Anda di halaman 1dari 17

VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

PENERAPAN JAMINAN RESI GUDANG SEBAGAI


AGUNAN DALAM PEMBERIAN KREDIT
Suyanto Sidik
Fakultas Hukum Universitas MPU Tantular
Jalan Cipinang Besar No.2. 68 Jakarta Timur 13410, Indonesia
Email: suyanti123@gmail.com

ABSTRAK
Kurangnya akses ke kredit merupakan kendala berat bagi banyak petani. Resi gudang adalah
alat penting yang efektif untuk menciptakan likuiditas dan memudahkan akses ke kredit.
Skema semacam itu juga menawarkan manfaat tambahan seperti memperlancar pasokan
dan harga di pasar, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi kehilangan pangan.
Makalah ini menjelaskan langkah-langkah interaksi yang terlibat dalam sistem resi gudang,
menetapkan pertanyaan penting yang akan diajukan mengenai kondisi kritis untuk
keberhasilannya dan menggambarkan peran hak keamanan resi gudang dalam menyiapkan
dan menjalankan sistem tersebut. Metode penelitian kepustakaan, yang dihubungkan
dengan implementasi di lapangan. Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, pemerintah kita
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang, yang
disusul dengan peraturan pelaksanaannya. Bahwa dalam hukum positif di Indonesia
kedudukan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang masuk
bagian dari hukum kebendaan yang diatur dalam hukum perdata, dokumen resi gudang
adalah alas hak atas barang yang dapat digunakan sebagai agunan karena dijamin dengan
komoditas tertentu. Bahwa, Resi Gudang sebagai instrument perdagangan & pembiayaan
ini sangat fleksibel dan dapat dialihkan dijadikan jaminan utang atau digunakan sebagai
dokumen penyerahan barang juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa
dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Bahwa, dalam perkembangan transaksi resi gudang
di dalam negeri, dari tahun ke tahun telah menunjukkan pertkembangan yang signifikan,
khususnya bank telah mulai memberikan kemudahan-kemudahan memberikan kredit
kepada petani dengan agunan resi gudang.

Kata Kunci: Petani, Sistem Resi Gudang, Penjaminan, dan Akses Kredit

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negeri yang sangat strategis, dengan tanahnya yang
sangat subur dan dikaruniai kekayaan alam yang melimpah. Hampir semua sumber
daya alam yang memiliki nilai ekonomis tinggi tersedia dinegeri ini Sebutan "Gemah
Ripah Loh Jinawi" rasanya tidak berlebihan disematkan pada negeri kepulauan ini.

89
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

Ironisnya nasib petani dinegeri ini tidak bisa hidup layak. Sebagai negeri agraris,
pertanian merupakan sector yang sangat strategis bagi Indonesia. Karenanya
diperlukan beragam upaya demi tercapainya optimalisasi di bidang pertanian, serta
dapat meningkatkan kesejahteraan petani dan para pelaku usaha.
Pertanian sendiri banyak menghadapi kendala-kendala, khususnya dalam
bidang teknologi pertanian yang sangat minim lahan terbatas. serta pengetahuannya,
bagi peningkatan kurangnya intensif produksinya. Permasalahan umum usaha
agribisnis di Indonesia, terutama yang berkaitan dengan petani kecil, adalah
jatuhnya harga pada saat musim panen raya.1
Kejadian semacam ini sering terjadi khususnya pada petani padi, sebab petani
padi cenderung memiliki jadwal tanam seragam, sehingga pada saat panennya pun
bersamaan. Pola tanam padi yang seragam tersebut sengaja dilakukan para petani
agar semua pertanaman pada mendapat jatah pengairan yang cukup, dan untuk
meminimalkan serangan hama penyakit, serta untuk mengejar musim tanam yang
optimal. Konsekwensinya, masa panen padi cenderung bersamaan, sehingga
mengakibatkan harga jual gabah menjadi merosot tajam (anjlok).
Petani tidak bisa menyimpan hasil panen lebih lama karena sudah kehabisan
biaya dan tidak mempunyai gudang penyimpanan yang memadai. Kondisi ini sangat
menguntungkan para tengkulak dan rentenir yang kemudian mengambil untung
besar dari kesulitan petani.2
Meskipun bisa menyiasatinya dengan jalan menunda penjualan hasil panen,
tetapi pada saat yang sama harus dihadapkan akan kebutuhan uang tunai demi
mempersiapkan musim tanam berikutnya serta terpenting disini kesejahteraan bagi
petani. Upaya ini oleh sebagian petani diatasi dengan jalan menggadai gabah dengan
lembaga koperasi, ternyata koperasi-koperasi pertanian di Indonesia tidak bisa
mewadahi apa yang dibutuhkan oleh para petani sesungguhnya. Hasil tidak juga

1 Sri Ratna Suminar, “Peranan Asuransi Dalam Upaya Mengembangkan Kemitraan Usaha Agrobisnis

Di Indonesia,” Syiar Hukum 11, no. 2 (2009): 171–187.


