Anda di halaman 1dari 15

PENTINGNYA PERAN KEPEMIMPINAN

KOLABORASI DALAM MEWUJUDKAN KOTA


SEHAT (Healthy City) DI YOGYAKARTA

Disusun oleh:
1. Sari Andini 1600029221
2. Balqis Putri Dharmita 1600029250
3. Nurul Faizah 1600029260

Dosen Pengampuh: Firman Syarif, S.KM., M.PH

PRODI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN
YOGYAKARTA
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah
Kepemimpinan dan Sistem Berpikir Kesehatan Masyarakat yang berjudul
“Pentingnya Peran Kepemimpinan Kolaborasi dalam Mewujudkan Kota Sehat
(Healthy City)”.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Yogyakarta, 4 Juli 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar……………………………………………………….…..………..ii
BAB I: Pendahuluan…………………………………….………..….….…..…….1
A. Latar Belakang……………………………………………………..……...2
B. Rumusan Masalah………………………………………………..………..2
C. Tujuan………………………………………………………......................2
BAB II: Isi dan Pembahasan………………………………………………..……..3
A. Definisi Kepemimpinan Kolaboratif…………………................................3
B. Ciri-Ciri Kepemimpinan Kolaboratif. .........................................................3
C. Tatanan Kota Sehat di Yogyakarta……….…………………………….....4
D. Kualitas Kota Sehat…………………………………………………….…6
E. Kebijakan Dalam Mewujudkan Kota Sehat………………........................7
F. Strategi Untuk Mewujudkan Kota Sehat di Yogyakarta………………….9
BAB III: Kesimpulan……………………………………..…….……………..…10
A. Kesimpulan………………………………………………………………10
Referensi………………………………………………………............................11

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kolaborasi adalah suatu proses di mana para stakeholder berinteraksi dan
benegosiasi, bersama-sama menciptakan aturan dan struktur yang mengatur
hubungan mereka dan cara-cara bertindak atau memutuskan pada isu-isu yang
mereka bawa. Kolaborasi adalah proses yang melibatkan norma-norma
bersama dan interaksi yang saling menguntungkan. Perencanaan kolaboratif
telah terbukti efektif dalam konteks kebijakan publik. Kolaborasi dapat
mengurangi konflik, menciptakan situasi win-win solution, meminimalkan
kegagalan pengembangan perencanaan, menciptakan strategi yang memenuhi
kebutuhan semua pihak yang terlibat dan menghasilkan solusi jangka panjang.
Prinsip utama kolaborasi adalah transparansi proses, keragaman dan
keterwakilan dari para pemangku kepentingan, dan keterlibatan seluruh
pemangku kepentingan dalam mengambil satu kebijakan. Aspek-aspek dari
kolaboratif yaitu terjadi dialog, membangun komitmen, tujuan, dan
kesepakatan bersama (Batara, dkk, 2018).
Healthy City adalah isu yang sangat kompleks, melibatkan banyak sektor
dan berbagai disiplin ilmu. Itulah sebabnya healthy city hanya bisa dicapai
kalau semua sektor yang terlibat dapat berkolaborasi dengan baik. Kota sehat
adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni
penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan beberapa tatanan
dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemerintah
daerah. Penyelenggaraan Kota Sehat adalah berbagai kegiatan untuk
mewujudkan Kota Sehat, melalui pemberdayaan masyarakat, dan forum yang
difasilitasi oleh pemerintah kota. Forum adalah wadah bagi masyarakat untuk
menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi. Forum Kota Sehat berperan untuk
menentukan arah, prioritas, perencanaan pembagunan wilayahnya yang
mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga dapat mewujudkan wilayah yag
bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni oleh warganya (Mulasari, 2018).

1
Mewujudkan setting sehat tersebut pendekatan kolaborasi stakeholder
terkait diyakini sebagai salah satu pendekatakan yang efektif. Kolaborasi
merupakan kunci gerakan Kota Sehat dan mereka membangun hubungan
kerjasama antara berbagai departemen, lembaga dan institusi baik dalam dan
di luar sektor kesehatan dan layanan publik lainnya. Tujuan kolaborasi bisa
tercapai jika komitmen sumber daya untuk intervensi berkelanjutan.
Mendefinisikan masalah perkotaan membutuhkan pengumpulan data yang
sistematis sebagai sumber informasi para pembuat kebijakan. Data dan
informasi dapat digunakan dalam penelitian dalam menemukan indikator dan
untuk memantau tren dan meningkatkan pemahaman kesehatan perkotaan
untuk semua kelompok kepentingan dan masyarakat secara umum (Barton,
2011).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari kepemimpinan kolaboratif?
2. Bagaimana ciri-ciri kepemimpinan kolaboratif?
3. Apa saja tatanan kota sehat di Yogyakarta?
4. Bagaiaman kualitas kota sehat?
5. Bagaimanakah kebijakan dalam mewujudkan kota sehat?
6. Bagaimana strategi yang dilakukan dalam mewujudkan kota sehat di
Yogyakarta?

