh atas anak dari satu orang kepentingan yang terbaik bagi
tua kepada orang tua atau anak harus menjadi
kerabat yang lain, yang lebih pertimbangan utama.
diutamakan adalah untuk Dengan demikian,
kepentingan masa depan anak, pertimbangan hukum tersebut
bukan kepentingan orang tua atau menunjukan Hakim tidak hanya
kerabat yang lain”. menjadi corong dari peraturan
Yang menarik dari perundang-undangan saja, tapi
pertimbangan ini adalah cara juga membuat argumen dengan
majelis Hakim dalam menganalisis secara kritis
menterjemahkan arti dari ketentuan normatif tersebut
“kepentingan anak” dengan sehingga pertimbangan tersebut
memasukkan ketentuan yang ada secara sistematis, komprehensif,
dalam Pasal 41 huruf (a) dan logis mudah dipahami.
Undang-Undang Perkawinan, Selain itu, Hakim dengan
Pasal 3 dan Pasal 14 Undang- mengemukakan hal-hal tersebut
Undang Nomor 23 Tahun 2002 maka tentunya dalam menilai
Tentang Perlindungan Anak pembuktiannya menjadikan
yang pada pokoknya bahwa kepentian anak sebagai landasan
semata-mata hak asuh anak itu utama dalam menentukan siapa
bukan kepentingan orang tua yang berhak untuk mendapatkan
untuk memperebutkannya tetapi hak asuh anak.
merupakan hak anak dengan Pada alasan poin kedua,
memperhatikan kepentingan anak Hakim menyatan :” untuk
tersebut. Adanya kepentingan anak menetapkan hak asuh atas anak
tersebut menandakan bahwa yang sudah mumayyiz atau telah
Hakim sesuai dengan asas dan berusia 12 (dua belas) tahun,
tujuan dari penyelenggaraan pendapat anak harus
perlindungan anak yang dipertimbangkan.” Dalam
diamanatkan pada Pasal 2 huruf penentuan aspirasi anak dapat
b Undang-Undang Nomor 23 didengar atau tidak, Hakim
Tahun 2002 Tentang melihat berdasarkan ketentuan
Perlindungan Anak, yaitu untuk pada Pasal 105 huruf b KHI

15
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

yang pada pokoknya bahwa anak dalam dirinya juga melekat


mumayyiz (sudah 12 tahun) harkat, martabat, dan hak-hak
dapat memilih antara ayah atau sebagai manusia yang harus
ibunya sebagai pemegang hak dijunjung tinggi sehingga
asuh. apabila terjadi pengingkaran
Hal yang menarik yaitu, terhadap hak tersebut berarti
Hakim tidak memaknai Pasal juga mengingkari martabat
105 huruf b KHI tersebut kemanusiaan. Hal ini juga
sebagai ketentuan yang berdiri menjunjung tinggi prinsip non
sendiri, namun juga memaknai diskriminasi (Pasal 2 huruf a
bahwa Pasal 105 huruf b KHI Undang-Undang Nomor 23
tersebut sebagai salah satu Tahun 2002 tentang
ketentuan hukum tentang hak Perlindungan Anak) yang
asuh anak yang di dalamnya prinsip tersebut tertuang pada
terdapat hak anak untuk Pasal 2 ayat 2 Konvensi Hak
“memilih” yang tentunya tidak Anak yang menyebutkan:
bisa dilepaskan dengan “Negara-negara peserta akan
ketentuan-ketentuan pada Pasal mengambil semua langkah yang
10 Undang-Undang Nomor 23 perlu untuk menjamin agar anak
Tahun 2002 Tentang dilindungi dari semua bentuk
Perlindungan Anak , Pasal 59 diskriminasi atau hukuman yang
Undang-Undang Nomor 39 didasarkan pada status, kegiatan,
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi pendapat yang dikemukakan
Manusia, dan Pasal 12 ayat (1) atau keyakinan dari orang tua
dan (2) Convention on The anak, walinya yang sah atau
Rights of The Child (Konvensi anggota keluarga”.
tentang Hak-hak Anak) yang Bahwa berdasarkan
telah diratifikasi dengan kedua poin tersebut, Hakim
Keputusan Presiden Nomor 36 dalam menetapkan hak asuh atas
Tahun 1990 yang pada anak yang lebih diutamakan
pokoknya isinya mengenai adalah hak anak dan untuk
perlindungan hak anak berupa kepentingan serta perlindungan
hak partisipasi yang meliputi anak, serta harus mendengar
hak-hak anak untuk terlebih dahulu pendapat anak.
menyampaikan Kedua poin tersebut ditandai
“pendapat/pandangannya” dalam dengan adanya pertimbangan
semua hal yang menyangkut Hakim yang mendengar
nasib anak itu. keterangan Irsyad di depan
Hal tersebut persidangan yang menyebutkan
menggambarkan bahwa Hakim :“Irsyad telah 6 bulan lamanya
melihat hak anak yang berupa merencanakan lari dari Tergugat
hak didengar pendapatnya untuk ikut dengan Penggugat,
ataupun keterangannya telah karena selama ikut dengan
sesuai dengan yang diamanatkan Tergugat Irsyad merasa tertekan,
peraturan perundang-undangan selalu dimarahi, banyak larangan
karena pada hakikatnya anak di dan Irsyad merasa sakit hati dan