2 Ni Made Sukartini and Achmad Solihin, “Respon Petani Terhadap Perkembangan Teknologi Dan

Perubahan Iklim: Studi Kasus Subak Di Desa Gadungan, Tabanan, Bali,” Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan
(2013).
90
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

selalu panen menggembirakan petani, karena petani biasanya terpaksa menjual hasil
panen kepada pengepul dengan harga dibawah pasaran.
Selama ini para petani mengalami sejumlah kendala dalam mengakses
sumber-sumber pembiayaan. Misalnya ketiadaan agunan asset tetap dan rumitnya
birokrasi dan administrasi perkreditan bank Bahkan jika asset agunan tetap dimiliki
tingginya tingkat risiko ini menjadikan alasan keengganan para pelaku usaha kecil
menengah untuk mengagunkan asset yang mereka miliki.
Selanjutnya dari pihak bank sendiri seringkali tidak berpengalaman dalam
memberikan kredit di tingkat pedesaan. Bank dengan sistem birokrasinya lebih
cenderung berhubungan dengan pelaku usaha besar dan mapan. Sementara itu,
akses informasi atas harga yang terjadi di pasar sangat terbatas, ini membuat para
petani menjadi pihak yang cenderung dirugikan atas tidak transparannya informasi
pasar.3
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka bagi petani begitu penting dalam
meningkatkan akses pembiayaan jangka pendek terutama ketika harga jual produk
pertanian menurun saat musim panen, hasil panen petani bisa disimpan di gudang
sambil menunggu harga pasarnya membaik, maka resi gudang yang diterbitkan oleh
pengelola gudang yang telah diakreditasi bank untuk dapat dijaminkan ke
memperoleh kredit tanpa dipersyaratkan agunan lainnya.
Menyadari hal tersebut diatas, pemerintah menerbitkan Undang-Undang
Nomor 9 Tahun 2006 tentang "Sistem Resi Gudang" kemudian diikuti peraturan
pelaksanaannya yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2007 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.
Sistem resi gudang merupakan salah satu instrument penting dan efektif dalam
membantu pihak petani untuk mendapatkan fasilitas kredit dengan tertatanya sistem
perdagangan yang dapat diakses oleh selain petani juga pelaku usaha mikro kecil dan
menengah.

3 Dhianon Supanggih and Slamet Widodo, “Aksesibilitas Petani Terhadap Lembaga Keuangan (Studi
Kasus Pada Petani Di Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu Kabupaten Bojonegoro),” Agriekonomika 2, no. 2
(2013): 163–173.
91
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pada uraian latar belakang tersebut, dapat dirumuskan pokok
permasalahan penelitian ini adalah Bagaimana penerapan jaminan resi Gudang
sebagai agunan dalam pemberian kredit?

B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yang
bersifat normatif,4. Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder, yaitu penelusuran terhadap peraturan dan perundang-undangan yang secara
langsung terkait dengan obyek penelitian, maupun peraturan perundang-undangan lain
dan bahan referensi yang berhubungan. Sedangkan metode analisa data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisa data kualitatif. Tujuan dari
analisa data ini adalah untuk menemukan masalah (problem-finding), dengan harapan
dapat diperoleh suatu cara atau strategi yang tepat dalam mengatasi masalah (problem-
solution).

C. PEMBAHASAN
1. Pengertian Resi Gudang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi
Gudang, pengertian Resi Gudang atau juga adalah disebut Receipt Warehouse
dokumen atau surat bukti kepemilikan barang yang disimpan di gudang, yang
diterbitkan oleh Pengelola Gudang tertentu yang harus mendapatkan persetujuan
dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (BAPPEBTI) adalah
struktur kelembagaannya dibawah Kementerian Perdagangan Republik Indonesia.
Sistem Resi Gudang (Warehouse Receipt Sistem) merupakan kumpulan berbagai
kegiatan yang berkaitan dengan penerbitan pengalihan, penjaminan dan
penyelesaian transaksi resi gudang.

4Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. 3, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986),
hlm 49-53.
92
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

