Anda di halaman 1dari 6

2.1.

4 Rumah Sakit Cantia Tompaso Baru


Alamat : Desa Pinaesaan, Jaga II, Kec Tompaso Baru, Kab. Minahasa
Selatan

Rumah Sakit Cantia


Tompasobaru merupakan
Rumah Sakit satu- satunya
yang terdapat di wilayah
Tompasobaru kabupaten
Minahasa Selatan. Masyarakat mempunyai kepercayaan besar terhadap
pelayanan Rumah Sakit ini. RS ini terletak diantara kota Manado dan
Kotamobagu (dekat perbatasan kabupaten Minahasa dan Bolaang Mongondow)
dan terlalu jauh dari kota besar dan kurang tersedia sarana kesehatan. Memang
semua sarana kesehatan terpusat di kota-kota, maka untuk mencari tenaga-
tenaga kesehatan sangatlah sulit. Juga ada kesulitan dengan transportasi lalu
lintas yang sangat jarang. Kesulitan ini membuat Rumah Sakit satu-satunya
pelayanan yang ada untuk bisa melayani kesehatan masyarakat.
Rumah Sakit Cantia Tompasobaru awalnya merupakan klinik kecil yang
didirikan di kompleks pastoran Pinaesaan pada tahun 1937 yang ditangani oleh
Pst. Albert Rutges, MSC. Sempat terhenti setelah beroperasi selama 4 tahun
akibat perang.
Akibat banyaknya pasien malaria maka pada Oktober 1947, P. Jansen,
MSC sebagai pastor paroki di Tompasobaru mengadakan pertemuan dengan
tokoh-tokoh umat untuk membicarakan pendirian sebuah rumah sakit. Hasilnya
disampaikan kepada Uskup Manado Mgr. N. Verhoeven, MSC dan akhirnya
disetujui. Pelaksanaan pembangunan dipimpin oleh Bruder Werkhoven, MSC di
mana pekerjaan dilakukan oleh Bpk. Albert Roring dan dibantu oleh warga.
Pada pertengahan tahun 1948 rumah sakit selesai dibangun berukuran
48 x 7m2 dengan konstruksi kayu dan atap rumbia.
Pada tanggal 17 Agustus 1948 rumah sakit diberkati dan diresmikan oleh
Uskup Mgr. Verhoeven, MSC dan diberi nama CANTIA sebagai penghargaan
terhadap Moeder Cantia Staal pemimpin umum Kongregasi Suster JMJ di
Belanda yang kemudian berkesempatan mengunjungi Tompasobaru setahun
kemudian.

51
Setelah diberkati sarana rumah sakit semakin disediakan, sehingga
pelayanan tidak saja dilakukan oleh para mantri tetapi secara rutin mendapat
kunjungan dari dokter yang berasal dari Rumah Sakit Gunung Maria Tomohon.
Pihak keuskupan memberikan kepercayaan kepada mantri Jetje Pangaila
sebagai Kepala Rumah Sakit dan wakilnya adalah Jan Mantow. Bagian
administrasi ditangani oleh Coen Nelwan sedangkan keuangan ditangani
langsung oleh keuskupan.
Pada bulan Agustus 1950 Mantri Jetje Pangaila melanjutkan pendidikan
dan sebagai gantinya adalah Cornelia Foet, seorang perawat berijasah
perawatan anak-anak. Tahun 1952 Cornelia Foet dipindah-tugaskan ke
Kalimantan dan kepemimpinannya diserahkan kepada bidan Lies Rumbayan dan
tahun 1955 diserahkan lagi kepada Jan Mantow.
Rumah Sakit Cantia semakin berkembang dan pada tahun 1955 pihak
keuskupan mengundang para suster JMJ untuk berkarya di Tompasobaru yaitu
Sr. Margaretha Groot seorang perawat bidan dan Sr. Laetitia Wowiling mengurus
kerumahtanggaan.
Pada tanggal 2 Maret 1957 pecah pergolakan Permesta. Situasi ini
sangat berpengaruh dalam keberadaan rumah sakit dan pengelolaannya. Hal ini
berlangsung sampai tahun 1959. Para karyawan meninggalkan rumah sakit,
dengan demikian ketiga suster yang bertugas di Tompasobaru, yaitu Sr. Nicoline
Kuin, Sr. Margaretha Groot dan Sr. Laetitia Wowiling dan beberapa pembantu
yang tinggal memberikan pelayanan.
Tahun 1958, keuskupan mohon kesediaan para suster tarekat JMJ untuk
mengambil alih rumah sakit Cantia, sehingga tugas pastor paroki pun tidak
dibebani dengan pekerjaan di Rumah Sakit, dengan tujuan supaya perhatian
kepada pelayanan rumah sakit semakin lancar. Mooder Doreothee
Wennekendonk JMJ yang pada waktu itu sebagai regional Overste dan telah
lama bekerja sebagai misionaris di Indonesia, menerima tawaran ini sehingga
pada tanggal 1 Januari 1958 diadakan pengalihan pengelolaan rumah sakit dari
keuskupan Manado kepada Yayasan Joseph.
Selama waktu pergolakan ini, keadaan rumah sakit tak menentu,
komunikasi rumah sakit dengan masyarakat sulit, karena penduduk mengungsi.
Komunikasi dengan RS. Gunung Maria tertutup. Ini berlangsung sampai tahun
1960.