16
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

sedih kalau mendapat nilai pencabutan hak asuh anak


ulangan yang kurang bagus dengan gugatan pada Peradilan
dibilang : “goblok”. Sebaliknya Umum terletak pada posita
selama kurang lebih 10 bulan atau dasar-dasar gugatan harus
ikut dengan Penggugat Irsyad dijelaskan. Selain
merasakan ada suatu perbedaannya terletak pada
kenyamanan yang tidak pernah posita, proses gugatan
ditemukan selama tinggal pencabutan hak asuh anak di
bersama Tergugat. Selanjutnya Pengadilan Agama juga
Irsyad menerangkan tetap berbeda pertimbangan hukum
memilih untuk ikut dengan yang digunakan pada
Penggugat dengan alasan karena Pengadilan Negeri, yaitu dalam
merasa lebih tenang dan lebih Pengadilan Agama dapat
nyaman serta dapat lebih leluasa menggunakan Al-Quran,
untuk menyalurkan bakatnya”. Hadis, Kitab Fiqh, dan
Kompilasi Hukum Islam
IV. KESIMPULAN sebagai landasan hukumnya .
Berdasarkan pada hasil Hal tersebut dikarenakan dalam
penelitian dan pembahasan maka Peradilan Agama mempunyai
dapat ditarik kesimpulan sebagai asas personalitas keislaman,
berikut : yaitu yang berarti hanya
1. Proses gugatan pencabutan melayani penyelesaian perkara
proses beracaranya yang perkawinan, waris, wasiat,
berlaku pada Peradilan Agama hibah, wakaf, zakat, infaq,
yaitu Hukum Acara Perdata shodaqoh, dan ekonomi syariah
yang sama halnya dengan dari rakyat Indonesia yang
Peradilan Umum, hal ini “beragama islam” (Pasal 49
didasarkan pada Pasal 54 Undang-Undang Nomor 3
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tntang Perubahan
Tahun 1989 tentang Peradilan Atas Undang-Undang Nomor 7
Agama yang menyatakan: Tahun 1989 tentang Peradilan
“Hukum Acara yang berlaku Agama) sehingga indikator
pada Pengadilan dalam untuk menentukan kewenangan
lingkungan Peradilan Agama Pengadilan Agama dengan
adalah Hukum Acara Perdata Peradilan yang lainnya yaitu
yang berlaku dalam lingkungan Agama yang dianut oleh kedua
Peradilan Umum, kecuali yang belah pihak yang bersengketa
telah diatur secara khusus dan hubunan hukumnya adalah
dalam undang-undang ini.” Hal agama islam serta hubungan
ini menandakan proses gugatan ikatan hukumnya juga
pencabutan hak asuh anak berdasarkan hukum Islam.
sama dengan gugatan yang 2. Alasan hak asuh anak yang
lainnya. Para pihaknya juga sudah ditetapkan oleh
terdiri dari penggugat dan Pengadilan Agama Semarang
tergugat. Perihal yang bisa dicabut yaitu berdasarkan
membedakan proses gugatan Pertimbangan hukum yang