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari kepemimpinan kolaboratif.
2. Mengetahui ciri-ciri kepemimpinan kolaboratif.
3. Mengetahui tatanan kota sehat di Yogyakarta.
4. Mengetahui kualitas kota sehat.
5. Mengetahui kebijakan dalam mewujudkan kota sehat.
6. Mengetahui strategi yang dilakukan dalam mewujudkan kota sehat di
Yogykarta.

2
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
A. Definisi kepemimpinan kolaboratif
Kepemimpinan Kolaboratif adalah cara seorang pemimpin yang dapat berpikir
secara strategis dalam konteks global, mengartikulasikan visi yang menginspirasi
lintas budaya, dan membuat pilihan bijak di tengah kompleksitas dan
ketidakpastian. Pemimpin tersebut mampu membangun jaringan yang dinamis,
menumbuhkan kemampuan perusahaan untuk bersaing di seluruh dunia serta
keterampilan dan pola pikir baru untuk berhasil dalam lingkungan bisnis yang
sangat kompetitif. Budaya kolaboratif ini memanfaatkan pengetahuan dan keahlian
semua pemangku kepentingan untuk berinovasi, bermitra secara efektif, bersaing,
dan menang (Oxford Leadership, 2019).
Peran kepemimpinan dalam pemerintahan kolaboratif dalam jurnal
wargadinata (2018) yaitu membantu stakeholder menemukan solusi yang bersifat
win-win, pemimpin adalah fasilitator atas proses. Kepemimpinan kolaboratif
tidaklah diniatkan untuk merancang strategi untuk memecahkan masalah tetapi
menciptakan sinergi strategi antar stakeholders yang akan menuntun pada solusi
yang inovatif. Pada tataran proses inilah kolaboratif governance berbeda dengan
forum kerjasama lainnya, bukan menyelesaikan tugas semata tetapi mencari cara
atau jalan baru dalam memecahkan masalah.Pimpinan harus bertindak sebagai
katalis maupun fasilitator, membangun salingketergantungan dan tidak bertindak
otoriter.

B. Ciri-Ciri Kepemimpinan Kolaboratif


Secara umum ada delapan ciri-ciri kepemimpinan kolaboratif yakni Pertama,
kepemimpinan kolaboratif memahami kekuasaan dimiliki oleh semua pihak yang
terlibat. Kedua, kepemimpinan kolaboratif akan membagikan informasi untuk
semua (shared information). Ketiga, kepemimpinan kolaboratif selalu mendorong
semua pihak yang terlibat untuk memberikan ide maupun gagasan (demokrasi).
Keempat, kepemimpinan kolaboratif melakukan fasilitasi kepada seluruh fihak
yang terlibat untuk selalu melakukan curah pendapat untuk memperoleh keputusan

3
yang disetujui bersama. Kelima, kepemimpinan kolaboratif memberikan waktu dan
sumberdaya untuk kepentingan semua fihak yang terlibat. Keenam, kepemimpinan
kolaboratif memberi kesempatan untuk mengembangkan peran dan tanggungjawab
semua fihak yang terlibat. Ketujuh, kepemimpinan kolaboratif berusaha mencari
solusi untuk mengatasi akar masalah. Kedelapan, kepemimpinan kolaboratif
menawarkan umpan balik sesegera mungkin secara personal (Wargadinata, 2018).
Gambar 1. kerangka berpikir kepemimnan kolaboratif

C. Tatanan kota sehat di Yogyakarta


Prinsip kepemimpinan kolaborasi dalam tataran pemerintahan tingkat lokal
dikatakan menjadi alternatif terbaik ketika pemerintah daerah menghadapi
tantangan yang makin kompleks. Di sisi lain tumbuhnya kemitraan antara publik-
swasta, semakin pentingnya peran lembaga non pemerintah, tumbuhnya jiwa
voluntir sukarela di kalangan masyarakat menjadikan proses kolaborasi dapat
tumbuh subur dengan menggunakan kekuatan-kekuatan ini (Kim, 2009).
Kepemimpinan kolaboratif menjadi penting ketika kegiatan yang dilakukan
melibatkan hubungan antar pemerintah (lokal--regional-nasional), hubungan antar
organisasi, antar sektor dan apabila melibatkan organisasi skala internasional. Oleh