52
Sejak saat itu secara resmi RS. Cantia Tompasobaru dikelola secara
penuh oleh para suster JMJ. Oleh karena itu, masih ada dalam suasana
pergolakan, komunikasi pun belum ada. Ketiga suster yang berada di
Tompasobaru pada waktu itu tidak ada kontak sama sekali dengan rekan-rekan
suster di komunitas lain. Daerah Tompasobaru dan seluruh daerah Minahasa
Selatan, dikuasai oleh pasukan tentara permesta yang menempati gedung-
gedung tertentu untuk perlindungan.
Tahun 1960 pasukan TNI menyerang daerah Minahasa Selatan termasuk
daerah Tompasobaru dan memerintahkan agar desa Tompasobaru dikosongkan.
Penduduk harus mengungsi ke Modoinding. Dengan demikian rumah sakitpun
dikosongkan, para suster harus mengungsi. Mereka diangkut ke Tomohon atas
jasa seorang tentara yang baik hati. Tahun 1961 suasana mulai tenang,
penduduk mulai kembali dari pengungsian.
Pada 1962 rumah sakit dibuka kembali setelah situasi membaik. Pada
Tanggal 18 Maret 1962 pastor paroki yang baru yaitu pastor Albertus Rutges
MSC membawa perawat Joseph Wolf setelah pergolakan permesta berakhir
untuk melayani di Rumah Sakit. Bapak Joseph Wolf di antar oleh Pastor
Theodorus Moors MSC bersama dr. Que Giok Tong direktur RS. Gunung Maria
Tomohon waktu itu dan Sr. Adriana Korompis sebagai Supervisor, dan mulai saat
itu pelayanan kesehatan di RS. Cantia berjalan normal lagi dan pimpinannya
diberikan kepada seorang perawat yaitu bapak Josef Wolf selama 18 tahun
sampai pensiun pada tahun 1980.
Sejak tahun 1964 ketenagaan mendapat bantuan dari RS. Gunung Maria
Tomohon, sehingga pelayanan tetap ditingkatkan. Tahun 1967 RS. Cantia
mendapat bantuan dari Memisa (Belanda), berupa seperangkat tempat tidur,
paket peralatan lain, sebuah kendaraan Jeep Landrover dan obat-obatan.
Komunikasi dan transportasi ke Tomohon-Manado sudah mulai lancar, terutama
untuk pengambilan obat-obatan dan pembelanjaan bahan makanan serta bahan-
bahan lainnya.
Tanggal 4 oktober 1970 pimpinan rumah sakit Cantia, Josef Wolf dan
satu tenaga perawat, yaitu Evert Turang diundang mengikuti rapat di dinas
kesehatan Tondano tetapi gagal karena mengalami kecelakaan dalam
perjalanan karena kendaraan yang mereka tumpangi masuk jurang. Mantri Josef
Wolf menderita luka-luka sehingga memerlukan perawatan di RS. Gunung Maria

53
dan Evert Turang menderita cacat tubuh. Pimpinan RS. Cantia untuk sementara
waktu digantikan oleh Sr. Jeanne d’Arc Toreh.