Sebagai sebuah sistem yang ditujukan untuk meningkatkan taraf kehidupan


para petani, serta kelancaran pelaksanaan resi gudang maka diperlukan sistem
kelembagaan dalam menunjang praktik resi gudang dalam penjaminan dan
agunannnya.
Sejumlah lembaga-lembaga penting yang terlibat dalam Sistem Resi Gudang,
yaitu:5
a. Badan pengawas.
Bertugas melakukan dan pengaturan, pembinaan, pengawasan terhadap
kegiatan yang berkaitan dengan sistem resi gudang Badan ini juga memberi
persetujuan kepada Pengelola Gudang. Lembaga Penjamin Penilaian Kesesuaian
(LPK) dan Pusat Registrasi. Instansi yang disini adalah berperan Badan
Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi. Kementerian Perdagangan
Republik Indonesia. (BAPPEBTI Kemendag R.I.).
b. Pengelola Gudang.
Sebagai badan usaha yang menyimpan barang dan menerbitkan dokumen
Resi Gudang (Warehouse Receipt), Pengelola Gudang harus berbentuk badan
usaha yang berbadan hukum yang kegiatannya khusus dibidang jasa pengelolaan
gudang, dan telah mendapat persetujuan dari Badan Pengawas untuk
mendapatkan akreditasi. Pengelola Gudang yang telah terakreditasi dapat
berpentuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) seperti: PT. (Persero) Bhanda
Graha Reksa, Perum Bulog, PT. (Persero) Pertani, PT. (Persero) Sang Hyang Seri
PT. (Persero) Perusahaan Perdagangan Indonesia, dan lain-lain. Dan dapat juga
berbentuk perusahaan swasta, seperti: (PT. Bogasari Wicaksana Group) serta
Koperasi.
c. Lembaga Penilai Kesesuaian (LPK Sebagai lembaga yang terakreditasi Lembaga
Penilaian Kesesuaian melakukan kegiatan penilaian untuk membuktikan bahwa
persyaratan tertentu mengenai produk, proses sistem, dan/atau personel telah
Kegiatan penilaian kesesuaian dalam sistem resi gudang dilakukan oleh LPK
yang telah mendapat persetujuan Badan Pengawas Ini mencakup lembaga

5
Erma Suryani and Iwan Setiadjie Anugerah, “Sistem Resi Gudang Di Indonesia: Antara Harapan Dan Kenyataan” (2014).
93
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

inspeksi laboratorium penguji, dan lembaga terpenuhi, sertifikasi sistem mutu,


yang kesemuanya diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional Instansi yang
ditunjuk adalah PT. (Persero Sucofindo).

d. Pusat Registrasi.
Sebagai badan usaha yang melakukan penata usahaan resi gudang, tugas
Pusat Registrasi adalah melakukan aktivitas pencatatan penyimpanan,
pengalihan, pembebanan hak jaminan, pelaporan, serta penyediaan sistem dan
jaringan informasi. Kegiatan Pusat Registrasi hanya dapat dilakukan oleh badan
usaha yang berbadan hukum dan telah mendapat persetujuan Badan Pengawas
dipersyaratkan Pusat Registrasi memiliki pengalaman minimal 3 (tiga) tahun
dalam kegiatan pencatatan transaksi kontrak berjangka komoditas dan kliring
memiliki sistem penata usahaan resi gudang dan dokumen resi gudang yang
bersifat akurat, actual (on line dan real time), aman, terpercaya dan dapat
diandalkan (reliable): memiliki persyaratan keuangan yang ditetapkan Badan
Pengawas. Bappebti saat ini telah menunjuk Pusat Registrasi yang dilakukan oleh
PT. (Persero) Kliring Berjangka Indonesia.
Imlementasi Sistem Resi Gudang memerlukan sejumlah langkah persiapan
yang baik dan matang, hal ini karena sistem tersebut masih baru dan belum banyak
disosialisasikan dan prosesnya melibatkan sejumlah pihak terkait baik bagi para
petani & pelaku usaha kecil dan menengah, maupun kelembagaan dalam (Badan
resi gudang sendiri Pengawas, Pengelola Gudang, Lembaga Penilai Kesesuaian,
Pusat Registrasi dan Perbankan).

2. Alur skema sistem resi gudang.


Petani Kelompok Tani, mendatangi gudang yang ditunjuk (gudang yang telah
diakreditasi) dengan membawa barang komoditi yang akan diresi gudangkan.
Kesesuaian akan Lembnaga Penilai memeriksa & menguji mutu komoditi dan
membuat sertipikat untuk barang yang berisi informasi tentang Nomor, Tanggal
terbit, Identitas pemilik barang, Metode uji, Jenis, Sifat, Jumlah, Mutu, kelas

