ABSTRAK
Kurangnya akses ke kredit merupakan kendala berat bagi banyak petani. Resi gudang adalah
alat penting yang efektif untuk menciptakan likuiditas dan memudahkan akses ke kredit.
Skema semacam itu juga menawarkan manfaat tambahan seperti memperlancar pasokan
dan harga di pasar, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi kehilangan pangan.
Makalah ini menjelaskan langkah-langkah interaksi yang terlibat dalam sistem resi gudang,
menetapkan pertanyaan penting yang akan diajukan mengenai kondisi kritis untuk
keberhasilannya dan menggambarkan peran hak keamanan resi gudang dalam menyiapkan
dan menjalankan sistem tersebut. Metode penelitian kepustakaan, yang dihubungkan
dengan implementasi di lapangan. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, pemerintah kita
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, yang
disusul dengan peraturan pelaksanaannya. Bahwa dalam hukum positif di Indonesia
kedudukan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang masuk
bagian dari hukum kebendaan yang diatur dalam hukum perdata, dokumen resi gudang
adalah alas hak atas barang yang dapat digunakan sebagai agunan karena dijamin dengan
komoditas tertentu. Bahwa, Resi Gudang sebagai instrument perdagangan & pembiayaan
ini sangat fleksibel dan dapat dialihkan dijadikan jaminan utang atau digunakan sebagai
dokumen penyerahan barang juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa
dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Bahwa, dalam perkembangan transaksi resi gudang
di dalam negeri, dari tahun ke tahun telah menunjukkan pertkembangan yang signifikan,
khususnya bank telah mulai memberikan kemudahan-kemudahan memberikan kredit
kepada petani dengan agunan resi gudang.
Kata Kunci: Petani, Sistem Resi Gudang, Penjaminan, dan Akses Kredit
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negeri yang sangat strategis, dengan tanahnya yang
sangat subur dan dikaruniai kekayaan alam yang melimpah. Hampir semua sumber
daya alam yang memiliki nilai ekonomis tinggi tersedia dinegeri ini Sebutan "Gemah
Ripah Loh Jinawi" rasanya tidak berlebihan disematkan pada negeri kepulauan ini.
89
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
Ironisnya nasib petani dinegeri ini tidak bisa hidup layak. Sebagai negeri agraris,
pertanian merupakan sector yang sangat strategis bagi Indonesia. Karenanya
diperlukan beragam upaya demi tercapainya optimalisasi di bidang pertanian, serta
dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan para pelaku usaha.
Pertanian sendiri banyak menghadapi kendala-kendala, khususnya dalam
bidang teknologi pertanian yang sangat minim lahan terbatas. serta pengetahuannya,
bagi peningkatan kurangnya intensif produksinya. Permasalahan umum usaha
agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan petani kecil, adalah
jatuhnya harga pada saat musim panen raya.1
Kejadian semacam ini sering terjadi khususnya pada petani padi, sebab petani
padi cenderung memiliki jadwal tanam seragam, sehingga pada saat panennya pun
bersamaan. Pola tanam padi yang seragam tersebut sengaja dilakukan para petani
agar semua pertanaman pada mendapat jatah pengairan yang cukup, dan untuk
meminimalkan serangan hama penyakit, serta untuk mengejar musim tanam yang
optimal. Konsekwensinya, masa panen padi cenderung bersamaan, sehingga
mengakibatkan harga jual gabah menjadi merosot tajam (anjlok).