Kunjungan para dokter dan pelayanan di rumah sakit Cantia


- Dokter Jeannette Barten ahli kandungan
- Dokter van Balen
- Dokter Que Giok Tong
Tahun 1973 rumah sakit mendapat kunjungan dari dokter Puskesmas
Tompasobaru. Tahun 1974 dikunjungi oleh dokter L. Ratulangi, tahun 1976
kunjungan tetap oleh dokter Pelealu dan dokter Umboh, tahun 1978 kunjungan
dari dokter F. Sugeng Pambudi dari RS. Budi Setia Langowan, tahun 1979
kunjungan dari dokter Ignasia Busch JMJ. Tahun-tahun selanjutnya oleh dokter
Jeannette Barten BKK sebagai dokter ahli kandungan. Tahun 1980 bapak Josef
Wolf pensiun sesudah selama 18 tahun memimpin rumah sakit Cantia dengan
dedikasi penuh.
Dalam kurun waktu 14 tahun terakhir ini, yaitu dari tahun 1983-1997
rumah sakit dilayani oleh para dokter berjumlah 23 dokter ada yang setahun atau
lebih, tetapi pada umumnya para dokter yang sedang menunggu penempatan
dari pemerintah. Para dokter ahli bedah dan internis rumah sakit menjemput
mereka dari Manado sehingga pelayanan tetap berjalan dengan lancar.
Renovasi pertama dilakukan pada tahun 1985 untuk bagian depan rumah
sakit dengan penambahan bangunan kamar bersalin dan ruang operasi yang
sewaktu-waktu digunakan saat kunjungan dr. J. Barten BKK. Penambahan
ruang rawat inap dilakukan pada tahun 1994 dengan kapasitas 50 tempat tidur.
Pada tanggal 6 Februari 1994 rampung. Renovasi gedung ini terdiri dari kelas II 6
tempat tidur, kelas IIIA 6 tempat tidur dan kelas IIIB 38 tempat tidur. Demikianlah
perkembangan rumah sakit Tompasobaru dari yang paling sederhana menjadi
satu rumah sakit di mana kini dapat memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat di masa kini.
Pada tahun 1997 rumah sakit menambah bangunan baru pada sayap kiri
rumah sakit untuk unit perawatan. Hal ini, memberi dampak positif terhadap
peningkatan pelayanan rumah sakit. Selain itu, pihak rumah sakit selalu
berusaha untuk menambah dokter spesialis dengan mendatangkan dokter-dokter
spesialis dari Manado dan sekitarnya.

54
RSU Cantia memiliki beberapa
fasilitas penunjang medis antara lain
Elektrokardiografi (EKG), ultrasonografi
(USG) hibah dari RSU Gunung Maria
Tomohon, Laboratorium, dan Ronxen
sejak tahun 2003. Apotek dengan obat yang cukup lengkap dibuka selama 1 x 24
jam. Ambulans yang dimiliki oleh RSU Cantia saat ini berjumlah 3 unit yang siap
beroperasi 24 jam. Adapun status kepemilikannya antara lain pinjam pakai dari
Pemkab Minahasa Selatan (APV tahun 2009) dan 2 milik RSU Cantia
Tompasobaru. Dalam peringatan 60 tahun rumah sakit.
Pelayanan persalinan dibantu oleh 5 orang bidan dan 1 orang dokter ahli
kandungan dan Kebidanan dengan 3 tempat tidur untuk persalinan dan
pemeriksaan kandungan serta dilengkapi ruang perawatan pasca bersalin dan
perawatan bayi. Pelayanan Ruang Pemulasaran Jenasah juga setelah
direnovasi diakhir tahun 2015, diberi nama St. Barbara saat ini memiliki fasilitas
ruang memandikan dan pengawetan jenasah serta tersedia ruang kumpul
keluarga dan ruang doa sebelum dibawa ke rumah duka.
Telah disediakan juga perawatan luka intensif sebagai layanan unggulan.
Hal ini disediakan karena tingginya jumlah pasien dengan luka baik sebagai luka
mekanis maupun akibat penyakit sistemik. Melakukan evaluasi staf medis dalam
perawatan untuk semakin mendalami dan terbukti memberikan hasil setelah
perawatan intensif dan pasien memberikan pengakuan positif akan kinerja staf
medis kami.

Para dokter direktur:


1948 : Perawat Cornelia Foet
1952 : Bidan Lies Rumajan
1955 : Jan Mantow
1958 : Yayasan Joseph
1962 – 1980 : dr. Salvera Kaunang
1999 – 2000 : dr. Royke Pontoh
2000 – 2002 : dr. Joppy A. Sewow
2002 – 2004 : dr. Vincentius M.T Joseph
2004 – 2009 : dr. Paul A. T. Kawatu

55
2009 – 2012 : dr. Sr. Mareyke Sengkeh, JMJ
2012 – 2015 : dr.Joppy A. Sewow
2015 – 2020 : dr. Indra K. Silaen
2021 _ sekarang : dr James Komaling

56

Anda mungkin juga menyukai