94
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

barang, Jangka waktu, mutu barang, Tanda tangan yang berwenang. 6


Sementara itu Pengelola Gudang akan membuat Perjanjian Pengelolaan
Barang yang berisi diskripsi barang dan asuransi Pengelola Gudang juga akan
menerbitkan dokumen Resi gudang (Warehouse Gudang Receipt) setelah
mendapat informasi/kode registrasi yang berisi informasi tentang Judul dan jenis
Resi Gudang, Nama, Tanggal, Lokasi gudang, pemilik, penerbitan Nomor
penerbitan, Nomor registrasi, Waktu jatuh tempo, Deskripsi barang. Biaya simpan,
Nilai barang serta harga pasar.
Pengelola Gudang menyampaikan informasi tersebut pada Pusat Registrasi
dan seluruh data dan informasi dalam dokumen Resi Gudang ini ditata usahakan
oleh Pusat Registrasi. Pengelola Gudang juga akan memberitahukan semua
informasi kepada Badan Pengawas sebagai laporan (karena akreditasi gudang
tersebut didapatkan dari Badan Pengawas).7
Setelah proses tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan prosedurnya, maka
dokumen Resi, Gudang yang telah diterbitkan oleh Pengelola Gudang bisa diterima
oleh Petani (para petani) kemudian dibawa ke Bank yang telah ditunjuk untuk
mendapatkan kredit dengan agunan adalah dokumen Resi Gudang. Dan Resi
Gudang ini juga bisa disimpan sebagai asset, atau diperdagangkan/diperjual
belikan.
Sifat Resi Gudang, sesuai Undang Undang Nomor 9 Tahun 2006. Pasal 4
meliputi 2 (dua) hal, yaitu: 1) Resi Gudang dapat dialihkan, dijadikan jaminan utang
atau digunakan sebagai dokumen penyerahan barang. 2) Resi Gudang sebagai
dokumen kepemilikan dapat dijadikan utang sepenuhnya tanpa jaminan
dipersyaratkan adanya agunan lainnya.
Barang yang disimpan dalam resi gudang meliputi barang bergerak (hasil
panen pertanian dan perkebunan dan perikanan) yang dapat disimpan dalam
jangka waktu tertentu dan dapat diperdagangkan secara umum. Barang-barang
jenis ini mempunyai karakteristik yaitu:

6
Ahmad Jamaan and Yudi Satria, “Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah Terhadap Industri Furnitur Rotan
Indonesia 2011-2012” (Riau University, 2014).
7
Juliana Evawati, “Asas Publisitas Pada Hak Jaminan Atas Resi Gudang,” Yuridika 29, no. 2 (2014).
95
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

a. Jangka waktu khusus, relative pendek penyimpanannya dibandingkan dengan


barang non-pertanian.
b. Bersifat mudah rusak dan membusuk.
c. Barang tersebut banyak makan tempat.
d. penyimpanan gudang harus Proses: dikontrol lebih ketat karena mudah
terserang hama penyakit.
e. Mutu barang sangat dipengaruhi proses pengolahan pasca panen terutama
proses pengeringan.
f. Harga barang hasil panen pertanian cenderung fluktuatif dan sangat dipengaruhi
oleh musim.8
Barang yang dapat disimpan di gudang dalam rangka penerbitan dokumen
resi gudang, berdasarkan Pasal 3 Permendag No.26 Tahun 2007, Paling sedikit
harus memenuhi persyaratan sebagai berkut: 1) Memiliki daya simpan paling
sedikit 3 (tiga) bulan. 2) Memenuhi standar mutu tertentu. 3) Jumlah minimum
barang yang disimpan.
Jenis-jenis barang yang dapat disimpan di gudang dalam rangka sistem resi
gudang (Pasal 4 Permendag No. 26 Tahun 2007). adalah sebagai berikut: 1) Gabah
(unhulled paddy separated from the stalks), 2) Beras (rice), 3) Jagung (corn), 4)
Kopi (coffee), 5) Kakao (cocoa), 6) Lada (pepper), 7) Karet (rubber), 8) Rumput laut
(sea wee).
Selanjutnya dalam perkembangan untuk penambahan jenis barang lain yang
dapat dibiayai dengan jaminan resi gudang mengacu pada peraturan Menteri
Perdagangan berdasarkan pertimbangan rekomendasi dari pemerintah daerah,
atau asosiasi komoditas dan instansi yang terkait berdasarkan kebutuhannya.

3. Jaminan Resi Gudang


Istilah Hukum Jaminan berasal dari terjemahan Zakerheidesstelling atau
Security of Law, dibawah ini ada beberapa pendapat salah satu pakar hukum

8
ELRICK CHRISTIAN RUNTUKAHU, “PENJAMINAN RESI GUDANG BERDASARKAN UNDANG-UNDANG SISTEM RESI
GUDANG” (UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2009).
96
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

tentang Definisi Hukum jaminan;


J. SATRIO, S.H,. M.H. (Pakar Ilmu Hukum Jaminan)
"Hukum Jaminan adalah peraturan peraturan yang megeatur
tentang jaminan jaminan piutang dari seorang Kreditur terhadap
seorang Debitur". 9