Petani tidak bisa menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah kehabisan
biaya dan tidak mempunyai gudang penyimpanan yang memadai. Kondisi ini sangat
menguntungkan para tengkulak dan rentenir yang kemudian mengambil untung
besar dari kesulitan petani.2
Meskipun bisa menyiasatinya dengan jalan menunda penjualan hasil panen,
tetapi pada saat yang sama harus dihadapkan akan kebutuhan uang tunai demi
mempersiapkan musim tanam berikutnya serta terpenting disini kesejahteraan bagi
petani. Upaya ini oleh sebagian petani diatasi dengan jalan menggadai gabah dengan
lembaga koperasi, ternyata koperasi-koperasi pertanian di Indonesia tidak bisa
mewadahi apa yang dibutuhkan oleh para petani sesungguhnya. Hasil tidak juga
1 Sri Ratna Suminar, “Peranan Asuransi Dalam Upaya Mengembangkan Kemitraan Usaha Agrobisnis
Perubahan Iklim: Studi Kasus Subak Di Desa Gadungan, Tabanan, Bali,” Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan
(2013).
90
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
selalu panen menggembirakan petani, karena petani biasanya terpaksa menjual hasil
panen kepada pengepul dengan harga dibawah pasaran.
Selama ini para petani mengalami sejumlah kendala dalam mengakses
sumber-sumber pembiayaan. Misalnya ketiadaan agunan asset tetap dan rumitnya
birokrasi dan administrasi perkreditan bank Bahkan jika asset agunan tetap dimiliki
tingginya tingkat risiko ini menjadikan alasan keengganan para pelaku usaha kecil
menengah untuk mengagunkan asset yang mereka miliki.
Selanjutnya dari pihak bank sendiri seringkali tidak berpengalaman dalam
memberikan kredit di tingkat pedesaan. Bank dengan sistem birokrasinya lebih
cenderung berhubungan dengan pelaku usaha besar dan mapan. Sementara itu,
akses informasi atas harga yang terjadi di pasar sangat terbatas, ini membuat para
petani menjadi pihak yang cenderung dirugikan atas tidak transparannya informasi
pasar.3
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi petani begitu penting dalam
meningkatkan akses pembiayaan jangka pendek terutama ketika harga jual produk
pertanian menurun saat musim panen, hasil panen petani bisa disimpan di gudang
sambil menunggu harga pasarnya membaik, maka resi gudang yang diterbitkan oleh
pengelola gudang yang telah diakreditasi bank untuk dapat dijaminkan ke
memperoleh kredit tanpa dipersyaratkan agunan lainnya.
Menyadari hal tersebut diatas, pemerintah menerbitkan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2006 tentang "Sistem Resi Gudang" kemudian diikuti peraturan
pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.
Sistem resi gudang merupakan salah satu instrument penting dan efektif dalam
membantu pihak petani untuk mendapatkan fasilitas kredit dengan tertatanya sistem
perdagangan yang dapat diakses oleh selain petani juga pelaku usaha mikro kecil dan
menengah.
3 Dhianon Supanggih and Slamet Widodo, “Aksesibilitas Petani Terhadap Lembaga Keuangan (Studi
Kasus Pada Petani Di Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro),” Agriekonomika 2, no. 2
(2013): 163–173.
91
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pokok
permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana penerapan jaminan resi Gudang
sebagai agunan dalam pemberian kredit?
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yang
bersifat normatif,4. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu penelusuran terhadap peraturan dan perundang-undangan yang secara
langsung terkait dengan obyek penelitian, maupun peraturan perundang-undangan lain
dan bahan referensi yang berhubungan. Sedangkan metode analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa data kualitatif. Tujuan dari
analisa data ini adalah untuk menemukan masalah (problem-finding), dengan harapan
dapat diperoleh suatu cara atau strategi yang tepat dalam mengatasi masalah (problem-
solution).
C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Resi Gudang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang, pengertian Resi Gudang atau juga adalah disebut Receipt Warehouse
dokumen atau surat bukti kepemilikan barang yang disimpan di gudang, yang
diterbitkan oleh Pengelola Gudang tertentu yang harus mendapatkan persetujuan
dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) adalah
struktur kelembagaannya dibawah Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Sistem Resi Gudang (Warehouse Receipt Sistem) merupakan kumpulan berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan pengalihan, penjaminan dan
penyelesaian transaksi resi gudang.
4Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986),
hlm 49-53.
92
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
5
Erma Suryani and Iwan Setiadjie Anugerah, “Sistem Resi Gudang Di Indonesia: Antara Harapan Dan Kenyataan” (2014).
93
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
d. Pusat Registrasi.
Sebagai badan usaha yang melakukan penata usahaan resi gudang, tugas
Pusat Registrasi adalah melakukan aktivitas pencatatan penyimpanan,
pengalihan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan
jaringan informasi. Kegiatan Pusat Registrasi hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha yang berbadan hukum dan telah mendapat persetujuan Badan Pengawas
dipersyaratkan Pusat Registrasi memiliki pengalaman minimal 3 (tiga) tahun
dalam kegiatan pencatatan transaksi kontrak berjangka komoditas dan kliring
memiliki sistem penata usahaan resi gudang dan dokumen resi gudang yang
bersifat akurat, actual (on line dan real time), aman, terpercaya dan dapat
diandalkan (reliable): memiliki persyaratan keuangan yang ditetapkan Badan
Pengawas. Bappebti saat ini telah menunjuk Pusat Registrasi yang dilakukan oleh
PT. (Persero) Kliring Berjangka Indonesia.
Imlementasi Sistem Resi Gudang memerlukan sejumlah langkah persiapan
yang baik dan matang, hal ini karena sistem tersebut masih baru dan belum banyak
disosialisasikan dan prosesnya melibatkan sejumlah pihak terkait baik bagi para
petani & pelaku usaha kecil dan menengah, maupun kelembagaan dalam (Badan
resi gudang sendiri Pengawas, Pengelola Gudang, Lembaga Penilai Kesesuaian,
Pusat Registrasi dan Perbankan).
94
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
6
Ahmad Jamaan and Yudi Satria, “Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah Terhadap Industri Furnitur Rotan
Indonesia 2011-2012” (Riau University, 2014).
7
Juliana Evawati, “Asas Publisitas Pada Hak Jaminan Atas Resi Gudang,” Yuridika 29, no. 2 (2014).
95
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
8
ELRICK CHRISTIAN RUNTUKAHU, “PENJAMINAN RESI GUDANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG SISTEM RESI
GUDANG” (UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2009).
96
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
9
J Satrio, “Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,” Bandung: PT. Citra Aditya Bakti (2007).
10
Hasbullah Frieda Husni, “Hukum Kebendaan Perdata (Hak-Hak Yang Memberi Jaminan) Jilid 2,” IND HILL CO, Jakarta
(2009).
97
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
11
Raden Subekti, Hukum Perjanjian (Intermasa, 1987).
98
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
99
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
kredit kepada nasabah debitur, asalkan syarat jaminan kredit dan agunan pokok
telah terpenuhi.
Jaminan kredit dan agunan kredit pengertiannya sering berubah-ubah.
Contohnya: pengertian jaminan berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor
10 tahun 1998 tidak sama dengan pengertian jaminan berdasarkan Undang-Undang
Perbankan tahun 1967. Kalau menurut UU dalam Perbankan tahun 1967,
pengertian "jaminan" disamakan dengan "agunan".
Jadi jaminan kredit yang dimaksud UU Perbankan No.10 tahun 1998
bukanlah jaminan kredit yang selama ini dikenal sebutan "collateral" yang dengan
merupakan bagian dari prinsip 5C istilah collateral dalam UU Perbankan No. 101
tahun 1998 di artikan dengan "agunan". Adapun 5C yang dijadikan analis kredit
perbankan, yaitu: (Malayu Hasibuan, 2009 106). 1) Character (sifat/kepribadian).
2) Capacity Capital (permodalan). 3) kemampuan. 4) Collateral (agunan)., 5) of
Condition (perekonomian).