17
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

digunakan oleh Majelis Hakim acara serta peraturan


dalam mencabut hak asuh anak perundang-undangan dan rasa
dari ayah kandungnya/tergugat keadilan di masyarakat. Hal ini
merujuk pada Pasal 49 dilihat berdasarkan yang
Undang-Undang Perkawinan, menjadi pertimbangan utama
Pasal 31 ayat (1) Undang- dalam penentuan hak asuh
Undang Nomor 23 Tahun 2002 anak oleh majelis Hakim, yaitu
Tentang Perlindungan Anak, sisi psikologis dan kepentingan
dan Pasal 156 huruf (c) KHI. sang anak karena gugatan
Dalam peraturan tersebut pada pencabutan hak asuh anak
pokoknya menyebutkan bukan semata-mata hak orang
bahwasanya harus terdapat tua melainkan hak anak untuk
alasan-alasan yang dipenuhi memilih dan di dengar
dalam pencabutan hak asuh pendapatnya pada saat di
anak, yaitu apabila yang persidangan sehingga dari segi
memegang hak asuh anak kepastian, kemanfaatan, dan
tersebut melalaikan keadilan putusan hakim telah
kewajibannya terhadap memenuhi nilai-nilai dasar
anaknya, berkelakuan buruk, dalam hukum tersebut karena
dan tidak dapat menjamin hakim melihat berdasarkan
keselamatan jasmani dan kepentingan anak yang juga
rohani anak. Pada kasus ini, merupakan argumentasi yang
tergugat sebagai ayah objektif dan rasional.
kandungnya telah melakukan
kekerasan psikis terhadap sang V. DAFTAR PUSTAKA
anak yang notabenenya telah
memenuhi salah satu alasan Buku
pencabutan hak asuh anak
sehingga membuat majelis Badan Pembinaan Hukum Nasional
Hakim menjatuhkan hak asuh Departemen Hukum dan HAM
anak kepada penggugat/ibu RI. 2003. Telaahan Akademik
kandungnya dalam Putusan terhadap Yurisprudensi tentang
Pengadilan Agama Semarang Peradilan Agama (Perceraian).
Nomor:2389/Pdt.G/2010/PA.S Jakarta : Departemen Hukum
m. dan HAM RI.
3. Pada Putusan Pengadilan Dja’is, Mochammad dan RMJ.
Agama Semarang Nomor: Koosmargono. 2010. Membaca
2389/Pdt.G/2010/PA.Sm yang dan Mengerti HIR Edisi Revisi.
di dalamnya terdapat Semarang: Oetama.
pertimbangangan hukum yang Fanani, Ahmad Zaenal. 2015.
berisi analisis, argumentasi, Pembaruan Hukum Sengketa
pendapat, ataupun kesimpulan Hak Asuh Anak di Indonesia
hukum oleh majelis Hakim (Perspektif Keadilan Jender).
mengenai gugatan tentang Yogyakarta: UII Press.
pencabutan hak asuh anak telah Gultom, Maidin. 2012. Perlindungan
sesuai dengan prosedur hukum Hukum terhadap Anak dan

18
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

Perempuan. Bandung: Refika Sosroatmodjo, H. Arso dan H. A.