Pengertian Hukum jaminan secara umum, dapat diartikan sebagai hukum


yang mengatur tentang jaminan utang, baik yang berbentuk jaminan kebendaan
maupun jaminan perorangan. Jaminan dapat dibedakan 1) Jaminan Kebendaan;
Diadakan antara pihak kreditor dengan pihak debitur, atau antara pihak kreditor
dengan pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban - kewajiban debitur. 2)
Jaminan Perorangan; Adalah suatu perjanjian antara seorang kreditor dengan
orang ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban debitur, perjanjian
jaminan perorangan bahkan dapat diadakan tanpa sepengetahuan debitur tersebut.
Hak jaminan kebendaan mencakup hak jaminan benda tak bergerak dan hak
jaminan benda bergerak. Lembaga jaminan benda tak bergerak dikenal dengan
nama Hak Tanggungan, sedangkan hak jaminan unruk benda bergerak adalah
Gadai dan Fidusia. Fungsi utama jaminan adalah meyakinkan pihak bank atau
kreditor bahwa debitur mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau
melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan
perjanjian kredit yang telah disepakati bersama. Sejak pemberlakuan Undang-
Undang Nomor 9 Tahun 2006 dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 9 Tahun 2007,
hak jaminan kebendaan bertambah jenisnya dengan hadirnya.10
Ketentuan Jaminan Hukum pengaturannya terdapat di luar Kitab meliputi
Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) merupakan ketentuan - ketentuan
hukum yang tersebar diluar KUH Perdata, 1) Undang - Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria. 2) Undang-Undang Nomor
21 Tahun 1992 tentang Pelayaran. 3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang
Hak Tanggungan. 4) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan

9
J Satrio, “Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,” Bandung: PT. Citra Aditya Bakti (2007).
10
Hasbullah Frieda Husni, “Hukum Kebendaan Perdata (Hak-Hak Yang Memberi Jaminan) Jilid 2,” IND HILL CO, Jakarta
(2009).
97
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

Fidusia. 5) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang.


Hak Jaminan atas Resi Gudang (Undang-Undang Nomor 9 tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang; Adalah hak jaminan yang dibebankan pada Resi
Gudang untuk pelunasan utang, yang memberikan kedudukan untuk diutamakan
bagi penerima hak jaminan terhadap kreditor lain (Pasal 1 ayat 9). Perjanjian hak
jaminan merupakan perjanjian ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang
piutang yang menjadi perjanjian pokok (Pasal 12 ayat 1). Setiap resi gudang yang
diterbitkan hanya dapat dibebani satu jaminan utang (Pasal 12 ayat 2 Pembebanan
hak jaminan terhadap resi gudang dibuat dengan "Akta Perjanjian Hak Jaminan"
(Pasal 14 ayat 1), pembuatan akta tersebut harus dibuat dihadapan Notaris sebagai
akta otentik, sehingga memiliki kekuatan hukum.
Jaminan kebendaan, jika ditinjau dari kewenangan kreditor menguasa benda
jaminan dapat dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu jaminan dimana kreditor
menguasai bendanya, contoh, adalah hak retensi dan gadai dan jaminan dimana
kreditor tidak mengasai bendanya, contoh adalah: jaminan fidusia , hak tanggungan
jaminan resi gudang.
Berdasarkan definis diatas, dapat digolongkan sebagai jeni jaminan dimana
kreditor tidak menguasa benda jaminan. Benda yang menjadi obyek jaminan resi
gudang, tidak berada ditanga kreditor maupun debitur, tetapi berada ditangan
"pihak ketiga" yaitu Pengelola Gudang yang terakreditasi. Disimpulkan ada 5 (lima)
unsur-unsur pokok yang tercantum dalam definisi Hukum jaminan; 1) Adanya
kaidah hukum. 2) Adanya pihak Pemberi dan Penerima jaminan. 3) Adanya obyek
yang dijaminkan. 4) Adanya fasilitas kredit. 5) Adanya pembebanan jaminan dalam
bentuk lisan maupun tertulis.
Dengan demikian, Hukum Jaminat adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah
hukum yang mengatur hubungan hukum antara Pemberi dan Penerima Jaminan
dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilite kredit.11
52).

11
Raden Subekti, Hukum Perjanjian (Intermasa, 1987).
98
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

4. Resi gudang Sebagai Agunan Kredit.


Istilah kredit, menurut Pasal 1 ayat 11 Undang-Undang Nomor 10 tahun 1998
tentang Perbankan, adalah sebagai berikut: Kredit adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.
Pemberian kredit bank kepada nasabah debitur dapat berpotensi menjadi
kredit macet, sehingga untuk mengantisipasi risiko kredit macet tersebut maka
pihak bank pada umumnya mengharuskan nasabah debitur untuk memberikan
jaminan kredit dan agunan kredit. Selama ini masyarakat awam mempersamakan
pengertian "jaminan kredit" dengan "agunan kredit" padahal pengertian keduanya
berbeda.
Perbedaannya adalah sebagai berikut:
a. Jaminan kredit, adalah jaminan utama yang berwujud tidak nyata, yaitu jaminan
berupa "keyakinan" bank atau "itikad baik" nasabah debitur untuk melunasi
utangnya sesuai perjanjian.
b. Agunan kredit adalah jaminan tambahan yang pada umumnya berwujud jaminan
fisik (seperti rumah, tanah, mobil, surat-surat berharga, dan lain lain) yang
dicadangkan untuk pelunasan utang.
Agunan kredit terdiri atas agunan pokok dan agunan tambahan;
a. Agunan Pokok; dapat berupa barang, surat berharga atau garansi yang
berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan, seperti barang yang dibeli dengan kredit yang bersangkutan,
proyek-proyek yang dibiayai dengan kredit, maupun tagihan-tagihan dari
debitur kepada pihak lain.
b. Agunan Tambahan dapat berupa barang, surat berharga atau garansi, yang
tidak berkaitan langsung dengan obyek yang dibiayai dengan kredit yang
bersangkutan, yang ditambahkan sebagai agunan Agunan tambahan tidak
bersifat pokok artinya tanpa agunan itupun bank tetap dapat memberikan