4
karena itu untuk mewujudkan kota sehat diperlukan kerja sama pemerintah dengan
instansi-instansi lainnya seperti dinas kesehatan, dinas pariwisata, dinas
perhubungan,dll.
Adapun Tatanan Kota Sehat dikelompokkan berdasarkan, kawasan dan
permasalahan khusus yang terdiri dari:
1) kawasan permukiman, sarana, dan prasarana umum
2) kawasan sarana lalu lintas tertib dan pelayanan trasportasi
3) kawasan pertambangan sehat
4) kawasan hutan sehat
5) kawasan industri dan perkantoran sehat
6) kawasan pariwisata sehat
7) ketahaan pangan dan gizi
8) kehidupan masyarakat sehat yang mandiri
9) kehidupan sosial yang sehat.
Berdasarkan artikel yang diterbitkan di Jogja Tribun News (2019), kota
Yogyakarta menargetkan diri agar bisa meraih Swasti Saba Wistara ke-7 pada 2019.
Penghargaan tersebut merupakan penghargaan tertinggi sebagai kota sehat. Kabid
Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan kota Yogyakarta, Tri Mardoyo
menjelaskan bahwa kota Yogyakarta telah mendapatkan predikat Swasti Saba
Wistara sebanyak 6 kali berturut-turut. Mereka ingin mempertahankan dan
mengukuhkan diri sebagai kota sehat untuk yang ke 7 kali. Sebagaimana dibuktikan
dalam wawancara yang dimuat di artikel tersebut.

"Kota sehat bukan hanya diampu oleh Dinkes tapi semua unsur kelembagaan,
dan juga OPD lain terkait bagaimana menciptakan kondisi di Kota Yogyakarta
agar menjadi kota sehat,".
Perkembangan kota sehat di Yogyakarta bisa terlihat di Malioboro, Stasiun
Tugu, serta kehidupan sosial masyarakat. Tatanan sehat kota Yogyakarta mencakup
7 hal yakni kawasan permukiman sarana dan prasarana umum, kawasan sarana lalu
lintas tertib dan pelayanan transportasi, kawasan industri dan perkantoran sehat,
kawasan pariwisata sehat, kawasan pangan dan gizi, kehidupan masyarakat yang
mandiri, dan kehidupan sosial yang sehat (Tribunnews,2019).

5
D. Kualitas Kota Sehat
Menurut Palutturi (2013) terdapat 11 kualitas kota yang sehat yaitu :
1. Lingkungan bersih yang berkualitas, aman, termasuk perumahan yang
terjangkau.
2. Ekosistem yang stabil dan berkelanjutan.
3. Masyarakat yang kuat, saling mendukung, dan non-eksploitatif
4. Tingkat partisipasi publik tinggi dan kontrol masyarakat atas keputusan
yang mempengaruhi kehidupan, kesehatan, dan kesejahteraan.
5. Pemenuhan kebutuhan dasar (makanan, air, tempat tinggal, pendapatan,
keamanan, dan kerja) untuk semua masyarakat.
6. Akses keberbagai pengalaman dan sumber daya dengan kemungkinan
beberapa kontak, interaksi, dan komunikasi.
7. Ekonomi beragam, penting, dan inovatif.
8. Dorongan koneksi dengan masa lalu, dengan warisan budaya dan biologis
yang bervariasi, dan dengan kelompok-kelompok dan individu lainnya.
9. Bentuk kota atau desain yang kompatibel dengan meningkatkan
karakteristik sebelumnya.
10. Pelayanan kesehatan masyarakat yang optimal dan perawatan yang dapat
diakses oleh semua.
11. Status kesehatan yang tinggi (baik status kesehatan yang postif tinggi dan
status penyakit yang rendah).
Kriteria healthy city yang disarankan oleh WHO merupakan kriteria umum dan
disarankan secara internasional. Terjadi perbedaan pendapat para ahli mengenai
penting tidaknya kriteria internasional dan lokal. Pada standar internasional sangat
penting sebagai indikator pelaksanaan dan evaluasi outcome dari healthy city.
Indikator lokal dapat menjadi metode kontrol untuk mengukur healthy city dan bisa
menjadi counter balance biases dari indikator internasional (Batara, 2018).