Aditama. Wasit Aulawi.1981. Hukum
Harahap, Yahya. 2005. Hukum Perkawinan di Indonesia.
Acara Perdata. Jakarta: Sinar Jakarta: Bulan Bintang.
Grafika. Subekti, R.1977. Hukum Acara
LPKBHI Fak. Syari’ah IAIN Perdata. Bandung: Binacipta.
Walisongo Semarang dengan Sutomo, M, dkk. 2016. Membumikan
PPHIM/PTA Jawa Tengah.2001. Acara Peradilan Agama di
Membedah Peradilan Agama. Indonesia. Yogyakarta: UII
Semarang: IAIN Walisongo. Press.
Marzuki, Peter Mahmud. 2005.
Penelitian Hukum. Surabaya: Peraturan perundang-undangan
Kencana.
Mertokusumo, Sudikno. 1988. 1. Undang-Undang Nomor 4
Hukum Acara Perdata Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Indonesia. Yogyakarta: Liberty. Kehakiman.
Mulyadi. 2008. Hukum Perkawinan 2. Undang-Undang Nomor 3
Indonesia. Semarang: Badan Tahun 2006 tentang Perubahan
Penerbit Universitas Undang-Undang Nomor 7
Diponegoro. Tahun 1989 tentang Peradilan
Nashori, Abdul Ghofur. 2007. Agama.
Peradilan Agama di Indonesia 3. Undang-undang Nomor 20
Pasca UU No. 3 Tahun 2006 Tahun 1947 tentang Peradilan
(Sejarah, kedudukan, & Ulangan di Jawa dan Madura.
kewenangan. Yogyakarta: UII 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun
Press. 2004 tentang Perubahan atas
Puspa, Yan Pramadya. 1977. Kamus Undang-undang Nomor 14 tahun
Hukum Edisi Lengkap. 1985 tentang Mahkamah Agung.
Semarang: Aneka Ilmu. 5. Undang-undang Nomor 1 Tahun
Rahardjo, Satjipto. 1982. Ilmu 1974 tentang Perkawinan dan
Hukum. Bandung : Citra Aditya Peraturan Pemerintah Nomor 9
Bakti. tahun 1975 tentang Pelaksanaan
Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Undang-undang Nomor 1 Tahun
Penelitian Hukum. Jakarta: UI 1974.
Press. 6. Undang-Undang Nomor 4
Soekanto, Soerjono dan Tahun 1979 tentang
Abdurahman. 1990. Metode Kesejahteraan
Penelitian Suatu Pemikiran dan 7. Undang-Undang Nomor 3
Penerapan, Jakarta: PT Rineka Tahun 1997 tentang Pengadilan
Cipta. Anak
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1982. 8. Undang-Undang Nomor 39
Metodologi Penelitian Hukum. Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Jakarta: Ghalia Indonesia. Manusia
Soimin, Soedharyo. 2002. Hukum 9. Undang-Undang Nomor 35
Orang dan Keluarga. Jakarta: Tahun 2014 tentang
Sinar Grafika. Perlindungan Anak

19
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 6, Nomor 3, Tahun 2017
Website : https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/dlr/

10. Het Herziene Indonesisch Fakultas Syari’ah IAIN


Reglement (HIR) untuk Jawa Walisongo
dan Madura.
11. Rechtsreglement Wawancara
Buitengewesten (RBg.) untuk
luar Jawa dan Madura. Anwar Effendi, wawancara,
12. Instruksi Presiden (Inpres) Advokat, ( Semarang : 28
Nomor 1 Tahun 1991 tentang April, 2017).
penggunaan Kompilasi Hukum Bambang Putut Purnomo,
Islam sebagai pedoman dalam wawancara, Advokat, (
penyelesaian masalah-masalah Semarang: 24 Mei, 2017)
di bidang Perkawinan, Ignatius Ridwan Widyadharma,
Perwakafan dan Kewarisan. wawancara, Advokat, (
Semarang: 26 April, 2017).
Artikel, Jurnal, dan Karya Mohammad Nor Hudlrien,
Ilmiah wawancara, Hakim Pengadilan
Tinggi Agama Bandung,
Harahap, Rahmi Fadhillah. 2016. (Semarang: 14 April, 2017).
Analisis Yuridis terhadap Toto Riyanto, wawancara,
Pembatalan Hak Asuh Anak Advokat, (Semarang: 3 Mei,
oleh Pengadilan Agama (Studi 2017).
Putusan Pengadilan Agama
No. 5/Pdt.G/2006/PA.MDN).
Vol.3, 2016. Diambil
dari:http://jurnal.usu.ac.id/inde
x.php/premise/article/download
/14872/6457. (25 Oktober
2016).
Bohannan, Paul. 1990. Hasil
Sebuah Perceraian Bagi Anak,
Majalah Nasehat Perkawinan
dan Keluarga. Jakarta: Majalah
Nasehat Perkawinan dan
Keluarga, No. 217 Juli 1990.
Mughni, Nasihin. 2007. Eksistensi
Kompilasi Hukum Indonesia
(KHI) dalam Hukum Positif di
Indonesia. Thesis Program
Pascasarjana Magister Ilmu
Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
Taufanny, Atta Herfa. 2009.
Penetapan Suami Sebagai
Hadhin bagi Anak yang Belum
Mumayyiz dan Faktor-Faktor
Penyebabnya. Proposal Skripsi

20

Anda mungkin juga menyukai