99
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

kredit kepada nasabah debitur, asalkan syarat jaminan kredit dan agunan pokok
telah terpenuhi.
Jaminan kredit dan agunan kredit pengertiannya sering berubah-ubah.
Contohnya: pengertian jaminan berdasarkan Undang-Undang Perbankan Nomor
10 tahun 1998 tidak sama dengan pengertian jaminan berdasarkan Undang-Undang
Perbankan tahun 1967. Kalau menurut UU dalam Perbankan tahun 1967,
pengertian "jaminan" disamakan dengan "agunan".
Jadi jaminan kredit yang dimaksud UU Perbankan No.10 tahun 1998
bukanlah jaminan kredit yang selama ini dikenal sebutan "collateral" yang dengan
merupakan bagian dari prinsip 5C istilah collateral dalam UU Perbankan No. 101
tahun 1998 di artikan dengan "agunan". Adapun 5C yang dijadikan analis kredit
perbankan, yaitu: (Malayu Hasibuan, 2009 106). 1) Character (sifat/kepribadian).
2) Capacity Capital (permodalan). 3) kemampuan. 4) Collateral (agunan)., 5) of
Condition (perekonomian).
Resi Gudang sebagai agunan kredit perbankan, disamping yang telah diatur
dalam UU No.9 tahun 2006 tentang Sistem resi Gudang, juga diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.9/6/PBI/2007 tentang Perubahan Kedua atas
PBI No. 7/21/2005 tentang Penilaian Kualitas Akltiva Umum yang berlaku mulai
tanggal 2 April 2007. Dalam ringkasan PBI No.9/2007 disebutkan bahwa
penambahan jenis agunan dapat menjadi faktor pengurang Penyisihan
Penghapusan Aktiva (PPA Misalnya, mesin yang merupakan kesatuan dengan tanah
diikat dengan Hak Tanggungan, sedangkan Resi Gudang diikat dengan Hak
Jaminan Atas Resi Gudang.
Dalam PBI No.9/2007, Pasal 46 menyatakan bahwa, agunan yang dapat
diperhitungkan sebagai pengurang dalam pembentukan PPA ditetapkan sebagai
berikut: 1) Surat berharga dan saham yang aktif diperdagangkan di bursa efek
Indonesia atau memiliki peringkat investasi dan diikat dengan gadai. 2) Tanah,
gedung, rumah tinggal yang diikat dengan hak tanggungan. 3) Mesin yang
merupakan satu kesatuan dengan tanah dan diikat dengan economy (kondisi hak
tanggungan). 4) Pesawat udara at kapal laut dengan ukuran diatas 20 (dua puluh)

100
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

meter kubik yang diikat denga hipotik, 5) Kendaraan bermotor d persediaan diikat
dengan secara fidusia 6 Dasar hukum penggunaan res gudang sebagai jaminan
utang atau agus kredit juga terteradalam UU No.9 tahun 2006 Pasal 4 ayat 1 yang
menyataka bahwa resi gudang dapat dialihk dijadikan jaminan utang, atau
digunakan Resi Gudang yang diikat dengan ha jaminan atas Resi Gudang.
Dengan adanya PBI No.9/2001 petani dapat menjadikan resi gudang sebagai
agunan kredit baru selain tanah, rumah dan asset lainnya. Dengan membawa
dokumen resi gudang yang dimilikinya, petani dapat mengajukan permohonan
kredit modal kerja kepada lembaga perbankan. Agunan resi gudang ini ja lebih
fleksibel dibandingkan agunan lainnya, sebab agunan resi gudang (gabah beras,
jagung, dan lain-lain) bisa langsung dijual dalam waktu singkat, sedangkan agunan
berupa tanah, bangunan butuh proses lama untuk menjualnya. Keunggulan lain
dari agunan resi gudang adalah adanya aturan hokum yang lebih tegas tentang
penjualan agunan macet atas kekuasa kreditor (penerima hak jaminan) tanpa
melalui fiat/penetapan pengadilan ata lebih dikenal dengan istilah Paratie Executie.
Dasar hukum penggunaan resi gudang sebagai jaminan utang atau agunan
kredit juga tertera dalam UU No.9 tahun 2006 Pasal 4 ayat 1 yang menyatakan
bahwa resi gudang dapat dialihkan dijadikan jaminan utang, atau digunakan
sebagai dokumen penyerahan barang Adapun Pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa resi
gudang sebagai dokumen kepemilikan dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya
tanpa dipersyaratkan adanya agunan lainnya. Dengan perkataan lain, resi gudang
dapat digolongkan sebagai agunan pokok.
Perjanjian Hak Jaminan Resi Gudang merupakan perjanjian yang bersifat
ikutan (accessoir) dari suatu perjanjian utang piutang yang menjadi perjanjian
pokok. Disamping itu, setiap resi gudang yang diterbitkan hanya dapat dibebani
satu jaminan utang (Pasal 12 ayat 1 dan 2) Penerima Hak Jaminan atas Resi Gudang
harus memberitahu perjanjian pengikatan resi gudang sebagai hak jaminan kepada
Pusat Registrasi dan Pengelola Gudang (Pasal 13).
Pembebanan hak jaminan terhadap resi gudang harus dibuat dengan Akta
Perjanjian Hak Jaminan dihadapan Notaris. Ketentuan ini dimaksudkan untuk