6
E. Kebijakan dalam mewujudkan kota sehat
Dalam mewujudkan kota sehat terdapat beberapa kebijakan yang digunakan
sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan Kab/Kota Sehat diwujudkan dengan menyelenggarakan
semua program yang menjadi permasalahan di daerah, secara bertahap,
dimulai kegiatan prioritas bagi masyarakat di sejumlah kecamatan pada
sejumlah desa/kelurahan atau bidang usaha yang bersifat sosial ekonomi
dan budaya di kawasan tertentu.
2. Pelaksanaan Kab./Kota sehat dilaksanakan dengann menempatkan
masyarakat sebagai pelaku pembangunan dengan melelui pembentukan
Forum yang disepakati masy. Dengan dukungan pemerintah daerah dan
mendapatkan fasilitasi dari sektor terkait melalui program yang telah
direncakan
3. Setiap kabupaten/kota menetapkan kawasan potensial sebagai entry point
yang dimulai dengann kegiatan sederhana yang disepakati masyarakat,
kemudian berkembang dalam suatu kawasan atau aspek yang lebih luas,
menuju kabupaten/kota sehat 2010.
4. Penyelenggaraan Kab/kota sehat lebih mengutama kan proses dari pada
target, berjalan terus-menerus dimulai dengan kegiatan prioritas dalam
suatu tatanan kawasan dan dicapai dalam waktu yang sesuai dengan
kemampuan masyarakat dan semua stakeholders yang mendukung.
5. Kesepakatan tentang pilihan tatanan kabupaten/kota sehat dengan kegiatan
yang menjadi pilihan serta jenis dan besaran indikatornya ditetapkan oleh
forum bersama-sama dengan pemerintah daerah.
6. Program-program yang belum menjadi pilihan masyarakat diselenggarakan
secara rutin oleh masing-masing sektor dan secara bertahap program-
program tsb disosialisasikan secara intensif kepada masy. dan sektor terkait
melalui pertemuan-pertemuan yang diselenggarakan oleh forum
kabupaten/kota sehat.
7. Pelaksanaan kegiatan kabupaten/kota sehat sepenuhnya dibiayai dan
dilaksanakan oleh daerah yang bersangkutan dan masyarakat dengan

7
menggunakan mekanisme pendekatan konsep pemberdayaan ma-syarakat
dari, oleh dan untuk masyarakat.
8. Evaluasi kegiatan kabupaten/kota sehat dilakukan oleh forum dan pokja
kota sehat bersama-sama pemerintah daerah, LSM, perguruan tinggi, media
massa selaku pelaku pembangunan (Menkes, RI.2005).

Pemerintah kota Yogyakarta telah menerapkan kebiakan Kawasan Tanpa


Rokok (KTR). Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan
Tanpa Rokok (KTR) resmi diberlakukan di Kota Yogyakarta. Dalam peraturan
tersebut adalah melarang orang untuk merokok di kawasan tanpa rokok. Bagi para
pelanggar akan dikenai sanksi berupa pidana kurungan selama maksimal satu bulan
dan denda maksimal Rp 7,5 juta. Dengan berlakunya KTR bukan hanya warga Kota
Yogyakarta yang harus mematuhi terkait KTR, akan tetapi semua wisatawan baik
lokal maupun manca negara.

8
F. Strategi untuk mewujudkan kota sehat
Menurut Menteri Kesehatan RI (2005), Strategi untuk mewujudkan kota sehat
terdiri atas 6 hal yaitu: Pertama, melibatkan semua potensi yang ada di masy.
dalam forum & kelompok kerja sebagai penggerak kegiatan-kegiatan yang
dilaksanakan. Kedua, forum didampingi oleh sektor teknis sesuai dengan potensi
kawasan sehat melakukan advokasi kpd penentu kebijakan. Ketiga,
Mengembangkan kegiatan kab/kota sehat yang sesuai dengann visi dan misi potensi
daerah dengann berbagai simbol/moto, semboyan yang dipahami & memberikan
rasa kebanggaan bagi warganya. Keempat, mengembangkan informasi dan
promosi yang tepat sesuai dengan kondisi setempat baik berupa media cetak,
elektronik termasuk melalui internet, media tradisional. Kelima, meningkatkan
potensi ekonomi daerah/wilayah dengan kegiatan yang menjadi kesepakatan
masyarakat. Keenam, menjalin kerjasama antara forum kab./kota yang
melaksanakan program kabupaten/kota sehat.
Keenam strategi tersebut jika dikaitkan dengan gaya kepemimpinan kolaboratif
dapat mempengaruhi stakeholder untuk saling berinteraksi dan benegosiasi yang
saling menguntungkan. Perencanaan kolaboratif telah terbukti efektif dalam
konteks kebijakan publik. Kolaborasi dapat mengurangi konflik, menciptakan
situasi win-win solution sehingga dalam mewujudkan kota sehat (Healthy City) di
Yogyakarta diperlukan pemimpin yang dapat meminimalkan kegagalan, mampu
membangun jaringan yang dinamis, menumbuhkan kemampuan untuk bersaing,
serta dapat menciptakan strategi yang memenuhi kebutuhan semua pihak yang
terlibat dan menghasilkan solusi jangka panjang.