Resi Gudang sebagai agunan kredit perbankan, disamping yang telah diatur
dalam UU No.9 tahun 2006 tentang Sistem resi Gudang, juga diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas
PBI No. 7/21/2005 tentang Penilaian Kualitas Akltiva Umum yang berlaku mulai
tanggal 2 April 2007. Dalam ringkasan PBI No.9/2007 disebutkan bahwa
penambahan jenis agunan dapat menjadi faktor pengurang Penyisihan
Penghapusan Aktiva (PPA Misalnya, mesin yang merupakan kesatuan dengan tanah
diikat dengan Hak Tanggungan, sedangkan Resi Gudang diikat dengan Hak
Jaminan Atas Resi Gudang.
Dalam PBI No.9/2007, Pasal 46 menyatakan bahwa, agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai
berikut: 1) Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek
Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat dengan gadai. 2) Tanah,
gedung, rumah tinggal yang diikat dengan hak tanggungan. 3) Mesin yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan economy (kondisi hak
tanggungan). 4) Pesawat udara at kapal laut dengan ukuran diatas 20 (dua puluh)
100
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
meter kubik yang diikat denga hipotik, 5) Kendaraan bermotor d persediaan diikat
dengan secara fidusia 6 Dasar hukum penggunaan res gudang sebagai jaminan
utang atau agus kredit juga terteradalam UU No.9 tahun 2006 Pasal 4 ayat 1 yang
menyataka bahwa resi gudang dapat dialihk dijadikan jaminan utang, atau
digunakan Resi Gudang yang diikat dengan ha jaminan atas Resi Gudang.
Dengan adanya PBI No.9/2001 petani dapat menjadikan resi gudang sebagai
agunan kredit baru selain tanah, rumah dan asset lainnya. Dengan membawa
dokumen resi gudang yang dimilikinya, petani dapat mengajukan permohonan
kredit modal kerja kepada lembaga perbankan. Agunan resi gudang ini ja lebih
fleksibel dibandingkan agunan lainnya, sebab agunan resi gudang (gabah beras,
jagung, dan lain-lain) bisa langsung dijual dalam waktu singkat, sedangkan agunan
berupa tanah, bangunan butuh proses lama untuk menjualnya. Keunggulan lain
dari agunan resi gudang adalah adanya aturan hokum yang lebih tegas tentang
penjualan agunan macet atas kekuasa kreditor (penerima hak jaminan) tanpa
melalui fiat/penetapan pengadilan ata lebih dikenal dengan istilah Paratie Executie.
Dasar hukum penggunaan resi gudang sebagai jaminan utang atau agunan
kredit juga tertera dalam UU No.9 tahun 2006 Pasal 4 ayat 1 yang menyatakan
bahwa resi gudang dapat dialihkan dijadikan jaminan utang, atau digunakan
sebagai dokumen penyerahan barang Adapun Pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa resi
gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya
tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Dengan perkataan lain, resi gudang
dapat digolongkan sebagai agunan pokok.
Perjanjian Hak Jaminan Resi Gudang merupakan perjanjian yang bersifat
ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang piutang yang menjadi perjanjian
pokok. Disamping itu, setiap resi gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani
satu jaminan utang (Pasal 12 ayat 1 dan 2) Penerima Hak Jaminan atas Resi Gudang
harus memberitahu perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan kepada
Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang (Pasal 13).
Pembebanan hak jaminan terhadap resi gudang harus dibuat dengan Akta
Perjanjian Hak Jaminan dihadapan Notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk
101
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
melindungi dan memberi kekuatan hukum bagi para pihak dan dapat digunakan
sebagai alat bukti yang sempurna dalam penyelesaian setiap perselisihan yang
muncul dikemudian hari (Pasal 14 ayat dan penjelasannya).
Sebelum Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang, pemberian kredit dengan jaminan Warehouse Receipt
telah dilaksanakan Collateral Management Agreement (CMA) secara berdasarkan
triparteit antara Bank, Pengelola Agunan dan Pemilik Barang.