101
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

melindungi dan memberi kekuatan hukum bagi para pihak dan dapat digunakan
sebagai alat bukti yang sempurna dalam penyelesaian setiap perselisihan yang
muncul dikemudian hari (Pasal 14 ayat dan penjelasannya).
Sebelum Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No.9 tahun 2006
tentang Sistem Resi Gudang, pemberian kredit dengan jaminan Warehouse Receipt
telah dilaksanakan Collateral Management Agreement (CMA) secara berdasarkan
triparteit antara Bank, Pengelola Agunan dan Pemilik Barang.
Kredit dengan jaminan warehouse receipt berdasarkan collateral
management agreement (CMA) adalah satu skim kredit dimana bank memberikan
fasilitas kredit modal kerja kepada debitur berdasarkan agunan yang berada dalam
suatu gudang atau tempat yang terkontrol secara independen oleh pengelola agunan
dan berdasarkan CMA.12
Pemberian kredit dengan jaminan warehouse receipt yang diberikan atas
dasar perjanjian collateral management agreement harus mendapatkan approval
dari pengelola agunan untuk diadministrasikan terkait dengan pembebanan
jaminan kredit yang harus disetujui/diketahui bersama oleh bank, pemilik barang
dan pengelola agunan.
Apabila terjadi perubahan terhadap jumlah barang yang disimpan,
perubahan tersebut harus dicatat dalam warehouse receipt dan diendorse oleh bank
dan pengelola agunan. Prinsip-prinsip dasar pelaksanaan Collateral Management
Agreement (CMA. 1) Collateral Management Agreement disepakati oleh setiap
pihak yang menanda tanganinya Bank/Debitur/Pengelola gudang. (2) Warehouse
Receipt (WR diterbitkan oleh Pengelola Agunan berdasarkan jumlah barang yang
diterima di Gudang. 3) Berdasarkan warehouse receipt tersebut, bank memberikan
fasilitas kredit kepada Debitur. 4) Barang Agunan hanya akan dikeluarkan dari
gudang setelah ada instruksi pengeluaran tertulis dari bank.
Dalam setiap pemberian kredit dengan jaminan resi gudang (warehouse
receipt). 1) Risiko pasar yang berupa fluktuasi harga komoditi. 2) Risiko operasiona
berupa: a) Kredibilitas, Pengelola Gudang atau Pengelola agunan b) Daya simpan

12
Iswi Hariyani, Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet (Elex Media Komputindo, 2010).
102
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

komoditas. c) Kehilangan atau kesusutan barang selama penyimpanan. d)


Penurunan mutu/kualitas barang selama penyimpanan. e) Keabsahan resi gudang
(warehouse receipt).
Pemberian kredit dengan jaminan Resi Gudang dapat diberikan dalam 2
(dua) bentuk, yaitu: 1) Kredit Resi Gudang Transaksional Pseudo R/K. Kredit modal
kerja dengan jaminan resi gudang dapat diberikan secara transaksional, yaitu
berdasarkan nilai resi gudang atau nilai komoditas warehouse receipt yang
dijaminkan. Penjualan sebagian maupun seluruh komoditas yang tercantum dalam
resi gudang harus digunakan untuk menurunkan/melunasi fasilitas kredit beserta
bunga yang menjadi kewajiban nasabah. Atas penurunan baki debet tersebut tidak
diperkenankan untuk ditarik kembali.
Jangka waktu yang dapat diberikan untuk kredit dengan jaminan resi gudang
transaksional adalah sesuai dengan jangka waktu resi gudang yang dijaminkan
dikurangi dengan perkiraan jumlah hari yang diperlukan untuk melakukan
penjualan komoditas baik secara dibe tangan atau lelang, maksimal 6 (enam bulan).
2) Penentuan besarnya selisih wak antara jangka waktu resi gudang og jangka waktu
kredit menjadi wewenang PKL, namun paling sedikit 10 (sepuluh) 3) Kredit Resi
Guding hari kalender.
Plafond. Adalah kredit modal kerja denga jaminan resi gudang dapat
diberikan dalam bentuk plafond. Kredit plafond diutamakan untuk diberikan untuk
nasabah dengan pola kebutuhan frekuensinya relative ting dalam setiap periode,
sehingga kung efisien apabila harus dilayani dengan pola transaksional.
Penggunaan plafond in bersifat revolving. sehingga sepanjang plafond masih
tersedia dan masih belum jatah tempo, dapat dipakai berulang-ulang sesuai dengan
kebutuhan nasabah. Janga waktu kredit dengan plafond tetap di diberikan kepada
nasabah yang memili jumlah resi gudang yang cukup banyak dengan mutasi
transaksi penjualan resi gudang cukup aktif. Jangka waktu maksital untuk kredit
dengan jaminan resi gudang adalah 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai
dengan analisa bank.13