9
BAB III
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan kolaboratif merupakan cara
seorang pemimpin yang dapat berpikir secara strategis dalam konteks global,
mengartikulasikan visi yang menginspirasi lintas budaya, dan membuat pilihan
bijak di tengah kompleksitas dan ketidakpastian. Pemimpin tersebut mampu
membangun jaringan yang dinamis, menumbuhkan kemampuan untuk
bersaing serta keterampilan dan pola pikir baru untuk berhasil dalam
lingkungan yang sangat kompetitif. Oleh karena itu demi mewujudkan kota
sehat (Healthy City) di Yogyakarta diperlukan seorang pemimpin yang
mengadopsi gaya kepemimpinan ini dan merealisasikan strategi yang telah
dibuat.
Adapun saran untuk pemerintah kota Yogyakarta yang ingin mewujudkan
kota sehat (Healthy City) yaitu mengadopsi gaya kepemimpinan kolaborasi
sehingga semua pihak seperti masyarakat, dan instansi lainnya ikut terlibat.
Selain itu, perlu diciptakan indikator yang jelas agar dapat menilai kemajuan
yang sudah dilakukan, dan menjadi tolak ukur untuk merencanakan kegiatan
selanjutnya. Setiap daerah dapat memilih, menetapkan dan melaksanakan
kegiatan sesuai dengan kondisi dan kemampuan masing-masing untuk
memenuhi indikator tersebut karena modal dasar dalam menciptakan kota sehat
adalah kemauan dan komitmen pemerintah kota untuk mewujudkan tatanan
hidup yang lebih aspiratif dan menempatkan masyarakat sebagai mitra
pembangunan.

10
REFERENSI

Barton H, Grant M. 2011. Urban Planning for Healthy Cities A Review of the
Progress of the European Healthy Cities Programme. Journal of Urban
Health: Bulletin of the New York Academy of Medicine.Vol. 90 No 1.

Batara, Andi Surahman,Syafar,dkk. 2018. Pentingnya Kolaborasi Stakeholder


Dalam Mewujudkan Terminal Sehat di Sulawesi Selatan. Jurnal FKM
Universitas Muhammadiyah Palu.Vol. 1 No 1.

Batara, Andi Surahman. 2018. Healthy Setting Ruang Publik Perkotaan Sebuah
Konsep Terminal Sehat. Makassar: CV. Sosial Politik Jenius.

Jogja Tribun News. 2019. Yogya Targetkan Raih Predikat Tertinggi Kota Sehat
Ke-7. Diakses pada hari rabu 10 juli 2019 pukul 17:00 WIB.
https://jogja.tribunnews.com/2019/04/20/yogya-targetkan-raih-predikat-
tertinggi-kota-sehat-ke-7?page=all

Kim, soonhee. 2009. Management strategy for local government to strengthen


transparency in local governance. Seoul: United Nations Project office on
Governance.

Menkes RI. 2005. Indikator Kabupaten/Kota Sehat sesuai Peraturan Bersama


Menteri Dalam Negeri dan Menteri Kesehatan Nomor 34 Tahun 2005
Nomor:1138/Menkes/PB/VIII/2005 Tentang Penyelenggaraan
Kabupaten/Kota Sehat.

Mulasari, Surahma Astri.2018. Membangun Kota Sehat (Healthy City) Menuju


Indonesia Sehat Berkemajuan. Jurnal Pemberdayaan. Vol 2 No 2.

Oxford Leadership. 2019. Collaborative Leadership: Engaging collective


intelligence to achieve results across organizational boundaries. Global
Leadership Consultants. USA.

Palutturi, S. 2013. Public Health Leadership. Jogjakarta: Pustaka Pelajar.

11
Wargadinata, Ella. 2018. Kepemimpinan Kolaboratif. Jurnal Administrasi
Pemerintahan Daerah. Vol 8 No 1 Hal:1-14.

12

Anda mungkin juga menyukai