Kredit dengan jaminan warehouse receipt berdasarkan collateral
management agreement (CMA) adalah satu skim kredit dimana bank memberikan
fasilitas kredit modal kerja kepada debitur berdasarkan agunan yang berada dalam
suatu gudang atau tempat yang terkontrol secara independen oleh pengelola agunan
dan berdasarkan CMA.12
Pemberian kredit dengan jaminan warehouse receipt yang diberikan atas
dasar perjanjian collateral management agreement harus mendapatkan approval
dari pengelola agunan untuk diadministrasikan terkait dengan pembebanan
jaminan kredit yang harus disetujui/diketahui bersama oleh bank, pemilik barang
dan pengelola agunan.
Apabila terjadi perubahan terhadap jumlah barang yang disimpan,
perubahan tersebut harus dicatat dalam warehouse receipt dan diendorse oleh bank
dan pengelola agunan. Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Collateral Management
Agreement (CMA. 1) Collateral Management Agreement disepakati oleh setiap
pihak yang menanda tanganinya Bank/Debitur/Pengelola gudang. (2) Warehouse
Receipt (WR diterbitkan oleh Pengelola Agunan berdasarkan jumlah barang yang
diterima di Gudang. 3) Berdasarkan warehouse receipt tersebut, bank memberikan
fasilitas kredit kepada Debitur. 4) Barang Agunan hanya akan dikeluarkan dari
gudang setelah ada instruksi pengeluaran tertulis dari bank.
Dalam setiap pemberian kredit dengan jaminan resi gudang (warehouse
receipt). 1) Risiko pasar yang berupa fluktuasi harga komoditi. 2) Risiko operasiona
berupa: a) Kredibilitas, Pengelola Gudang atau Pengelola agunan b) Daya simpan
12
Iswi Hariyani, Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet (Elex Media Komputindo, 2010).
102
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
13
Tarigan dan Harsono. Modul Training Profil Bisnis Resi Gudang. Divis Rakyat Indonesia Bank Diklat
103
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
D. KESIMPULAN
Pada Saat dinamika transaksi perdagangan dalam era globalisasi tahap serba
cepat, penerapan terhadap kontrak/perjanjian yang menyangkut barang atau benda
jaminan guna mendukung lajunya roda perekonomian dalam bidang transaksi guna
transaksi pengadaan modal yang didapatkan dari kredit perbankan sebagai tujuan dari
agunan, ternyata Undang Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
juncto Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang cukup mendukung
penyelesaian bila terjadi kasus-kasus yang berkaitan dengan transaksi Resi Gudang
dikemudian hari berdasarkan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Bahwa dalam hukum positif di Indonesia kedudukan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang masuk bagian dari hukum kebendaan yang
diatur dalam hukum perdata, dokumen resi gudang adalah alas hak (document of title)
atas barang yang dapat digunakan sebagai agunan karena dijamin dengan komoditas
tertentu. 2) Bahwa, Resi Gudang sebagai instrument perdagangan & pembiayaan ini
sangat fleksibel dan dapat dialihkan dijadikan jaminan utang atau digunakan sebagai
dokumen penyerahan barang juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa
dipersyaratkan adanya agunan lainnya. 3) Bahwa, dalam perkembangan transaksi resi
gudang di dalam negeri, dari tahun ke tahun telah menunjukkan pertkembangan yang
signifikan, khususnya bank telah mulai memberikan kemudahan-kemudahan
memberikan kredit kepada petani dengan agunan resi gudang
E. DAFTAR PUSTAKA
Evawati, Juliana. “Asas Publisitas Pada Hak Jaminan Atas Resi Gudang.” Yuridika 29,
no. 2 (2014).
Hariyani, Iswi. Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet. Elex Media
Komputindo, 2010.
Husni, Hasbullah Frieda. “Hukum Kebendaan Perdata (Hak-Hak Yang Memberi
(BRI). 2009.
104
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017
105