13
Tarigan dan Harsono. Modul Training Profil Bisnis Resi Gudang. Divis Rakyat Indonesia Bank Diklat
103
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

D. KESIMPULAN
Pada Saat dinamika transaksi perdagangan dalam era globalisasi tahap serba
cepat, penerapan terhadap kontrak/perjanjian yang menyangkut barang atau benda
jaminan guna mendukung lajunya roda perekonomian dalam bidang transaksi guna
transaksi pengadaan modal yang didapatkan dari kredit perbankan sebagai tujuan dari
agunan, ternyata Undang Undang Nomor 9 Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang
juncto Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 9 tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang cukup mendukung
penyelesaian bila terjadi kasus-kasus yang berkaitan dengan transaksi Resi Gudang
dikemudian hari berdasarkan bab-bab sebelumnya dapat disimpulkan sebagai berikut :
1) Bahwa dalam hukum positif di Indonesia kedudukan Undang-Undang Nomor 9
Tahun 2006 tentang Sistem Resi Gudang masuk bagian dari hukum kebendaan yang
diatur dalam hukum perdata, dokumen resi gudang adalah alas hak (document of title)
atas barang yang dapat digunakan sebagai agunan karena dijamin dengan komoditas
tertentu. 2) Bahwa, Resi Gudang sebagai instrument perdagangan & pembiayaan ini
sangat fleksibel dan dapat dialihkan dijadikan jaminan utang atau digunakan sebagai
dokumen penyerahan barang juga dapat dijadikan jaminan utang sepenuhnya tanpa
dipersyaratkan adanya agunan lainnya. 3) Bahwa, dalam perkembangan transaksi resi
gudang di dalam negeri, dari tahun ke tahun telah menunjukkan pertkembangan yang
signifikan, khususnya bank telah mulai memberikan kemudahan-kemudahan
memberikan kredit kepada petani dengan agunan resi gudang

E. DAFTAR PUSTAKA
Evawati, Juliana. “Asas Publisitas Pada Hak Jaminan Atas Resi Gudang.” Yuridika 29,
no. 2 (2014).
Hariyani, Iswi. Restrukturisasi Dan Penghapusan Kredit Macet. Elex Media
Komputindo, 2010.
Husni, Hasbullah Frieda. “Hukum Kebendaan Perdata (Hak-Hak Yang Memberi

(BRI). 2009.

104
VOLUME 1 Nomor 1 Tahun 2017

Jaminan) Jilid 2.” IND HILL CO, Jakarta (2009).


Jamaan, Ahmad, and Yudi Satria. “Dampak Kebijakan Larangan Ekspor Rotan Mentah
Terhadap Industri Furnitur Rotan Indonesia 2011-2012.” Riau University, 2014.
RUNTUKAHU, ELRICK CHRISTIAN. “PENJAMINAN RESI GUDANG
BERDASARKAN UNDANG-UNDANG SISTEM RESI GUDANG.” UNIVERSITAS
AIRLANGGA, 2009.
Satrio, J. “Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan.” Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti (2007).
Subekti, Raden. Hukum Perjanjian. Intermasa, 1987.
Sukartini, Ni Made, and Achmad Solihin. “Respon Petani Terhadap Perkembangan
Teknologi Dan Perubahan Iklim: Studi Kasus Subak Di Desa Gadungan, Tabanan,
Bali.” Jurnal Ekonomi Kuantitatif Terapan (2013).
Suminar, Sri Ratna. “Peranan Asuransi Dalam Upaya Mengembangkan Kemitraan
Usaha Agrobisnis Di Indonesia.” Syiar Hukum 11, no. 2 (2009): 171–187.
Supanggih, Dhianon, and Slamet Widodo. “Aksesibilitas Petani Terhadap Lembaga
Keuangan (Studi Kasus Pada Petani Di Desa Sidodadi Kecamatan Sukosewu
Kabupaten Bojonegoro).” Agriekonomika 2, no. 2 (2013): 163–173.
Suryani, Erma, and Iwan Setiadjie Anugerah. “Sistem Resi Gudang Di Indonesia: Antara
Harapan Dan Kenyataan” (2014).

105

Anda mungkin juga menyukai